Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

DEMAM DENGUE

Penyusun :

dr. Shintia Malinda

Dokter Pendamping :

dr. Utariyah Budiastuti

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB BATANG

JAWA TENGAH

2020

1
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Shintia Malinda
Nama Wahana : RSUD Batang
Topik : Demam Dengue
Tanggal Kasus :
Nama Pasien : An. W No.RM : 2402xx
Nama Pendamping :
Tanggal Presentasi :
dr. Utariyah Budiastuti

Tempat Presentasi : RSUD Batang


Obyektif Presentasi
√Keilmuan Ketrampilan Penyegaran √Tinjauan Pustaka
√Diagnostik √Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi √Anak Remaja √Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Seorang anak laki-laki usia 12 tahun
Tujuan : Diagnosis, Manajemen
Bahasan √ Tinjauan Pustaka Riset √Kasus Audit
Cara Pembahasan Diskusi √Presentasi & Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama : An. W No. Reg 2402xx
Nama Klinik : Bangsal Flamboyan

BAB I

LAPORAN KASUS

2
A. IDENTITAS

Nama : An. W

Umur : 12 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. CM : 2402xx

Agama : Islam

Status : Belum Kawin

Pekerjaan : Belum Bekerja

Alamat : Ponowareng, Tulis, Batang

Pendidikan : SD

Suku Bangsa : Jawa

Masuk RS : 16 Januari 2020, Jam 21.50

A. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 17 Januari pukul 08.00 WIB di
Bangsal Flamboyan RSUD Batang

Keluhan Utama :
Demam 4 hari
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Batang dengan keluhan
demam mendadak dan terus menerus sejak 4 hari SMRS. Demam tidak
disertai menggigil dan berkeringat. Mimisan dan gusi berdarah disangkal.
Bintik kemerahan di kulit disangkal. Kejang (-), riwayat kejang (-)
Pasien mengeluh mual (+), muntah (+) 3x berisi makanan dan air. Setiap
makan pasien merasa mual. Batuk dan pilek disangkal. Pasien mengeluh
pusing, dan nyeri otot.

3
Pasien mengeluh BAK dirasakan normal, BAB cair (+) sejak 3 hari yang
lalu, sehari 4x cair (+) ampas (+), lendir (-), darah (-).
Riwayat keluhan serupa (-), riwayat keluarga sakit demam berdarah
(+) kurang lebih 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Keluhan serupa : Disangkal


Riwayat Kejang demam : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluhan serupa : Diakui


Riwayat kejang demam : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan :

Pasien duduk di bangku kelas 6 SD. Makan 3x sehari dengan lauk


bermacam-macam. Pasien tinggal bersama ibu, ayah, dan dua adik
perempuannya. Pasien memiliki asuransi kesehatan BPJS NPBI.

B. ANAMNESIS SISTEM
1. Sistem serebrospinal: pusing (+), kejang (-) demam (+)
2. Sistem kardiovaskuler: berdebar debar (-), sesak nafas (-) nyeri dada (-)
3. Sistem respirasi: Batuk (-) pilek (-)
4. Sistem gastrointestinal: mual (+), muntah (+) nyeri perut epigastrium
5. Sistem muskuloskeletal: lemah ekstremitas (-) nyeri otot (+)
6. Sistem integumen: pucat (-), gatal (-) bintik kemerahan (-)
7. Sistem urogenital: nyeri berkemih (-) nyeri pinggang (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: tampak sakit ringan,
Kesadaran: compos mentis.

4
Tanda vital :
- Tekanan darah : tidak dilakukan
- HR (Nadi) : 96 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- RR (Laju Nafas) : 22x/menit
- Suhu : 39,3oC
- Status gizi : normoweight
Status Internus
- Kepala : mesocephale, rambut hitam
- Wajah : pucat (-), kuning (-)
- Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor
- Hidung : epistaksis (-/-), discharge (-), septum deviasi (-)
nafas cuping hidung(-)
- Telinga : discharge (-/-)
- Bibir : sianosis (-),sariawan (-), kering (-), lidah kotor (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Thoraks : dalam batas normal
- Abdomen : supel, bising usus (+) 15x/menit, nyeri tekan epigastric
(+)
- Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat (+/+) (+/+)
Edema (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Ptekie (-/-) (-/-)
D. DIAGNOSA BANDING
- Demam dengue
- Demam tifoid
- Gastroenteritis akut

