Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TUBERCULOSIS PARU

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya,
tetapi yang paling banyak adalah paru-paru. (Nurarif, 2013)
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu Mycobacterium
tuberculosis. (Smeltzer, 2002).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi
(Mansjoer, 2002).
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
a) Tuberkulosis paru BTA positif.
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
b) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
2. Etiologi
1

Penyebab tuberkolosis adalah Mycobacterium tubercolosis. Basil


ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tubercolosis
yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi
yang menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil tipe human bisa berada di
bercak ludah (droplet) diudara yang berasal dari penderita TBC terbuka
dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini.
Perjalanan TBC setelah infeksi melalui udara. (Wim de jong et al. 2005)
3. Faktor Predisposisi
Adapun faktor yang memengaruhi kejadian tuberkulosis di antaranya:
a. Umur, biasanya adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun
b. Jenis kelamin, TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar
mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya
TB paru
c. Status gizi, kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh
terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap
penyakit
d. Pengetahuan, pengetahuan seseorang akan TB Paru akan berakibat
pada sikap orang tersebut untuk bagaimana manjaga dirinya tidak
terkena TB Paru
e. Kebiasaan merokok, kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
4. Tanda dan Gejala
a. Demam 40-41oC
b. Batuk/batuk berdarah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
e. Malaise
f. Keringat malam
g. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
h. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
i. Pada anak
- Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
atau gagal tumbuh.
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2
minggu.
- Batuk kronik 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
2

Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

5. Patofisiologi
Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui
saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit,
kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu
melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di
bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil
tuberkel
ini
membangkitkan
reaksi
peradangan.
Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria
namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama
maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah
bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

Pathways

6. Komplikasi
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
7. Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen
apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
b. Foto toraks, dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal paada arrea paru
atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer,atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.
Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.

3) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis,
vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
8. Penatalaksanaan
Terapi umum. seperti
1. Istirahat
Tidak perlu dirawat inap
2. Diet
Bebas, tetapi TKTP
3. Medikamentosa
Dasar terapi medikamentosa TBC :
a. Kombinasi : Minimal dua macam tuberkulostatika
b. Kontinyu : Makan obat setiap hari
c. Lama : Berbulan-bulan/tahun
d. Bila obat pertama sudah diganti, di anggap sudah resisten
terhadap obat tersebut.
e. Semua obat sebaiknya di berikan dalam dosis tunggal (kecuali
pirazinamid)
Obat pertama (primer) : Tuberkolustatika yang dipakai adalah :
1. Firstline drugs (obat-obat primer)
INH (Isoniazid)
Rifampisin
Ethambutol
Streptomisin
Pirazinamide
2. Second line drugs (bila yang pertama resisten)
Kapreomisin
Sikloserine
Etnahionamide
Viomisin
Kanamisin
3. Alternative drugs
PAS (Para Amino Salicylic Acid)
Thioasetazone
Sekarang banyak di anut tetapi jangka pendek yaitu :
a. INH + Refampicin plus salah satu dari :
Streptomisin
6

Ethamburol
Pirazinamide
Di berikan setiap hari selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan :
b. INH plus salah satu dari :
Rifampisin
Ethambutol
Strepyomisin
Di berikan 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan. Dengan
demikian lamanya pengobatan 6-9 bulan.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
2) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru
antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali
aktif.
4) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
5) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita
tuberkulosis paru yang lain
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesakdesakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b) Pola nutrisi dan metabolik

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia,


nafsu makan menurun.
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan
dalam miksi maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB
paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan
istirahat.
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,
dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
7) Pemeriksaan fisik
a) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
b) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
--Inspeksi : adanya tanda tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
-Palpasi : Fremitus suara meningkat.

-Perkusi
: Suara ketok redup.
-Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
c) Sistem pengindraan
d) Sistem kordiovaskuler
e) Sistem gastrointestinal
f) Sistem muskuloskeletal
g) Sistem neurologis
h) Sistem genetalia
8) Pemeriksaan Diagnostik
Kultur Sputum
Biopsi jarum pada jaringan paru
Zeihl-Neelsen
Elektrosit
Tes Kulit
GDA
Foto Thorak
Pemeriksaan fungsi Paru
Histologi


2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
secret pada jalan napas.
b. Hypertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nitrisi yang tidak adekuat.
d. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas), dan prognosis
penyakit yang belum jelas.

