UNIT TB DOTS
RS AL HUDA GENTENG
ii
KATA PENGANTAR
Berdasarkan hal tersebut, Rumah Sakit Refa Husada sebagai salah satu
rumah sakit swasta di wilayah Malang yang secara aktif memberikan pelayanan
pengobatan bagi para penderita TB dengan strategi DOTS dan juga dalam rangka
ikut mensukseskan program penanggulangan Tuberkulosis yang merupakan
program nasional yang harus dilaksanakan di seluruh unit pelayanan kesehatan.
Maka perlu disusun buku pedoman pelayanan tim DOTS yang dibutuhkan sebagai
pedoman pengelolaan tubekulosis di rumah sakit serta pedoman dalam
pelaksanaan koordinasi antar unit pelayanan di rumah sakit Refa Husada dalam
bentuk jejaring.
Kami sangat berharap semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat bagi
seluruh unit pelayanan di Rumah Sakit Refa Husada dalam rangka memberikan
pelayanan yang paripurna tehadap pasien Tuberkulosis sehingga bukan saja akan
meningkatkan angka kesembuahan pasien,tetapi juga mencegah terjadinya akibat
lebih lanjut berupa Multi Drug Resistant ( MDR ) atau Extreme Drug Resistant (XDR)
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iiii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
60
Rencana strategi nasional Pengendalian TB disusun pertama kali pada
periode tahun 2000 – 2005 sebagai pedoman bagi provinsi dan Kabupaten /
Kota untuk merencanakan dan melaksanakan program pengendalian TB.
Pencapaian utama selama periode ini adalah :
1. Pengembangan rencana strategi 2002-2006
2. Penguatan kapasitas manajerial dengan penambahan staf di tingkat pusat dan
provinsi.
3. Pelatihan berjenjang dan berkelanjutan sebagai bagian dari pengembangan
sumber daya
manusia.
4. Kerja sama internasional dalam memberikan dukungan teknis dan
pendanaan
(pemerintah Belanda, WHO, TBCTA-CIDA, USAID, GDF, GFATM, KNCV,
UAB,IUATLD, dll).
5. Pelatihan perencanaan dan anggaran di tingkat daerah.
6. Perbaikan supervisi dan monitoring dari tingkat pusat dan provinsi.
7. Keterlibatan BP4 dan rumah sakit pemerintah dan swasta dalam
melaksanakan strategi DOTS melalui ujicoba HDL di Yogyakarta.
Keberhasilan target global tingkat deteksi dini dan kesembuhan dapat
dicapai
pada periode tahun 2006-2010. Selain itu, berbagai tantangan baru dalam
implementasi strategi DOTS muncul periode ini. Tantangan tersebut antara lain
penyebaran ko-infeksi TB-HIV, peningkatan resistensi obat TB, jenis
penyedia pelayanan TB yang sangat beragam, kurangnya pengendalian infeksi
TB di fasilitas kesehatan, serta penatalaksanaan TB yang bervariasi. Mitra baru
yang aktif berperan dalam pengendalian TB pada periode ini antara lain
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Ikatan
Dokter Indonesia, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Hasil survey prevalensi TB tahun 2004 menunjukkan bahwa pasien TB juga
menggunakan pelayanan rumah sakit, BP4 dan dokter praktek swasta
untuk tempat berobat. Ujicoba, implementasi dan akselerasi pelibatan FPK
selain Puskesmas sebagai bagian dari inisiatif Pubic-Private Mix telah dimulai
pada tahun 1999-2000. Pada tahun 2007, seluruh BP4 dan sekitar 30% rumah
sakit telah menerapkan strategi DOTS. Untuk praktek swasta, strategi DOTS
belum diimplementasi secara sistematik, meskipun telah dilakukan uji coba model
pelibatan praktisi swasta di Palembang pada tahun 2002 serta di provinsi
Yogyakarta dan Bali pada tahun 2004-2005.
60
Untuk akselerasi DOTS di rumah sakit, sekitar 750 dari 1645 RS telah
dilatih.Koordinasi di tingkat pusat dengan Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan semakin intensif. Selain itu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
juga melakukan penilaian kebeberapa rumah sakit yang telah menerapkan
DOTS. Penguatan aspek regulasi dalam implementasi strategi DOTS di rumah
sakit akan diintegrasikan dengan kegiatan akreditasi rumah sakit.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Penemuan kasus TB
Mengidentifikasi suspek dan mengisi buku daftar suspek TB
( TB 06 )
Mengisi formulir untuk pemeriksaan dahak ( TB 05 )
2. Penegakan diagnosa melalui pemeriksaan dahak SPS untuk pasien
dewasa dan skoring diagnosis untuk pasien anak
3. Melakukan Pengobatan dan Pengawasan pasien TB
Membantu pasien dalam penentuan pilihan tempat
pengobatan selanjutnya
Menetapkan panduan OAT yang benar untuk setiap
klasifikasi dan tipe pasien
Bertanggung jawab dalam penetapan PMO bersama pasien
Memberikan penyuluhan pada pasien dan keluarga dan
PMO
Bertanggung jawab dalam pengisian kartu TB ( TB 01 ) dan
kartu identitas pasien ( TB 02 ) secara lengkap dan benar
Menentukan jadwal pemeriksaan jadwal pemeriksaan dahak
ulang
Menangani pasien putus berobat
Mendeteksi dan menangani komplikasi efek samping
4. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan yang baku
60
5. Pemantauan dan evaluasi kegiatan
Melakukan analisis hasil pengobatan pasien sesuai indikator
Merencanakan tindak lanjut untuk penyelesaian masalah
6. Perencanaan
7. Pengelolaan logistik
8. Pelatihan
D. SASARAN
Sasaran kegiatan meliputi seluruh komponen terkait : pasien, keluarga, petugas
Rumah Sakit, dokter, paramedis, petugas laborat, pencatatan yang
tergabung dalam Jejaring Internal, serta anggota/ institusi yang terlibat dalam
Jejaring Eksternal.
E.BATASAN OPERASIONAL
Tuberkolusis ( TB )
Adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari
kelompok mycobacterium yaitu mycobacterium tuberculosis
DOTS directly observed therapy shortcourse
(terapi yang diawasi langsung)
HDL ( hospital DOTS Linkage )
Adalah pelaksanaan jejaring DOTS dengan unit – unit yang terkait
di rumah sakit
Jejaring internal
Adalah jejaring antar semua unit yang terkait dalam menangani
pasien TB di dalam Rumah Sakit
Tim DOTS RS
Adalah tim yang dikukuhkan dengan SK Direktur RS yang
bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan DOTS di
RS,serta mengkoordinasikan semua kegiatan mulai dari
perencanaan,pelaksanaan,monitoring dan evaluasi.
