Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR DEXTRA

DISUSUN OLEH :

NAMA : Dinda Wulansari


NIM : 21120008P

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS ILMU
KESEHATAN STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022
TIJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Daras Fraktur

1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya ( Smelter & Bare, 2017 ). Fraktur adalah putusnya hubungan
normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan
(E.Oerswari, 2012).
Fraktur adalah patah tulang,biasanya diseabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Price & Wilson, 2015). Dari berbagai definisi fraktur maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang,retak atau patahnya atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
trauma.

2. Etiologi
Fraktur femur dapat terjadi mulai proksimal sampai distal. Kebanyakan fraktur
ini terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari
ketinggian. Menurut Wahid (2013) penyebab fraktur femur antara lain :
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagai fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Pemukulan biasanya mengakibatkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada
tibia,fibula atau matatarsal terutama pada atlet,penari atau calon tentara yang
berjalan berbaris-baris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
3. Patofisiologi
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan,kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
hematom pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah periostium dengan
jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah
ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan
tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera,
tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan
lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,sehingga
meningkatkan tekanan kapiler,kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf,yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.
(Wijaya, 2013)

4. Klasifikasi Fraktur Femur


Klasifikasi fraktur femur menurut Rendy dan Margareta (2012) antara lain :
a. Fraktur tertutup (close)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur Terbuka
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah tembus. Konsep
penting yang perlu diperhatikan adalah terjadi kontaminasi oleh lingkungan
pada tempat terjadi fraktur terbuka.
5. Manifestasi Klinis/ Tanda dan gejala
Manifestasi klinis pada fraktur femur yang sering muncul menurut Wahid (2013)
antara lain :
a. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti: 1) Rotasi
pemendekan tulang 2) Penekanan tulang.
b. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri.
Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada
saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
d. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)
e. Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan persendian
lutut yang sulit digerakaan di bagian distal cidera.

6. Komplikasi
Komplikasi harus ditangani dengan serius oleh perawat yang melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien fraktur femur menurut Menurut (Hariyanto dan
Sulistyowati, 2015) adalah sebagai berikut:
a. Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat
tertutup.
b. Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
c. Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan kontusi
dan oklusi atau terpotong sama sekali.
d. Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampai aksono
temesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau pada
cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e. Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo
emboli.
f. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeksi
dapat pula terjadi setelah tindakan operasi.

7. Pathway
Pathway Fraktur
Trauma Trauma tidak langsung Kondisi
langsung patologis

Fraktur

Pergeseran fragmen tulang Nyeri Akut


Discontinuitas
tulang

Perub Jar sekitar


Kerusakan fragmen
tulang

Pergeseran Spasme otot Tekanan sumsum


fragmen tulang tulang lebih besar
dari kapiler
↑ tekanan
Deformitas kapiler
Melepaskan
ketekolamin
Pelepasan
Ggn Fungsi histamin
ekstremitas
Metabolisme asam
Protein plasma lemak
hilang
Hambatan
Bergabung dgn
Mobilitas Fisik
Edema trombosit

8. Pemeriksaan
LaserasiPenunjang
kulit Penekanan
pembuluh darah
Emboli
Menurut (Lukman dan Ningsih,2013) pemeriksaan pada pasien yang mengalami
Putus
fraktur vena/arteri
adalah sebagi berikut : Menyumbat
Kerusakan
pembuluh darah
a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi
integritas / luasnya
kulit fraktur/ trauma dan jenis
perdarahan resiko infeksi
fraktur.
b. Scan tulang, tomogram, CT Scan / MRI : memperlihatkanKetidakefektifan
Kehilangan tingkat keparahan
perfusi jaringan
volume cairan
Resiko syok kerusakan jaringan lunak.
fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi
c. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vasicular.
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menurun ( perdarahan bermakna pada sis fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma ). Peningkatan jumlah SDP adalah proses stress normal
setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel atau cedera hati.

