Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Penyusun :

dr. Shintia Malinda

Dokter Pendamping :

dr. Yuliati

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB BATANG

JAWA TENGAH

2020

1
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Shintia Malinda
Nama Wahana : RSUD Batang
Topik : Ketuban Pecah Dini
Tanggal Kasus :
Nama Pasien : Ny. SA No.RM : 4334xx
Nama Pendamping :
Tanggal Presentasi :
dr. Yuliati
Tempat Presentasi : RSUD Batang
Obyektif Presentasi
√Keilmuan Ketrampilan Penyegaran √Tinjauan Pustaka
√Diagnostik √Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja √Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Seorang wanita G1P0A0 usia 24 tahun
Tujuan : Diagnosis, Manajemen
Bahasan √ Tinjauan Pustaka Riset √Kasus Audit
Cara Pembahasan Diskusi √Presentasi & Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama : Ny. SA No. Reg 4334xx
Nama Klinik : Bangsal Lily

BAB 1
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Ny. SA

2
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Ds. Pandansari , kecamatan Warungasem
No. CM : 4334xx
Tanggal Masuk : 22 Juli 2020 (pk. 20.15)

A. Anamnesis
o Keluhan Utama : Keluar cairan dari jalan lahir
o Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita hamil 37-38 minggu datang melalui IGD
RSUD Batang tanggal 22/07/2020 pk 20.15 WIB diantar
bidan dari Puskesmas Warungasem. Pasien datang dengan
keluhan keluar cairan dari jalan lahir yang dirasakan rembes
sejak 18 jam yang lalu sekitar pukul 02.30. Cairan yang
keluar berwarna jernih, tidak berbau dan tidak disertai dengan
keluarnya darah. Keluhan juga disertai perut terasa kenceng-
kenceng sejak pukul 12.00 yang masih terasa jarang. Saat di
puskesmas, pasien mengatakan tidak ada pembukaan sampai
sore hari hingga kurang lebih 13 jam. Keluhan nyeri pada
pinggang disangkal, BAK menjadi sedikit juga disangkal.
Keluhan tekanan darah tinggi selama kehamilan tidak ada,
nyeri ulu hati ataupun pandangan kabur tidak ada. BAB tidak
ada keluhan.
Pasien sudah melakukan ANC sebanyak 10 x sejak usia usia
kehamilan 11 minggu sebanyak 9 kali di bidan dan 1x di
dokter spesialis kandungan pada usia kehamilan 32 minggu.

3
Pasien mengatakan bahwa kehamilan ini merupakan
kehamilan pertama. Kehamilan ini merupakan hasil dari
pernikahan pertama yang telah berlangsung selama 2 tahun
dan merupakan kehamilan yang diinginkan.
o Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
o Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
o Riwayat ANC :
Pasien ANC sebanyak 10 x sejak usia usia kehamilan 11 minggu
sebanyak 9 kali di bidan puskesmas dan 1x di dokter spesialis
kandungan pada usia kehamilan 32 minggu
o Riwayat Menstruasi :
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 5 hari
Banyaknya : normal (3 kali ganti pembalut/
hari)
Sifat darah : normal
Dismenorhae : tidak ada
o Riwayat Kehamilan Sekarang :

4
Usia ibu hamil : 24 tahun
HPHT : 01-11-2020
Taksiran Persalinan : 08-08-2020
Usia Kehamilan : 37-38 minggu
Perdarahan Pervaginam : tidak ada
Keputihan : tidak ada
Mual dan Muntah : tidak ada
Masalah atau kelainan pada kehamilan sekarang : Keluar cairan dari
jalan lahir
Pemakaian obat-obatan dan jamu : tidak ada
o Riwayat Pernikahan :
Status pernikahan : menikah
Pernikahan ke :1
Usia suami menikah : 29 tahun
Usia istri saat menikah : 22 tahun
Lama pernikahan : 2 tahun

o Riwayat Obstetrik :
G1P0A0
1. 2020, kehamilan sekarang
o Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi :
Merokok disangkal, konsumsi alkohol disangkal, konsumsi
NAPZA disangkal.
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga , biaya kehidupan
sehari – hari ditanggung oleh suami pasien. Biaya pengobatan
menggunakan BPJS Kelas III
Kesan ekonomi : menengah kebawah

5
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4 V5 M
1. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90x/ menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5 oC
2. Status Generalis
a. Pemeriksaan Kepala
 Bentuk kepala : mesocephal (+)
 Mata : Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik
(-/-)
 Telinga : discharge (-/-), deformitas (-), massa
( /-)
 Hidung : discharge (-/-), deformitas (-)
 Mulut : Mukosa mulut basah
b. Pemeriksaan Leher
Pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat
c. Pemeriksaan Thorax
Jantung
 Inspeksi :
Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi :
Ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS, lebar satu
spatium intercosa
 Perkusi :