3. Rencana Asuhan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
secret pada jalan napas.

Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan napas
kembali efektif. Dengan kriteria hasil:
Klien mampu melakukan batuk efektif
Pernafasan klien normal (16x20 x/menit) tanpa ada penggunaan
otot bantu nafas.
Bunyi nafas normal, Ronchi -/ Pergerakan pernafasan normal

Intervensi:
1) Kaji fungi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman,
dan penggunaan otot bantu pernafasan
Rasional: Penurunanan bunyi nafas menunjukkan atelektasis,
ronkhi menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakefektifan
pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan
penggunaan otot bantu nafas dan peningktan kerja pernafasan
2) Kaji vital sign
Rasional: Vital sign merupakan gambaran keadaan umum klien
dan dapat dijadikan sebagai indikasi untuk pemberian tindakan
keperawatan selanjutnya.
3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
Rasional: Memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri
4) Atur posisi baring yang dapat melonggarkan jalan napas.

Rasional: Posisi yang tidak menekan diafragma akan


mempermudah ekspansi atau pengembangan paru dan posisi yang
tepat yang dapat mempermudah mengeluarkan sekresi.
5) Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional: Teknik batuk yang efektif dapat menghasilkan udara
paru yang maksimal sehingga dapat mengurangi penumpukan
sekresi yang berlebihan disaluran napas dan dapat meningkatkan
rasa nyaman
6) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa,
membantu pengenceran sekret.
7) Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti agen mukolitik
bronkodilator dan kortikosteroid
Rasional: penanganan yang tepat dapat mempercepat waktu
penyembuhan

b. Hypertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama 2x24 jam diharapkan hypertermi dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
Suhu tubuh kembali normal (36,5-37,5oC)
Melaporkan panas turun

Intervensi:
1) Kaji suhu tubuh klien
Rasional: Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan
untuk tindakan selanjutnya
2) Beri kompres air hangat
Rasional: Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara
konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara
perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil
3) Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 2000-3000 cc/hari
Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi
4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan
mudah menyerap keringat

Rasional: Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis


mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu
tubuh.
5) Kolaborasi pemberian obat antibiotik dan antipiretik
Rasional: Antibiotik untuk membunuh kuman. Antipiretik
untuk menurunkan panas tubuh.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake nitrisi yang tidak adekuat.

Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nutrisi pasien dapat
terpenuhi. Makanan masuk, berat badan pasien ideal, mual, muntah
hilang.

Intervensi:
1) Kaji kebiasaan makan, kesulitan makan
Rasional: Anoreksia sering terjadi karena dispnue atau
produksi sputum dan efek obat batuk
2) Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien
3) Pantau pemasukan makanan
Rasional : Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien
4) Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
Rasional : kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi
pasien selama dirawat di rumah sakit
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat (diet TKTP)
Rasional: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan
nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic dan diet

d. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas), dan prognosis
penyakit yang belum jelas.

Tujuan dan kriteria hasil: Setelah diberikan asuhan


keperawatan selama 2x24 jam klien mampu memahami dan menerima
keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan. Dengan kriteria hasil:

Klien terlihat mampu bernafs secara normal dan mampu


berdaptasi dengan keadaannya.
Respon nonverbal klien tampak lebih rileks dan santai.

Intervensi
1) Kaji persepsi klien terhadap penyakitnya
Rasional: Persepsi yang positif membantu kerja sama dalam
proses perawatan dan dapat mengurangi kecemasan
2) Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
3) Anjurkan keluarga untuk selalu dekat dengan pasien
Rasional: Menghilangkan rasa keterasingan sehingga cemas
berkurang
4) Beri dorongan spiritual pada klien
Rasional: Meyakinkan klien, selain dengan pengobatan dan
perawatan masih ada yang berkuasa untuk menyembuhkan
penyakitnya

DAFTAR PUSTAKA

Publishing

Doenges, Marilynn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan


Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer, Areif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.
Jakarta: FKUI.
NANDA International. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi
dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction

Smeltzer, Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai