PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
peringkat kedua kematian (1,5 juta kasus) yang disebabkan oleh penyakit
China, serta diperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB, dan
dan Kota Metro dengan kasus terkecil, sedangkan BTA positifnya terbesar
adalah Kota Bandar Lampung dan terkecil adalah Kota Metro, menunjukan
bahwa Case Date Rate (CDR) penemuan penderita baru TBC BTA
1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
2017.
2. Untuk mengetahui tempat tinggal pada penderita TB paru di Rumah
1.4. Manfaat
2. Untuk Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu
paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan
melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin
1
atau bicara .
2.1.2 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007)
1
yaitu :
1. Tuberkulosis paru
pada hilus.
7
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
Tb Paru:
BTA positif.
Tb positif.
non OAT.
OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
kambuh lagi.
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
pengobatan.
5. Kasus lain
A. Personal
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3
usia produktif .
3. Stasus gizi
(1,4)
terjadinya infeksi yang disebabkan oleh `mikroorganisme .Bila
pada daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila, daya tahan tubuh
kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant) dan
a. Tempat
1. Lingkungan
3
Tb paru sebagaian besar berada di negara yang relatif miskin .
b. Waktu
Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja
3
terjadinya Tb paru .
2.3 Etiologi
4
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) .
batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas,
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
4,5
tersebut .
2.4 Diagnosis
6
utama . Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
6,7
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis .
2.4.1 Gejala
a) Gejala sistemik/umum
b) Gejala khusus
kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau
dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan
fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi
7
napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru .
Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke
sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau
8
tanda adanya penebalan pleura .
9
sewaktu (SPS) .
hari kedua
petugas.
3. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin
ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara
10
Indicator Tube (MGIT) .
sifik untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam
kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan
LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak
10
menyingkirkan diagnosa TBC .
ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada
pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa
10,11
kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila :
11
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :
o Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
o Efusi Pleura
11
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif :
o Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
o Kalsifikasi.
o Penebalan pleura.
Gambar 1 Alur Diagnosis Tb Paru
2.5 Patogenesis
11
(percikan dahak) .
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
11,12
satu nasib sebagai berikut :
integrum)
berakhir dengan:
ensefalomeningitis, tuberkuloma ).
tuberkulosis primer.
Gambar 2 Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb paru
2.5.2 Infeksi Post Primer
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
12
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
disebutkan di atas.
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti
lagi.
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya
sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat.
Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat
13
dibandingkan antibakteri lain :
Amikasin, Kuinolon.
14
yaitu :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
(10)
aktif .
4. Kategori 4: RHZES
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
14,15
selama pengobatan.Efek samping yang terjadi dapat yaitu :
1. Isoniazid (INH)
2. Rifamisin
o Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
o Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
o Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT
o Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena
khawatir.
3. Pirinizamid
pedoman Tb paru pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi
4. Etambutol
dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30
5. Streptomisin
gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya
tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek
mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan.
janin.
2.8 Komplikasi
17
dibedakan menjadi dua, yaitu :
laryngitis, usus.
adalah:
hipovolemik
pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya
Menurut data RSUD. Soedarso pada bulan November 2012, lama rawat
inap pasien Tb paru rata-rata adalah 7-12 hari tergantung pada kondisi keparahan
pasien Tb paru . Namun yang terbanyak dari data tersebut adalah pasien dewasa
berusia 18-49 tahun dengan kasus baru. Indikasi-indikasi pasien Tb paru rawat
18
inap adalah sebagai berikut :
c. Pneumotoraks
d. Empiema
1. Biaya sendiri
2. Asuransi kesehatan
b. Jamkesmas
terpenuhi
d. Asuransi Kesehatan
dan penyebaran infeksi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu, yang cukup
akurat dan sempurna yang relevan untuk penanggulangan yang efektif 29 . Sementara
Tidak Menular Terpadu, menyebut bahwa surveilans adalah adalah kegiatan analisis
kesehatan30.
Dari kedua definisi tersebut diatas, maka dapat dirumuskan bahwa kegiatan-
surveilans epidemiologi.32
2.2.1Tujuan Surveilans
populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat
Tujuan Surveilans :
suatu wilayah
masalah, dan tersedianya biaya untuk mengatasi masalah. Dengan data surveilans
yang layak dapat diketahui besaran masalah dari setiap masalah kesehatan yang
menurut karakteristik yang sama di populasi dasar atas dasar data statistic dari
secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu 1. Setiap kasus
gizi buruk juga diperlakukan sebagai KLB.Salah satu penyakit yang dapat
intervensi dilakukan, kita dapat menilai berhasil atau tidaknya intervensi tersebut
dari data surveilans di rentang waktu berikutnya, apakah sudah terjadi penurunan
outbreak
1) Surveilans pasif
2) Surveilans aktif
pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk
infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan
rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggung jawab utama memberikan
berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis
lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus
baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi
laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans
pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan
tanggung jawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.
Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada
surveilans pasif. Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut
community surveilance.39
bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader
Pada pengumpulan data kasus TB paru di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
Tahun 2017 didapatkan jumlah pasien TB sebanyak 6 pasien terhitung dari periode 1
Laki-laki 4 66,7 %
Perempuan 2 33,4%
Pada data yang didapatkan dari periode 1 januari 2017 – 31 desember 2017
sebanyak 4 laki-laki dan 2 perempuan. Data tertinggi didapatkan pada jenis kelamin
3.2 Waktu
November 1 16,7 %
Desember 5 83,3 %
Pada data yang didapatkan dari periode 1 januari 2017 – 31 desember 2017
sebanyak 1 pasien di bulan November dan 5 pasien di bulan Desember. Data tertinggi
3.3 Usia
Pada data yang didapatkan dari periode 1 januari 2017 – 31 desember 2017
sebanyak 1 pasien dengan usia remaja akhir, 1 pasien dewasa awal, 1 pasien dewasa
akhir, 1 pasien lansia awal dan 2 pasien dengan usia manula dengan usia rata-rata 49,5
yang tergolong pada kelompok usia lansia awal dan persentase tertinggi pada usia
3.4 Tempat
B. Pembahasan
desember 2017 di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin terbanyak pada jenis kelamin
laki-laki (66,7%) hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa perbandingan
usia 49 tahun, hal ini dikarenakan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin
data sehingga pengelompokan variable tempat yang dalam hal ini adalah kondisi
C. Tindak Lanjut
Untuk menindak lanjuti kasus TB paru yang telah dibahas perlu dilakukan
beberapa hal diantaranya adalah penyuluhan tentang bahaya TB yang dapat dilakukan
oleh petugas kesehatan setempat atau faskes pertama dari tempat tinggal pasien masing
masing akan tetapi perlu juga dibantu oleh masyarakat agar dapat terealisasikan hal hal
A. KESIMPULAN
Dari data yang di dapatkan pada kasus TB paru periode 1 januari 2017 – 31
1. Pada pasien TB paru berdasarkan Jenis kelamin, didapatkan jumlah pasien tertinggi
2. Pada pasien TB paru berdasarkan Waktu, didapatkan jumlah pasien tertinggi adalah
3. Pada pasien TB paru berdasarkan Usia, didapatkan jumlah pasien tertinggi pada usia
4. Pada data yang didapatkan berdasarkan alamat tidak dapat dianalisis dikarenakan
B. SARAN
2. Untuk masyarakat, pada dasarnya jika kita melakukan hidup bersih dan sehat serta
menjaga lingkungan disekitar kita. Maka itu sudah baik untuk menghindarkan diri
dari penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui
terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai penduduk yng
1. Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, 2009; 2230-472.
3. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Jawa Tengah. Avaiable from: www.dinkesjatengprov.go.id,
diakses 30 Oktober 2013.
15. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia; 2002. P. 13, 120-27. Kusnindar.
1990. Masalah Penyakit Tuberkulosis dan Pemberantasannya di Indonesia.
CerminDunia Kedokteran. No.63 Hall. 8 – 12
16. World Health Organization. WHO report on the Global tuberculosis control
report.(Online); 2011(cited 2011 November 17). Available from: URL: ht
tp//www.whql i bdoc.who.int /publ icat i ons/2011 /9789241564380_eng.pdf
17. Persatuan Ahli Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI 1996 ; VII : 915-918
18. Freddy Panjaitan. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa Rawat Inap
di RSU dr.Soedarso Pontianak Periode September-November 2010. Avaiable
from:http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/view/1758 , diakses 16
Februari 2014
19. Agus, Fx. FaktorRisiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Punggelan Kecamatan Banjarnegara. Universitas Diponegoro; Semarang. 2001.
20. Sihombing Eka. Karakteristik Penderita TB Paru Rawat Inap Di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007. 2007. Avaiable form:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16379, diakses 10 Juli 2014.