6
Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V 1 jari lateral linea
midclavicularis
Sinistra
 Auskultasi :
Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
 Inspeksi :
Hemithorak dextra = sinistra
pergerakan tertinggal (-)
 Palpasi :
Pergerakan kanan = kiri
vocal fremitus superior kanan = kiri
vocal fremitus lobus inferior kanan = kiri
 Perkusi :
Kanan : Sonor, batas absolut paru hepar SIC V linea midclavicularis
dextra
Kiri : Sonor, mulai redup pada batas paru jantung dan lobus inferior
pulmo dextra dan sinistra , batas paru lambung SIC VI linea axillaris
anterior sinistra
 Auskultasi :
Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

d. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Cembung Gravida , Striae gravidarum
(+) , linea nigra (+) ,bekas operasi (-)

7
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani , pekak alih (-) , pekak sisi (-)
 Palpasi : Supel (+) , nyeri tekan suprapubik (-),
hepar dan lien tidak teraba
e. Ekstremitas : Akral hangat , CRT < 2detik
Akral Dingin Akral Edema

- - - -
- - - -

Status Obstetrikus
a. Mammae
Papila menonjol : +/+
Areola hiperpigmentasi : +/+
Abses : -/-
Nyeri tekan : -/-
b. Abdomen :
Bentuk : cembung gravidarum,
Striae gravidaurm :+
Linea nigra :+
TFU : 33 cm
TBJ : 3410 gr
DJJ 1 : 140x/menit
Leopold I : bokong
Leopold II : punggung kiri
Leopold III : kepala
Leopold IV : konvergen
c. Genitalia

8
V/v : Portio tebal , lunak , lendir darah (-)
Pembukaan : 2cm
Presentasi fetus : kepala , Hodge 1

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


CBC
Leukosit 11.24 103/ul 4.00 – 10.50
Eritrosit 4.21 106/ul 4.0 – 5.3
Hemoglobin 12.5 g/dl 11.9 – 15.5
Hematokrit 37 % 35.0 – 45.0
MCV 87.8 fL 85 – 95
MCH 29.7 pg 27.0 – 33.0
MCHC 33.8 g/dl 33.2 – 35.3
Trombosit 287 103/ul 150 – 450
RDW-SD 44 fL 37 – 54
RDW-CV 13.6 % 11 – 16
Golongan Darah B
Resus Positif
Waktu Perdarahan 2’30’’ Menit 1 – 6 menit
Waktu Pembekuan 3’30’’ Menit 2 – 6 menit
AntiHbs negatif negatif
HbsAg negatif negatif

Pemeriksaan CTG

9
D. Diagnosis

10
G1P0A0 UK 37-38 minggu, Janin tunggal hidup, Hamil intrauterine, Kala 1
fase laten + KPD
E. Penatalaksaan
 Umum :
Rawat Inap
 Khusus :
- Infus RL 20 tpm
- Injeksi Cefazoline 1 gr
- Drip Oxytocyn 5 IU dalam 500cc RL12 tpm menetap
F. Prognosis
Prognosis Ibu : dubia ad bonam
Prognosis Janin : dubia ad bonam

LAPORAN PERSALINAN
23 Juli 2020
Pukul. 12.45 WIB
VT : Pembukaan lengkap dan dipimpin mengedan

Pukul. 13.15 WIB


Lahir neonatus hidup, laki-laki, BB 3700gr, PB 50 cm, Apgar Score 8/9//10.

Pukul. 13.20 WIB


Lahir lengkap plasenta secara spontan. Terdapat laserasi perineum grade 2.
Luka episiotomy dijahit dengan catgut cromic 2.0 . Perdarahan aktif (-).
Keadaan umum ibu post partum baik.

