Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyerang berbagai
organ, terutama paru-paru. Tuberculosis ditularkan melalui droplet. Penyakit ini
bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
yang berbahaya hingga kematian. 1,2
Pada tahun 2017 sekitar 10 juta orang di dunia menderita TB di Seluruh
Dunia. TB menyerang seluruh jenis kelamin, dari berbagai jenis kelompok usia,
dan dan seluruh negara. Sekitar 5,8 juta penderita TB adalah laki-laki, 3,2 juta
perempuan, dan 1 juta anak-anak. Tetapi sekitar kurang lebih 90% penderita TB
adalah orang dewasa. Kasus Tuberculosis menyumbang angka kematian pada
tahun 2017 sekitar 1,3 juta kasus. Indonesia menempati urutan ketiga dengan
populasi orang yang menderita TB sebanyak 8% dari angka kejadian kasus TB di
seluruh Dunia. Urutan pertama adalah India (27%), kedua China (9%), Keempat
Filipina (6%), selanjutnya ada Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan
Afrika Selatan (3%).2
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi insidens TB paru di Indonesia adalah
321/100.000 penduduk. Di Sumatera Selatan terdapat sekitar 0,4% penduduk
yang didiagnosis menderita TB paru. Angka ini telah terjadi peningkatan
dibandingkan pada tahun 2013 yang hanya sekitar 0,1%. Dari data Dinas
Kesehatan Sumatera Selatan tahun 2015 terdapat menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara regional untuk wilayah Sumatera adalah 160
per 100.000 penduduk. Untuk Kota Palembang ada sekitar 5.125 kasus TB paru
menurut profil data Dinas Kesehatan Palembang,dan sekitar 260 angka kejadian
tersebut berasal dari Seberang Ulu I.4,5,7

1
Meskipun tuberkulosis (TB) menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian
yang sangat tinggi, namun tidak terdapat perhitungan secara pasti angka kejadian
kasus TB pada kehamilan. Akan tetapi dari perhitungan sistematis terbaru tentang
TB dalam kehamilan pada tahun 2011 mengungkapkan ada sekitar kurang lebih
192.100 – 247.000 kasus secara global, dan sebagian besar kasus tersebut terdapat
di wilayah Asia Tenggara dan Afrika. Sumber lain menyebutkan, prevalensi TB
paru pada wanita hamil dan pasca melahirkan pada negara dengan kasus TB paru
yang tinggi yaitu sekitar > 60 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Kebanyakan negara dengan angka kejadian TB paru yang tinggi terlalu
meremehkan prevalensi TB paru pada kehamilan, karena kurangnya perawatan
kesehatan pada kehamilan. Karena tingginya prevalensi TB paru di Indonesia
masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita adalah
tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawiroharjo
& Sumoharto frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu
1,6%. Di negara kurang makmur dan negara berkembang frekuensinya lebih
tinggi. Angka kejadian TB pada kehamilan yang pasti belum ada, tetapi sebagai
gambaran bahwa dari 4300 persalinan di RSUPNCM Jakarta tahun 1998-1999
terdapat 150 orang yang didiagnosis sebagai Tuberkulosis (3,48%). Sebelumnya
Benyamin Margono (1996) telah memeriksa foto dada 17.414 wanita hamil dan
ternyata ditemukan beberapa orang diantaranya pasien TB paru (0,37%).3,6,12,13
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian perempuan pada saat hamil atau
kematian dalam kurung waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa
memandang lamanya kehamilan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan karena sebab lain seperti
kecelakaan lalu lintas ataupun terjatuh per 100.000/kelahiran hidup dalam periode
tertentu.8
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.

2
Penyebab kematian ibu pada saat kehamilan yaitu perdarahan 30,3%, hipertensi
27,1%, infeksi 7,3%, dan lain-lain sebesar 40,8%. Angka kematian ibu yang
dilaporkan di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data Profil Kesehatan Tahun
2015 yaitu 165/100.000.5,8
TB paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang akan meningkatkan
angka Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), meningkatkan kelahiran preterm. Bila
TB paru terlambat didiagnosis akan meningkatkan mortilitas bayi hingga 4 kali
lipat dan kelahiran preterm 9 kali lipat.9
Berdasarkan uraian pendahuluan di atas maka penulis tertarik untuk
membahas referat mengenai “TB paru dalam kehamilan”.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah :
1. Mengetahui definisi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis serta
penatalaksanaan Tuberkulosis pada kehamilan.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang dan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI

1.3 Manfaat Penulisan


Menambah wawasan dan pemahaman mengenai Tuberkulosis pada kehamilan
serta penatalaksanaan yang tepat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi TB
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru.1

2.2 Klasifikasi TB10


A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru)
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :
a) Tuberkulosis Paru BTA (+)
• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
b) Tuberkulosis Paru BTA (-)
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

4
2. Berdasarkan Tipe Penderita Tipe penderita ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :
1) Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (30 dosis harian)
2) Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali
lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran
radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan
beberapa kemungkinan : Infeksi sekunder, infeksi jamur atau TB
paru kambuh
3) Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah
berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah.
4) Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling
kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang
kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
5) Kasus Gagal Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan) atau penderita dengan hasil BTA negatif
gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan
ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan

5
6) Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
7) Kasus bekas TB adalah jika hasil pemeriksaan dahak mikroskopik
(biakan jika ada fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru
menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
yang adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran
radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat
pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologik.

B. Tuberkulosis Ekstra Paru


Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau
histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang
selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti
tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakit.

2.3 Patogenesis10
Infeksi dapat terjadi karena kontak dengan pasien TB paru aktif. Penularan
terjadi melalui droplet, saat pasien dengan TB aktif tersebut batuk produktif
atau kontaminasi pada alat-alat makan dan minum. Kerusakan pada paru akan
terjadi terutama pada bagian apeks (atas) paru-paru. Berikut adalah
patogenesis dari Mycobacterium Tuberculosis:

6
A. Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Ketika mycobakterium
tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Waktu antar
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang

7
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran
ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis
Landouzy.
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan :
• Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
• Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

B. Tuberkulosis Post-Primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis
bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan
sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem
kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis

8
post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen
apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Sarang tersebut akan mengalami
salah satu proses:
1. Diresorbsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan
cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus
diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam
bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif
kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.
Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi
tebal (kavitas sklerotik). Nasib kavitas ini :
• Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas
• Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.
• Kavitas bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kavitas menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).

9
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberculosis post primer dan
perjalanan penyembuhannya

2.4 Gambaran Klinis


Sebagian besar pasien tuberkulosis paru dengan kehamilan, tidak
menunjukkan kelainan yang mencurigakan sehingga pasien tidak menyadari
penyakit tersebut.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.10
a. Gejala respiratorik
1) Batuk ≥ 3 minggu
2) Batuk darah
3) Sesak napas
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam

10
proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang
pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.

b. Gejala sistemik
1) Demam
2) Lemas
3) Keringat malam
4) Penurunan nafsu makan
5) Berat badan menurun
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak
(atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak
di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta
daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara
lain suara napas melemah, ronki basah dan retraksi dinding dada.

Gejala Tidak hamil Hamil


Batuk 50% 70%
Demam 30% 30%
Batuk darah 25% 20%
Penurunan BB 40% 30%
Lemas, lesu 30% 30%
Keringat malam 10% 10%
Tabel 1. Perbandingan gejala TB paru pada wanita hamil dan tidak hamil14

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan
kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat

11
kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat
digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta
kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran kekiri. Jumlah limfosit
masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih
tinggi. Laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.10,14

b) Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji
tuberkulin dilakukan dengan cara mantoux (penyuntikan intracutan)
dengan spuit tuberkulin 1 cc jarum no 26. Tuberkulin yang dipakai adalah
tuberkulin PPD 23 kekuatan 2 TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam
setelah penyuntikan. Diukur diameter tranversal dari indurasi yang terjadi.
Ukuran dinyatakan dalam milimeter. Uji tuberkulin positif bila indurasi >
10 mm (pada gizi baik) atau 5 mm pada gizi buruk. Tes tuberkulin hanya
menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M. Tuberculosis, M.bovis, vaksinasi BCG dan Micobacterium
patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat.
Pada penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun
tidak tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan
dibentuknya antibodi selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh
pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan menekankan

