Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN TEORI

1.1 Konsep Dasar Tuberkulosis


1.1.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan
asam, dapat merupakan organisme patogen atau saprofit.
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Bruner dan Suddart. 2002 : 584).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah.
Penyakit ini disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium
tuberculosis.Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI
2001: 472).
1.1.2 Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2016), Penyakit TB paru disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang bisa menularkan
dengan cara penderita penyakit TB Paru mengeluarkan organisme,
individu yang rentan menghirup droplet dan bisa terinfeksi.
Ketika pasien TB Pari bantuk, bersin atau berbicara maka secara
tidak langsung bisa tertular dorplet dan jatuh ke tanah, lantai atau
tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu panas,
droplet dapat menguap dan terbang keudara. Jika bakteri itu terhirup
oleh orang sehat maka orang itu berpotensi TB Paru (Muttaqin Arif,
2012).
1.1.3 Factor Predisposisi (Pencetus)
1. Klien dengan ketergantungan alcohol dan bahan kimia lain yang
menimbulkan penurunan status kesehatan.
2. Bayi dan anak yang berumur di bawah 5 tahun.

1
3. Klien dengan penurunan imunitas : HIV positif, terapi steroid dan
kemoterpai kanker.
1.1.4 Patofisiologi
Penyebaran kuman Microbacterium tuberculosis bisa masuk
melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran perncernaan dan
adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi
melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang
mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya
(Sylvia.A.Price.1995.hal754).
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC
membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan
atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-Nya,
sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana.
Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang
kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang
serta berkembangbiak di paru-paru (dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2).
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan
yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat
menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini
dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju
aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada
organ tubuh yag lain. Basil tuberculosis yang bisa mencapai
permukaan alveolus biasanya di intalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas
lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan.
Berkembangnya leukosit pada hari pertama ini digantikan oleh
makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan
menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening yang

2
ragional, sehingga makrofag yang mengadaka infiltrasi akan menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid
yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu
10-20 hari. Bila terjadi lesi premier paru yang biasanya disebut focus
ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan
lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat
yang kebatulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa
respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
dimana bahan cair dilepaskan kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang Kembali dibagian selain
paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus (Sylvia.A Price:1995;754)

3
1.1.5 Pathway

4
2.1.6 Klasifikasi

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk


menentukan paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara
benar, menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif, dan analisis
kohort hasil pengobatan. Klasifikasi penyakit TB paru dan tipe pasien
digolongkan menjadi :
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.

5
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
2.1.7 Tanda dan Gejala
1. Batuk lama lebih dari 3 minggu
2. Demam
3. Berat badan menurun
4. Keringat malam hari
5. Mudah Lelah
6. Nafsu makan menghilang
7. Nyeri dada
8. Batuk darah
2.1.8 Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi
pada TB paru adalah:

1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang


dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru.
4. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan:
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

6
5. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal, dan sebagainya.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan
yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
2. Menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOTS) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama
untuk suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan
dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB
(Mansjoer&Arief,2007). Strategi ini terdiri dari lima komponen,
yaitu:
a. Dukungan para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga
program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun
akan tersedia.
b. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB
melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan
penemuan secara pasif.
c. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan
dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang
akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya sehingga

7
dapat dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya dan
diharapkan sembuh pada akhir masa pengobatannya.
d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai
bagian dari sistem survailans penyakit ini sehingga pemantauan
pasien dapat berjalan.
e. Paduan obat TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan
jangka waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan
pengobatan. Termasuk terjaminnya kelangsungan persedian
paduan obat ini.
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian tuberkulosis di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

8
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat
di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin,
Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS,
serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam
bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT).
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
c. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang
dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT (Depkes RI, 2011).

5. Jenis, sifat dan dosis OBAT


Dosis yang direkomendasika
Jenis (mg/kg)
No Sifat
OBAT
Harian 3xseminggu

Rifampicin Bakteriosid
1. 10(8-12) 10(8-12)
(R)

Isoniazid Bakteriosid
2. 5(4-6) 10(8-12)
(H)

3. Pyrazinami Bakteriosid 25(20-30) 35(30-40)

9
de (Z)

Ethambutol Bakteriostatik
4. 15(15-20) 30(20-35)
(E)

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Fisik :
a. Rontagen thorax KP aktif (28 September 2022)
b. Pemeriksaan Radiologi (28 September 2022)
c. EKG (29 September 2022)
2. Laboratorium :
a. Darah (29 September 2022)
b. Sputum (29 September 2022)

10
2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis
2.2.1 Pengkajian
Berdasarkan klarifikasi Doenges dkk. (2000) Riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
a. Kelelahan umum dan kelemahan
b. Dispnea saat kerja maupun istirahat
c. Kesulitan tidur pada malam haria tau demam pada malam hari,
mengigil dan atau berkeringat.
d. Mimpi buruk
Tanda :
a. Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja
b. Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)
2. Sirkulasi
Gejala :
a. Palpitasi
Tanda :
a. Trikardi, disritmia
b. Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
c. Nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal.
d. Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya
udara dalam mediastinum)
e. TD : Hipertensi/hipotensi
f. Distensi vena jugularis
3. Integritas ego
Gejala :

11
a. Gejala-gejala stress yang berhubungan lamanya perjalanan
penyakit, masalah keunagan, perasaan tidak berdaya/putus asa,
menurunnya prodiktivitas.
Tanda:
a. Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
b. Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel
c. Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)
4. Makanan dan cairan
Gejala :
a. Kehilangan napsu makan
b. Penurunan berat badan
Tanda :
a. Tugor kulit buruk, kering, berisik
b. Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
5. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala :
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan, batuk berulang
b. Nyeri tajam/membusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin
menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda :
a. Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
6. Pernapasan
Gejala :
a. Batuk (produktif atau tidak produktif)
b. Napas pendek
c. Riwayat terpajam tuberculosis dengan individu terinfeksi
Tanda :
a. Peningkatan frekuensi pernapasan
b. Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan
pada dada, leher retraksi intercostal, ekspirasi abdominal kuat

