FRAKTUR RADIUS
1.1 Definisi
Fraktur Radius adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang radius. Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Patah
tulang radius terbagi atas :
1) Fraktur Suprakondilar Radius
2) Fraktur Interkondiler Radius
3) Fraktur Batang Radius
4) Fraktur Kolum Radius
(Brunner & Suddart, 2000)
1.2 Klasifikasi
1) Menurut jumlah garis fraktur :
(1) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
(2) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
(3) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang
lepas)
2) Menurut luas garis fraktur :
(1) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
(2) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
(3) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak
ada perubahan bentuk tulang)
3) Menurut bentuk fragmen :
(1) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
(2) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
(3) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
(1) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
a. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan
jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
b. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih
besar, luka >1 cm.
c. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot,
kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
(2) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia
luar)
(Charless, 2001
1.3 Etiologi
1) Trauma
(1) Langsung (kecelakaan lalulintas)
(2) Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
2) Patologis : Metastase dari tulang
3) Degenerasi : Osteoporosis
4) Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat
(Doenges, 2000)
1.4 Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur
disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan
persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah
pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak.
Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan
jaringan nekrotik. Terjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur
tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal
pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami
regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka (Brunner dan Suddart, 2000)
1.5 Pathway
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis
FRAKTUR
Pergeseran frag Tlg Laserasi kulit: Spasme otot Tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler
Kerusakan
integritas
kulit
Putus vena/arteri Peningk tek kapiler Reaksi stres klien
Deformitas
Perdarahan Pelepasan histamin Melepaskan katekolamin
Gg. fungsi
Protein plasma hilang Memobilisai asam lemak
Shock
hipivolemik
Emboli
Gg.perfusi
jaringan
1.8 Komplikasi
1) Umum :
(1) Shock
(2) Kerusakan organ
(3) Kerusakan saraf
(4) Emboli lemak
2) Dini:
(1) Cedera arteri
(2) Cedera kulit dan jaringan
(3) Cedera partement syndrom.
3) Lanjut :
(1) Stiffnes (kaku sendi)
(2) Degenerasi sendi
4) Penyembuhan tulang terganggu :
(1) Mal union : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
(2) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
(3) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
(4) Cross union
(Mansjoer, Arif. 2000)
1.9 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
(1) Recognisi: riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
(2) Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
(3) Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
(4) Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara
normal
2) Pemberian diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
3) Intervensi farmakologis
(1) Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative
diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
(2) Anestesi dapat diberikan
(3) Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada
pasca operasi
(4) ATS diberikan pada pasien tulang complicated
(Brunner dan Suddart, 2000)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
FRAKTUR RADIUS
1.1 Pengkajian
1) Riwayat keperawatan
(1) Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma
(bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya
trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
(2) Obat-obatan yang sering digunakan
(3) Kebiasaan minum-minuman keras
(4) Nutrisi
(5) Pekerjaan atau hobi
2) Pemeriksaan fisik
Head to toe, inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan
pasien, intgritas kulit dan nyeri.
3) Aktivitas atau istirahat
Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi.
4) Sirkulasi
Ditunjukkan dengan hipertensi atau hipotensi dan takikardi atau
bradikardi.
5) Neurosensory
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku
atau tak terasa (parestesi), perubahan total, pemendekan, kekakuan
abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.
6) Rasa nyaman
Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan
atau kerusakan tulang saat immobilisasi).
7) Keamanan
Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan dan lokasi bengkak
8) Tempat fraktur dan system jaringan
(1) Edema
(2) Perubahan warna
(3) Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan
aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ
atau peningkatan tekanan jaringan
(4) Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan
tertekannya saraf.
(5) Kulit terbuka dan tertutup, kulit terbuka apabila tulang sampai
menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang masih berada didalam
kulit.
(6) Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada
saat kedua tulang saling bergerak.
(7) Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena
9) Psikososial
Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan
mobilitas fisik.
(Nanda, 2006)
1.3 Intervensi
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri
injuri fisik/luka intervensi selama ….x24 Observasi :
pada jaringan jam, maka diharapkan a. Identifikasi lokasi ,
tingkat nyeri dapat karakteristik, durasi
menurun dengan Kriteria frekuensi, kulaitas nyeri,
Hasil : intensitas nyeri, skala
a. Keluhan nyeri nyeri.
menurun b. Identifikasi respon nyeri
b. Meringis menurun non verbal.
c. Sikap protektif c. Identivikasi factor yang
menurun memperberat dan
d. Gelisah menurun memperingan nyeri.
e. Frekuansi nadi
membaik Terapeutik :
a. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
c. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
analgetik bila perlu.
2. Hambatan Setelah dilakukan Peningkatan mekanika
mobilitas fisik b.d intervensi selama ….x24 tubuh
kerusakan jam, maka diharapkan Observasi :
musculoskeletal, kemampuan mobilitas b. Kaji kesadaran klien
cidera jaringan dapat meningkat dengan tentang abnormalitas
disekitar fraktur Kriteria Hasil : muskuloskeletalnya
a. Dapat melakukan dan efek yang mungkin
ROM secara mandiri timbul pada jaringan
b. Klien dapat otot.
meningkatkan fungsi c. Instrusikan untuk
tubuh yang sakit menghindari tidur
dengan posisi
telungkup.
d. Bantu klien melakukan
latihannfleksi untuk
memfasilitasi
mobilisasi
Terapeutik :
a. Informasikan pada
klien tentang struktur
dan fungsi tulang serta
postur yang optimal
untuk bergerak dan
menggunakan tubuh.
b. Berikan informasi
tentang kemungkinan
posisi penyebab nyeri
otot atau sendi.
Edukasi :
a.
bagaimana
menggunakan postur
tubuh dan mekanika
tubuh untuk mencegah
injuri saat beraktivitas.
Brunner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC:
2000.
Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC, 2001.