12
antibodi selular. Di sisi lain, tes negatif tidak menyingkirkan adanya
tuberkulosis. Pasien dengan tuberkulosis aktif dapat memberikan reaksi
tuberkulin negatif, hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya pada
keadaan malnutrisi, infeksi virus, HIV, campak, cacar air, kanker, infeksi
bakteri yang berat, obat kortikosteroid. Hasil positif adalah lazim sesudah
vaksinasi BCG, setidaknya selama beberapa tahun. Akan tetapi, biasanya
reaksi lebih lemah, sering berdiameter kurang dari 10 mm.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu)
yakni:
- Pasien yang baru 2-10 minggu terpapar tuberkulosis, anergi, penyakit
sistemik berat,
- penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air,
poliomielitis,
- reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikuler (Hodgkin)
- pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi
lainnya, dan usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.14

c) Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman bakteri tahan asam, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.
Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan
murah, tetapi sulit dilaksanakan di lapangan (puskesmas) karena tidak
mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau
batuk yang nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, penderita minum air putih ± 2 liter dan diajarkan
melakukan refleks batuk. Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun
kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila

13
bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar, sehingga sputum
yang mengandung kuman BTA mudah keluar.
Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi
kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka. Kriteria sputum
positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml
sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam
Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun Gabbet.
Ditemukannya bakteri tahan asam (BTA) pada 2 kali pemeriksaan sudah
dapat memastikan adanya TB paru. Diagnosis secara bakteriologi tidak
selalu berhasil, walaupun sudah dibantu dengan pemeriksaan kultur BTA.
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara:
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan


dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6
cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.
Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada
gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan
pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl
0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada
dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan)
yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas

14
penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium.

d) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Pemeriksaan rontgen
thorax harus memakai pelindung timah pada abdomen, sehingga bahaya
radiasi terhadap janin jadi lebih minimal. Jika usia kehamilan masih dalam
trimester pertama, sebaiknya pemeriksaan radiologi dada tidak dikerjakan
dan sedikitpun masih berdampak negatif pada sel-sel muda janin.
Umumnya pemeriksaan radiologi dada merupakan pemeriksaan penunjang
yang efektif. Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada umur
kehamilan >28 karena sinar rontgen dapat berpengaruh buruk terhadap
janin.10,14
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
 Kalsifikasi atau fibrotik
 Kompleks ranke

15
 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura Luluh
Paru (Destroyed Lung), yaitu: Gambaran radiologik yang
menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari
atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru.

e) Polymerase chain reaction (PCR)


Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara
pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan
sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain
tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan
deteksi TB tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal
dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat.

2.6 Pengaruh TB Paru terhadap Kehamilan14


Dahulu wanita yang mengidap tuberkulosis paru dianjurkan untuk
tidak hamil atau bila telah terjadi konsepsi maka dianjurkan untuk dilakukan
aborsi. Tetapi saat ini, aborsi terapetik jarang dilakukan kecuali atas indikasi
komplikasi TB paru pada kehamilan. Pada kenyataannya, terdapat perburukan
penyakit sebesar 15%-30% pada pasien yang tidak diobati. Tidak terdapat
peningkatan reaktivasi pada pasien TB paru pada saat kehamilan. Jumlah

16
reaktivasi berkisar antara 5%- 10% pada saat kehamilan atau pada saat tidak
hamil.
Beberapa penelitian sebelum era terapi terhadap tuberkulosis
menunjukkan, selama kehamilan perjalanan penyakit tuberkulosis paru relatif
stabil, tetapi perjalanan penyakit menjadi progresif sejak ± 6 minggu setelah
melahirkan. Beberapa teori diajukan untuk menjelaskan keadaan ini antara
lain faktor kadar estrogen yang meningkat pada bulan pertama kehamilan,
kemudian tiba-tiba menurun segera setelah melahirkan. Disamping faktor lain
yang memperburuk tuberkulosis paru pada masa nifas adalah trauma pada
waktu melahirkan, kesibukan atau kelelahan ibu siang dan malam mengurus
anak yang baru lahir dan faktor-faktor sosial ekonomi.
Sejak ditemukannya obat-obat anti tuberkulosis, kontroversi pengaruh
kehamilan terhadap tuberkulosis paru dianggap tidak begitu penting. Pasien
tuberkulosis aktif dengan kehamilan dan mendapat Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) adekuat mempunyai prognosis yang sama seperti pasien tuberkulosis
paru tanpa kehamilan. Kecepatan dalam diagnosis dan tatalaksana sangat
berperan dalam prognosis penyakit tuberkulosis. Mortalitas wanita hamil yang
baru diketahui menderita tuberkulosis paru sesudah hamil adalah 2x lipat
dibandingkan wanita hamil yang telah diketahui menderita tuberkulosis paru
sebelum dia hamil. Pasien-pasien yang tidak mendapat pengobatan dengan
OAT adekuat, yang resisten terhadap terapi, sesudah melahirkan karena
diafragma turun mendadak, komplikasi yang sering dijumpai adalah
hemoptisis atau penyebaran kuman secara hematogen atau tuberkulosis milier.
Dulu pernah dianggap bahwa wanita dengan tuberkulosis paru aktif
mempunyai insidensi yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan wanita
hamil tanpa infeksi tuberkulosis paru dalam hal abortus spontan dan kesulitan
persalinan. Banyak sumber yang mengatakan peranan tuberkulosis terhadap
kehamilan antara lain meningkatnya abortus, pre-eklampsi, serta sulitnya

17
persalinan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hal tersebut tergantung
dari letak tuberkulosis apakah paru atau nonparu serta apakah tuberkulosis
terdiagnosis semasa kehamilan. Pada penelitian terhadap wanita-wanita Indian
yang mendapat pengobatan selama 6-9 bulan semasa kehamilan maka
kematian janin 6 kali lebih besar dan insidens dari: prematuritas, KMK ( kecil
untuk masa kehamilan), BBLR (berat badan lahir rendah) adalah 2 kali lipat.
Pengaruh tidak langsung tuberkulosis terhadap kehamilan ialah efek
teratogenik terhadap janin karena obat anti tuberkulosis yang diberikan
kepada sang ibu. Efek samping pasien yang mendapat terapi anti tuberkulosis
yang adekuat adalah gangguan pada traktus genitalis dimana traktus genitalis
terinfeksi dari fokus primer TB paru. Tuba falopii biasanya merupakan tempat
pertama yang terinfeksi terutama tuba falopii bagian distal. bila
infeksinyamenyebar maka tuba falopii bagian proximal dan bahkan uterus
dapat terinfeksi. Infeksi jarang mengenai cervix atau tractus genitalia bagian
bawah. Tidak seperti TB paru, infeksi pada genital biasanya tidak
menunjukkan gejala yang berarti, memerlukan beberapa tahun bisa
menimbulkan kerusakan yang besar dan terjadinya perlengketan pada rongga
pelvis, walaupun pasien dengan TB pelvis biasanya steril, tetapi
kadangkadang dapat terjadi konsepsi tetapi implantasinya lebih sering terjadi
pada tuba daripada intra uterin.

2.7 Tuberkulosis kongenital14


Fetus dapat terinfeksi tuberkulosis melalui tali pusat. Meskipun
demikian hal ini jarang terjadi, kurang lebih 300 kasus pernah dilaporkan.
Tuberkulosis kongenital yang terjadi secara hematogen yang disebabkan oleh
infeksi pada plasenta yang didapat dari ibu yang menderita tuberkulosis paru.
Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi dari amnion, desidua, dan
vili chorionic. Walaupun infeksi fetal yang didapat secara langsung dari darah
ibu tanpa pembentukan lesi caseosa pada plasenta yang pernah dilaporkan

18
pada binatang percobaan, tetapi ini tidak jelas terjadi pada manusia. Bila
tuberkulosis menyebar melalui plasenta dari peredaran darah ibu ke peredaran
darah janin, infeksi dapat terjadi. Bayi juga dapat terinfeksi selama atau
segera setelah kelahiran dari terhirupnya bahan yang terinfeksi, atau dari
penolong persalinan atau orang lain yang menderita tuberkulosis paru aktif
dengan sputum positif.
Bila seorang anak terinfeksi sebelum lahir, ibunya pasti menderita
tuberkulosis selama kehamilan. Kuman tuberkulosis telah mencapai janin
melalui darah ibunya. Ibu tersebut pasti menderita infeksi primer yang baru,
atau penyakit yang progresif. Selama infeksi primer yang baru, seringkali ada
suatu periode dimana kuman akan mencapai aliran darah. Kuman melalui
plasenta memasuki peredaran darah janin. Setelah itu kuman terbawa melalui
vena umbilikalis kehati. Kebanyakan anak tampak sehat pada saat lahir, tetapi
pada usia sekitar 3 minggu, berat badan bayi tersebut tidak naik dan bayi
tersebut menjadi ikterik dengan tinja berwarna dempul dan air seni berwarna
gelap. Hati dan limfa membesar. Bayi tersebut menderita ikterus obtruktif
akibat adanya fokus primer pada hati dan kelenjar getah bening yang
membesar dan menghalangi aliran empedu ke porta hepatis. Penyebab ikterus
yang lain pada masa tersebut harus disingkirkan. Terkadang kuman dapat
melalui duktus venosus kejantung dan paru, yang menjadi lokasi infeksi. Bila
anak telah terinfeksi selama atau segera sesudah lahir, penyakit tersebut tidak
nyata sebelum 3 sampai 4 minggu dan kemudian dengan cepat menyerupai
pneumonia akut. Tanda-tanda awal dapat menyerupai serangan sianosis atau
batuk, tetapi penyakit tersebut dapat berkembang dengan pesat dan dapat
terdengar ronki basah pada kedua sisi paru. Bila diambil foto thorax, akan
tampak kelainan peradangan pada kedua sisi paru. Satu-satunya harapan
adalah untuk mempertimbangkan kemungkinan tuberkulosis dan memeriksa