9. Penatalaksaan medis dan Keperawatan


Menurut (Price, 2013) prinsip penatalaksanaan fraktur dikenal dengan empat R :
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan
kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan di bawah
fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. (wahid, 2013).
a) Pengumpulan Data
1) Identitas Pasien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit
(MRS), dan diagnostik medis.
2) Keluhan utama pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
pasien digunakan:
a) provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan sakala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat kesehatan sekarang Kaji kronologi terjadinya trauma, yang
menyebabkan patah tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan,
dan dan apakah sudah berobat ke dukun patah. Dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka yang
lain
4) Riwayat kesehatan dahulu Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit kelainan formasi tulang atau biasanya disebut paget dan ini
mengganggu proses daur ulang tulang yang normal di dalam tubuh
sehingga menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang (muttaqin, 2008).
5) Riwayat kesehatan keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit yang tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang terjadi pada beberapa
keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
6) Pola fungsi kesehatan Menurut (Wahid, 2013) sebagai berikut :
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya partisipan akan
mengalami perubahan atau gangguan pada personal hygine, misalnya
kebiasaan mandi terganggu karena geraknya terbatas, rasa tidak
nyaman, ganti pakaian, BAB dan BAK memerlukan bantuan
oranglain, merasa takut akan mengalami kecacatan dan merasa cemas
dalam menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulang karena kurangnya pengetahuan.
b) Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan lainya
untuk membantu proses penyembuhan tulang dan biasanya pada
partisipan yang mengalami fraktur bisa mengalami penurunan nafsu
makan bisa juga tidak ada perubahan.
c) Pola eliminasi Untuk kasus fraktur femur biasanya tidak ada gangguan
pada eliminasi, tetapi walaupun begitu perlu juga kaji frekuensi,
konsitensi, warna serta bau fases pada pola eliminasi alvi. Sedangkan
pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatanya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola istrahat dan tidur Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur pasien. Selain itu juga pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola aktivitas Biasanya pada pasien fraktur femur timbulnya nyeri,
keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu bnayak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerrjaan yang lain.
f) Pola hubungan dan peran Pasien akan kehilangan peran dalam
keluarga dan dalam masyarakat. Karna klien harus menjalani rawat
inap.
g) Pola presepsi dan konsep diri Dampak yang timbul pada klien fraktur
yaitu timbul ketidakuatan akan kecacatan akan frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidak mampuan untuk melkukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah.
h) Pola sensori dan kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang
terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain
tidak timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i) Pola reproduksi seksual Dampak pada pasien fraktur femur yaitu,
pasien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya.
j) Pola penanggulangan stres Pada pasien fraktur timbul rasa cemas
tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya. Mekanisame koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan Untuk pasien fraktur femur tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan
gerak klien.

b) Pemeriksaan fisik
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat merupakan tanda-
tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal.
b) Secara sistemik
(1) Sistem integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
(3) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening
(4) Muka
Biasanya wajah tampak pucat, dan meringis
(5) Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
(6) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah pada
pendengaran.
(7) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan
cuping hidung
(8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
(9) Thoraks
Inspeksi Biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit pasien yang berhubungan
dengan paru. Palpasi Biasanya pergerakan sama atau simetris,
fermitus terraba sama. Perkusi Biasanya suara ketok sonor, tak
ada redup atau suara tambahan lainya. Auskultasi Biasanya
suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
(10) Jantung
Inspeksi Biasanya tidak tampak iktus kordis Palpasi Biasanya
iktus kordis tidak teraba Auskultasi Suara S1 dan S2 tunggal, tak
ada mur-mur.
(11) Abdomen
Inspeksi Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia.
Palpasi Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba Perkusi Biasanya
suara thympani Auskultasi Biasanya bising usus normal ± 20
kali/menit
(12) Ekstremitas atas
Biasanya akral teraba dingin, CRT < 2 detik, turgou kulit baik,
pergerakan baik
(13) Ekstremitas bawah
Biasanya akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit jelek,
pergerakan tidak simteris, terdapat lesi dan edema.
c) Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting
adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya super posisi.
Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a) bayangan jarinagan lunak
b) tips tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Kalsium serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahapan
penyembuhan tulang.
b) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
aspartat Amino transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang (Wahid, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur femur
adalah sebagai berikut
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
c. Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
e. Resiko infeksi
f. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Clevo, Rendi M. dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Hariyanto, Awan & Sulistyowati Rini. 2015. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah I.Ar-
Ruzz Media. Yogyakarta

Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal.


Jakarta : EGC.

Lukman, Nurma Ningsih. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika

Price. Wilson. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyekit. Jakarta: Alih
Bahasa

Smeltzer dan Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.12. Jakarta : EGC.

Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta : Trans Info Media.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh ASKEP. Jakarta :Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai