Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

OPEN FRAKTUR DIGITI PEDIS

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Terdiri atas 26 tulang, yaitu : 14 phalanges, 5 os metatarsal dan 7 os tarsi. Os tarsi
terdiri atas os calcaneus,os talus, os navicular,3 os cuneiform, dan os cuboid.
Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 yaitu : 
a. Forefoot (metatarsal dan toes), 
b. Midfoot (cuneiform, navicular, dan cuboid), 
c. Hindfoot  (talus/astragalus, dan calcaneus(os calcis).

Tulang kaki dibentuk dan bersatu untuk membentuk kesatuan longitudinal dan
arcus transversal. Bagian permukaan anterior (superior) kaki disebut dengan dorsum
atau permukaan Dorsal, dan inferior(posterior) aspek dari kaki disebut permukaan
plantar. Karena ketebalan yang beragam pada anatomi kaki, maka harus kita perhatikan
pemberian faktor eksposi untuk dapat menunjukkan densitas keseluruhan bagian tulang
kaki.

B. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan
atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal,
tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur
patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau
penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma
langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma
tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan
yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang. Keadaan ini
paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh
tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu
sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).

C. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi
tiga derajat,yaitu:
1. Derajat I
 Luka kurang dari 1 cm
 kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
 fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
 Kontaminasi ringan.
2. Derajat II
 Leserasi lebih dari 1cm
 Kerusakan jaringan lunak,tidak luas,avulse.
 Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran
bergeser dari posisi normal.
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
1. Bentuk garis patah
 Garis patah melintang
 Garis  patah  obliq
 Garis patah spiral
 Fraktur kompresi
 Fraktur avulasi
2. Jumlah garis patah
 Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
 Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan.
 Fraktur multiple, garis patah lebih dari satu tetapi pada pada tulang yang
berlainan.
3. Bergeser-tidak bergeser
 Fraktur undisplaced, garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser
 Fraktur displaced, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur

D. ETIOLOGI
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan
dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan
atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang
terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak
yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak
di tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur
melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang
tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan
fraktur obliq pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai
terpisah
b. Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang – ulang.
c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.

E. PATOFISIOLOGI
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada tulang
dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas tulang atau
pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang menyebabkan
perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari
fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini memunculkan masalah keperawatan
berupa kerusakan integritas kulit. Perlukaan kulit oleh fragmen tulang dapat
menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada vena dan arteri yang berlangsung dalam
jangka waktu tertentu dan cukup lama dapat menimbulkan penurunan volume darah
serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi
berupa syok hipovolemik jika perdarahan tidak segera dihentikan.
Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas
pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada
area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan seseorang memiliki
keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan gangguan fungsi pada area
deformitas tersebut sehingga muncul masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas
fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri memunculkan masalah keperawatan berupa
nyeri.
Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan
melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme otot.
Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen tulang ke
tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan peningkatan tekanan pembuluh
darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan histamin yang mampu
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga muncul perpindahan cairan
intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial turut
membawa protein plasma. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang
berlangsung dalam beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar
atau interstitial oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau
penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut
mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan
masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan. Masalah gangguan perfusi
jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri. Diskontinuitas
tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang meningkatkan tekanan sistem tulang
yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh melepaskan katekolamin sebagai mekanisme
kompensasi stress.
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri dan terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur yang merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian yang fraktur tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap regid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang dapat diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya terjadi
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Saat tempat fraktur di periksa teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah:
a. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur. Pemeriksaan
penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
c. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
I. PENATALAKSANAAN
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:
a. Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan
selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat
kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa yang
terjadi serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan
keluhan dari klien
b. Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis)
1. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (missal
pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)
2. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace, bidai
dan fiksator eksterna
c. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan.
Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neuromuskuler
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometric dan setting otot
6. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

J. KOMPLIKASI
a. Komplikasi awal:
1. Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema.
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur
2. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom (FES) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
3. Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan.
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom
kompartemen dikenal dengan 5P, yaitu:
 Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling
penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau
memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang
pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
 Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
 Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
 Parestesia (rasa kesemutan)
 Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf
yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom
kompartemen.