Jejaring eksternal
Adalah jejaring yang dibangun antara dinas kesehatan,rumah
sakit,puskesmas,UPK lainnya yang terkait dalam penggulangan TB
dengan strategi dots
SPS ( sewaktu – pagi- sewaktu )
S ( sewaktu ) : dahak ditampung pada saat terduga pasien TB
datang berkunjung pertama kali ke fasyankes,pada saat
pulang,terduga pasien
60
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada
hari kedua
P ( pagi ) : dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur.pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas fasyankes
S ( sewaktu ) ; dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua saat
menyerahkan dahak pagi
BTA ( Basil Tahan Asam )
Adalah kelompok bakteri yang di dalamnya terdapat spesies
mycobacterium tuberculosis
OAT ( obat anti TB )
PMO ( pengawas menelan obat )
OAT KDT adalah obat dalam bentuk tablet yang isinya terdiri dari
kombinasi beberapa jenis obat dengan dosis tertentu
Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi
kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien
TB aktiff oleh dokter dan diputuskan pengobatan TB
Pasien TB terdiagnosis bakteriologis adalah seorang pasien yang
dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biologinya dengan
pemeriksaan mikroskopis langsung.
Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim ( jaringan ) paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru
TB MR ( mono resistan ) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
TB PR ( poli resistan ) : resistan terhadap lebih dari satu jenis oat llini
pertama selain Isoniazid ( H ), dan Rifampisin ( R ) secara bersamaan
TB MDR ( multi drug resistan ) : resistan terhadap Isiniazid ( H ) dan
Rifampisin ( R ) secara bersamaan
Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat
kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS.
Obat diberikan kepada ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa
kriteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother To Child
Transmission (PMTCT).
VCT (voluntary counseling and testing) tes HIV secara sukarela
disertai dengan konseling.
Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan
AIDS.
60
Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya
telah terinfeksi virus HIV/AIDS.
F.Landasan Hukum
1. Undang–Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3495 );
2. Undang – Undang Republik indonesia nomor 44 tahun 2009
tentang rumah sakit ( Lembaran negara RI tahun 2009 nomor 153,
tambahan lembaran negara RI nomor 5072 )
60
BAB II STANDAR KETENAGAAN
Nama Kualifikasi
No Pelatihan Kebutuhan Tersedia
Jabatan Formal
60
9 Koordinator S1 Bersertifikat
Pendidikan Manajeme Pelatihan 1 -
& Latihan n DOTS
keperawat
an
10 Konsulen Dokter
Spesialis Bersertifikat 2 2
Pelatihan
DOTS
11 Petugas S1 Bersertifikat
administrasi Manajeme Pelatihan 1 -
DOTS n DOTS
Keperawat
an
12 Paramedis D3 Bersertifikat
DOTS Keperawat Pelatihan 2 1
an DOTS
13 Petugas D3 analis Bersertifikat
laboratoriu medis Pelatihan 2 1
m DOTS
DOTS
14 Recording D3 Rekam Bersertifikat
& Reporting medis Pelatihan 1 -
DOTS DOTS
15 Apoteker S1 Bersertifikat
DOTS Farmasi Pelatihan 1 1
DOTS
60
B. URAIAN JABATAN
1. Ketua Tim DOTS
Ketua Tim adalah seorang dokter spesialis atau dokter umum dan
merangkap sebagai anggota
Tanggung Jawab: Secara administratif dan fungsional bertanggungjawab
seluruhnya terhadap pelaksanaan program DOTS di RS.
Tugas Pokok : Mengkoordinasi semua pelaksanaan kegiatan program DOTS
di RS.
Uraian Tugas :
a. Menyusun dan merencanakan pelaksanaan kegiatan program kerja
DOTS.
b. Memimpin, mengkoordinir dan mengevaluasi pelaksanaan
operasional DOTS secara efektif , efisien dan bermutu
c. Bertanggung jawab terhadap koordinasi dengan bagian unit kerja
terkait.
d. Memberikan pembinaan terhadap anggota DOTS.
e. Memimpin pertemuan rutin setiap 3 bulan dengan anggota DOTS
untuk membahas dan menginformasikan hal – hal penting yang
berkaitan dengan DOTS
f. Menghadiri pertemuan manajemen, bila dibutuhkan.
g. Menjalin kerjasama antar unit terkait.
h. Meningkatkan pengetahuan anggota, membuat dan memperbaiki cara
kerja dan pedoman kerja yang aman dan efektif
Wewenang :
a. Memberikan penilaian kinerja anggota DOTS.
b. Membuat daftar kerja untuk anggota DOTS.
c. Membuat usulan perencanaan ketenagaan dan fasilitas yang
dibutuhkan
d. Membuat Standar Operasional Prosedur DOTS.
e. Membuat laporan Program DOTS.
60
3. Koordinator DOTS
Tugas / kegiatan :
Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pelayanan TB DOTS
4.Koordinator Administrasi
Tugas / Kegiatan :
Merekam seluruh kegiatan administrasi TB DOTS
Tugas / Kegiatan :
Jaring suspek TB
9. Apoteker DOTS
Tugas / Kegiatan :
Menyediakan OAT untuk pasien TB,berkoordinasi dengan dokter
dan paramedik.
Melakukan koordinasi dengan lintas sektor / kegiatan terkait
tentang pengadaan / penyediaan obat – obatan untuk pasien TB
DOTS
Membuat usulan ke ketua tim tentang penyediaan obat / alat
kesehatan untuk TB
Membuat laporan penggunaan obat
C.DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pola pengaturan ketenagaan Tim DOTS yaitu :
1.Poli DOTS
Jumlah 6 (enam) orang dengan standar bersertifikat Pelatihan DOTS.
Kategori :
2 orang Konsulen
60
1 orang Medical Doctor
1 orang Apoteker
1 orang Administration
1 orang Recording & Reporting
1. Seluruh kegiatan DOTS dilaksanakan pada dinas shift pagi dan shift sore
pada hari kerja.
