Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT


( IGD) DENGAN FRAKTUR CRURIS

Oleh:
Rara Ayu Diya Kartika B.S.R
NIM. 1920033

PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA TAHUN 2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2016 dalam Wijaya dan putri, 2017).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Price dan Wilson, 2016).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki (Muttaqin, 2018)
B. ETIOLOGI
Menurut Wijaya dan Putri (2017) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahakan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat
mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen
tulang.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan local dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
( terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur. Fraktur sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur
D. KOMPLIKASI
1. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang berlebihan
didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70-80 tahun.
7. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada individu uang
imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi palinh fatal
bila terjadi pada bedah ortopedi.
8. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nekrosis iskemia.
10. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomontor instability.

E. KLASIFIKASI
1. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi 2
antara lain :
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut dengan fraktur bersih ( karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu :
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam pembengkakan.
4) Tingkat 3 : cidera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open / compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat
masuk kedalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat tulang terbuka :
1) Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau
garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur ) Bila antara oatahan tulang
masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya
hanya bengkok yang sering disebut green stick.
3. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan
oleh trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
4. Jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
F. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1) Anatomi

2) Fisiologi
c. Tulang Tibia
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa
dengan sebuah batang dan dua ujung.Ujung atas memperlihatkan adanya kondil
medial dan kondil lateral. Kondi-kondil ini merupakan bagian yang paling atas
dan paling pinggir dari tulang. Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran
permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut. Kondil lateral
memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula
pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang
dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam formasi
persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan ke bawah sebelah medial
menjulang menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae.Permukaan lateral dari
ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian tibio-fibuler inferior. Tibia
membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula dan talus.
Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan terletak di sebelah
medial sesuai dengan os radius pada lengan atas.Tetapi Radius posisinya terletak
disebelah lateral karena anggota badan bawah memutar kearah medialis. Atas
alasan yang sama maka ibu jari kaki terletak disebelah medialis berlawanan
dengan ibu jari tangan yang terletak disebelah lateralis.
1) Malleolus medialis
Merupakan sebuah ciri yang penting untuk segi medis pergelangan kaki.
Mempunyai sebuah pinggir bawah dan permukaan pinggir bawah
mempunyai sebuah lekukan disebelah posterior dan merupakan tempat
lekat dari ligamentum deltoideum.
2) Permukaan anterior
Merupakan tempat lekat dari kapsula pergelangan kaki. Permukaan
posterior beralur untuk tempat lewat tendo muskulus tibialis posterior dan
pinggir dari alur merupakan tempat lekat dari retinakulum fleksores.
3) Permukaan posterior
Berhubungan dengan permukaan posterior korpus. Dipisahkan dari
permukaan inferior oleh sebuah pinggiran yang tajam dan merupakan
tempat lekat dari kapsula sendi pergelangan kaki.
4) Permukaan lateralis
Mempunyai bentuk seperti koma yang merupakan sendi yang sama pada
permukaan medialis os talus.
d. Tulang fibula
Merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan bentuknya
lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah kurus
atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi
diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat
pada tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan
tulang ini bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan.
Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis. Disebelah bawah kira
– kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga letaknya lebih posterior. Permukaan
anterior menjadi tempat lekat dari ligamentum talofibularis anterior. Permukaan
lateralis terletak subkutan dan berbentuk sebagai penonjolan lubang. Pinggir
lateral alur tadi merupakan tempat lekat dari retinakulum. Permukaan sendi yang
berbentuk segi tiga pada permukaan medialis bersendi dengan os talus, persendian
ini merupakan sebagian dari sendi pergelangan kaki. Pinggir inferior malleolus
mempunyai apek yang menjorok kebawah. Disebelah anterior dari apek terdapat
sebuah insisura yang merupakan tempat lekat dari ligamentum kalkaneofibularis.
(Anatomi fisiologi untuk siswa perawat, 2016).
G. PATOFISIOLOGI
1. Pathway

D.0077

D.0077

D.0009
D.0139

D.0034
2. Narasi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di
dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka
atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah
dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh
vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada cedera,
respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detah
jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan
katekolaminkatekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal
ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi
( pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ.
Hormonhormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi
sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan
sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Cara yng paling efektif untuk
memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak
adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk
metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi
kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, mengakibatkan
pembentukan asam laknat dan berkembangnya asidosis metabolik. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut
saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada taruma multiple ).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple
atau cedera hari.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi
serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai
reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode
yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi
dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya
setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen
tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan
implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan dengan
reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan
memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemnadirian dan harga
diri.
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
1. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian
dirumah sakit.
2. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
3. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah fraktur.
4. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2016).

Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2017), adalah sebagai berikut:


1. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru
periksa patah tulang.
2. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah kompikasi
3. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan
neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah: a. Merabah lokasi apakah masih
hangat
b. Observasi warna
c. Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
d. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi cedera
e. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri.
f. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
4. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
5. Mempertahankan kekuatan kulit
6. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein
150300 gr/hari.
7. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur:
a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi revaskularisasi
c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang yang baru
e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan yang mati dan
reorganisai.
J. ASUHAN KEPERAWATAN secara TEORI
1. PENGKAJIAN
1) Anamnesa
a.Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan,
degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan
sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna
kulit dan kesemutan.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau pernah
punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis dan
tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular.
2) Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing )
Pernapasan meningkat, dispneu, pergerakan dada simetris, pergerakan dada
simetris, suara nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan seperti stidor dan
ronchi.
b. B2 (Blood)
Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau
hipotensi ( kehilangan darah ), takikardi ( respon stress, hipovolemia). Penurunan /
tidak ada nadi bagian dital yang cidera : pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa pada sisi cidera. c.B3 ( Brain)
Hilangnya pergerakan / sensasi, spasme otot, kesemutan (parestesis), deformitas
local, krepitasi, spasme otot.
d. B4 (bladder)
Tidak ada kelainan system perkemihan
e.B5 (Bowel)
Tidak ada kelainan defekasi
f.B6 ( Bone)
a) Edema, deformitas, krepitasi, kulit terbuka atau utuh, ada / tidak adanya
nadi disebelah distal patahan, hematoma, kerusakan jaringan lunak,
posisi ekskremitas abnormal.
b) Keadaan local
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler ( untuk status neurovaskuler 5 P yaitu :
pain, palor, parestesia, pulse, pergerakan )

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik
2) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang
3) Risiko gangguan integritas kulit b/d penekanan pada tonjolan tulang
4) Risiko infeksi b/d kerusakan integritas kulit
5) Risiko perfusi perifer tidak efektif b/d trauma
6) Risiko Hipovolemia b/d perdarahan
3 . Intervensi keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


Setelah dilakukan intervensi selam 1x 24 jam, diharapkan
Tingkat nyeri menurun, dengan Kriteria hasil:
1) Peningkatan kemampuan menuntaskan aktivitas
2) Penurunan keluhan nyeri
3) Penurunan anoreksia
4) Penurunan ketegangan otot
5) Penurunan mual dan muntah

- intervensi
Manajemen Nyeri:
a. Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi responnyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Kompres
hangat/dingin)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

2.Gangguan Mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang


Setelah dilakukan intervensi selam 1x 24 jam, diharapkan Mobilitas fisik meningkat, dengan
Kriteria hasil :
1. kekuatan otot meningkat
2. ROM meningkat
3. Nyeri menurun
4. Kaku sendi menurun Intervensi
Dukungan Mobilisasi
A. Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
B. Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
C. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus di lakukan

3. Risiko gangguan integritas kulit b.d penekanan pada tonjolan tulang


Setelah dilakukan intervensi selam 1x 24 jam, diharapkan intergritas kulit dan
jaringan meningkat, dengan Kriteria hasil :
1. Perfusi jaringan meningkat
2. kerusakan jaringan menurun
3. Nyeri menurun

- Intervensi
Perawatan integritas kulit
A. Observasi
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
B. Terapeutik
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pemberian nontoksik
3. Bersihkan jaringan nekrotik
4. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
5. Pasang balutan sesuai jenis luka
6. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
7. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
C. Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
D. Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement
2. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Taufan, Tamara, Dara dkk. (2016). TEORI ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.
Yogyakarta : nuhamedika.
laporan-pendahuluan-dan-asuhan-keperawatan-gawat-darurat-ruang-instalasi-gawat-darurat-igd-
dengan-fraktur-cruris_compress.pdf

Anda mungkin juga menyukai