12
c. Pengembangan dada tidak simetris
d. Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax
perkusi hiperresonan di atas area yang terlibat.
e. Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
f. Bunyi napas tubeler atau pectoral di atas lesi
g. Crackles diatas aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (creackles posttussive)
h. Karakteristik sputum hijau purulent, mucoid kuning atau
bercak darah
i. Deviasi trakeal
7. Keamanan
Gejala :
a. Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi
sekunder
Tanda :
b. Demam ringan atau demam akut
8. Interaksi social
Gejala :
a. Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular
b. Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran
9. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
a. Riwayat keluarga TB
b. Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
c. Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
d. Tidak berpartisipasi dalam terapi.

13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan seksresi
yang tertahan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan jalan nafas
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan

14
2.2.3 Intervensi Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI RASIONAL

1 Bersihan Jalan Bersihan Jalan Nafas Latihan Batuk efektif 1. Untuk mengetahui
Nafas tidak efektif Setelah diberikan tindakan Observasi kemampuan batuk klien
bd sekresi yang keperawatan selama 3x24 jam 2.2.3.1 Identifikasi kemampuan 2. untuk mengetahui
tertahan diharapkan bersihan jalan nafas batuk
tanda gejala tb
teratasi, dengan kriteria : 2.2.3.2 Monitor tanda gejala
3. untuk mempermudah
1. Dispnea (menurun) saluran nafas
jalan nafas
2. Produksi sputum (menurun) Terapeutik
4. untuk melatih klien
3. Frekuensi nafas (membaik) 2.2.3.3 Atur posisi posisi semi
4. Pola nafas (membaik) fouler atau fowler
dalam mengatur nafas

Edukasi: 5. untuk mengeluarkan


2.2.3.4 Anjurkan teknik nafas sputum/ dahak dijalan
dalam nafas
Kolaborasi
2.2.3.5 Kolaborasi pemberian
ekspektoran, jika perlu

15
2 Pola Nafas tidak Pola Nafas Manajemen Jalan Nafas 1. untuk mengetahui
efektif bd hambatan Setelah diberikan tindakan Observasi kepatenan jalan nafas
upaya nafas keperawatan selama 3x24 jam 1. Mengidentifikasi dan 2. Untuk mengetahui
diharapkan pola nafas teratasi, mengelolah kepatenan jalan
adanya bunyi nafas
dengan kriteria : nafas
tambahan
1. Dispnea (menurun) 2. Monitor pola nafas
3. untuk membantu
2. Penggunaan otot bantu nafas 3. Monitor bunyi nafas tambahan
pernafasan
(menurun) 4. Monitor saturasi oksigen
3. Frekuensi nafas (menurun) Terapeutik
4. untuk mengetahui

5. Berikan oksigen frekuensi kedalaman dan


Kolaborasi usaha nafas
6. Kolaborasi pemberian 5. untuk mengencerkan
broncodilator sputum

3 Defisit nutrisi bd Status Nutrisi Manajemen Nutrisi 1. untuk mengetahui


ketidakmampuan Setelah diberikan tindakan Observasi nutrisi klien
mencerna makanan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi status nuti 2. untuk mengetahui
diharapkan kebutuhan nutrisi Monitor berat badan
peningkatan berat badan
menjadi seimbang, dengan kriteria : Terapeutik

16
1. Porsi makanan yang 2. Lakukan oral heigyn sebelum klien
dihabiskan (meningkat) makan, jika perlu 3. untuk meningkatkan
2. Kekuatan oto pengunyah 3. Sajikan makanan secara nafsu makan klien
(meningkat) menarik dan suhu yang sesuai
4. untuk memenuhi
3. Kekuatan otot menelan 4. Berikan makanan tinggi kalori
kebutuhan nutrisi klien
(meningkat) dan tinggi protein
4. Perasaan cepat kenyang Edukasi
(menurun) 5. Anjurkan posisi duduk, jika
5. Berat badan (IMT) mampu
(membaik) Kolaborasi
6. Nafsu makan (membaik) 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

17
DAFTAR PUSTAKA

Darliana, Devi. 2011. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Jurnal PSIK-FK


Unsyiah. Vol 2, No 1, ISSN: 2087-2879, Hal 27.

Febrian, M A. (2015) . Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TB


Paru Anak Di Wilayah Puskesmas Garuda Kota Bandung: Jurnal Ilmu
Keperawatan . Volume III. (2). Hal. 64-78.

FKUI. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia

Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan


Praktek. Edisi ke-5. Jakarta: EGC.

Kemenkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

Nursalam.(2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan praktek.


Jakarta : Salemba Medika.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran : Edisi ketiga jilid
pertama. Jakarta : Erlangga

18
Mutaqien, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Klien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Mediacom

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A., Hall, A.M. (2013). Fundamentals of
nursing. 8th ed.St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby

Potter & Perry (2009). Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : Erlangga

Prince A. Silvia. 1995. Pathofisiologis. Edisi 4. Jakarta : EGC

Prince A. Silvia. 1995. Pathofisiologis. Edisi 7. Jakarta : EGC

SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan 2.


Jakarta: DPP PPNI

SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan 3.


Jakarta : DPP PPNI

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson dkk. 2010. Buku saku diagnosis keperawatan: NANDA NIC NOC.
Jakarta EGC.

19
Wahid, Abdul. Suprapto, Imam. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan
Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

20

Anda mungkin juga menyukai