Anda di halaman 1dari 17

RSUD DATOE BINANGKANG KABUPATEN

BOLAANG MONGONDOW
Jl. Desa Lolak II, Kec. Lolak, Kab. Bolaang Mongondow- Sulawesi Utara

NOMOR : 800/B.07 RSUD-DB/142/IX/2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit

menular merupakan salah satu upaya pembangunan dibidang kesehatan yang

berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat

penyakit infeksi. Salah satu kegiatan pengendalian penyakit menular terutama TB

dapat berlangsung efektif, efisien dan tepat sasaran maka diperlukan suatu kegiatan

surveilans epidemiologi dimana hasil kegiatan surveilans sangat menentukan

tindakan pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi

kegiatan. Dengan adanya kegiatan surveilans TB ini juga dapat memantau

kemampuan program TB baik dalam hal mendeteksi kasus TB, menjamin selesainya

pengobatan TB dan kesembuhan pasien TB.

Penyakit Tuberkulosis sebagai salah satu penyakit menular, sampai saat ini

upaya penanggulangan dan pemberantasannya belum begitu menggembirakan.

Menurut data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Tahun 2012 penyakit

Tuberkolosis merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit

Kardiosvaskuler dan penyakit saluran pernapasan, sedangkan menurut laporan WHO

2009, Indonesia merupakan penyumbang penderita TB terbesar No.3 di Dunia

1
setelah India dan China, serta diperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru

TB, dan kematian karena TB sekitar 130.000 atau secara kasar diperkirakan setiap

100.000 penduduk di Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru atau BTA

Positif.

Data yang didapati dari Kemenkes (2018), periode prevalensi jumlah


penduduk di Indonesia untuk kasus temuan BTA positif laki-laki sebanyak 101.802
penderita sedangkan perempuan sebanyak 66.610 penderita jadi jumlah seluruh
penderita Tahun 2017 sebanyak 168.412 penderita sedangkan yang ada di Propinsi
Sulawesi Utara yang didiagnosis positif TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2017
menurut jenis kelamin laki-laki adalah 61,34% dengan jumlah penderita 2491
sedangkan pada wanita 38,66% sebanyak 1570 penderita nomor umt pertama
terbanyak di 34 propinsi untuk BTA positif dengan CNR (Case Notification Rate)
sebanyak 165. Pada data yang di temukan di RSUD Datoe Binangkang Lolak
Bolaang Mongondow jumlah penderita TB positif dari bulan Januari sampai dengan
bulan September 2019, mencapai 72 pasien. Yang berobat hanya sekitar 10,7% (Poli
TB RSUDDB, 2019).
Penderita TB paru biasanya, mengalami perubahan bentuk fisik menjadi lebih
kurus dan tampak pucat, sering batuk-batuk, badan lemah dan kemampuan fisikpun
menurun, keadaan seperti ini akan mempengaruhi hargadiri penderita TB paru juga
dari aspek psikososial, ekonomi dan spiritual perlu dikaji pada penderita karena
aspek ini mempengaruhi harga diri dan perilaku penderita TB paru (Sulistiyawati
dkk, 2012).
Pengobatan penyakit TB Paru memerlukan jangka waktu yang lama dan rutin
yaitu 6-8 bulan. Dengan demikian apabila penderita minum obat secara tidak teratur
atau tidak selesai, justru akan menyebabkan terjadinya kekebalan ganda kuman TB
paru terhadap Obat Anti Tuberkolosis (OAT), yang akhirnya untuk pengobatannya
penderita harus mengeluarkan biaya yang tinggi/ mahal serta dalam waktu yang
relative lebih lama (Arifin, 2015).

2
Dari latar belakang di atas, dilakukan pelaksanaan surveilans Program Tb Di
RSUD Datoe Binangkang Lolak Bolaang Mongondow.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, Bagaimana distribusi data penyakit
Tuberkulosis (TB) paru dari tahun 2018 sampai tahun 2019 di RSUD Datoe
Binangkang Lolak Bolaang Mongondow.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Gambaran Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru Di RSUD
Datoe Binangkang Lolak Bolaang Mongondow.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui Distribusi Frekuensi Penyakit TB di Puskesmas Tahun 2018-
2019 di RSUD Datoe Binangkang Lolak Bolaang Mongondow.
1.4 Manfaat
Dioptimalkan tenaga kerja yang ada diRSUD Datoe Binangkang dapat untuk
diberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai surveilans terutama mengenai
surveilans TB agar kegiatan surveilans ini lebih aktif karena kegiatan surveilans TB
ini sangat membantu untuk mendeteksi kasus TB, menjamin selesainya pengobatan
TB dan kesembuhan pasien TB. Hal ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian
TB, tingkat penularan, kekambuhan pada pasien dan kematian akibat TB.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Surveilans

Beberapa ahli telah mendefenisikan surveilans. Langmuir dari Center of Disease

Control (CDC) dari Atlanta, Amerika Serikat mendefenisikan surveilans sebagai

latihan pengawasan berhati-hati yang terus menerus, berjaga-jaga terhadap distribusi

dan penyebaran infeksi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu, yang cukup

akurat dan sempurna yang relevan untuk penanggulangan yang efektif 4. Sementara

menurut Kepmenkes RI Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit

Tidak Menular Terpadu, menyebut bahwa surveilans adalah adalah kegiatan analisis

secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah

kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan

penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan

penanggulangan secara efektif dan efesien melalui proses pengumpulan data,

pengolahan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program

kesehatan

Dari kedua definisi tersebut diatas, maka dapat dirumuskan bahwa kegiatan-

kegiatan dalam surveilans adalah sebagai berikut4:


- pengumpulan data secara sistematis dan terus menerus
- pengolahan, analisis dan interpretasi data untuk menghasilkan informasi
- penyebarluasan informasi yang dihasilkan kepada orang-orang atau institusi

yang dianggap berkepentingan, dan


- menggunakan informasi yang dihasilkan dalam manajemen yaitu

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian.

4
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data

secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan)

kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan

masalah kesehatan lainnya6. Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan

kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi,

mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-

perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans

menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan

langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit4. Kadang digunakan istilah

surveilans epidemiologi.

2.2. Tujuan Surveilans

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan

populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat

dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan Surveilans

1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi masalah kesehatan atau penyakit pada

suatu wilayah
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan prioritas masalah kesehatan.

Minimal ada tiga persyaratan untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan

untuk ditanggulangi yaitu besarnya masalah, adanya metode untuk mengatasi

masalah, dan tersedianya biaya untuk mengatasi masalah. Dengan data surveilans

yang layak dapat diketahui besaran masalah dari setiap masalah kesehatan yang

ada dan keefektifan dari sebuah metode yang digunakan.


3. Untuk Mengetahui cakupan pelayanan. Atas dasar data kunjungan ke puskesmas,

dapat diperkirakan cakupan pelayanan puskesmas itu terhadap karakteristik

5
tertentu dari penderita, dengan membandingkan proporsi penderita menurut

karakteristik tertentu yang berkunjung ke puskesmas, dan proporsi penderita

menurut karakteristik yang sama di populasi dasar atas dasar data statistic dari

daerah yang bersangkutan.


4. Untuk kewaspadaan dini terjadinya Kejadian Luar Bisa (KLB).

KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian/kematian yang bermakna

secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu 1. Setiap kasus

gizi buruk juga diperlakukan sebagai KLB.Salah satu penyakit yang dapat

diimunisasi yang dapat menimbulkan KLB adalah campak, yang harus

dilaporkan oleh puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota (DKK). Bila puskesmas

melakukan pengolahan dan analisa setiap minggu, maka ini merupakan

kewaspadaan dini untuk mengetahui minggu keberapa frekuensi kasus campak

lebih meningkat dari bisaanya.

5. Untuk memantau dan menilai program. Setelah keputusan dirumuskan dan

intervensi dilakukan, kita dapat menilai berhasil atau tidaknya intervensi tersebut

dari data surveilans di rentang waktu berikutnya, apakah sudah terjadi penurunan

insiden atau prevalensi penyakit tersebut.

Tujuan khusus surveilans

1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit


2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini

outbreak
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease

burden) pada populasi;


4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,

implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan

6
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset

2.3. Manfaat Surveilans


1. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya
2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit
3. Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat
4. Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya
5. Deteksi perubahan layanan kesehatan yang terjadi
6. Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis
7. Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya
8. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan

kesehatan di masa datang.


2.4. Pendekatan Surveilans

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:

1) Surveilans pasif
2) Surveilans aktif

Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data

penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas

pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk

dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit

infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan

analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah

kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan

cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan

kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya

rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggung jawab utama memberikan

pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.

7
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan

berkala ke ruangan-ruangan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru

penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi

laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans

pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan

tanggung jawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.

Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada

surveilans pasif. Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut

community surveilance.

Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari

komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus

bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader

kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas

kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih

menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi

laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu11.

2.5. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari kuman

Mycobacterium tuberculosis.

2.6. Gejala Klinis Tuberkulosis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk selama 2-3 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,batuk

darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

8
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu

bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB

seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat

prevalensi TB di Indonesia masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK

dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien

TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2.7 Faktor Risiko

9
Gambar 2.1
Faktor Risiko

2.9. Alur Diagnosis

10
Gambar 2.2
Alur Diagnosis TB

Lampiran pelaksanaan survey

11
RSUD DATOE BINANGKANG KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW

12
Jl. Desa Lolak II, Kec. Lolak, Kab. Bolaang Mongondow- Sulawesi Utara

NOMOR : 800/B.07 RSUD-DB/139/IX/2019

BUKTI LAPORAN DATA SURVEILANS TUBERKULOSIS

3.1. Hasil Dan Deskripsi Lokasi


Rumah Sakit Umum Daerah Datoe Binangkang yang bertempat di Desa Lolak II.
Direktur RS dr. Erman Paputungan, dengan Pemerintah Bolaang Mongondow Induk
sebagai pemilik.

Gambar 5.1 Peta Rumah Sakit Datoe Binangkang Desa Lolak II (Bolaang
Mongondow) di ambil dari (Google Map) 2019

Data ini diperoleh dari surveilans pasif dimana data dikumpulkan dari hasil

rekam medis yaitu pada saat pasien berkunjung ke Rumah Sakit dan terdiagnosa TB

paru BTA (+). Data yang dikumpulkan dari tahun 2018 sampai tahun 2019 untuk

melihat trends penyakit TB di Puskesmas Sukabumi dari Tahun 2018 sampai tahun

2019.

3.1.1. Distribusi Frekuensi Penyakit TB di Rumah Sakit Tahun 2018

Tabel 3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Frekuensi Penyakit TB di


Poli TB RSUD Datoe Binangkang 2018

13
Frekuensi BTA Persentase BTA Persentase BTA
Bulan
Positif Negatif Positif (%) Negatif (%)
Januari 5 21 5.7 8.2
Februari 4 21 4.6 8.2
Maret 14 21 14.1 8.2
April 6 19 6.9 7.4
Mei 7 22 8.1 8.6
Juni 1 23 1.1 9
Juli 11 23 12.6 9
Agustus 11 11 12.6 4.3
September 6 33 6.9 12.8
Oktober 9 18 10.3 7
November 9 20 10.3 7.8
Desember 4 25 4.6 9.8
Jumlah 87 257 100 100

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan distribusi frekuensi penyakit TB

di RSUD Datoe Binangkang Pemeriksaan jumlah kasus TB dari tahun 2018 di

RSUD Datoe Binangkang didapatkan kasus TB paru BTA (+) dengan angka

tertinggi kejadian TB adalah pada Bulan Maret berjumlah 14 Pasien (14.1%)

2018 dan angka terendah kejadian TB adalah pada Bulan Juni berjumlah 1

(1.1%) tahun 2018.