19
bilas lambung. Kuman tuberkulosis umumnya ditemukan dalam jumlah besar.
Tes tuberkulin negatif.
Begitu diagnosis ditegakkan, segera harus diberikan pengobatan
lengkap. Sejumlah anak dengan keadaan tersebut berhasil disembuhkan.
Kriteria diagnosis meliputi:
1. pemeriksaan bakteriologi yang positif
2. Ditemukannya komplek primer pada hati
3. Penyakit timbul dalam beberapa hari sejak bayi lahir dan adanya infeksi
extrauterin dapat disingkirkan.
- Gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, meliputi:
1. Demam
2. kegagalan pertumbuhan
3. limfadenopathi, hepatomegali & splenomegali.
Obat yang diberikan merupakan kombinasi INH (10-20 mg/kg/hari),
etambutol (15 mg/kg/hari) dan rifampisin (15 mg/kg/hari). Walaupun
infeksi fetal yang didapat secara langsung dari darah ibu tanpa
pembentukan lesi kaseosa pada plasenta yang pernah dilaporkan pada
binatang percobaan, tetapi ini tidak jelas terjadi pada manusia.
Tuberkulosis kongenital jarang terjadi bila ibu mendapat pengobatan yang
efektif pada saat kehamilan.14

2.8 Tatalaksana
Pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk memperbaiki kondisi umum,
memelihara konsepsi dan mengatasi kausa. Tatalaksana yang harus
dilakukan:11
1. Tirah baring
2. Transfusi PRC (bila perlu)
3. Diet TKTP

20
4. OAT
5. Rencana persalinan

Menurut Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di indonesia tahun


2006, tidak ada indikasi pengguguran pada penderita TB dengan kehamilan.
Di Eropa obat anti tuberkulosis tetap dapat diberikan kecuali streptomisin
karena efek samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin. Akan
tetapi di Amerika OAT tetap diberikan kecuali streptomisin dan pirazinamid
untuk wanita hamil. Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap
dapat diberikan, walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan
tetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi, akan
tetapi jika wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya
juga mendapat pengobatan OAT dianjurkan tidak menyusui bayinya agar bayi
tidak mendapat dosis berlebihan. Pada wanita usia produktif yang mendapat
pengobatan TB dengan rifampisin dianjurkan untuk tidak menggunakan
kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan
efektivitas obat kontrasepsi hormonal berkurang.10

Penatalaksanaan Pasien Hamil dengan Tes PPD Positif


a) Masa kehamilan trimester I:
- Kurangi aktivitas fisik (bedrest); Terpenuhinya kebutuhan nutrisi (tinggi
kalori tinggi protein); Pemberian vitamin dan Fe; Dukungan keluarga &
kontrol teratur.
- Dianjurkan penderita datang sebagai pasien permulaan atau terakhir dan
segera diperiksa agar tidak terjadi penularan pada orang-orang disekitarnya.

21
Dahulu pasien tuberkulosis paru dengan kehamilan harus dirawat dirumah
sakit, tetapi sekarang dapat berobat jalan dengan pertimbangan istirahat yang
cukup, makanan bergizi, mencegah penularan pada keluarga dll.
- Pasien sejak sebelum kehamilan telah menderita TB paru: Obat diteruskan
tetapi penggunaan rifampisin di stop.
- Bila pada pemeriksaan antenatal ditemukan gejala klinis tuberkulosis paru
(batuk-batuk/batuk berdarah, demam, keringat malam, nafsu makan menurun,
nyeri dada,dll) maka sebaiknya diperiksakan PPD (Purified Protein Derivate),
bilahasilnya positif maka dilakukan pemeriksaan foto thorax dengan
pelindung pada abdomen, bila tersangka tuberkulosis maka dilakukan
pemeriksaan sputum BTA 3 kali dan biakan BTA. Diagnosis ditegakkan
dengan adanya gejala klinis dan kelainan bakteriologis, tetapi diagnosis dapat
juga dengan gejala klinis ditambah kelainan radiologis paru.

Lakukan pemeriksaan PPD, bila PPD (+) maka lakukan pemeriksaan


radiologis dengan pelindung pada abdomen :
1. Bila radiologi (-): Berikan INH profilaksis 400 mg selama 1 tahun
2. Bila radiologi suspek TB: periksa sputum.
Bila sputum BTA (+):
− INH 400 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2 kali seminggu 5-8
bulan
− Etambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan

22
− Rifampisin sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan trimester pertama
Pada penderita dengan proses yang masih aktif, kadang-kadang diperlukan
perawatan, untuk membuat diagnosis serta untuk memberikan pendidikan.
Perlu diterangkan pada penderita bahwa mereka memerlukan pengobatan
yang cukup lama dan ketekunan serta ada kemauan untuk berobat secara
teratur. Penyakit akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan
dipatuhi oleh penderita. Penderita dididik untuk menutup mulut dan
hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Pengobatan terutama dengan OAT,
dan sangat jarang diperlukan tindakan operasi. TBC paru tidak merupakan
indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan

b) Masa kehamilan trimester II dan III


Pada penderita TB paru yang tidak aktif, selama kehamilan tidak perlu
dapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif, hendaknya jangan
dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal dan
ketika mendekati persalinan sebaiknya dirawat di rumah sakit; dalam kamar
isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan
makanan yang cukup serta pengobatan yang intensif dan teratur. Dianjurkan
untuk menggunakan obat dua macam atau lebih untuk mencegah timbulnya
resistensi kuman. Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerja sama
dengan ahli paru-paru. Penatalaksanaan sama dengan masa kehamilan
trimester pertama tetapi pada trimester kedua diperbolehkan menggunakan
rifampisin sebagai terapi.
Medikamentosa: (Dilakukan atas konsultasi dengan dokter penyakit dalam)
• PPD (+) tanpa kelainan radiologis maupun gejala klinis:
- INH 400 mg selama 1 tahun
TBC aktif (BTA +) :

23
- Rifampisin 450-600 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 600 mg 2x seminggu
selama 5-8 bulan
- INH 400 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2x seminggu selama 5-8
bulan, kemudian Etambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan

c) Masa Persalinan
Pasien yang sudah cukup mendapat pengobatan selama kehamilan
biasanya masuk kedalam persalinan dengan proses tuberkulosis yang sudah
tenang. Persalinan pada wanita yang tidak mendapat pengobatan dan tidak
aktif lagi, dapat berlangsung seperti biasa, akan tetapi pada mereka yang
masih aktif, penderita ditempatkan dikamar bersalin tertentu (tidak banyak
digunakan penderita lain). Persalinan ditolong dengan kala II dipercepat
misalnya dengan tindakan ekstraksi vakum atau forsep, dan sedapat mungkin
penderita tidak mengedan, diberi masker untuk menutupi mulut dan
hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya. Sedapat
mungkin persalinan berlangsung pervaginam. Sedangkan sectio caesarea
hanya dilakukan atas indikasi obstetrik dan tidak atas indikasi tuberkulosis
paru.

d) Masa Nifas
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengaruh kehamilan terhadap
tuberkulosis paru justru menonjol pada masa nifas. Hal tersebut mungkin
karena faktor hormonal, trauma waktu melahirkan, kesibukan ibu dengan
bayinya dll. Tetapi masa nifas saat ini tidak selalu berpengaruh asal persalinan
berjalan lancar, tanpa perdarahan banyak dan infeksi. Cegah terjadinya
perdarahan pospartum seperti pada pasien-pasien lain pada umumnya. Setelah

24
penderita melahirkan, penderita dirawat diruang observasi selama 6-8 jam,
kemudian penderita dapat dipulangkan langsung. Diberi obat uterotonika, dan
obat TB paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa nifas yang harus
mereka lakukan. Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di
ruang isolasi.