3. Apabila dokter konsulen jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat
jaga sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan maka :
KURSI TUNGGU
BED PERIKSA
MEJA
DOKTER
2.Sarana
Ruang tim DOTS Rumah Sakit Refa Husada berlokasi di gedung Unit Rawat
Jalan
1. Papan nama / petunjuk
Di depan ruang Poli DOTS dipasang papan bertuliskan pelayanan Poli
DOTS
2. Ruang tunggu Poli DOTS memiliki ruang tunggu yang nyaman di luar
ruang Poli DOTS dan terpisah dengan ruang tunggu pasien umum
3. Jam Kerja Layananan dan laboratorium terintegrasi dalam jam kerja
pelayanan kesehatan dengan layanan laboratorium 24 jam
4. Ruang DOTS
Ruang Poli DOTS memiliki suasana yang nyaman, dan terpisah
dari ruang poli lainnya. Dengan maksud untuk menghindari kontak
pasien TB dengan pasien lainnya
Di dalam Poli DOTS tersedia :
a. Materi KIE : Poster, leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan
tentang TB .
b. Tempat tidur untuk pemeriksaan fisik.
c. Meja dan kursi.
d. Kalendar.
e. Timbangan berat badan
f. Meja konsultasi
60
g. Formulir TB 01 s/d TB 13
h. Masker dan sarung tangan
i. Tempat Sampah medis dan non medis
j. Jendela dan ventilasi udara yang baik
k. Termometer
l. Stetoskop dan tensimeter
m. Cairan hand rub
n. Wastafle untuk cuci tangan
o. Tempat sampah non medis
3.Prasarana
Aliran listrik dengan penerangan yang cukup baik untuk membaca dan
menulis,
Air: Adanya air yang mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan
mencuci tangan serta membersihkan alat-alat.
Sambungan telepon: Tersedianya sambungan telepon, terutama untuk
berkomunikasi dengan layanan lain yang terkait.
Pembuangan limbah padat dan limbah cairMengacu kepada pedoman
pelaksanaan kewaspadaan baku dan kewaspadaan transmisi di pelayanan
kesehatan tentang pengelolaan limbah yang memadai
60
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
60
4) Kontak dengan pasien TB resistan obat.
c.Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan
gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan
praktis menuju kesehatan paru (PAL+pratical approach to long health),
manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajemen terpadu dewasa
sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan kasus TB
dilayani kesehatan, mengurangi terjadinya missopportunity kasus TB
dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.
d.Tahapan awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang
memiliki gejala.
1.Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2–3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
2.Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula penyakit paru
selain TB seperti bronkiektasis, bronkitis kronis asma, kanker paru,
dan lain-lain. mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orng yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
3.Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB
dengan salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini.
a) Kasus gagal dengan pengobatan kategori 2
b) Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif pada bulan
ke-3 pada pengobatan kategori 2
c) Pasien yang pernah diobati TB termasuk OAT ini kedua seperti
kuinolon dan kanamisin
d) Pasien gagal pengobatan kategori I
e) Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah
sisipan dengan katagori I
f) Kasus TB kambuh pada pengobatan kategori 1 atau kategori 2
g) Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan
kategori 1 dan atau kategori 2
1.Pemeriksaan Dahak
a.Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa sewaktu - pagi – sewaktu (SPS),
S (Sewaktu) ; dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi) ; dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepetugas
UPK.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2
spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan
hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.
b.Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih peka terhadap OAT yang digunakan selama fasilitas
memungkinkan biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi.
- Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
- Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak
- Petugas kesehatan yang menangani pasien kekebalan ganda.
60
yang benar sehingga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR
dapat dicegah.
B.Diagnosis Tuberkulosis
1.Diagnosis TB Paru pada orang dengan HIV Negatif
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari
yaitu sewaktu – pagi – sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi.
2.Diagnosis TB ekstra paru orang dengan HIV negatif
a. Gejala dan keluhan tergantung orang yang terkena, misalnya kaku
kuduk pad meningitis TB, nyeri pada TB pleura (pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis
dan atau hispotapologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.
60
pengobatan OAT oleh dokter, Atau BTA negatif dengan hasil kultur TB
Positif.
c. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatoilogi yang diambil dari jariangan tubuh
yang terkena.
SUSPEK TB Paru
Antibiotik Non-OAT
Tidak Ada
Ada Perbaik
Perbaik an
60
an
Pemeriksaan dahak
Foto Thorax dan Mikroskopis
pertimbangan
Dokter
TB BUKAN TB
Gambar 4.1 Alur Diagnosis TB Paru pada Orang dengan HIV Negatif
60
Kontak TB Tidak Laporan BTA Positif
jelas keluarga,BTA
negatif atau
tidak tahu,
BTA tidak
jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif (>10
mm, atau
>5mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat Bawah garis Klinis Gizi
badan/keadaan merah (KMS) buruk (BB/U
gizi atau BB/U < 60%)
<80%
Demam tanpa >3minggu
sebab jelas
Batuk >3 minggu
Pembesaran > 1cm, jumlah
kelenjar limfe >1, tidak nyeri
koliaksila
nguinal
Pembengkakan Ada
Tulang/sendi Pembengkakan
panggul lutut,
falang
Foto toraks Normal/ Kesan TB
toraks tidak
jelas
Jumlah
Catatan :
- Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
- Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk
kronik lainnya seperti asma, sinusitis dan lain-lain
- Jika dijumpai skrofuloderma (TB TBA pada kelenjar dan kulit), pasien
dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
- Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname) melampirkan
tabel badan-badan.
- Foto toraks-toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak.
- Semua anak dengan reaksi cepat BCG (rekasi lokal timbul <7 hari
setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring anak.
- Anak didiagnosis TB jika jumlah skor >6, (skor maksimal 14)
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut. Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan
dibawah ini:
Tanda Bahaya
Kejang, kaku kuduk
Penurunan kesadaran
Kegawatan lain, misalnya sesak nafas
60
Foto toraks menunjukkan gambaran milier kavitas efusi pleura
Gibbus koksitis
- Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem
skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6),
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti
Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnosik lainnya
sesuai indikasi, seperti funduskopi, CT-Scan, dan lain-lainnya.
5.Diagnosis TB MDR
Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan pemeriksaan biakan
dan uji kepekaan M.Tuberculosis. semua suspek MDR dipastikan
berdasarkan dahaknya dua kali, salah satu diantaranya harus “dahak pagi
hari”. Uji kepekaan M. Tuberculosis harus dilakukan di laboratorium yang
telah tersertifikasi untuk uji kepekaan.
