Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh
darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya
fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001). Faraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap.(Price & Wilson,2006).
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur
(mansjoer, 2000). Sedangkan menurut sjamsuhidajat & jong (2005) fraktur femur adalah
fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun
tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang
paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa
fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas tulang
femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung
disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.
B. Etiologi
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan kekuatan
langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti
akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
2. Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon tentara yang
berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
3. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar dari pada tekanan
yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang dapat mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (fraktur) (Elizabeth, 2003).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks
marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang menjadi rusak sehingga
menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada saat perdarahan terjadi terbentuklah hematoma
di rongga medulla tulang, sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Price, 2005).
D. Pathway
Fraktur
Kehilangan volume
cairan
Resiko syok
(hipovolemik)
E. Manifestasi klinis
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar
mandi pada orang tua,penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan
kerja,trauma olahraga)
4. Gangguan fungsio anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi
F. Klasifikasi
1. Berdasarkan luas/ garis fraktur
1. Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
tulang.
2. Fraktur tidak komplit/incomplete
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, misal:
Buckle fracture: terjadi pada lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
Green stick fracture: fraktur tidak sempurna dan sering terjadi
pada anak-anak, korteks tulang masih utuh begitu pula
periosteum.
2. Berdasarkan posisi fragmen
1. Fraktur undisplaced/tidak bergeser
Tulang patah, posisi pada tempatnya normal/garis patah komplit tetapi
kedua fragmen tidak bergeser, periosteum masih utuh.
2. Fraktur displaced/bergeser
Ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah dan terjadi
pergeseran fragmen-fragmen tulang.
3. Berdasarkan bentuk/ garis patah
1) Fraktur komunitif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
2) Fraktur segmental
Garis patah lebih dari satu, tidak saling berhubungan karena tulang
tertekan menjadi beberapa bagian.
3) Fraktur multiple
Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang, tempat yang berlainan.
4. Berdasarkan tempat
Misal: Fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius, ulna, tibia, fibula, vertebra
dll.
5. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1) Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
2) Fraktur oblik
Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
3) Fraktur spinal
Fraktur tulang yang melingkari tulang.
4) Fraktur kompresi
Fraktur dimana 2 tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya.
5) Fraktur avulse
Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat inverse tendon
ataupun ligament.
6. Berdasarkan hubungan tulang dengan dunia luar
1. Fraktur tertutup (closed/simple fracture)
Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open/compound fracture)
Karena terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan dikulit.
1. Derajad I
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau komunitif ringan
Kontaminasi minimal
2. Derajat II
Laserasi > 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
Fraktur komunitif sedang
Kontaminasi sedang
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.Terbagi atas:
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang tulang yang
terpapar/kontaminasi masif.
Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi/fraktur segmental atau sangat komunitif yang
disebabkan trauma berenergi tanpa melihat besar luasnya luka.
G. Komplikasi
a. Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
b. Non-union
Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat
menyambung.
c. Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang
diperkirakan.
d. Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat melalui
logam bidai.
e. Cidera vaskuler dan saraf
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
f. Fat-embolic syndrome/embolik lemak
Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan, tachikardi,
tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.
g. Gangren gas
Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram
positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers. Clostridium
biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai O2
karena trauma otot.
h. Reflek symphathetic dystrophy
Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem
saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya perlukaan.
i. Thrombo embolic complication
Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
j. Pressure sore (borok akibat tekanan)
Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada
jaringan superficial
k. Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat berupa
hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus atau
selama operasi.
l. Nekrosis avaskuler
Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen
tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
m. Kerusakan arteri
Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri,
pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki,
saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen).
n. Syock
Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat
sehingga terjadilah syock.
o. Syndrome compartment
Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat
peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan
dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak
adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan, pucat
atau sianosis, kaku dan paresis.
H. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
b. Pemeriksaan laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
c. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak/sobek karena trauma
berlebihan
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
I. Penatalaksanaan
1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
( ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai, dan alat lainnya. Reduksi terbuka, dengan
pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna .
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau
meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi
yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3
bulan.
l. Implementasi Keperawatan
Sesuai intervensi yang dilakukan
m. Evaluasi
1) Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2) Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi).
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang.
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami.
3) Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan
penurunan kekuatan/tahanan.
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).
4) Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan
kulit, insisi pembedahan
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannnya.
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
I. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 13 Desember 2023 pk 07.00 WITA di kamar 102 Ruang
ANGSOKA. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
dan catatan medik pasien.