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
secara spontan pada saat sebelum menunjukkan tanda-tanda persalinan/ inpartu .
(keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan
nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan
pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada
multigravida. Ketuban pecah dini yang terjadi pada atau setelah usia gestasi 37
minggu disebut Ketuban Pecah Dini aterm atau aterm Prelabor rupture of membrane
(PROM), sedangkan pecahnya selaput ketuban pada usia gestasi sebelum 37 minggu
disebut Ketuban Pecah Dini preterm atau preterm Prelabor rupture of membran

12
(PPROM). Ketuban Pecah Dini periviable atau Periviable Prelabor Rupture of
Membranes adalah pecahnya selaput ketuban saat usia gestasi 14 minggu – 24
minggu.1,2,3

2.2 INSIDENSI
Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan
PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan
7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1983.
Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan melakukan
penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya.2,4
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal. KPD Preterm dikaitkan dengan 30-40%
kelahiran prematur dan diidentifikasi penyebab utama kelahiran premature, dan
terjadi pada sekitar 150.000 kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Sekitar 1/3
dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang
berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan
mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9%
bayi mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul,
infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum
terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di
Amerika Serikat.2,5
Di Indonesia angka komplikasi kehamilan menurun dari 89% menjadi 81%.
Diantara wanita yang mengalami komplikasi kehamilan, 5 % mengalami perdarahan
berlebihan, masing-masing 3 % mengalami muntah terus menerus dan bengkak kaki,
tangan, wajah atau sakit kepala yang disertai kejang, serta masing-masing 2 %
mengalami mulas sebelum usia kehamilan 9 bulan dan kejadian ketuban pecah dini.6

2.3 ETIOLOGI

13
Penyebab PROM tanpa tanda-tanda infeksi atau perdarahan lebih sering tidak
diketahui, dan dapat dipertimbangkan sebagai kejadian fisiologis dan bukan
patologis. Penyebab lain ketuban pecah dini merupakan suatu hal yang kompleks dan
multifactorial, dapat dipengaruhi oleh infeksi choriodecidual, degradasi kolagen,
penipisan membran jaringan kolagen, defek membrane, overdistensi uterus, dan
apoptosis sel amnion.7
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana
sebagaian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion
sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan prostaglandin.
Infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan
enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi. Peningkatan degradasi kolagen
terutama dipengaruhi oleh Matriks Metalloproteinases (MMP), dimana aktivfitas ini
akan dihambat oleh jaringan inhibitor jaringan yang spesifik. Sebagian besar
kehamilan, integritas dari selaput membran ketuban tetap tidak berubah, hal ini
mungkin sebagian besar disebabkan oleh karena adanya keseimbangan dari aktivitas
Matriks Metaloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of Matrik Metalloproteinase
(TIMP). Pada saat kehamilan akan mendekati persalinan, keseimbangan antara
Matrik Metalloproteinase (MMP) dengan Tissue Inhibitor of Matrik

14
Metalloproteinase (TIMP) akan bergeser kearah degradasi proteolitik dari matrik
ekstraseluler selaput membran ketuban. Pecahnya selaput membran ketuban juga
dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara Matriks Metaloproteinase (MMP)
dan Tissue Inhibitor of Matrik Metalloproteinase (TIMP), yang menyebabkan
degradasi matriks ekstraseluler selaput membran ketuban.2,5
Beberapa penyebab yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di
dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Selain infeksi lokal, infeksi sistemik yang berasal dari penyakit
periodontal, pneumonia, sepsis, prankreatitis, pielonefritis, dan infeksi traktus
genitalis juga dapat menyebabkan terjadinya pecahnya selaput ketuban. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi. Infeksi bakteri juga
merangsang produksi prostaglandin, dimana dapat meningkatkan resiko pecahnya
selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari selaput ketuban
membran ketuban. Lebih lanjut, respon imun tubuh terhadap infeksi bakteri akan
meningkatkan produksi sitokin yang akan meningkatkan produksi dari prostaglandin.
Rangsangan terhadap sitokin juga berhubungan dengan induksi dari siklooksigenase
II, yaitu suatu enzim yang akan merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Di
mana sitokin ini juga akan meningkatkan kadar MMP dimana akan mengakibatkan
degradasi kolagen yang akan dapat mengakibatkan pecahnya selaput membran
ketuban.1,2
2. Defisiensi vitamin C

15
Vitamin C merupakan kofaktor dari pembentukan kolagen. Jika seseorang
didapatkan defisiensi vitamin C, maka struktur kolagen yang terbentuk tidak akan
sempurna, sehingga molekul akan lemah dan mudah hancur. Vitamin C sendiri
memegang peranan dalam pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Kurangnya asupan vitamin C selama kehamilan merupakan salah satu faktor resiko
untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan
kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam
darah ibu.2,5
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa
dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72
% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm. Distensi uterus yang
berlebihan karena adanya Polyhidramnion atau kehamilan kembar juga menjadi salah
satu faktor pecahnya selaput membran ketuban karena adanya peregangan mekanik.
Peregangan mekanik ini akan menyebabkan peningkatan dari COX 2 dan produksi
dari prostaglandin. Distensi uterus yang berlebihan juga mengakibatkan
meningkatnya tekanan intrauterine yang dapat mengakibatkan semakin melemahnya
selaput membran ketuban.2,5
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya serta jarak kelahiran
yang terlampau dekat.1,8
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi

16
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.1
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak
dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli,
koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis,
serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Serviks inkompeten.
 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.8

2.4 FAKTOR RISIKO


Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh beberapa faktor meliputi:
a. Usia

17
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan
ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan. Usia untuk reproduksi optimal
bagi seorang ibu adalah antara umur 20 - 35 tahun. Di bawah atau di atas usia
tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Usia seseorang
sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ
reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan keelastisannya dalam
menerima kehamilan.2,5
b. Paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada
kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih
beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya, dan yang pernah
mengalami persalinan permatur sebelumnya.5
c. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi
dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung lebih dari 2.500 zat
kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida
hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan
gangguangangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir
mati yang lebih tinggi.3,5
d. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian KPD
dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD
sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis
terjadinya KPD secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm.
Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan
maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak

18
pernah mengalami KPD sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh
dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.2,3,5
e. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan
anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput
janin serta keluarnya hasil konsepsi.
f. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
1) Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2) Gemelli; Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan
adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya
berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relatif kecil
sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah.3

2.5 DIAGNOSIS
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm
meliputi:
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik

19
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu
dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat
KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan yang digunakan
sebaiknya menggunakan spekulum yang dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan
yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh serviks.
Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali
pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala); menilai
dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm
secara visual. Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan
lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion
biasanya 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina 3,8 – 4,5). Hasil false-positive dapat terjadi
bila dalam pemeriksaan terdapat darah, cairan lubrikasi, antiseptic alkalin, semen,
trichomonas, atau vaginosis bakteri. False-negative dapat terjadi pada prolonged
membrane rupture dan cairan residual yang sedikit. Jika tidak terlihat adanya aliran
cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika
terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Pemeriksaan vaginal toucher
sebaiknya dihindari pada kasus KPD karena dapat meningkatkan resiko infeksi.7

• Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan
amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah
besar, walaupun bila dijumpai terdapat oligohidramnion bukan merupakan
penegakkan diagnosis PROM, karena oligohidramnion dapat berhubungan dengan
penyebab lain seperti insufisiensi plasenta.7
• Pemeriksaan laboratorium

20
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis KPD
aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern,
dapat dipertimbangkan. Diagnostik metode menggunakan kertas Nitrazine memiliki
sensitivitas 90,2% (81,3% - 100%) dan spesifitas 79,3% . sedangkan tes Ferning
memiliki sensitivitas 90,8% (62% - 98,5) dan spesifitas 95,3% . Kombinasi
pemeriksaan rembesan cairan vagina dengan speculum, kertas nitrazine dan tes
Ferning memiliki sensitifitas 90,8% dan spesifitas 95,6%. Kertas Nitrazine akan
berwarna biru saat pH di atas 6,0, akan tetapi darah, air mani, antiseptik basa juga
dapat menyebabkan kertas nitrazine berubah menjadi biru, memberikan hasil yang
positif palsu. Pemeriksaan swab vagina yang terpisah harus digunakan untuk
mendapatkan cairan dari fornix posterior vagina atau dinding samping vagina.
Setelah cairan telah kering pada objek glass, dokter dapat memeriksa tes ferning
(Arborization) di bawah mikroskop. Adanya ferning pada objek glass menunjukkan
adanya pecah selaput membran ketuban.7,8

Gambar 2.1 Gambaran Ferning Test pada objek glass

21
Gambar 2.2 Gambaran Ferning Test pada objek glass

Pemeriksaan Placental alpha macroglobulin-1


Pemeriksaan Placental alpha macroglobulin-1 (PAMG-1) adalah pemeriksaan
glycoprotein dari cairan amnion (2000 – 25000 ng/mL) , yang dapat dideteksi pada
konsentrasi yang rendah di darah ibu (5 - 25ng /mL) dan cairan vagina (0,05 – 0,2
ng /mL) , jika selaput membran intak. (PAMG-1) adalah marker yang baik untuk
diagnosis PROM karena terdapat perbedaan konsentrasi antara cairan amnion dan
cairan vagina. PAMG-1 merupakan test imunokromatografi yang dapat mendeteksi
konsentrasi glycoprotein di cairan vagina. Pemeriksaan ini mudah dan langsung
hanya 5-10 menit dan pemeriksaan spekulum tidak dibutuhkan lagi. Pemeriksaan ini
dapat digunakan mulai dari usia gestasi 11-42 minggu . Hasil pemeriksaan tidak
dipengaruhi oleh adanya cairan semen, urin, darah atau infeksi vagina. Pemeriksaan
ini memiliki sensitivitas 98,7% dan spesifitas 87,5% - 100%.7
 Pemeriksaan Insulin-like growth factor binding protein (IGFBP)-1
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan imunokromatografi yang mendeteksi
cairan amnion di sekresi vagina. Antibodi monoclonal mengidentifikasi IGFBP-1,
yang konsentrasinya meningkat jika terdapat cairan amnion (IGFBP-1 ≥ 10µg/L :

22
hasil positif) . Pemeriksaan ini ini mudah dan cepat, serta hasilnya tidak dipengaruhi
urin, cairan semen atau darah. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 95% - 100% dan
spesifitas 93 – 98%.
Pemeriksaan Placental alpha macroglobulin-1 dan Insulin-like growth factor binding
protein (IGFBP)-1 memiliki akurasi yang tinggi lebih dari pemeriksaan pooling ,
ferning, dan nitrazine namun pemeriksaan ini terbatas dalam pengalipkasiannya.
Pemeriksaan Placental alpha macroglobulin-1 dan Insulin-like growth factor binding
protein (IGFBP)-1 dapat membantu dalam kasus kecurigaan pecahnya ketuban
namun tidak dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan poolinh, ferning dan nitrazine.7

2.6 PATOFISIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah
jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.1,7
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat

23
mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar
MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua
enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban.
Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban
pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat
terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.1
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain
yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.1

Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga

24
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu
dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.1

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada
jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1
dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi
produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur
pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta.
Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.1

Kematian Sel Terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian

25
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.1

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban.2,4
Pecahnya selaput membran janin adalah bagian penting dari proses persalinan dan
biasanya diikuti oleh onset dari kontraksinya uterus. Pecahnya selaput membran janin
akan mengakibatkan inisiasi kontraksi uterus di setidaknya 10% pada persalinan
aterm dan hampir 30% pada persalinan prematur. Selaput membran ketuban yang
melemah selama kehamilan sebagai hasil dari kombinasi dua proses: sebuah proses
biokimia yang menyebabkan remodeling dan apoptosis dari kolagen, dan peregangan
dari selaput membran ketuban yang mengarah langsung ke kerusakan jaringan. Akan
tetapi mediator fisiologis yang akan mengakibatkan proses yang akan menyebabkan
melemahnya dan pecahnya selaput membran ketuban masih belum diketahui.2,4,5
Perubahan Kolagen dari Selaput Membran Ketuban merupakan penyebab dari
pecahnya membran selaput ketuban. Kemampuan kekuatan regangan dari selaput
membrane ketuban diduga akibat adanya keseimbangan antara sintesis dan degradasi
dari komponenkomponen matriks ekstraseluler. Dikatakan bahwa adanya perubahan
pada selaput membrane ketuban disebabkan oleh karena adanya perubahan struktur
dari kolagen selaput membrane ketuban dan peningkatan aktivitas kolagenase yang
berhubungan dengan terjadinya pecahnya selaput membran ketuban.2,4

26
Perubahan struktur dan degradasi kolagen dari selaput membran ketuban
merupakan penyebab dari pecahnya selaput membran ketuban. Di mana degradasi
kolagen ini di mediasi oleh Matrik Metalloproteinase (MMP). Pecah ketuban pada
saat persalinan disebabkan oleh karena semakin melemahnya selaput membran
ketuban oleh karena adanya kontraksi uterus yang semakin kuat dan peregangan yang
berulang dari selaput membran ketuban.5,6
Mendekati waktu aterm, keseimbangan antara MMP dan TIMP – 1 mengarah
pada degradasi proteolitik dari matrik ekstraseluler dari selaput membran janin,
sehingga degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan yang dapat
mengakibatkan pecahnya dari selaput membran ketuban. Semakin besarnya umur
kehamilan, maka kekuatan selaput membran ketuban akan berkurang hal ini
disebabkan oleh karena semakin membesarnya uterus, kontraksi rahim dan gerakan
janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm adalah fisiologis.9,10

2.7 EFEK PADA IBU DAN JANIN


A. Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin. Infeksi
tersebut dapat berupa endomyometritis, korioamnionitis yang berujung pada sepsis,
dan perdarahan post partum. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil
dengan KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun
tidak ada yang meninggal dunia. Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada
penelitian ini mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa
sekuele.3 Komplikasi pada ibu hamil ini memiliki hubungan yang signifikan terhadap
peningkatan interval waktu dari pecahnya ketuban. Waktu 12 jam dari pecahnya
ketuban meningkatkan terjadinya chorioamnionitis, sedangkan waktu 8 jam dari
ketuban pecah meningkatkan resiko endometritis, dan waktu 8 jam untuk terjadinya
perdarahan post partum. Insidensi cesarean section tidak dipengaruhi oleh

27
manajemen ekspektan atau induksi , namun bergantung pada faktor risiko nya seperti
nullipara.3,5

B. Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih awal.
Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai persalinan
secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD
terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan
bahwa 95% pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian.
Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1
minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4 minggu. Lamanya
periode laten dari kejadian pecahnya ketuban menuju waktu persalinan, semakin
meningkatkan resiko kejadian infeksi neonatal . Bila KPD terjadi sangat cepat,
neonatus yang lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi
tali pusat, oligohidramnion, gangguan neurologi, dan sindrom distress pernapasan.5

2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya
infeksi,
komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. Terdapat dua
manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan ekspektatif.
Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi,
sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi
persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada KPD berdasarkan
masing-masing kelompok usia kehamilan.
Pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu atau PROM dilakukan manajemen
aktif dengan induksi dan dapat diberikan antibiotik profilaksis terhadap bakteri
Group B Streptococcus. Hasil penelitian mengatakan dilakukannya induksi persalinan
dapat menurunkan angka kejadian chorioamnionitis atau endometritis atau keduanya.

28
Induksi dengan menggunakan prostaglandin pervaginam sama efektifnya dengan
induksi yang menggunakan oksitosin, namun dapat meningkatkan resiko terjadinya
chorioamnionitis. Selama induksi persalinan dengan oksitosin, harus dievaluasi
kontraksi dan kemajuan persalinan selama 12-18 jam sebelum diagnosis gagal
induksi ditegakkan dan maju ke persalinan sesar.3
Manajemen aktif direkomendasikan untuk usia kehamilan 34 minggu - 37
minggu (PPROM) bila terdapat indikasi berupa pemeriksaan yang abnormal pada
fetus, infeksi intraamnion dan abruptio plasenta . Hasil penelitian meta-analysis pada
ibu hamil dengan PPROM yang mendapatkan manajemen ekpektatif dibandingkan
dengan yang mendapatkan manajemen aktif, tidak ada perbedaan pada kejadian
sepsis neonatal pada ibu hamil yang mendapatkan manajemen aktif dibandingkan
dengan yang mendapatkan manajemen ekpektatif, karena persalinan segera memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk neonatus seperti gangguan pernapasan sehingga
memerlukan ventilator yang menyebabkan semakin lamanya neonatus dirawat di
NICU . Pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi, sebaiknya dilakukan
manajemen ekspektatif untuk memperpanjang usia kehamilan karena lebih
menguntungkan bagi ibu dan bayi.3
Pada usia kehamilan 34 minggu - 37 minggu, persalinan direkomendasikan pada
ibu hamil dengan ketuban pecah dini, namun penelitian terbaru secara acak
mengevaluasi terminasi kehamilan pada ibu hamil dengan ketuban pecah dini
sebelum 24 jam dibandingkan dengan ibu hamil yang mendapatkan manajemen
ekspektatif diantara usia kehamilan 34 minggu - 37 minggu lebih mendapatkan
manfaat pada ibu dengan manajemen ekspektatif. Neonatus yang mendapatkan
terminasi segera, lebih memiliki kejadian respiratory distress yang lebih tinggi,
memerlukan ventilasi mekanik, dan memerlukan perawatan yang lebih lama di
Neonatal Intensive Unit (NICU) . Namun, hasil yang merugikan pada ibu seperti
perdarahan dan infeksi meningkat dua kali lebih tinggi pada ibu hamil yang
mendapatkan manajemen ekspektatif, meskipun tingkat kelahiran sesar lebih rendah .