Sambil menunggu hasil uji kepekaan, maka suspek TB MDR akan tetap
meneruskan pengobatan sesuai dengan pedoman pengendalian TB
Nasional. Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap obat TB:
- Mono-resistensi : kekebalan terhadap salah satu OAT, misalnya kebal
terhadap INH saja, atau rifampisin saja, dll
- Poly-resisten : kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, kecuali
kombinasi resistensi isonozid (H) dan rifampisin (R), misalnya kebal
terhadap H-E atau R-E, atau H-E-S,dll.
- Multidrug – Resistance (MDR) : Kekebalan terhadap sekurang-
kurangnya isoniozid (H) dan rifampicin (R), misalnya kebal terhadap H-
R atau H-R-E atau H-R-E-S atau H-R-S, dll.
- Extensive drug – resistance (XDR) : Multi Drug Resistance (MDR)
ditambah kekebalan terhadap salah satu golongan fluorokuinolon, dan
sedikitnya salah satu dari OAT suntikan lini kedua (kapreomisin,
kanamisin, dan amikasin), misalnya kebal terhadap H-R-S-Lx-Kn.
60
- Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien baru atau sudah pernah
diobati
- Status HIV pasien
- Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat. Saat ini sudah tidak
dimasukkan dalam penentuan definisi kasus.
2. Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
- Menentukan paduan pengobatan yang sesuai, untuk mencegah
pengobatan yang tidak adekuat (undertreatmen), menghindari
pengobatan yang tidak perlu (overtreatment)
- Melakukan registrasi kasus secara benar
- Stadarisasi proses (tahapan) dan pengumpulan data
- Menentukan prioritas pengobatan TB, dalam situasi dengan sumber
daya yang terbatas
- Analisis kohort hasil pengobatan, sesuai dengan defisini klasifikasi dan
tipe
- Memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektifitas program secara
akurat, baik pada tingkat kabupaten provinsi nasional, regional,
maupun dunia.
Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
mycobacteriumtuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan,
sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA
Positif
4. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena :
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru, tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung, (pericardium), kellenjar lymfe, tulang, persendian,pulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu dikalsifikasikan
sebagai TB paru
5. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadaan ini
ditunjukkan terutama pada TB paru :
a. Tuberkulosis Paru BTA Positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif
Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis
60
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasil BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA Negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran
tuberkulosis
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT, bagi pasien dengan HIV Negatif.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
Catatan :
o Pasien TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat
diklasifikasikan sebagai BTA negatif, lebih baik dicatat sebagai
“pemeriksaan dahak tidak dilakukan”
o Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka
untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat
sebagai pasien TB Paru.
o Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ,
maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya
paling berat.
6. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai
tipe pasien, yaitu :
6.1 Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan
BTA bisa positif atau negatif.
6.2 Kasus yang sebelumnya diobati
6.2.1 Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
60
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
6.2.2Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.
6.2.3Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.
6.3 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6.4Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti
yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati
tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya kembali diobati dengan BTA
negatif.
Catatan :
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami
kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik.
D.Pengobatan Tuberkulosis
1. Tujuan dan Prinsip pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti
Tuberkulosis (OAT)
2. Jenis, sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah
yang tergolong pada untuk lini pertama. Secara ringkas OAT lini
pertama dijelaskan pada tabel dibawah
Tabel Jenis OAT Lini Pertama.
60
(20 – 30) (30 – 40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 15
(12-18) (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15 – 20) (20-35)
Tabel : Jenis OAT untuk pasien TB resistan Obat
Golongan dan jenis Obat
Golongan-obat lini Isoniazid (H) Pyrazinamide (Z)
pertama oral Ethambutol (E) Rifampicin (R)
Golongan -2/obat Streptomycin (S) Amikacin (Am)
suntik/Suntikan Kanamicyn (Kn) Capreomycin
Golongan Ofloxacin (Ofx) Moxifloxacin (Mfx)
-3/Golongan Levofloxacin (Lfx)
Floroquinolone
Golongan -4/obat Ethionamide (Eto) Para amino salisilat
bakteriostatik Prothionamide (Pto) (PAS)
Cycloserine (Cs) Terizidone (Trd)
Golongan -5/obat Clofazimine (Cfz) Thloacetamazone
yang belum jelas Linezolid (Lzd) (thz)
efikasinya dan tidak Amoxilin-Clavulanate (Amx-Clv) Clarithromycin (Clr)
direkomendasikan Lmipenem (lpm)
dalam penggunaan
rutin
60
- Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konvensi) dalam 2 bulan
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
60
- Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping
- Mencegah pengunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulis
resep.
- Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana meningkatkan kepatuhan pasien
b. Kategori -2 (2HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya
- Pasien Kambuh
- Pasien Gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
60
Tabel : Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Tahap Lanjutan 3 kali
Tahap Intensif Tiap RHZE
Berat seminggu RH
(150/75/400/275)+S
Badan (150/150) + E(400)
Selama 56 Selama 28 hari Selama 20 hari
30-27 2 tab 4 KDT +500 2 tab 4KDT 2 tab 2 KDT + 2tab
kg mg streptomisin inj Etambutol
38 – 54 3 tab 4 KDT +750 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT +3tab
mg Stretomisin INJ Etambutol
55-70kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT +4tab
+1000mg Etambutol
Streptomisin INJ
>71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT +5 tab
+1000mg Etambutol
Streptomisin INJ
Catatan :
- Untuk pasien yang berumur 60 tahun keatas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan
- Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
- Untuk melarutkan strptomisin 1gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml (1ml = 250mg).
c. OAT sisipan (HRZE)
60
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28hari)
BERI OAT
2 bulan terapi,
60
Ada perbaikan klinis Tidak ada perbaikan klinis
Gambar 4.2 Alur tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan
dasar.
60
- Anak dengan BB > 33kg, dirujuk ke rumah sakit
- Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
- OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.
b. Pengobatan Pencegahan (Prifilaksin) Tuberkulosis Untuk Anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak
erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan
pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan
skoring sistem di dapat skor <5, kepada anak tersebut diberikan
Isoniazad (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/Hari selama 6 bulan. Bila
anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.
c. Pengobatan Tuberkulosis dengan Infeksi HIV/AIDS
Tatalaksana pengobatan TB pada ODHA adalah sama dengan pasien
TB lainnya. Pada prinsipnya pengobatan TB diberikan segera,
sedangkan pengobatan ARV dimulai berdasarkan stadium klinis HIV
atau CD4. Penting diperhatikan dari pengobatan TB pada ODHA
adalah apakah pasien tersebut sedang dalam pengobatan ARV atau
tidak.
bila pasien tidak dalam pengobatan ARV, segera mulai pengobatan
TB, pemberian ARV dilakukan dengan prinsip:
- Semua ODHA dengan stadium klinis 3 perlu dipikirkan untuk mulai
pengobatan ARV bila CD4 <350/mm3 tapi harus dimulai sebelum
CD4 turun dibawah 200/mm3.