A. Identitas
Pasien Penanggung jawab
Nama : ”AN” ”NC”
Umur : 19 tahun 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Status perkawinan : Belum menikah Sudah menikah
Agama : Hindu Hindu
Suku / Bangsa : Bali/Indonesia Bali/Indonesia
Pendidikan : SLTP SD
Pekerjaan :- Pedagang
Alamat : Jl. Ceroring gang VIII/8, Denpasar
No CM : 01.13.77.83
Hubungan dengan pasien : Saudara
B. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
a. Alasan MRS
Nyeri pada paha kiri.
b. Keluhan utama
Saat pengkajian pasien mengatakan nyeri pada paha kirinya, nyeri dirasakan semakin keras
ketika bergerak, skala nyeri 5 (0-10), wajah pasien tampak meringis.
c. Riwayat penyakit
Pasien mengatakan 4 bulan yang mengalami kecelakaan di jalan raya saat membawa sepeda
motor sendirian, kemudian menabrak mobil dari arah berlawanan. Setelah kecelakaan,
akhirnya pasien memutuskan untuk berobat alternatif. Tidak ada perubahan setelah
berobat alternatif dan pasien mengeluh nyeri pada paha kiri. Akhirnya pasien kontrol ke
poli bedah dan disarankan MRS untuk menjalani operasi.
14. Spiritual
Pasien beragama Hindu, sembahyang setiap hari dan hari besar agama-Nya. Sejak MRS
pasien hanya berdoa di tempat tidur dan keluarganya selalu mebanten canang di rumah
sakit dan pasien yakin bahwa penyakit yang dideritanya sekarang murni masalah medis.
D. Pengkajian Fisik
1. Keadaan umum
a. Kesan umum : baik
b. Kesadaran : CM
c. Bentuk tubuh : sedang
d. TB / BB : 170 / 65 kg
e. Postur tubuh : tegak
f. Warna kulit : sawo matang
2. Gejala kardinal
Suhu : 36,1C TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80x / mnt RR : 20 / mnt
3. Keadaan fisik
a. Kepala : kepala bersih, nyeri tekan (-), benjolan (-)
b. Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih, reflek pupil (n), isokor, pergerakan bola
mata baik
c. Wajah : bentuk simetris, tampak segar
d. Hidung : simetris, sekret (-), nafas cuping hidung (-), mukosa merah
e. Telinga : serumen (-), cukup bersih, simetris
f. Gigi dan mulut : mukosa bibir lembab, stomatitis (-), kerusakan gigi (-), gigi lengkap
g. Leher : benjolan (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
h. Thorax : simetris, benjolan kelenjar tiroid (-)
i. Abdomen : simetris, nyeri tekan (-), BU(+)N
j. Extremitas
Atas : edema (-), akral hangat, cukup bersih
Bawah : edema (-), akral hangat, cukup bersih,terdapat fraktur pada kaki kiri
k. Genetalia : cukup bersih
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil pemeriksaan tanggal 5 Desember 2023
Femur (s) AP / lat
-Tampak fraktur lama femur (s) 1/3 tengah ad axim cum contfactionum yang terpasang gANs
spalk, kedudukan kurang
-Callus (-)
-Tanda osteomyelitis (-)
2. Hasil pemeriksaan DL tanggal 1Desember 2023
WBC : 6,6
RBC : 4,90
HGB : 14,1
HCT : 42,3
MCV : 86,4
MCH : 28,7
MCHC : 33,2
PLT: 282
II. Diagnosa
A. Analisa Masalah
No. Data Perawatan Standar Normal Masalah
1. DS:” Pasien mengatakan nyeri pada - Tidak terasa nyeri Gangguan rasa
paha kirinya, nyeri dirasakan pada paha kiri, nyaman
semakin keras ketika skala nyeri 0(0- (nyeri akut)
bergerak, skala nyeri 5 (0-10) 10)
DO:Wajah pasien tampak meringis
B. Rumusan Masalah
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut)
2. Kerusakan mobilitas fisik
C. Analisa Masalah
1. P : Gangguan rasa nyaman (nyeri akut)
E : terputusnya kontinuitas fragmen tulang femur
S : pasien mengatakan nyeri pada paha kirinya, nyeri dirasakan semakin keras ketika
bergerak, skala nyeri 5 (0-10), wajah pasien tampak meringis.
Proses terjadi : trauma langsung dan tidak langsung akan menyebabkantekanan eksternal yang
lebih besar dari yang dapat ditahan oleh tulang. Hal ini akan menyebabkan kontinuitas
jeringan tulang. Kontinuitas jeringan tulang akan mengakibatkan cedera jeringan lunak
dan akan menyebabkan spasme otot sekunder. Hal tersebut yang akan menimbulkan rasa
nyeri.
Akibatnya : Jika tidak diberikan intervensi akan menyebabkan terjadinya syok neurogenik.