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah tanggal 17 Januari 2020
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 15.0 gr/dl 4.00 – 10.50

5
Eritrosit 5.23 106ul 4.0 – 5.3
Hematokrit 41.3 % 35 – 45
MCV 79.0 fL 80 – 95
MCH 28.7 Pg 27 – 33
MCHC 36.3 % 33.2 – 35.3
Leukosit 2.67 103ul 5,0 – 10,0
Trombosit 36 103ul 150 – 400
Eosinofil 0,0 % 1–3
Basofil 0,4 % 0–1
Neutrofil 30.3 % 50 – 70
Limfosit 55.4 % 20 – 40
Monosit 13.9 % 2–8
LED 1 jam 20.0 Mm/jam <25
LED 2 jam 44.0 Mm/2jam <30
IgM Dengue (+)
IgG Dengue (-)
IgM Salmonella (-)

Pemeriksaan Laboratorium Darah tanggal 19 Januari 2020


Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 14.6 gr/dl 4.00 – 10.50
Eritrosit 5.31 106ul 4.0 – 5.3
Hematokrit 42.1 % 35 – 45
MCV 79.3 Fl 80 – 95
MCH 27.9 Pg 27 – 33
MCHC 36.1 % 33.2 – 35.3
Leukosit 5.1 103ul 5,0 – 10,0
Trombosit 79 103ul 150 – 400
Eosinofil 0,0 % 1–3
Basofil 0,2 % 0–1
Neutrofil 33.8 % 50 – 70
Limfosit 53.4 % 20 – 40
Monosit 12.6 % 2–8
LED 1 jam 18.0 Mm/jam <25
LED 2 jam 35.0 Mm/2jam <30

Pemeriksaan Laboratorium Darah tanggal 21 Januari 2020


Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 15.0 gr/dl 4.00 – 10.50
Eritrosit 5.31 106ul 4.0 – 5.3
Hematokrit 42.1 % 35 – 45
MCV 79.3 Fl 80 – 95
MCH 27.9 Pg 27 – 33
MCHC 36.1 % 33.2 – 35.3
Leukosit 5.1 103ul 5,0 – 10,0

6
Trombosit 142 103ul 150 – 400
Eosinofil 0,0 % 1–3
Basofil 0,2 % 0–1
Neutrofil 33.8 % 50 – 70
Limfosit 53.4 % 20 – 40
Monosit 12.6 % 2–8
LED 1 jam 18.0 Mm/jam <25
LED 2 jam 35.0 Mm/2jam <30

F. DIAGNOSA KERJA
Demam Dengue

G. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
 Tirah baring total
 Diit Lunak
2. Medikamentosa
 Infus RL 12 tpm
 Inj. Dexamethason ½ ampul/8 jam
 Infus Paracetamol 500 mg/ 8 jam (jika suhu diatas 37,5ʼC)
 PO Fuzide syrup 4 x 1 Cth
 PO Sucralfat + Antasida (puyer dalam kapsul) 3 x 1 caps
 PO Psidii syrup 3 x 2 Cth

H. FOLLOW UP
17/01/202 S: pasien mengeluh demam sudah 5  Infus RL 12 tpm
0 hari naik turun terutama sore hari,  Inj.
mual (+), muntah (+), BAB cair 2x Dexamethason ½
O: KU: tampak sakit sedang ampul/8 jam
TD: - HR: 96  Infus Paracetamol
S: 38,9 RR: 20 500 mg/ 8 jam