- Semua ODHA stadium klinis 3 yang hamil atau menderita TB
dengan CD4 <350mm3 harus dimulai pengobatan ARV,
- Semua ODHA stadium klinis 4 perlu diberikan ARV tanpa
memandang nilai CD4.
Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya pengobatan TB
tidak dimulai di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (strata 1), rujuk
pasien tersebut ke RS rujukan pengobatan ARV.
60
Keterangan :
Paduan yang mengandung NVP hanya digunakan pada wanita usia
subur dengan pengobatan OAT (mengandung rifampisin), yang perlu
dimulai ART bila tidak ada alternatif lain. EFV tidak dapat digunakan
pada trimester I kehamilan (risiko kelainan janin).
d. Pengobatan Tuberkulosis Resistan Obat.
Secara umum, prinsip pengobatan TB resistan obat, khususnya TB
dengan MDR adalah sebagai berikut :
- Pengobatan menggunakan setidaknya 4 macam obat yang masih
efektif.
- Jangan menggunakan obat yang kemungkinan menimbulkan
resistan silang (cross resistance).
- Membatasi obat yang tidak aman.
- Gunakan obat dari golongan/kelompok 1-5 secara hirarkis sesuai
potensinya.
- Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal
dan tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan
dengan lama minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi
biakan. Apabila pada akhir bulan ke 8 belum terjadi konversi maka
disebut gagal pengobatan. Tahap lanjutan adalah pemberian OAT
tanpa suntikan setelah menyelesaikan tahap awal.
- Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan
yang pertama. Dikatakan konversi bila pemeriksaan BTA dahak dan
biakan 2 kali berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari
menunjukkan hasil negatif.
- Pemberian obat selama periode pengobatan tahap awal dan tahap
lanjutan menganut prinsip DOT = directly/daily observed treatment,
dengan PMO diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kader
kesehatan.
- Pilihan paduan Baku OAT untuk pasen TB dengan MDR saat ini
adalah paduan standar (Standardized treatment),yaitu :
Km-E-Etho-Levo-Z-Cs/E-Etho-Levo-Z-Cs
60
- Ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas
sebelumnya sehingga dicurigai telah ada resitensi
- Terjadi efek samping yang berat dengan obat tersebut.
- Terjadi pemburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah
konversi biakan.
60
maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjut dengan
rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
60
- TB dengan Perikarditis kontriktiva
Selama fase akutprednision diberikan dengan dosis 30-40mg
perhari-hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian
disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan
i. Indikasi Operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru),
adalah:
1) Untuk TB Paru :
- Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
- Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif.
- Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir
2) Untuk TB ekstra Paru :
- Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB
tulang yang disertai kelainan neurologik.
60
- Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
- Mengingatkan pasien pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri keunit pelayanan Kesehatan.
- Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya :
- TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
- TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
- Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
- Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
- Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
- Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke UPK
Keterangan :
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan sebelumnya
kurang dari 5 bulan:
Lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan
harus diperiksa dahak.
PPI TB merupakan bagian dari PPI fasyankes. Kegiatan berupa upaya pengendalian infeksi
dengan 4 pilar yaitu :
Manajerial
Pengendalian administratif
Pengendalian lingkungan
Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri
60
MANAJERIAL
Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota dan/atau atasan dari institusi
terkait. Komitmen, kepemimpinan dan dukungan manajemen yang efektif
berupa pengutan dari upaya manajerial bagi program PPI TB meliputi :
Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB yang merupakan bagian dari
program PPI. Fasyankes mengeluarkan SK penunjukan
tim/penanggung jawab
Membuat kebijakan dan SPO mengenai alur pasien untuk semua
pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans
Memberi pelatihan PPI TB bagi petugas yang terlibat dalam program
PPI TB
Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif
Membuat dan memastikan desain, konstruksi dan persyaratan
bangunan serta pemeliharaannya sesuai PPI TB
Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB
meliputi tenaga, anggaran, sarana dan prasarana yang dibutuhkan
termasuk aspek kesehatan kerja.
Monitoring dan evaluasi
Melakukan kajian di unit terkait penularan TB dengan menggunakan
daftar tilik, menganalisa dan memberikan rekomendasi untuk
perbaikan.
Melaksanakan advokasi, komunikasi, mobilisasi dan sosialisasi terkait
PPI TB
Surveilans petugas (kepatuhan menjalankan SPO dan kejadian infeksi)
Memfasilitasi kegiatan riset operasional
PENGENDALIAN ADMINISTRATIF
Pengendalian administratif adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah/mengurangi pajanan M.Tb kepada petugas kesehatan, pasien,
pengunjung dan lingkungan dengan menyediakan, mensosialisasikan, dan
memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur peelayanan.
Upaya ini mencakup :
Melaksanakan triase dan pemisahan pasien batuk, mulai dari “pintu
masuk” pendaftaran fasyankes
Mendidik pasien mengenai etika batuk
Menempatkan semua suspek dan pasien TB di ruang tunggu yang
mempunyai ventilasi baik, diupayakan >12 ACH dan terpisah
dengan pasien umum.
60
Menyediakan tisu dan masker, serta tempat pembuangan tisu
maupun pembuangan dahak yang benar.
Memasang poster, spanduk dan bahan untuk KIE
Mempercepat proses penatalaksanaan pelayanan bagi pasien
suspek dan TB, termasuk diagnostik, terapi dan rujukan sehingga
waktu berada pasien di fasyankes dapat sesingkat mungkin.
Melaksanakan skrining bagi petugas yang merawat pasien TB.
Menerapkan SPO bagi petugas yang tertular TB.
Melaksanakan pelatihan dan pendidikan mengenai PPI TB bagi
semua petugas kesehatan.
Lima langkah Penatalaksanaan Pasien Untuk Mencegah Infeksi TB Pada Tempat
Pelayanan
Langkah Kegiatan Keterangan
1 Triase Pengenalan segera pasien suspek atau konfirm TB adalah
langkah pertama.
Hal ini bisa dilakukan dengan menempatkan petugas untuk
menyaring pasien dengan batuk lama segera pada saat datang
di fasilitas. Pasien dengan batuk >2 minggu, atau yang sedang
dalam investigasi TB tidak dibolehkan mengantri dengan
pasien lain untuk mendaftar atau mendapat kartu. Mereka
harus segera dilayani mengikuti langkah-langkah dibawah ini
2 Penyuluhan Meng-instruksikan pasien yang tersaring di atas untuk
melakukan etika batuk. Yaitu menutup hidung dan mulut
ketika batuk atau bersin. Kalau perlu berikan masker atau tisu
untuk menutup mulut dan mencegah terjadinya aerosol.
3 Pemisahan Pasien yang suspek atau kasus TB melalui pertanyaan
penyaringan harus dipisahkan dari pasien lain, dan minta
menunggu diruang terpisah dengan ventilasi baik serta diberi
masker bedah atau tisu untuk menutup mulut dan hidung pada
saat menunggu
4 Dahulukan Pasien dengan gejala batuk segera mendapatkan pelayanan
untuk mengurangi waktu tunggu sehingga orang lain tidak
terpajan lebih lama.
Ditempat pelayanan terpadu TB-HIV, usahakan agar jadwal
pelayanan HIV dibedakan jam atau harinya dengan pelayanan
TB atau TB-HIV
5 Rujuk untuk Untuk mempercepat pelayanan, pemeriksaan diagnostik TB
investigasi/ sebaiknya dilakukan ditempat pelayanan itu, tetapi bila layanan
pengobatan ini tidak tersedia, fasilitas perlu membina kerjasama baik
60
TB dengan sentra diagnostik TB untuk merujuk/melayani pasien
dengan gejala TB secepat mungkin. Selain itu, fasilitas perlu
mempunyai kerjasama dengan sentra pengobatan TB untuk
menerima rujukan pengobatan bagi pasien terdiagnosa TB.
PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Pengendalian lingkungan adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi
dengan menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/menurunkan
kadar percik renik di udara. Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik ke
arah tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai germisida.
60
Adalah sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan jendela
terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/terbuka)
untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya.
Indonesia sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan
menciptakan aliran udara silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan
arah angin yang tidak membahayakan petugas atau pasien lain.
Ventilasi Mekanik : adalah sistem ventilasi yang menggunakan
peralatan ekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam
ruangan secara paksa untuk menyalurkan/menyedot udara ke arah
tertentu sehingga terjadi tekanan udara positif dan negatif. Termasuk
exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk
Ventilasi campuran (hybrid): adalah sistem ventilasi alamiah ditambah
dengan penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas
penyaluran udara.
60
a. 160/1/detik/pasien untuk ruangan yang memerlukan kewaspadaan
airborne (dengan ventilation rate terendah adalah 80/1/detik/pasien)
contoh bangsal perawatan MDR TB.
b. 160/1/detik/pasien untuk ruangan perawatan umum dan poliklinik
rawat jalan.
PENGENDALIAN DENGAN PERLINDUNGAN DIRI
Penggunaan alat pelindung diri pernafasan oleh petugas kesehatan
ditempat pelayanan sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan,
sebab kadar percik renik tidak dapat dihilangkan dengan upaya
administratif dan lingkungan. Petugas kesehatan perlu menggunakan
respirator pada saat melakukan prosedur yang beresiko tinggi, misalnya
bronkoskpi, intubasi, induksi spuntum, aspirasi sekret saluran nafas, dan
pembedahan paru. Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan saat
memberikan perawatan kepada pasien atau saat menghadapi/menangani
pasien tersangka MDR-TB dan XDR-TB di poliklinik. Petugas kesehatan
dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada bersama pasien
TB diruangan tertutup. Pasien atau tersangka TB tidak perlu
menggunakan respirator partikulat tetapi cukup menggunakan masker
bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya dari droplet.
I. RUJUKAN PASIEN TB
Rujukan pada pasien TB ada dua jenis yaitu :
1. Rujukan diagnosa : setelah diagnosa ditegakkan pasien dirujuk
kembali ke puskesmas sesuai wilayah tempat tinggal untuk
memulai pengobatan
2. Rujuk therapi : pasien dirujuk untuk meneruskan pengobatan di
sarana pelayanan kesehatan lainnya setelah menjalani pengobatan
di Rumah Sakit Al Huda Genteng.
Semua pasien TB yang mau dirujuk harus melalui poli DOTS
Bila pasien dirujuk diagnosa dibuatkan TB 09, lampiran TB 05,
lampiran hasil VCT, catat nomor telepon pasien, hubungi sarana
pelayanan kesehatan tujuannya.
Bila pasien dirujuk therapi dibuatkan TB, lampirkan foto copy TB
01, berikan sisa obat untuk dibawa ke tempat tujuan, hubungi
sarana pelayanan kesehatan tujuannya
BAB V
LOGISTIK
A. Pengelolaan Logistik
60
Pengelolaan logistik program pengendalian TB (P2TB) merupakan
serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi. Logistik
penanggulangan TB terdiri dari 2 bagian besar yaitu logistik Obat Anti TB
(OAT) dan logistik non OAT
1. Logistik OAT
1.1 paduan OAT dalam bentuk paket
Paket OAT terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu :
a. OAT dalam bentuk obat kombinasi dosisi tetap (KDT) atau fixed
dose combination (FDC) yang dikemas dalam blister, dan tiap
blister berisi 28 tablet.
b. OAT dalam bentuk kombipak yang dikemas dalam blitser untuk
satu dosis, kombipak ini disediakan khusus untuk mengatasi efek
samping KDT. Khusus untuk dewasa terdiri dari katagori 1,
katagori 2, dan sisipan.
1.2 OAT yang digunakan P2TB
a. Lini pertama ; Isoniazid (H),Rifampisin (R),Pirazinamid
(Z),Etambutol (E) dan Streptomisin
b. Lini kedua : Kanamycin (Km), Capreomycin (Cm),Levofloxacin
(Lfx),Moxifloxacin (Mfx), Ethionamide (Eto),Cycloserin (Cs) dan
Para Amino Salicylic (PAS)
2. Logistik non OAT
Alat Laboratorium terdiri dari :
a. Mikroskop, slide box, pot sputum, kaca sediaan, rak pewarna dan
pengering, lampu spiritus, ose, botol plastik bercorong pipet,
kertas pembersih lensa mikroskop, kertas saring dan lain-lain.
b. Bahan diagnostik terdiri dari Reagensia Ziehl Neelsen, Eter
alkohol, minyak imersi, lysol, tuberkulin PPD RT 23 dan lain-lain.
c. Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan
pelaporan serta bahan KIE
Pengelolaan Obat Anti TB
1. Perencanaan Kebutuhan Obat
Perencanaan kebutuhan OAT dilaksanakan dengan pendekatan
perencanaan dari bawah (bottom up planning) dan dilakukan terpadu
dengan perencanaan obat lainnya.