2. P : Kerusakan mobilitas fisik
E : kerusakan rangka neuromuskuler
S : pasien mengatakan mampu berpindah tempat dari tempat tidur ke kursi roda ataupun
sebaliknya tetapi pasien berjalan dengan bantuan tongkat, Pasien tampak menggunakan
kursi roda/tongkat
Proses terjadi : di dalam terjadinya kontinuitas jaringan tulang akan dilakukan pembedahan.
Sebelum dilakukan pembedahan akan dANasang alat fiksasi eksternal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya kerusakan mobilitas fisik.
Akibatnya : jika tidak diberikan intervensi akan menyebabkan kontraktur.
III. Perencanaan
A. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Dx 1
2. Dx 2
B. Rencana Keperawatan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “AN”
DENGAN HANERTROPHY NON UNION FRAKTUR FEMUR SINISTRA
DI RUANG ANGSOKA RSUP SANGLAH DENPASAR
PADA TANGGAL 13 DESEMBER 2023
N D
Hari/tgl Tujuan Rencana tindakan Rasional
1. Kamis,1 1 Setelah - Kaji skala nyeri - Mempengaruhi
3 diberikan pengawasan
De askep keefektifan
se selama intervensi, tingkat
mb 2x24 jam ansietas dapat
er diharapka mempengaruhi
202 n nyeri persepsi / reaksi
3 dapat - Pertahankan terhadap nyeri
terkontrol imobilisasi - Menghilangkan nyeri
dengan bagian yang dan mencegah
KE : sakit kesalahan posisi
- tidak terasa tulang / tegangan
nyeri pada jaringan yang
paha cedera
kirinya - Lakukan dan - Mempertahankan
- wajah pasien awasi latihan kekuatan/mobilita
tampak gerak aktif / s otot yang sakit
rileks pasif dan memudahkan
- Skala nyeri resolusi inflamasi
0 (010) pada jaringan
yang cedera
- Ajarkan teknik - Memfokuskan kembali
distraksi dan perhatian
relaksasi meningkatkan rasa
kontrol dan dapat
meningkatkan
kemampuan
koping dalam
manajemen nyeri
- Kolaborasi - Diberikan untuk
pemberian menurunkan nyeri
obat / spasme otot
analgetik
sesuai
dengan
indikasi
2. Kamis,1 2 Setelah - Kaki derajat - Pasien mungkin
3 diberikan imobilisasi dibatasi oleh
De askep pandangan
se selama diri/persepsi diri
mb 2x24 jam tentang
er diharapka keterbatasan fisik
202 n pasien aktual,
3 dapat memerlukan
memperta informasi/interven
hankan si untuk
posisi meningkatkan
fungsional kemajuan
memperta kesehatan
hankan - Dorong - Memberikan
mobilitas partisANasi kesempatan untuk
fisik pada mengeluarkan
dengan aktivitas energi
KE : therapeutik - Kontraksi otot
- Pasien dapat - Dorong latihan isometrik tanpa
berjalan mulai dengan menekuk sendi
tanpa tungkai yang atau
mengguna tidak sakit menggerakkan
kan kursi tungkai dan
roda/tongk membantu
at mempertahankan
kekuatan dan
masa otot
IV. Pelaksanaan
PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “AN”
DENGAN HANERTROPHY NON UNION FRAKTUR FEMUR SINISTRA
DI RUANG ANGSOKA RSUP SANGLAH DENPASAR
PADA TANGGAL 13 – 15 DESEMBER 2023
2. Sabtu, 15
Des
2023 1 - Mengajarkan pasien - Pasien kooperatif dan
14.30 teknik distraksi dan mau melaksanakan
relaksasi
V. Evaluasi
EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “AN”
DENGAN HANERTROPHY NON UNION FRAKTUR FEMUR SINISTRA
DI RUANG ANGSOKA RSUP SANGLAH DENPASAR
PADA TANGGAL 13 – 15 DESEMBER 2023
No. Hari/tgl Dx Evaluasi Paraf
1. Sabtu,15 Des
2023
15.30 1 S : “Pasien mengatakan mengatakan nyeri seperti
tertusuk-tusuk, lama nyeri 3 menit dan hilang
jika posisi kaki diberi posisi yang nyaman, skala
nyeri 4 (0-10)”
O : Wajah pasien tampak meringis.
A : Tujuan belum tercapai
P : Kombinasikan renpra
2. Sabtu,15 Des 2 S : “Pasien mengatakan bisa berpindah tempat tetapi
2023 tidak bisa berjalan tanpa bantuan kursi
16.20 roda/tongkat”
O: Pasien tampak masih berjalan menggunakan
tongkat
A : Tujuan belum tercapai
P : Kombinasikan renpra