7
- Kepala: ca (-/-), si (-/-) (jika suhu diatas
- Tho: dada simetris, dinding 37,5ʼC)
dada>dinding abdomen,  PO Fuzide syrup
fremitus (+/+), SDV (+/+), rh 4 x 1 Cth
(-/-), wh (-/-)  PO Sucralfat +
- Cor: HR 96, iktus tidak Antasida (puyer
tampak, tidak teraba, BJ I II dalam kapsul) 3 x
murni reg, bising (-) 1 caps
- Abd : supel, BU (+) N, nyeri  PO Psidii syrup 3
tekan epigastric (+), x 2 Cth
hepatosplenomegali (-)  Periksa lab darah
Ekstr: akral hangat, edem (-) rutin, IgM IgG
salmonela dan
A: observasi febris hari ke 5 susp dengue
demam dengue
18/01/202 S: keluhan mual berkurang, demam  Infus RL 12 tpm
0 turun  Inj.
O: KU: tampak sakit sedang Dexamethason ½
TD: - HR: 98 ampul/8 jam
S: 37,6 RR: 20  Infus Paracetamol
- Kepala: ca (-/-), si (-/-) 500 mg/ 8 jam
- Tho: dada simetris, dinding (jika suhu diatas
dada>dinding abdomen, 37,5ʼC)
fremitus (+/+), SDV (+/+), rh  PO Fuzide syrup
(-/-), wh (-/-) 4 x 1 Cth
- Cor: HR 98, iktus tidak  PO Sucralfat +
tampak, tidak teraba, BJ I II Antasida (puyer
murni reg, bising (-) dalam kapsul) 3 x
- Abd : supel, BU (+) N, nyeri 1 caps
tekan epigastric (-),  PO Psidii syrup 3
hepatosplenomegali (-) x 2 Cth
Ekstr: akral hangat, edem (-)
 Periksa ulang lab
darah rutin
Pemeriksaan penunjang :
Leukopenia, trombositosis, IgM
demgue (+)

A: Demam Dengue
19/01/202 S: demam (-), mual (-)  Infus RL 12 tpm
0 O: KU: tampak sakit sedang  Inj.
TD: - HR: 92 Dexamethason ½
S: 36,7 RR: 20 ampul/8 jam
- Kepala: ca (-/-), si (-/-)  Infus Paracetamol
- Tho: dada simetris, dinding 500 mg/ 8 jam
dada>dinding abdomen, (jika suhu diatas
fremitus (+/+), SDV (+/+), rh 37,5ʼC)
(-/-), wh (-/-)  PO Fuzide syrup
- Cor: HR 92, iktus tidak 4 x 1 Cth

8
tampak, tidak teraba, BJ I II  PO Sucralfat +
murni reg, bising (-) Antasida (puyer
- Abd : supel, BU (+) N, nyeri dalam kapsul) 3 x
tekan epigastric (-), 1 caps
hepatosplenomegali (-)  PO Psidii syrup 3
Ekstr: akral hangat, edem (-) x 2 Cth
 Periksa ulang lab
A: Demam Dengue darah rutin
20/01/202 S: demam (-), mual (-)  Infus RL 12 tpm
0 O: KU: tampak sakit sedang  Inj.
TD: - HR: 88 Dexamethason ½
S: 36,3 RR: 20 ampul/8 jam
- Kepala: ca (-/-), si (-/-)  Infus Paracetamol
- Tho: dada simetris, dinding 500 mg/ 8 jam
dada>dinding abdomen, (jika suhu diatas
fremitus (+/+), SDV (+/+), rh 37,5ʼC)
(-/-), wh (-/-)  PO Fuzide syrup
- Cor: HR 92, iktus tidak 4 x 1 Cth
tampak, tidak teraba, BJ I II  PO Sucralfat +
murni reg, bising (-) Antasida (puyer
- Abd : supel, BU (+) N, nyeri dalam kapsul) 3 x
tekan epigastric (-), 1 caps
hepatosplenomegali (-)  PO Psidii syrup 3
Ekstr: akral hangat, edem (-) x 2 Cth
 Periksa ulang lab
A: Demam Dengue (perbaikan)
darah rutin
21/01/202 S: demam (-), mual (-)  Infus RL 12 tpm
0 O: KU: tampak sakit sedang  Inj.
TD: - HR: 92 Dexamethason ½
S: 36,7 RR: 20 ampul/8 jam
- Kepala: ca (-/-), si (-/-)  Infus Paracetamol
- Tho: dada simetris, dinding 500 mg/ 8 jam
dada>dinding abdomen, (jika suhu diatas
fremitus (+/+), SDV (+/+), rh 37,5ʼC)
(-/-), wh (-/-)  PO Fuzide syrup
- Cor: HR 92, iktus tidak 4 x 1 Cth
tampak, tidak teraba, BJ I II  PO Sucralfat +
murni reg, bising (-) Antasida (puyer
- Abd : supel, BU (+) N, nyeri dalam kapsul) 3 x
tekan epigastric (-), 1 caps
hepatosplenomegali (-)  PO Psidii syrup 3
Ekstr: akral hangat, edem (-) x 2 Cth
 BLPL
A: Demam Dengue (perbaikan)

9
10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam Dengue adalah penyakit yang disebabkan virus yang


ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes. Demam Dengue adalah penyakit
yang terutama terdapat pada anak dan remaja atau orang dewasa dengan
tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi dan
disertai leukopenia, dengan atau tanpa ruam, dan atau limfodenopati,
demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata,
gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringan, dan ptekie spontan.