4. Infeksi dan tromboemboli : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma
pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
5. Koagulopati intravaskuler diseminata
b. Komplikasi lanjut
1. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
4. Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran
darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia
5. Reaksi terhadap alat fiksasi interna

K. PROSES PENYEMBUHAN TULANG


Penyembuhan fraktur merupakan proses biologis yang sangat luar biasa. Tidak
seperti jaringan lainnya, fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang
reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur merupakan dasar
untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi
segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai sampai terjadi konsolidasi. Selain factor biologis, faktor mekanis yang penting
seperti imobilisasi secara fisik fragmen fraktur sangat penting dalam penyembuhan.:
a. Fase hematoma

Akibat robekan pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli-kanalikuli system


haversi sehingga terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan lunak, yang menimbulkan
suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah
trauma.
b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan andosteal

Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Terbentuk kalus eksterna yang belum mengandung tulang sehingga secara
radiology bersifat radiolusen
c. Fase pembentukan kalus

Terbentuk woven bone atau kalus yang telah mengandung tulang. Fase ini
merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur
d. Fase konsolidasi
Woven bone membentuk kalus primer
e. Fase remodeling

Union telah lengkap dan terbentuk tulang kompak yang berisi system haversi dan
terbentuk rongga sumsum.
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :
a. Usia klien
b. Immobilisasi
c. Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih
lama.
Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.

L. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Anamnesa
 Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
 Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
 Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
 Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas
juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
 Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
 Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
 Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya.
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
 Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
 Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
- Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
- Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
- Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
 Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
- Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
- Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
- Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
- Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
- Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
- Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
- Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
- Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
- Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
- Paru
Inspeksi, pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru; Palpasi, pergerakan sama atau simetris,
fermitus raba sama; Perkusi, suara ketok sonor, tak ada
erdup atau suara tambahan lainnya; Auskultasi, suara nafas
normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
- Jantung
Inspeksi, tidak tampak iktus jantung; Palpasi, nadi
meningkat, iktus tidak teraba; Auskultasi, suara S1 dan S2
tunggal, tak ada mur-mur.
- Abdomen
Inspeksi, bentuk datar, simetris, tidak ada hernia; Palpasi,
tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba;
Perkusi, suara thympani, ada pantulan gelombang cairan;
Auskultasi, peristaltik usus normal  20 kali/menit.
- Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
 Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
 Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
- Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
- Cape au lait spot (birth mark).
- Fistulae.
- Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal).
- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
- Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
 Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit.
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
 Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit
2. Resiko infeksi
3. Nyeri akut
4. Inefektif perfusi jaringan perifer
5. Resiko syok hipovolemik
6. Hambatan mobilitas fisik
7. Ansietas
8. Resiko cidera
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes ¨ Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Eksternal : Wound Healing : primer dan sekunder longgar
- Hipertermia atau ¨ Hindari kerutan pada tempat tidur
hipotermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. ¨ Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Substansi kimia kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan ¨ Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
- Kelembaban kriteria hasil: sekali
- Faktor mekanik ¨ Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan ¨ Monitor kulit akan adanya kemerahan
(misalnya : alat yang (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, ¨ Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
dapat menimbulkan luka, pigmentasi) tertekan
tekanan, restraint) ¨ Tidak ada luka/lesi pada kulit ¨ Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Immobilitas fisik ¨ Perfusi jaringan baik ¨ Monitor status nutrisi pasien
- Radiasi ¨ Menunjukkan pemahaman dalam proses ¨ Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Usia yang ekstrim perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera ¨ Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
- Kelembaban kulit berulang tekanan
- Obat-obatan ¨ Mampu melindungi kulit dan mempertahankan ¨ Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
Internal : kelembaban kulit dan perawatan alami karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Perubahan status ¨ Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
metabolik luka ¨ Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Tonjolan tulang ¨ Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Defisit imunologi ¨ Cegah kontaminasi feses dan urin
- Berhubungan dengan ¨ Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
dengan perkembangan ¨ Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
DO:
- Gangguan pada bagian
tubuh
- Kerusakan lapisa kulit
(dermis)
- Gangguan permukaan
kulit (epidermis)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status ¨ Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control ¨ Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Risk control ¨ Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan keperawatan
peningkatan paparan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… ¨ Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
lingkungan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: ¨ Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
- Malnutrisi ¨ Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi petunjuk umum
- Peningkatan paparan ¨ Menunjukkan kemampuan untuk mencegah ¨ Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
lingkungan patogen timbulnya infeksi kandung kencing
- Imonusupresi ¨ Jumlah leukosit dalam batas normal ¨ Tingkatkan intake nutrisi
- Tidak adekuat pertahanan ¨ Menunjukkan perilaku hidup sehat ¨ Berikan terapi antibiotik:.................................
sekunder (penurunan Hb, ¨ Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam ¨ Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Leukopenia, penekanan batas normal ¨ Pertahankan teknik isolasi k/p
respon inflamasi) ¨ Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
- Penyakit kronik kemerahan, panas, drainase
- Imunosupresi ¨ Monitor adanya luka
- Malnutrisi ¨ Dorong masukan cairan
- Pertahan primer tidak ¨ Dorong istirahat
adekuat (kerusakan kulit, ¨ Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
trauma jaringan, ¨ Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
gangguan peristaltik) jam
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
- Gangguan metabolisme  Mobility Level ¨ Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
sel  Self care : ADLs respon pasien saat latihan
- Keterlembatan  Transfer performance ¨ Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
perkembangan ambulasi sesuai dengan kebutuhan
- Pengobatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan ¨ Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
- Kurang support selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan dan cegah terhadap cedera
lingkungan kriteria hasil: ¨ Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
- Keterbatasan ketahan ¨ Klien meningkat dalam aktivitas fisik teknik ambulasi
kardiovaskuler ¨ Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas ¨ Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Kehilangan integritas ¨ Memverbalisasikan perasaan dalam ¨ Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
struktur tulang meningkatkan kekuatan dan kemampuan mandiri sesuai kemampuan
- Terapi pembatasan gerak berpindah ¨ Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
- Kurang pengetahuan ¨ Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk penuhi kebutuhan ADLs ps.
tentang kegunaan mobilisasi (walker) ¨ Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
pergerakan fisik ¨ Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
- Indeks massa tubuh bantuan jika diperlukan
diatas 75 tahun percentil
sesuai dengan usia
- Kerusakan persepsi
sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan
muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau
cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk
memulai gerak
- Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum

DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis - Koping ¨ Gunakan pendekatan yang menenangkan
situasional, Stress, ¨ Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
perubahan status Setelah dilakukan asuhan selama ……………klien ¨ Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
kesehatan, ancaman kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: selama prosedur
kematian, perubahan ¨ Klien mampu mengidentifikasi dan ¨ Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
konsep diri, kurang mengungkapkan gejala cemas mengurangi takut
pengetahuan dan ¨ Mengidentifikasi, mengungkapkan dan ¨ Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
hospitalisasi menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas prognosis
¨ Vital sign dalam batas normal ¨ Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
DO/DS: ¨ Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan ¨ Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Insomnia tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya relaksasi
- Kontak mata kurang kecemasan ¨ Dengarkan dengan penuh perhatian
- Kurang istirahat ¨ Identifikasi tingkat kecemasan
- Berfokus pada diri sendiri ¨ Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Iritabilitas kecemasan
- Takut ¨ Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Nyeri perut ketakutan, persepsi
- Penurunan TD dan ¨ Kelola pemberian obat anti cemas:........
denyut nadi
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko trauma NOC : NIC :
 Knowledge : Personal Safety Environmental Management safety
Faktor-faktor risiko  Safety Behavior : Fall Prevention ¨ Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Internal:  Safety Behavior : Fall occurance ¨ Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
Kelemahan, penglihatan  Safety Behavior : Physical Injury kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat
menurun, penurunan  Tissue Integrity: Skin and Mucous Membran penyakit terdahulu pasien
sensasi taktil, penurunan ¨ Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
koordinasi otot, tangan- Setelah dilakukan tindakan keperawatan memindahkan perabotan)
mata, kurangnya edukasi selama….klien tidak mengalami trauma dengan ¨ Memasang side rail tempat tidur
keamanan, kriteria hasil: ¨ Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
keterbelakangan mental ¨ pasien terbebas dari trauma fisik ¨ Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
Eksternal: ¨ Membatasi pengunjung
Lingkungan ¨ Memberikan penerangan yang cukup
¨ Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
¨ Mengontrol lingkungan dari kebisingan
¨ Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
¨ Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. 2002.

Doengus E. Marilynn, Mary Frances, Moorhouse, Alice, C. Geislet. Rencana Asuhan


Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. 1999.

Donna D. Ignatavicius, Marylin V.B. Medical Surgical Nursing: A Nursing Process


Approach. Pensylvania: WB. Saunders Company. 1991.

Lynda Juall Carpenito. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 1997.

Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi. Edisi 4. Jakarta: EGC. 1995.

Anda mungkin juga menyukai