3.1.2. Distribusi Frekuensi Penyakit TB di Rumah Sakit Tahun 2019

Tabel 3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Frekuensi Penyakit TB


di Poli TB RSUD Datoe Binangkang 2019

Frekuensi BTA Persentase BTA Persentase BTA


Bulan
Positif Negatif Positif (%) Negatif (%)
Januari 12 26 10.4 8.8
Februari 7 28 6.1 9.5
Maret 5 20 4.3 6.8
April 13 27 11.3 9.1
Mei 8 42 7 14.2
Juni 8 29 7 9.8
Juli 12 46 10.4 15.5
Agustus 3 22 2.6 7.4
September 11 27 9.6 9.1
Oktober 28 8 24.3 2.7
November 5 16 4.3 5.4

14
Desember 3 5 2.6 1.7
Jumlah 115 296 100 100

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan distribusi frekuensi penyakit TB

di RSUD Datoe Binangkang Pemeriksaan jumlah kasus TB dari tahun 2019 di

RSUD Datoe Binangkang didapatkan kasus TB paru BTA (+) dengan angka

tertinggi kejadian TB adalah pada Bulan Oktober 2019 berjumlah 28 pasien

(24.3%) dan angka terendah kejadian TB adalah pada bulan Agustus dan

Desember tahun 2019.masing-masing berjumlah 3 pasien (2.6%).

1.2. Pembahasan
Kegiatan surveilans yang dilakukan di RSUD Datoe Binangkang

meliputi kegiatan surveilans pasif maupun surveilans aktif. Namun dilakukan

pada laporan kegiatan ini adalah surveilans pasif yaitu data diambil dari rekam

medis untuk melihat angka kejadian TB paru BTA positif pada tahun 2018

sampai tahun 2019.


Dari data yang didapatkan di RSUD Datoe Binangkang distribusi

frekuensi penyakit TB di RSUD Datoe Binangkang Pemeriksaan jumlah kasus

TB dari tahun 2018 di RSUD Datoe Binangkang didapatkan kasus TB paru

BTA (+) dengan angka tertinggi kejadian TB adalah pada Bulan Maret

berjumlah 14 Pasien (14.1%) 2018 dan angka terendah kejadian TB adalah pada

Bulan Juni berjumlah 1 (1.1%) tahun 2018.


Distribusi frekuensi penyakit TB di RSUD Datoe Binangkang

Pemeriksaan jumlah kasus TB dari tahun 2019 di RSUD Datoe Binangkang

didapatkan kasus TB paru BTA (+) dengan angka tertinggi kejadian TB adalah

pada Bulan Oktober 2019 berjumlah 28 pasien (24.3%) dan angka terendah

15
kejadian TB adalah pada bulan Agustus dan Desember tahun 2019 .masing-

masing berjumlah 3 pasien (2.6%).

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan

Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan dapat diambil simpulan

sebagai berikut :

1. Penyakit TB di RSUD Datoe Binangkang Pemeriksaan jumlah kasus TB dari

tahun 2018 di RSUD Datoe Binangkang didapatkan kasus TB paru BTA (+)

dengan angka tertinggi kejadian TB adalah pada Bulan Maret berjumlah 14

Pasien (14.1%) 2018 dan angka terendah kejadian TB adalah pada Bulan Juni

berjumlah 1 (1.1%) tahun 2018. Sedangkan,

2. penyakit TB di RSUD Datoe Binangkang Pemeriksaan jumlah kasus TB dari

tahun 2019 di RSUD Datoe Binangkang didapatkan kasus TB paru BTA (+)

dengan angka tertinggi kejadian TB adalah pada Bulan Oktober 2019

berjumlah 28 pasien (24.3%) dan angka terendah kejadian TB adalah pada

bulan Agustus dan Desember tahun 2019.masing-masing berjumlah 3 pasien

(2.6%).

4.2. Saran

16
RSUD Datoe Binangkang dapat mengoptimalkan tenaga kerja yang ada untuk
diberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai surveilans terutama mengenai
surveilans TB agar kegiatan surveilans ini lebih aktif karena kegiatan surveilans TB
ini sangat membantu untuk mendeteksi kasus TB, menjamin selesainya pengobatan
TB dan kesembuhan pasien TB. Hal ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian
TB, tingkat penularan, kekambuhan pada pasien dan kematian akibat TB.

17

Anda mungkin juga menyukai