B. Epidemiologi

Infeksi virus Dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18,


seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter kebangsaan
Belanda. Saat itu infeksi virus Dengue menimbulkan penyakit yang
dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-
kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut
demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai
dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu
infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan
yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus Dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu
DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke
negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada
tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan
jumlah kematian yang sangat tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran


kasus DD dan DBD sangat kompleks, yaitu (1) pertumbuhan penduduk
yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3)
Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
(4) peningkatan sarana transportasi.

11
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi
berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor
nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan
kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan
virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita
maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat.
Sampai saat ini DD dan DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di
Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incident rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit
infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada
suhu yang panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi,nyamuk Aedes
akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena
suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu
terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat.

C. Etiologi

Virus Dengue termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus


(arbovirus) dan sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, family
Flaviridae. Di Indonesia sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe yang
berbeda namun memiliki hubungan genetik satu dengan yang lain, yaitu
Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Ternyata Den-2 dan Den-3 merupakan
serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. Di Indonesia paling
banyak adalah Den-3, walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan
didominasi oleh virus Den-2.

Penelitian epidemiologik yang dilakukan oleh Aryati 2005, Fedik


2007 menemukan bahwa virus Den-2 adalah serotipe yang dominan. Studi
epidemiologi (Yamnaka et al) tahun 2009 dan 2010 pada penderita demam
Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) ditemukan virus D1
genotype IV yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. 2

12
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi
serotipe merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20 % urutan
infeksi virus Den-1 yang disusul Den-2 mengakibatkan renjatan,
sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus Den-3 yang
diikuti oleh Den-2 adalah 2 %.2

Virus Dengue seperti family Flavivirus lainnya memiliki satu


untaian genom RNA (single-stranded positive-sence genome) disusun di
dalam satu unit protein yang dikelilingi dinding icosahedral yang tertutup
oleh selubung lemak. Genome virus dengue terdiri dari 11-kb + RNA yang
berkode dan terdiri dari 3 struktur Capsid (C) membrane (M) Envelope (E)
protein dan 7 protein non structural (NS1, NS2, NS2B, NS3, NS4, NS4B,
dan NS5).

Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam system


retikuloendothelial dengan target utama adalah APC ( Antigen Presenting
Cells) dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan
seperti sel kupfer di sinusoid hepar.

Vektor Penularan Virus Dengue

Virus-virus Dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari family


Stegornya, yaitu Aedes aegypti, Aedes Albopictus, Aedes scuttelaris,
Aedes polynesiensis dan Aedes niveus. Di Indonesia Aedes aegypti dan
Aedes albopictus merupakan vector utama. Keempat virus telah ditemukan
dari Aedes aegypti yang terinfeksi. Spesies ini dapat berperan sebagai
tempat penyimpanan dan replikasi virus.

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan


infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus
Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti . Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan

13
vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus Dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
terlalu penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam
tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama
hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2
hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

D. Patofisiologi

Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah


Dengue disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya
renjatan pada Demam Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran
plasma (plasma lenkage) yang diduga karena proses imunologi. Hal ini
tidak didapati pada demam dengue. Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan derajat penyakit dan membedakan antara DD dan DBD ialah
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume
plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia serta diathesis hemoragik .

Virus Dengue yang masuk ke dalam tubuh akan beredar ke dalam


sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag ( Antigen Presenting
Cell). Viremia akan terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga
setelah lima hari terjadi demam. Antigen yang menempel pada makrofag
akan mengaktifasi sel T- Helper dan menarik makrofag lainnya untuk
menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper akan mengaktifasi
sel T-Sitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali tiga jenis
antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi
komplemen.

14
Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya mediator-mediator
yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi,
nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi agregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia ringan.

