Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR TIBIA FIBULA

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau
tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang
berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur
dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada
tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang.
Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi
oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu
sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).

B. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga
derajat,yaitu:
1. Derajat I
Luka kurang dari 1 cm
kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
Kontaminasi ringan.
2. Derajat II
Leserasi lebih dari 1cm
Kerusakan jaringan lunak,tidak luas,avulse.
Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran bergeser
dari posisi normal.
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
1. Bentuk garis patah
Garis patah melintang
Garis patah obliq
Garis patah spiral
Fraktur kompresi
Fraktur avulasi
2. Jumlah garis patah
Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan.
Fraktur multiple, garis patah lebih dari satu tetapi pada pada tulang yang
berlainan.
3. Bergeser-tidak bergeser
Fraktur undisplaced, garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser
Fraktur displaced, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
D. ETIOLOGI
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan
lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur
melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang
tetapi disertai fragmen kupu kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan
fraktur obliq pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar benar menarik tulang sampai
terpisah
b. Tekanan yang berulang ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang ulang.
c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.

E. PATOFISIOLOGI
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada tulang dapat
menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas tulang atau pemisahan
tulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang menyebabkan perubahan pada
jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut,
perlukaan jaringan kulit ini memunculkan masalah keperawatan berupa kerusakan integritas
kulit. Perlukaan kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah
vena dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada vena dan
arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama dapat menimbulkan
penurunan volume darah serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan
muncul komplikasi berupa syok hipovolemik jika perdarahan tidak segera dihentikan.
Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas pada
area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada area ekstremitas
maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan untuk
beraktivitas akibat perubahan dan gangguan fungsi pada area deformitas tersebut sehingga
muncul masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang
sendiri memunculkan masalah keperawatan berupa nyeri.
Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan melakukan
mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme otot. Spasme otot
merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen tulang ke tingkat yang lebih
parah. Spasme otot menyebabkan peningkatan tekanan pembuluh darah kapiler dan
merangsang tubuh untuk melepaskan histamin yang mampu meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah sehingga muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial. Perpindahan
cairan intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma. Perpindahan cairan
intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalam beberapa waktu akan menimbulkan edema
pada jaringan sekitar atau interstitial oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan
kompresi atau penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut
mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan masalah
keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan.
Masalah gangguan perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang
itu sendiri. Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang meningkatkan
tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh melepaskan katekolamin
sebagai mekanisme kompensasi stress. Katekolamin berperan dalam memobilisasi asam lemak
dalam pembuluh darah sehingga asam-asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan
membentuk emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan
mengganggu perfusi jaringan.
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri dan terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur yang merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian yang fraktur tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap regid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang dapat diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya terjadi
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Saat tempat fraktur di periksa teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi sebagai akibat trauma
dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cidera.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah:
a. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur. Pemeriksaan
penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah
sel darah putih adalah respons stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati
I. PENATALAKSANAAN
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:
a. Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan selanjutnya
di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat
keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa yang terjadi serta menentukan
kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari klien
b. Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis)
1. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (missal
pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)
2. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace, bidai dan
fiksator eksterna
c. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi
dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neuromuskuler
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometric dan setting otot
6. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

J. KOMPLIKASI
a. Komplikasi awal:
1. Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema. Shock
terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur
2. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom (FES) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
3. Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan.
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal
dengan 5P, yaitu:
Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling
penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan
klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada
kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
Parestesia (rasa kesemutan)
Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf
yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom
kompartemen.
4. Infeksi dan tromboemboli : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
5. Koagulopati intravaskuler diseminata
b. Komplikasi lanjut
1. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
4. Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran
darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia
5. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
K. PROSES PENYEMBUHAN TULANG
Penyembuhan fraktur merupakan proses biologis yang sangat luar biasa. Tidak seperti
jaringan lainnya, fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang
yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati
fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang
mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi
konsolidasi. Selain factor biologis, faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi secara fisik
fragmen fraktur sangat penting dalam penyembuhan.:
a. Fase hematoma

Akibat robekan pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli-kanalikuli system


haversi sehingga terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan lunak, yang menimbulkan suatu
daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan andosteal

Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Terbentuk kalus eksterna yang belum mengandung tulang sehingga secara radiology
bersifat radiolusen
c. Fase pembentukan kalus

Terbentuk woven bone atau kalus yang telah mengandung tulang. Fase ini merupakan
indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur
d. Fase konsolidasi

Woven bone membentuk kalus primer


e. Fase remodeling

Union telah lengkap dan terbentuk tulang kompak yang berisi system haversi dan
terbentuk rongga sumsum.
Faktor faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :
a. Usia klien
b. Immobilisasi
c. Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama.
Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.

L. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan
atau tidak.
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain.
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image).
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
- Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
- Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
- Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
- Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
- Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
- Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
- Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
- Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
- Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
- Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
- Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
- Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
- Paru
Inspeksi, pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru; Palpasi, pergerakan sama atau simetris, fermitus
raba sama; Perkusi, suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya; Auskultasi, suara nafas normal, tak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
- Jantung
Inspeksi, tidak tampak iktus jantung; Palpasi, nadi meningkat,
iktus tidak teraba; Auskultasi, suara S1 dan S2 tunggal, tak ada
mur-mur.
- Abdomen
Inspeksi, bentuk datar, simetris, tidak ada hernia; Palpasi,
tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba;
Perkusi, suara thympani, ada pantulan gelombang cairan;
Auskultasi, peristaltik usus normal 20 kali/menit.
- Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
- Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
- Cape au lait spot (birth mark).
- Fistulae.
- Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
- Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit.
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit
2. Resiko infeksi
3. Nyeri akut
4. Inefektif perfusi jaringan perifer
5. Resiko syok hipovolemik
6. Hambatan mobilitas fisik
7. Ansietas
8. Resiko cidera
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Eksternal : Wound Healing : primer dan sekunder longgar
- Hipertermia atau Hindari kerutan pada tempat tidur
hipotermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Substansi kimia kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
- Kelembaban kriteria hasil: sekali
- Faktor mekanik Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Monitor kulit akan adanya kemerahan
(misalnya : alat yang (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
dapat menimbulkan luka, pigmentasi) tertekan
tekanan, restraint) Tidak ada luka/lesi pada kulit Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Immobilitas fisik Perfusi jaringan baik Monitor status nutrisi pasien
- Radiasi Menunjukkan pemahaman dalam proses Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Usia yang ekstrim perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
- Kelembaban kulit berulang tekanan
- Obat-obatan Mampu melindungi kulit dan mempertahankan Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
Internal : kelembaban kulit dan perawatan alami karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Perubahan status Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
metabolik luka Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Tonjolan tulang Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Defisit imunologi Cegah kontaminasi feses dan urin
- Berhubungan dengan Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
dengan perkembangan Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor
(elastisitas kulit)

DO:
- Gangguan pada bagian
tubuh
- Kerusakan lapisa kulit
(dermis)
- Gangguan permukaan
kulit (epidermis)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
Immune Status Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko : Knowledge : Infection control Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif Risk control Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan keperawatan
peningkatan paparan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
lingkungan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
- Malnutrisi Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi petunjuk umum
- Peningkatan paparan Menunjukkan kemampuan untuk mencegah Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
lingkungan patogen timbulnya infeksi kandung kencing
- Imonusupresi Jumlah leukosit dalam batas normal Tingkatkan intake nutrisi
- Tidak adekuat pertahanan Menunjukkan perilaku hidup sehat Berikan terapi antibiotik:.................................
sekunder (penurunan Hb, Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Leukopenia, penekanan batas normal Pertahankan teknik isolasi k/p
respon inflamasi) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
- Penyakit kronik kemerahan, panas, drainase
- Imunosupresi Monitor adanya luka
- Malnutrisi Dorong masukan cairan
- Pertahan primer tidak Dorong istirahat
adekuat (kerusakan kulit, Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
trauma jaringan, Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
gangguan peristaltik)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
Berhubungan dengan : Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
- Gangguan metabolisme Mobility Level Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
sel Self care : ADLs respon pasien saat latihan
- Keterlembatan Transfer performance Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
perkembangan ambulasi sesuai dengan kebutuhan
- Pengobatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
- Kurang support selama.gangguan mobilitas fisik teratasi dengan dan cegah terhadap cedera
lingkungan kriteria hasil: Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
- Keterbatasan ketahan Klien meningkat dalam aktivitas fisik ambulasi
kardiovaskuler Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Kehilangan integritas Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
struktur tulang kekuatan dan kemampuan berpindah mandiri sesuai kemampuan
- Terapi pembatasan gerak Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
- Kurang pengetahuan mobilisasi (walker) penuhi kebutuhan ADLs ps.
tentang kegunaan Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
pergerakan fisik Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
- Indeks massa tubuh diatas bantuan jika diperlukan
75 tahun percentil sesuai
dengan usia
- Kerusakan persepsi
sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan
muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk
memulai gerak
- Gaya hidup yang
menetap, tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum

DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis - Koping Gunakan pendekatan yang menenangkan
situasional, Stress, Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
perubahan status kesehatan, Setelah dilakukan asuhan selama klien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
ancaman kematian, kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: prosedur
perubahan konsep diri, Klien mampu mengidentifikasi dan Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
kurang pengetahuan dan mengungkapkan gejala cemas mengurangi takut
hospitalisasi Mengidentifikasi, mengungkapkan dan Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas prognosis
DO/DS: Vital sign dalam batas normal Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Insomnia Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Kontak mata kurang tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya relaksasi
- Kurang istirahat kecemasan Dengarkan dengan penuh perhatian
- Berfokus pada diri sendiri Identifikasi tingkat kecemasan
- Iritabilitas Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Takut kecemasan
- Nyeri perut Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
- Penurunan TD dan denyut Kelola pemberian obat anti cemas:........
nadi
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko trauma NOC : NIC :
Knowledge : Personal Safety Environmental Management safety
Faktor-faktor risiko Safety Behavior : Fall Prevention Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Internal: Safety Behavior : Fall occurance Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
Kelemahan, penglihatan Safety Behavior : Physical Injury kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat
menurun, penurunan sensasi Tissue Integrity: Skin and Mucous Membran penyakit terdahulu pasien
taktil, penurunan koordinasi Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
otot, tangan-mata, Setelah dilakukan tindakan keperawatan memindahkan perabotan)
kurangnya edukasi selama.klien tidak mengalami trauma dengan Memasang side rail tempat tidur
keamanan, keterbelakangan kriteria hasil: Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
mental pasien terbebas dari trauma fisik Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
Eksternal: Membatasi pengunjung
Lingkungan Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

Anda mungkin juga menyukai