Pencegahan pada bayi


1. Jangan pisahkan anak anak dari ibunya, kecuali ibu sakit sangat parah,
2. Apabila ibu dahak negatif, segera berikan bayi imunisasi BCG
3. Apabila dahak sediaan langsung ibu positif selama kehamilan, atau tetap
demikian saat melahirkan:
a. Bila bayi tampak sakit saat dilahirkan dan anda mencurigai adanya
tuberkulosis kongenital berilah pengobatan anti TB yang lengkap.
b. Bila anak tampak sehat, berikanlah isoniazid 5 mg/kgbb dalam dosis
tunggal setiap hari selama 2 bulan. Kemudian lakukan tes tuberkulin. Jika
negatif, hentikan isoniazid dan berikan BCG. Jika positif, lanjutkan isoniazid
selama 4 bulan lagi. Jangan berikan BCG pada saat diberikan isoniazid atau
jangan lakukan tes tuberkulin dan berikan isoniazid selama 6 bulan. 17-20 4.
Di banyak negara adalah paling aman bagi ibu untuk menyusui bayinya. Air
Susu Ibu (ASI) merupakan gizi yang paling tinggi mutunya bagi bayi.

Laktasi
Kontak segera antara ibu dan anak diperbolehkan jika ibu telah
mendapatkan pengobatan dan tidak terdapat reaktivasi penyakit. Ibu dengan
tuberkulosis aktif baru dapat berhubungan dengan bayinya minimal 3 minggu
pengobatan, dan bayinya juga mendapat isoniazid.
Tidak ada kontraindikasi untuk menyusui pada ibu yang menderita
tuberkulosis, walaupun obat antituberkulosis ditemukan pada air susu ibu

25
tetapi jumlahnya sangat rendah dan resiko keracunan pada bayi sangat
minimal. Anda perlu menginstruksikan pasien di rumah sakit agar menutupi
mulut di saat batuk dan saat sedang menyusui. Batuk harus ke dalam tisu yang
sekali pakai. Yang penting adalah pendidikan pada penderita dan keluarganya
tentang keadaan penyakit TB paru yang sedang diidap serta bahaya penularan
penyakit TBC ini pada anaknya, sehingga penderita dan keluarganya
menyadari sepenuhnya bagaimana cara melakukan perawatan bayinya dengan
baik.

Evaluasi penderita yang telah sembuh


Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun
setelah sembuh untuk mengetahui adanya kekambuhan. Yang dievaluasi
adalah sputum BTA mikroskopik dan foto thorax. Sputum BTA mikroskopis
3, 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto thoraks 6, 12, 24
bulan setelah dinyatakan sembuh.

2.9 Prognosis
Sangatlah penting untuk dapat mendiagnosis adanya infeksi TBC
secara dini pada wanita hamil. TBC pada wanita hamil dan tidak hamil
menimbulkan prognosis yang tidak jauh berbeda bahkan sama. Hasil yang
lebih baik didapatkan jika wanita itu diketahui menderita TBC sebelum masa
kehamilannya. Dan jika diobati secara baik. Hasil terburuk didapatkan pada
pasien-pasien yang baru diketahui pertama kali menderita infeksi TBC pada
masa puerperium, dikarenakan TBCnya tidak diobati selama kehamilan
sehingga telah menyebar luas. Akan tetapi jika TBC didiagnosis dan diobati
secara baik dan benar maka prognosis untuk ibu dan bayi sangat baik.
Kehamilan yang dipersulit dengan kontaminasi oleh organisme yang
resisten atau dengan adanya AIDS, memerlukan perhatian khusus, pada kasus

26
ini penggunaan kombinasi 4 sampai 5 obat mungkin diperlukan, termasuk
obat-obatan seperti streptomicin, yang normalnya tidak direkomendasikan
selama kehamilan. Harus dipertimbangan untuk dirawat dulu dirumah sakit
pada penanganan awal dilanjutkan dengan pengawasan ketat secara DOTS.
Kehamilan tidak memperburuk perjalanan penyakit dari TBC, dan
TBC tidak mengganggu secara keseluruhan dari jalannya kehamilan dan
persalinan walaupun dilaporkan di India adanya peningkatan insidensi
persalinan prematur, BBLR, dan pembatasan perkembangan bayi dan juga
peningkatan angka kematian bayi pada ibu dengan aktif TB paru pada 79
wanita hamil (Jana and coleagues 1994) Jana dkk (1999) melaporkan pada 33
wanita hamil dengan komplikasi TB paru melahirkan bayi dengan berat badan
yang rendah.
Selain itu kasus kasus meningitis TBC dalam kehamilan menyebabkan
kematian pada ibu pada sepertiga dari seluruh kasus. Adhikari and colleagues
(1997) menggambarkan bahwa 11 wanita Afrika Selatan yang hamil dan
postpartum biopsinya didapatkan hasil kulturnya positif, enam bayi
diantaranya menderita TBC kongenital, dan satu diantaranya meninggal.
Insidensi infeksi pada neonatal jarang terjadi bila ibu dengan TBC yang aktif
diterapi sebelum saat persalinan dan jika pemeriksaan kultur dahaknya
negatif. Dikarenakan pada bayi yang baru lahir sangat mudah terinfeksi
penyakit termasuk TBC, maka sebagian ahli berpendapat direkomendasikan
untuk ibu agar diisolasi jika dicurigai memiliki TBC yang aktif. Jika tidak
diobati, resiko terinfeksi penyakit pada bayi yang lahir dari wanita dengan
infeksi yang aktif adalah 50% pada tahun pertama.
Wanita hamil yang menderita tuberkulosis bila diobati dengan
pengobatan antituberkulosis yang adekuat tidak akan menyebabkan efek
samping yang berarti pada saat hamil, masa nifas ataupun bagi janin. Wanita
hamil mempunyai prognosis yang sama dengan wanita tidak hamil. Tidak ada

27
indikasi untuk melakukan tindakan pengguguran kehamilan pada penderita
TB paru.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
definisi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis serta penatalaksanaan
Tuberkulosis

28
1. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru.
2. Terdapat dua klasifikasi tuberkulosis yaitu tuberkulosis paru dan
tuberkulosis ekstra paru.
3. TB paru terbagi menjadi dua patogenesis. Yang pertama adalah TB
primer, adalah ketika seseorang pertama kali terinfeksi oleh
Mycobacterium Tuberculosis, dan yang kedua adalah TB post-primer
yaitu terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer,
misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat infeksi atau status gizi
yang buruk.
4. Gejala TB paru pada kehamilan sama dengan gejala TB paru pada
umumnya, yaitu batuk, demam, batuk berdarah, penurunan berat badan,
lemas dan berkeringat pada malam hari.
5. Penatalaksanaan TB paru pada kehamilan dengan menggunakan isoniazid
dan etambutol pada trisemester I dan pada trisemester II, III menggunakan
isoniazid, etambutol dan rifampisin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. 2014. Info DATIN: Tuberkulosis, Temukan, Obati


sampai Sembuh. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

29
2. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2015.
Switzerland. 2015.
3. Sugarman J, Colvin C, Moran AC, et al. Tuberculosis in pregnancy: an
estimate of the global burden of disease. Lancet Glob Health 2014;2:e710–6.
4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Agustus 2018.
5. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2015. Tersedia di
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVIN
SI_2015/06_Sumsel_2015.pdf. Hal 70[Diakses pada 6 Agustus 2019].
6. Mathad JS, Gupta A. Tuberculosis in Pregnant and Postpartum Women :
Epidemiology , Management , and Research Gaps. 2012;55.
7. Profil Kesehatan Kota Palembang. 2017. Tersedia di
http://dinkes.palembang.go.id/tampung/dokumen/dokumen-157-281.pdf
[Diakses pada 6 Agustus 2019].
8. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Badan Pusat
statistic; 2013.
9. Loto M. and Awowole I., 2012, Tuberculosis in pregnancy., The Medical
journal of Australia, 2, 224–230.
10. PDPI. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia,
2006. Available URL: http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
11. Protap Obgyn Universitas Sriwijaya
12. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, cetakan ke 8, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2002 ;9
13. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Tuberculosis Dalam Kehamilan, Jilid II,
edisi ketiga, 2001: 830-3

30
14. Warouw N, Suryawan A. Manajemen TBC dalam Kehamilan [Internet]. 2007
[cited 7 August 2019];6(2). Available from:
https://media.neliti.com/media/publications/149074-ID-manajemen-tbc-
dalam-kehamilan.pdf

31

Anda mungkin juga menyukai