Demam tinggi (hyperthermia) merupakan manifestasi klinik yang


utama pada penderita infeksi virus dengue sebagai respon fisiologis
terhadap mediator yang muncul. Sel penjamu yang muncul dan beredar
dalam sirkulasi merangsang terjadinya panas. Faktor panas yang
dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-α,
IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokin yang meredam panas adalah TGF-β, dan
IL-10.

Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus


yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di
dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun
yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus
Dengue sukar dibersihkan. Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus
dengue merupakan non netralisasi antibodi yang dipelajari dari hasil studi
menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk dan preparat virus
yang asli.

Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua


komponen yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu
antibodi IgM dan platelet. Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel,
bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul mutimerix. Molekul
hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentametric
IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi komplemen.
Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% “Complex Circulating
Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan didalam dinding
darah di bawah kulit penderita Dengue. Oleh karenanya dalam penentuan
virus dengue level IgM merupakan hal yang spesifik.

E. Patogenesis

15
Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang
sistem RES seperti sel kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah,
nodus limfaticus, sum - sum tulang serta paru-paru. Dalam peredaran
darah virus akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus masuk ke
dalam sel maka dengan bantuan organel-organel sel genom virus akan
memulai membentuk komponen-komponen strukturalnya. Setelah
berkembang biak di dalam sitoplasma sel maka virus akan dilepaskan dari
sel.

Penelitian epidemiologi memberi kesan bahwa biasanya disertai


dengan infeksi dengue tipe 2, 3, dan 4 sekunder. Ada bukti bahwa antibodi
non-netralisasi menaikkan infeksi seluler dan memperbesar keparahan
penyakit. Virus dengue memperagakan pertumbuhan yang diperbesar pada
biakan fagosit mononuklear manusia yang disiapkan dari donor imun
dengue atau dalam biakan yang ditambahkan dengan antibodi dengue non
netralisasi.

Virion dari virus Den ekstraseluler terdiri dari protein C (capsid) M


(Membran) dan E (Envelope). Virus intraseluler terdiri dari protein pre-
Membran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitope penting karena
mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi,
mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada
permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi fisiologis antara lain
untuk fusi membran dan perakitan virion.

Secara in vitro antibodi terhadap virus Den mempunyai 4 fungsi fisiologis

- Netralisasi virus
- Sitolisis komplemen
- Antibodi Dependent Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC)
- Antibodi Dependent Enhancement

Secara in vivo antibodi terhadap virus Den berperan dalam 2 hal yaitu :

16
a. Antibodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah
infeksi-infeksi virus.
b. Antibodi non netralising memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan
Dengue Shock Syndrome (DSS).

Pada infeksi primer virus dengue antibodi yang terbentuk dapat


menetralisir virus yang sama (homologous). Namun jika orang tersebut
mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus
tersebut tidak dapat di netralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini
disebabkan terbentuknya kompleks yang infeksius antara antibodi
heterologous yang telah dihasilkan dengan virus dengue berbeda sehingga
terjadilah DBD. 2

F. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

Infeksi virus Dengue tergantung dari factor yang mempengaruhi


daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus.
Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang
bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan
yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau
bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Sindrom Syok Dengue.

Bagan 1

17
Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

Infeksi Virus Dengue

Asimtomatik Simtomatik

Demam tidak spesifik Demam Dengue

Pendarahan (-) Pendarahan (+) Syok (-)


Syok(+)

DD DBD

Sumber: WHO, 1997 (1,4)

G. Gejala Klinis

18
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari).
Awal penyakit biasanya mendadak. Gejala klasik dari demam dengue ialah
gejala demam tinggi mendadak, kadang – kadang bifasik (saddle back
fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang,
atau sendi, mual, muntah dan timbulnya ruam. Dijumpai trias sindrom,
yaitu demam tinggi nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam (rash).
Ruam timbul pada 6-12 sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari
sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam berbentuk makulopapular yang
menghilang pada tekanan terdapat di dada, tubuh serta abdomen,
menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 dan ke-7 terutama di
daerah kaki, telapak kaki dan tangan.

Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan


mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri di belakang
bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa menggigil. Pada
beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai
pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva
ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap
patognomonik.

Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan


tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan dan perut
lembek sering ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan
dalam indra pengecap. Gejala klinis yang lain sering terdapat ialah
fotofobia, keringat yang bercucuran suara serak, batuk, epistaksis, dan
disuria. Demam menghilang secara lisis, disertai keluarnya banyak
keringat. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77%
kasus. Beberapa sarjana menyebutkan sebagai Castelani’s sign, sangat
patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat
diagnosis banding. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai. Rush
pada tahun 1789 melaporkan pasien demam dengue dengan perdarahan
yang kemudian meninggal. Bentuk perdarahan lain yang dilaporkan ialah

19
menorargi dan menstruasi dini, abortus atau kelahiran bayi berat badan
lahir rendah, mungkin sekali akibat perdarahan uterus.

Kelainan darah tepi demam dengue ialah leukopenia selama


periode pra-demam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul
oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan
pada masa konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang pada
permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke
kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode
memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi
menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.

Komplikasi demam dengue walaupun jarang dilaporkan ialah


orkhitis atau ovaritis, keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis
dilaporkan, diantaranya menurunnya kesadaran, paralisis sensorium yang
bersifat sementara, meningismus, dan ensefalopati. Diagnosis banding
mencakup berbagai infeksi virus (termasuk chikungunya), bakteria dan
parasit yang memperlihatkan sindrom serupa. Menegakkan diagnosis
klinis infeksi virus dengue ringan adalah mustahil, terutama pada kasus-
kasus sporadic.

Demam Dengue (DD) yang disertai perdarahan harus dibedakan


dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita demam dengue
tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai
kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi,
pleura efusi dan asites.

Tabel 1. Gejala Klinis demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue

20
Demam Dengue Gejala klinis Demam Berdarah
(DD) Dengue (DBD)
++ Nyeri kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri otot +
++ Ruam kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesdaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tourrniquet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++

Keterangan : (+) :25 %, (++) : 50%, (+++) :75%,(++++): 100%. (1)

H. Pemeriksaan Laboratorium

21
Fase akut (awal) akan dijumpai jumlah leukosit yang normal
kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit pada
umumnya normal demikian pula semua faktor pembekuan. Tetapi saat
epidemi dapat dijumpai trombositopenia dan manifestasi perdarahan.
Serum biokimia pada umumnya normal namun enzim hati dapat
meningkat.

Pansitopenia dapat terjadi pada hari ke 3-4 sakit, neutropenia


mungkin menetap atau muncul kembali selama stadium kedua penyakit
dan dapat berlanjut sampai konvalesen. Angka sel darah putih serendah
2.000/mm3 pernah ditemukan. Trombosit jarang dibawah 100.000 sel/mm 3.
Koagulasi vena, waktu perdarahan dan protrombin, serta fibrinogen
plasma dalam kisaran normal. Uji tourniquet jarang positif. Asidosis
ringan, hemokonsentrasi, kenaikan angka transaminase, dan
hipoproteinemia dapat terjadi selama beberapa infeksi virus dengue
primer. Demam berdarah dengue-sindrom syok dengue klasik dapat terjadi
pada bayi yang dilahirkan dari ibu imun-dengue. 5

I. Diagnosis

a. Anamnesis

Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), gejala


prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang
belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas dari DD adalah
peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil,
nyeri kepala dan flushed face (muka kemerahan). Dalam 24 jam
terasa nyeri pada belakang mata terutama pada pergerakan mata
atau bila bola mata ditekan, fotopobia, dan nyeri otot serta sendi.
Gejala lain yang dapat dijumpai adalah anoreksia, konstipasi, nyeri
perut atau kolik, nyeri tenggorokan, dan depresi ( biasanya terdapat
pada pasien demam) gejala tersebut biasanya menetap untuk
beberapa hari.

Pada literatur lain dikatakan bahwa dari anamnesis didapatkan :

22
- Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi,
selama 2-7 hari
- Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah
- Pada anak besar dapat dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot,
dan nyeri perut
- Diare kadang-kadang dapat ditemukan
- Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan
mimisan
b. Pemeriksaan Fisik

Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara 39-


400C, bersifat bifasik, menetap 5-7 hari. Pada awal fase demam terdapat
ruam yang tampak di muka, leher dan dada. Pada akhir fase demam (hari
ketiga atau keempat). Ruam berbentuk makulopapular atau bentuk
skarlatina. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul
ptekie yang menyeluruh pada kaki dan tangan dan diantara ptekie dapat
dijumpai area kulit normal berupa bercak keputihan, kadang-kadang
disertai rasa gatal. Perdarahan kulit pada demam dengue terbanyak adalah
uji tourniquet positif dengan atau tanpa ptekie.

Derajat penyakit sangat bervariasi berbeda untuk tiap individu dan


pada daerah epidemi. Perjalanan penyakit biasanya pendek 5 hari.
Perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi, hematuria dan menorrhagia,
sering terjadi pada saat epidemic DD.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Secara laboratoris presumtif positif (Kemungkinan Demam


Dengue) apabila ditemukan :

- Pada fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah leukosit normal,
kemudian menjadi leukopenia selama fase demam
- Jumlah trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua faktor
pembekuan
- Pada saat epidemik dapat dijumpai trombositopenia

23
- Uji HI ≥ 1.280 dan atau IgM Anti Dengue positif
- Serum biokimia pada umumnya normal, namun enzim hati dapat
meningkat

J. Diagnosis Banding

Manifestasi DD menyerupai berbagai penyakit, misalnya infeksi


virus chikungunya, demam tifoid, leptospirosis dan malaria, penyakit virus
pernafasan seperti influenza, hepatitis dan leptospirosis. Diagnosis dapat
dibantu dengan pemeriksaan serologis atau isolasi virus.

K. Penatalaksanaan

Pengobatan adalah suportif. Pada fase demam pasien dianjurkan


tirah baring. selama masih demam, obat antipiretik atau kompres hangat
diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi < 390 C,
dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/ salisilat tidak dianjurkan
(kontraindikasi) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau
asidosis. Pada pasien dewasa, analgetik atau asedatif ringan kadang-
kadang diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri kepala, nyeri otot atau
nyeri sendi. Di anjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,
sirop, susu, selain air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2
hari. Tidak boleh dilupakan monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar
hematokrit sampai normal kembali.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus
diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah
suhu turun. Hal ini disebaBkan karena oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan
tampak jelas pada saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok).

24
Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala
syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri
perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta
mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat
dan kulit dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus
segera dibawa ke rumah sakit . Pada pasien yang tidak mengalami
komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Pada
saat kita menjumpai pasien tersangka infeksi dengue, maka bagan 2 dapat
dipergunakan.

Bagan 2
Tatalaksana Kasus Tersangka DBD

Tersangka DBD

25
Demam tinggi, mendadak terus-menerus
<7 hari tidak disertai infeksi saluran nafas
bagian atas, badan lemah & lesu.

Ada Kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok
Muntah terus-menerus Periksa uji torniquet
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak hitam
Uji Torniquet (+) Uji Torniquet (-)

Trombosit <100.00/ul Trombosit >100.00/ul Rawat Jalan


Parasetamol
Kontrol tiap hari
sampai demam hiilang

Rawat Inap Rawat Jalan Nilai tanda klinis, periksa


trombosit &Ht bila demam
menetap setelah hari sakit ke-
Minum banyak 1,5-2 liter/hari. Beri
Parasetamol, control tiap hari sampai
demam turun.periksa Hb, Ht, tiap kali.

Perhatian untuk orang tua


Pesan bila timbul tanda syok, yaitu gelisah, lemah,
Tabeldingin,
kaki/tangan 2 sakit perut, berak hitam

Segera bawa ke RS

L. Prognosis

Infeksi primer dengan demam dengue biasanya prognosisnya baik


karena kematian akibat demam dengue hampir tidak ada. 4

26
BAB III
PEMBAHASAN

Kasus ini adalah seorang anak laki-laki usia 12 tahun, datang dengan
keluhan demam yang mendadak dan terus menerus selama 5 hari. Pada anamnesis

27
didapatkan bahwa pasien merasa pusing disertai mual dan muntah. Pasien juga
mengeluhkan nyeri-nyeri pada otot. Pasien juga mengeluh BAB cair. Pasien sudah
sempat berobat namun keluhan tidak berkurang. Pasien merasa semakin lemas dan
tidak nafsu makan.

Pada pemeriksaan fisis keadaan umum lemah dengan nyeri tekan abdomen
di epigastric area. Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisis ditegakkan
diagnosis banding berupa demam dengue, demam tifoid dan gastroenteritis akut.
Lalu dilakukan pemeriksaan darah rutin, IgM dan IgG anti dengue serta IgM
Salmonella untuk melihat dan menyingkirkan diagnosis banding sementara pasien
dipasang jalur intravena dan diberikan cairan rumatan serta obat untuk
mengurangi mualnya. Diberikan terapi intravena RL 12 tpm, paracetamol infus,
ondansentron untuk mualnya setiap 8 jam.

Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam dengue, sedangkan


terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam dengue akut pada fase
pertengahan. Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah infeksi, oleh
karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut dan kasus dalam
masa penyembuhan. Demam dengue dapat ditegakkan jika klinis mendukung.

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus Dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti . Nyamuk Aedes tersebut
dapat mengandung virus Dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Pengobatan adalah suportif. Pada fase demam pasien dianjurkan tirah
baring. selama masih demam, obat antipiretik atau kompres hangat diberikan
apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi < 390 C, dianjurkan
pemberian parasetamol. Di anjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus

28
buah, sirop, susu, selain air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2
hari. Tidak boleh dilupakan monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar
hematokrit sampai normal kembali

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, S. Gama. H, Hadinegoro, S. 2012. Buku Ajar Infeksi dan


Pediatri Tropis. Jakarta : IDAI. Hal : 155-180
2. Frans, Evisina Hanafiati. Patogenesis Infeksi Virus Dengue.2012.
available on : elib.fk.uwks.ac.id

29
3. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. Hal : 428- 433
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta. Hal : 1-26
5. Nelson, E Waldo. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta
: EGC. Hal : 1131-1139
6. Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal :
141-145

1. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid fever and paratyphoid fever. Lancet
2005; 366: 749-62. 2. Bhutta ZA. Typhoid fever: current concepts. Infect Dis Clin
Pract 2006; 14: 266-72. 3. Parry CM. Epidemiological and clinical aspects of
human typhoid fever [Internet]. 2005 [cited 2011 Mar 3]. Available from:
www.cambridge.org 4. Pohan HT. Management of resistant Salmonella infection.
Paper presented at: 12th Jakarta Antimicrobial Update; 2011 April 16-17; Jakarta,
Indonesia. 5. Vollaard AM, Ali S, Van Asten HAGH, Widjaja S, Visser LG,
Surjadi C, et. al. Risk factors for typhoid and paratyphoid fever in Jakarta,
Indonesia. JAMA 2004; 291: 2607-15. 6. Ochiai RL, Acosta JC, Danovaro-
Holliday MC, Baiqing D, Bhattacharya SK, Agtini M, et al. A study of typhoid
fever in fi ve Asian countries: disease burden and implications for controls. Bull
World Health Organ. 2008;86:260-8. 7. Typhoid fever. Surgery in Africa-

30
Monthly Review [Internet]. 2006 Feb 11 [cited 2011 Mar 3 ]. Available from:
http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/typhoid_fever.htm 8. Zulkarnain
I. Diagnosis demam tifoid. In: Zulkarnain I, Editors. Buku panduan dan diskusi
demam tifoid. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2000: p.6-12. 9. Mehta KK. Changing trends in typhoid fever.
Medicine Update 2008; 18: 201-4. 10. Bhutta ZA. Current concepts in the
diagnosis and treatment of typhoid fever. BMJ 2006; 333: 78-82. 11. Background
document: the diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever [Internet].
2003 [cited 2010 Nov 25]. Available from: www.who-int/vaccines-documents/
12. Nelwan RHH, Lie KC, Hadisaputro S, Suwandoyo E, Suharto, Nasronudin, et
al. A single-blind randomized multicentre comparative study of effi cacy and
safety of levofl oxacin vs ciprofl oxacin in the treatment of uncomplicated typhoid
fever. Paper presented at: 55th Annual Meeting ASTMH; 2006 Nov; Atlanta,
USA. 13. Nelwan RHH, Chen K, Nafrialdi, Paramita D. Open study on effi cacy
and safety of levofl oxacin in treatment of uncomplicated typhoid fever. Southeast
Asian J Trop Med Public Health 2006; 37(1): 126-30. 14. Thaver D, Zaidi AKM,
Critchley J, Azmatullah A, Madni SA, Bhutta ZA. A comparison of fl
uoroquinolones versus other antibiotics for treating enteric fever: meta-analysis.
BMJ 2009; 338: 1-11. 15. Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ. Current
trends in the management of typhoid fever. MJAFI 2003; 59: 130-5.

31

Anda mungkin juga menyukai