Perencanaan kebutuhan OAT memperhatikan :
a. Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya
b. Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan
c. Buffer stock (tiap katagori OAT)
60
d. Sisa Stok AOT yang ada
e. Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk
mengetahui estimasi kebutuhan dalam kurun waktu perencanaan).
2. Pengadaan OAT
Dalam pengadaan OAT paket Rumah Sakit AL HUDA Genteng
berkoordinasi dengan Puskesmas dimana pasien berdomisili sehingga
pengambilan OAT bisa dijangkau lebih mudah oleh pasien
Sedangkan untuk OAT non paket, Rumah Sakit Al HUDA menyediakan
secara mandiri dengan pengadaan dana dari Kebijakan Rumah Sakit AL
Huda
3. Penyimpanan dan pendistribusian OAT
OAT disimpan di rak penyimpanan OAT ( bagian Farmasi ) sesuai
persyaratan penyimpanan obat. Penyimpanan obat harus disusun
berdasarkan FEFO (First Expired First Out), artinya, obat yang
kadaluarsanya lebih awal harus diletakkan di depan agar dapat diberikan
lebih awal. Pendistribusian OAT disertai dengan dokumen yang memuat
jenis, jumlah, kemasan, nomor batch dan bulan serta tahun
kadaluarsanya.
4. Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang berfungsi ganda,
untuk menggambarkan dinamika logistik dan merupakan alat
pencatatan/pelaporan.
5. Pemantauan Mutu OAT
Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan fisik obat yang meliputi:
a. Penandaan/label termasuk persyaratan penyimpanan
b. Leatflet dalam bahasa indonesia
c. Keutuhan kemasan dan wadah
d. Nomor batch dan tanggal kadaluarsa baik di kemasan terkecil
seperti vial, box dan master box.
e. Mencantumkan nomor regitrasi pada kemasan
6. Pengelolaan Logistik Non OAT
Secara umum siklusnya sama dengan manajemen OAT.
7 Kebutuhan Logistik Non OAT
Perhitungan berdasarkan pada perkiraan pasien BTA positif yang
akan diobati dalam 1 tahun.
Logistik penunjang lainnya (seperti : buku pedoman TB, Modul
Pelatihan, Materi (KIE) dihitung berdasarkan kebutuhan.
60
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Suatu sistem dimana poli DOTS RSD. dr. Soebandi Jember membuat
asuhan untuk keselamatan pasien.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Poli DOTS.
2. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di poli DOTS.
3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Adalah suatu sistem dimana poli DOTS RSD. dr. Soebandi Jember
membuat suatu asuhan kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit bagi
petugas dilingkungan poli DOTS RSD. dr Soebandi Jember
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja
2. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan
3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.
60
Melakukan kajian di unit terkait penularan TB dengan menggunakan
daftar tilik, menganalisa dan memberikan rekomendasi untuk
perbaikan.
Melaksanakan Advokasi, Komunikasi, Mobilisasi dan Sosialisasi terkait
PPI TB.
Surveilans petugas (kepatuhan menjalankan SPO dan kejadian
infeksi).
Memfasilitasi kegiatan riset operasional
2. Pengendalian Administratif
Pengendalian administratif adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah/mengurangi pajanan M. TB kepada petugas kesehatan, pasien,
pengunjung dan lingkungan dengan menyediakan, mensosialisasikan dan
memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur pelayanan.
Upaya ini mencakup :
Melaksanakan triase dan pemisahan pasien batuk, mulai dari “pintu
masuk” pendaftaran fasyankes.
Mendidik pasien mengenai etika batuk
Menempatkan semua suspek dan pasien TB di ruang tunggu yang
mempunyai ventilasi baik, diupayakan 12 ACH dan terpisah dengan
pasien umum.
Menyediakan tisu dan masker, serta tempat pembuangan tisu maupun
pembuangan dahak yang benar.
Memasang poster, spanduk dan bahan untuk KIE.
Mempercepat proses penatalaksanaan pelayanan bagi pasien suspek
dan TB, termasuk diagnostik, terapi dan rujukan sehingga waktu
berada pasien di fasyankes dapat sesingkat mungkin.
Melaksanakan skrining bagi petugas yang tertular TB
Menerapkan SPO bagi petugas yang tertular TB.
Melaksanakan pelatihan dan pendidikan mengenai PPI TB bagi
petugas kesehatan. Edukasi dan penerapan etika batuk.
Petugas harus mampu memberikan pendidikan yang adekuat
mengenai pentingnya menjalankan etika batuk kepada pasien untuk
mengurangi penularan. Pasien yang batuk diinstruksikan untuk
memalingkan kepala dan menutup mulut/hidung dengan tisu. Kalau tidak
memiliki tisu maka mulut dan hidung ditutup dengan tangan atau pangkal
lengan. Sesudah batuk, tangan dibersihkan, dan tisu dibuang pada tempat
sampah yang khusus disediakan untuk ini. (kantong kuning/infeksius).
60
Petugas yang sedang sakit sebaiknya tidak merawat pasien.
Apabila tetap merawat pasien, maka petugas harus mengenakan masker
bedah. Terutama apabila petugas bersin atau batuk, dan harus
melaksanakan etika batuk.
3. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan adalah upaya peningkatan dan pengaturan
aliran udara /ventilasi dengan menggunakan teknologi untuk mencegah
penyebaran dan mengurangi/menurunkan kadar percik renik di udara.
Upaya pengendalian dilakukan denga menyalurkan percik renik kearah
tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet
sebagai germisida.
Secara garis besar ada dua jenis sistem ventilasi yaitu :
Ventilasi alamiah :
Adalah sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan jendela
terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/terbuka)
untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya.
Ventilasi Mekanik : adalah sistem ventilasi yang menggunakan
peralatan ekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam
ruangan secara paksa untuk menyalurkan/menyedot udara ke arah
tertentu sehingga terjadi tekanan udara positif dan negatif. Termasuk
exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau dudukx
Ventilasi campuran (hybrid): adalah sistem ventilasi alamiah ditambah
dengan penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas
penyaluran udara.