29
Pengawasan ketat dibutuhkan jika manajemen ekspektatif dipilih, termasuk
memonitoring tanda dan gejala infeksi maternal, chorioamnionitis, dan perdarahan
antepartum. Monitoring tersebut sebaiknya dilakukan di rumah sakit. Monitoring
yang dilakukan termasuk pemeriksaan usg secara berkala untuk melihat
perkembangan fetus dan denyut jantungnya. Pemberian tokolitik tidak
direkomendasikan pada PPROM diantara usia kehamilan 34 minggu – 37 minggu ,
karena akan meningkatkan risiko terjadinya chorioamnionitis. Pemberian
kortikosteroid tunggal juga dapat diberikan pada usia kehamilan 34 minggu – 37
minggu dengan risiko kelahiran prematur dalam 7 hari. Manajemen ekspektatif
sebaiknya tidak diperpanjang diatas usia kehamilan 37 minggu.
Pada usia kehamilan 24 minggu – 34 minggu, penelitian menunjukkan bahwa
mempertahankan kehamilan adalah pilihan yang lebih baik . Pemberian antibiotika
direkomendasikan selama 7 hari untuk manajemen ekspektatif dengan kombinasi
Ampisilin 2 gram/6 jam intravena dan eritromisin 250mg/6 jam intravena selama 48
jam diikuti dengan amoxicillin oral 250mg/8 jam dan eritromisin 333mg/8 jam,
apabila eritromisin tidak tersedia atau pasien intoleran dapat digantikan dengan
Azitromisin 1 gram pemberian dosis tunggal. Selain antibiotika juga dapat diberikan
kortikosteroid untuk menurunkan angka kematian neonatus , respiratory distress
syndrome , perdarahan intraventricular, dan necrotizing enterocolitis . Pemberian
kortikosteroid (betametason 12mg 2x24 jam secara intramuscular ) dianjurkan untuk
usia kehamilan 24 – 34 minggu dan dapat dipertimbangkan untuk ibu hamil yang
beresiko melahirkan prematur dalam waktu 7 hari, termasuk bagi ibu hamil yang
pecah selaput ketuban sejak usia kehamilan 23 0/7 minggu. Kotrikosteroid tersebut
efektif dalam mencegah sindrom distres pernapasan, perdarahan intraventrikel,
enterokolitis nekrotikans dan mortalitas neonatal.3
Satu tahap kortikosteroid ekstra sebaiknya dipertimbangkan jika beberapa
minggu telah berlalu sejak pemberian awal kortikosteroid dan adanya episode baru
dari KPD preterm atau ancaman persalinan prematur pada usia gestasi awal. Satu

30
tahapan tambahan betametason terdiri dari 2x12 mg selang 24 jam, diterima pada usia
gestasi <33 minggu, minimal 14 hari setelah terapi pertama, saat 30 minggu,
berhubungan dengan penurunan sindrom distress pernapasan, bantuan ventilasi,
penggunaan surfaktan , dan morbiditas neonatal. Namun, pemberian kortikosteroid
lebih dari dua tahap harus dihindari. Pemberian magnesium sulfat dapat digunakan 24
jam sebelum persalinan untuk neuroprotektor bagi fetus pada usia 24 – 34 minggu
untuk menurunkan angka kejadian cerebral palsy dengan dosis MgSO4 IV secara
bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan infus 2 gram/jam untuk dosis pemeliharaan
segera dalam 12 jam sebelum persalinan.3,5

31
Tabel 2.1 Medikamentosa yang digunakan untuk KPD.5

Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm didapatkan
bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien
lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding pada kelompok usia

32
lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan
perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda.3

Tabel 2.2 Manajemen Ketuban Pecah Dini.3

33
Tabel 2.3 Algoritma Ketuban Pecah Dini.5

34
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien Ny. SA usia 24 tahun datang ke IGD RSUD Batang diantar bidan
Puskesmas Warungasem pada tanggal 22 Juli 2020 pukul 20.15 WIB dengan keluhan
utama keluar cairan dari jalan lahir sejak 18 jam yang lalu. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis
G1P0A0 UK 37-38 minggu, Janin tunggal hidup, Hamil intrauterine, Kala 1 fase
laten + KPD .
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan HPHT 1
November 2019 dengan taksiran persalinan 8 Agustus 2020, datang dengan keluhan
keluar cairan dari jalan lahir sejak ± 18 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelum ke
rumah sakit pasien mengunjungi Puskesmas Warungasem, cairan yang keluar rembes
berwarna putih bening dan tidak berbau. Saat di Puskesmas , bidan mengatakan
bahwa cairan yang keluar tidak disertai dengan adanya pembukaan pada jalan lahir.
Keluhan ini tidak disertai dengan keluar lendir darah. Berdasarkan teori, usia
kandungan pasien sudah cukup bulan (aterm) yaitu 37- 38 minggu dan keluhan yang
dirasakan oleh pasien mengarah kepada diagnosis ketuban pecah dini dan
menyatakan belum ada tanda-tanda inpartu.
Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien belum
didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,5 o C. Denyut
nadi juga dalam batas normal, yaitu 90 kali per menit. Tekanan darah pasien juga
dalam batas normal yaitu 110/70mmHg. Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada
kasus KPD ini penting untuk menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana resiko infeksi ibu
dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum

35
janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan adanya nadi yang cepat. Tetapi pada kasus
ini tidak didapatkan sehingga belum ada tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak
cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau
dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo.
Pada kasus, dilakukan pemeriksaan dalam 1x untuk menentukan ada tidaknya
pembukaan. Pada saat di lakukan pemeriksaan dalam pada pasien ini didapatkan
pembukaan 2 cm dan ketuban (-). Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal
mungkin untuk mencegah infeksi.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa leukosit pasien
sedikit meningkat yaitu 11.24/mm3. Hal ini menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 18 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada
tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam di Puskesmas sehingga pasien dirujuk
ke RSUD batang.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil tindakan terhadap
pasien KPD, yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Waktu
pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan.
Pada kasus ini pasien segera diberikan antibiotik cefazoline 1gr dan dilakukan
pemeriksaan CTG lalu diinduksi dengan oxytocin 5IU dalam Ringer Laktat sebanyak
12 tpm menetap secara drip.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang

36
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini
pada umumnya tepat.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
2. Cunningham, Gary F. Williams Obstetry. Edisi 23 Volume 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2014
3. ACOG Practice bulletin. Prelabour Rupture of Membrane, Number 217,
Maret 2020.
4. Prawirohardjo S. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2013, Hal 677-82.
5. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Ketuban Pecah Dini. Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal.
2016.
6. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional. Badan Pusat Statistik. September 2018.
7. Bergehella V. Prevention of preterm birth. In: Berghella V. Obstetric evidence
based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa heathcare.
Informa UK Ltd, 2017.
8. Duff Patrick. Management of Premature Rupture of the Membranes in Term
Patients. The Global Library of Women’s Medicine. October 2016.
9. Kusuma Jaya, Matrix Metalloproteinase (MMP) dan Ketuban Pecah Dini.
Bagian Ilmu Kebidanan Fakultas Kedokteran Udayana. RSUP Denpasar.
2013.
10. Sabarudin U, Mose J. Polimorfisme Gen MMP-9, Ekspresi MMP-9. MKB.
2012.Hal 199-206.

38
FOLLOW UP

Tanggal S O P
23-7-20 Kenceng- Kes : Compos Mentis Terapi Lanjut
07.00 kenceng TD : 118/83 -Drip oksitosin 5IU dalam
(Di Wiku) dirasakan Nadi : 88x/m RL 500cc 12 tpm menetap
masih jarang, RR : 20x/m -Evaluasi kemajuan
demam (-), Suhu : 36,2 oC persalinan 4 jam
keluar Mata : ca -/-, si -/-
perdarahan dari Leher : dbn
jalan lahir (-) Thorax : dbn
Abd : soepel, NT (-),
Eks : akral hangat, CRT
<2detik
VT : 2cm, portio tebal
lunak
DJJ : 134x/m
23-7-20 Kenceng- Kes : Compos Mentis Terapi Lanjut
11.20 kenceng Pem.obstetrikus :
(Di Wiku) dirasakan VT : 3-4cm, portio tebal
semakin sering, lunak
demam (-), Penurunan kepala : H1
keluar PPV: bloodsylm
perdarahan dari DJJ : 136x/m
jalan lahir (-),
BAK (+)

39
23-7-20 Kencang- VT : Pembukaan lengkap Pimpin Partus
12.45 kencang
(Di Wiku) semakin sering,
Ibu ingin
mengejan,

23-7-20 Ibu masih Bayi laki-laki lahir Hecting Perineum


13.15 merasakan spontan. BB 3700 gr/ PB
kenceng- 50cm . anus (+), cacat (-)
kenceng APGAR score 8/9/10
Plasenta lahir secara
spontan, lengkap pukul
13.20
Eksplorasi :
Laserasi perineum grade 2,
Perdarahan aktif (+).
24-7-20 Ibu sudah Kes : Compos Mentis Amoxicilin 3x1
(Di Lily) BAK, air susu TD : 130/80 Asam Mefenamat 3x1
masih belum Nadi : 80x/m Metilergometrin 2x1
keluar, RR : 20x/m SF/BC 1x1
perdarahan dari Suhu : 36,5 oC
jalan lahir Mata : ca -/-, si -/-
biasa seperti Leher : dbn
mens Thorax : dbn
Abd : soepel, NT (-),
TFU 2 jari dibawah
umbilicus
Eks : akral hangat, CRT
<2detik

40

Anda mungkin juga menyukai