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan
keadaan setempat. Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi
berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur bangunan, iklim – cuaca,
peraturan bangunan, dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu
dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.
60
Pengaturan tata letak ruangan seperti antara ruangan infeksius dan
non infeksius, pembagian area (zoning) tempat pelayanan juga perlu
memperoleh perhatian untuk PPI TB.
60
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
60
Pelaporan
Waktu
No. Jenis Laporan Sumber data
Pelaporan
1 Jumlah semua pasien Bulanan Register Kabid Pelayanan
rawat jalan rawat jalan Medis Rumah
tuberkulosis yang poli DOTS Sakit Refa
ditangani dengan Husada
strategi DOTS diambil
dari register rawat
jalan poli DOTS
2 Jumlah penemuan dan Bulanan Register TB- - Kabid
pengobatan pasien TB 03 Pelayanan
Medis Rumah
Sakit t Refa
Husada
3. Penjaringan suspek Bulanan Register TB- - Kabid
TB 04 Pelayanan
Medis Rumah
Sakit Refa
Husada
4 Rujukan keluar pasien Bulanan Formulir Kabid Pelayanan
TB rujukan TB Medis
Rumah Sakit
Refa Husada
60
Indikator yang digunakan untuk menilai kemajuan atau keberhasilan
penanggulangan TB :
- Angka Penjaringan suspek
- Angka keberhasilan pengobatan
60
BAB IX
PENUTUP
Pedoman pelayanan Unit DOTS Rumah Sakit Refa Husada ini mempunyai
peranan penting sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan sehari-hari tenaga
pelaksana perawatan yang bertugas sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan khususnya pelayanan TB di Unit DOTS.
Penyusunan Pedoman Pelayanan Unit DOTS ini adalah langkah awal ke
suatu proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerja sama dari
berbagai pihak dalam penerapanya untuk mencapai tujuan. Kami menyadari
bahwa pedoman Pelayanan ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami
menerima saran dan kritik guna menyempurnakan pedoman ini.
Akhir kata, semoga Pedoman Pelayanan Unit DOTS ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca sekalian.
Mengetahui Penyusun
Ka. Bid. Pelayanan Medik Ka.Tim TB DOTS
Menyetujui,
Pjs. Direktur RS Al Huda
60
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. PENEMUAN PASIEN TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah
pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB di RS Al Huda.
Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan
60
dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang
paling efektif di masyarakat.
1. Strategi penemuan
a) Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di RS Al Huda
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas
kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan
penemuan tersangka pasien TB.
b) Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang
BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
c) Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost
efektif.
60
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
b) P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
c) S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di Klinik DOTS RS Al Huda pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
4. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dan identifikasi kuman M.Tuberkulosis pada
penanggulangan
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka
terhadap OAT yang digunakan.
Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila
dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi :
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis.
b. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
B. DIAGNOSIS TB
1. Diagnosis TB Paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
a) Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
b) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
c) Gambaran kelainan radiologi paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
d) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru
a) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
60
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
b) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif)
dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan
ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
60
Pasien bangsal/ rawat inap, petugas rawat inap menghubungi Unit DOTS
untuk registrasi pasien
Pasien TB rawat inap saat akan keluar dari rumah sakit harus melalui Unit
DOTS untuk konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya
Rujukan atau pindah dari / ke UPK lain berkoordinasi dengan unit DOTS
A. PINSIP PENGOBATAN
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan,hindari penggunaan
monoterapi
2. menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat,pengobatan dengan
pengawasan langsung oleh seorang PMO
3. pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan
tahap intensif:
pada tahap intensif ( awal ) pasien minum obat setiap hari selama 2
bulan
tahap lanjutan :
pasien minum obat 1 minggu 3kali selama 4 bulan
B.PADUAN PENGOBATAN STANDAR ( rekomendasi WHO)
Kategori Pasien TB Paduan OAT
Diagnosis
TB Fase Fase
awal lanjutan
o TB kasus
baru
o TB paru BTA 2RHZE 4HR
negative atau4H3R3
I kasus baru
dg lesi luas
o TB berat
+HIV atau
TB ekstra
paru berat
TB paru BTA
60
positif dg
pengobatan
terdahulu
II o Kasus
kambuh 2RHZE 5 HRE atau
o Kasus putus atau 5H3R3E3
berobat 1HRZE
o Kasus gagal
TB paru BTA
negative
kasus baru 2RHZE* 4 HR atau
III (selain 4H3R3 atau
katagori 1) 6 HE atau
TB ekstra paru 6H3E3
ringan
Kasus kronik
atau MDR
IV (BTA positif
setelah
pengobatan
ulang yang
diawasi)
60
selama 16 mg
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2 KDT
38-54kg 3tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4tablet 4KDT 4 Tablet 2 KDT
Lebih 71 kg 5 tablet 4 kdt 5 tablet 2 KDT
60
2.Tugas sorang PMO
Mengawasi pasien TBC agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan
60
o Gagal ( kategori 1): BTA masih positif pada sebulan sebelum akhir
pengobatan ( AP ) atau pada AP.pasien dinyatakan gagal dan
pengobatannya diganti ke OAT kategori 2 mulai dari awal
o Gagal ( kategori 2 ): bila hasil pemeriksaan dahak ulang masih positif pada
sebulan sebelum AP da AP,maka pasien dianggap sebagai kasus kronik
dan dirujuk ke UPK spesialistik
3.tindakan pada pasien yang putus berobat lebih dari 2 bulan ( Default )
Periksa 3 kali Bila hasil BTA neg Pengobatan
dahak SPS atau TB extra paru dihentikan,pasien
Diskusikan dan cari diobservasi bila gejalanya
masalah masalah semakin parah perlu
Hentikan dilakukan pemeriksaan
kembali ( SPS dan atau
60
pengobatan sambil biakan)
menunggu hasil Bila satu atau lebih Kategori 1 Mulai kategori
pemeriksaan hasil BTA pos 2
dahak Kategori 2 Rujuk,mungkin
kasus kronik
F.HASIL PENGOBATAN
SEMBUH
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada AP dan minimal satu
pemeriksaan follow up sebelumnya negatif
PENGOBATAN LENGKAP
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal
MENINGGAL
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan
PINDAH
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang
lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui
60
60
I.
60