Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PPENDAHULUAN

DHF (DENGUE HEMORAGIC FEVER)

1. Pengertian

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk  Aedes aegyph (Sri Rezeki H.
Hadinegoro, Soegeng, dkk, 2004).

Demam berdarah dengan (DBB) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa
dengan gejala utama, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama ( Arif Mansjoer, dkk, 2000).

2. Etiologi

Penyebab Virus Dengue berdasarkan Usia :

Demam berdarah dengue (DBD) / DHF adalah penyakit demam yang berlangsung


akut menyerang baik dewasa maupun anak-anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban
pada anak-anak berusia > 15 tahun (Thomas Surusa, Ali Imran Umar, 2004).  Nyamuk 
aedes aegyph maupun aedes aibopictus merupakan vektor penular virus dengue dari
penelitian kepada orang lain dengan melalui gigitannya. Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari
( Alan R. Tumbelaka, 2004).

Adapun kadar Trombosit Normal Darah dalam tubuh manusia pun disusun oleh
dua unsur, yaitu plasma darah (cairan darah) dan sel darah. Namun, sel darah pun terbagi
lagi menjadi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah atau
trombosit (platelet). Trombosit dapat ditemukan dalam darah dan limpa. Sel darah ini
tidak berwarna dan memiliki siklus hidup hanya selama 10 hari. Setelah lewat 10 hari pun,
tubuh akan memperbaharui persediaan trombosit baru di sumsum tulang. Untuk
mengetahui jumlah trombosit pun biasanya akan dilakukan pemeriksaan darah lengkap.
Jumlah normalnya pun sekitar 150.000 hingga 450.000 trombosit per mikroliter. (Sutaryo,
2004)

Kondisi trombosit yang kurang dari 150.000 per mikroliter dapat menyebabkan
perdarahan internal yang berakibat fatal, karena dapat terjadi di otak atau pun saluran
cerna. Tanda dan gejala yang muncul dapat berupa mudah memar atau lebam, tampak
ruam atau bintik-bintik ungu kemerahan di kulit, adanya darah pada urine atau feses,
mudah lelah, kulit dan mata tampak kuning, limpa yang membesar, serta terjadi
perdarahan dari gusi atau hidung. Kondisi rendahnya trombosit ini pun biasanya
merupakan efek dari konsumsi obat-obatan tertentu dan penyakit. Penyakit yang membuat
kondisi ini muncul antara lain leukimia, gangguan ginjal, kehamilan, gangguan sistem
imun, kekurangan zat besi dan asam folat, serta infeksi sepsis dan demam berdarah. Selain
itu, trombosit juga bisa melebihi kadar yang seharusnya. Gejala yang muncul yaitu
pembekuan darah yang menghalangi suplai darah ke otak atau jantung. Penyebabnya bisa
meliputi infeksi dan pembengkakan pada sumsum tulang belakang, kanker, atau reaksi
terhadap obat-obatan. (Surosa Thomas, Ali Imran Umar, 2004),

3. Patofisiologi

Fenomena patofisiologi yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya


permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang
ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita
adalah vitemia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik- bintik merah pada kulit
(petekie), hyperemi tenggorokan, pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegli) dan pembesaran limpa. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler
mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan
nhipoprotenia serta efusi pleum dan renjatan (syok). Gangguan hemostatis pada DHF
menyangkut 3 faktor yaitu :  perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan
koagulasi. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20%) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. (Surosa Thomas, Ali Imran
Umar,2004)
4. WOC

Gigitan nyamuk aedes aegpty

Masuknya virus dengue dalam


tubuh

Kontak dengan anty body

Terbentuk kompleks virus


antibody

DHF

Peubahan status Peningkatan Stress Pengaktifan komplek


kesehatan perneabilitas imun antibodi
pembuluh darah
Merangsang
Tekanan psikologi Merangsang
keluarnya histamin
meningkat Kebocoran plasma endotoksin

MK: Cemas HCL meningkat Interleukin


Penurunan volume
meningkat
plasma
Mengiritasi lambung
Menstimulus
Terjadi hipotensi
hipotalamus
Mual / muntah
Trombositopenia
Hipovolemia MK: Hipertermi
MK: Defisit volume
Fungsi trombosit Syok cairan
menurun

Hipotensi nadi cepat Penurunan nafsu


Koagulasi dan lemah makan
(protombin dan
fibrinogen)
Input tidak adekuat
Penurunan O2 dalam
MK: Resiko jaringan
Perdarahan MK: gangguan
nutrisi krang dari
Metabolisme turun kebutuhan tubuh

MK: Intoleransi
aktivitas
5. Tanda dan Gejala

Kriteria klinis DBD / DHF menurut WHO (1997)

1) Demam mendadak tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis demam disertai
gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, malaise, nyeri pada punggung, tulang,
persendian dan kepala.
2) Perdarahan (termasuk uji bendung positif) seperti petekie, epistaksis, hematemosis,
melene.
3) Hepatomegali
4) Syok : nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi < 20 mmHghipotensi disertai gelisah
dan akral dingin.
5) Konsentrasi (kadar Ht > 20% dan normal)
( Alan R. Tumbelaka, 2004).

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran lain yang
tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah :

1) Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
2) Keluhan pada saluran pernapasan : mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia),
diare, konslipasi.
3) Keluhan sistem yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi,
(break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri uluhati, pegal-pegal pada seluruh tubuh,
kemerahan pada kulit, kemerahan (flushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata,
lakrinasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola
mata terasa pegal.

Pasien demam berdarah dengue biasanya akan mengalami 3 fase, mulai dari gejala
muncul untuk pertama kalinya hingga pemulihan. Berikut adalah ketiga fase demam
berdarah tersebut:

1) Fase demam (febrile phase)

Pada fase ini, pasien akan mengalami demam tinggi hingga 40º Celsius yang
berlangsung selama 2-7 hari. Selain itu, pasien juga akan mengalami beberapa gejala lain,
seperti mual, muntah, sakit kepala, sakit tenggorokan, muncul bintik-bintik kemerahan di
kulit, serta nyeri otot, tulang, dan sendi. Dalam fase ini, dokter akan memantau jumlah
keping darah (trombosit), karena biasanya jumlah trombosit mengalami penurunan dengan
cepat hingga kurang dari 100.000/mikroliter darah. Penurunan jumlah trombosit ini terjadi
dalam waktu singkat, yaitu 2-3 hari.
2) Fase kritis (critical phase)

Setelah melewati fase demam, banyak pasien merasa dirinya telah sembuh karena
suhu tubuhnya mulai turun. Padahal, ini justru fase demam berdarah yang paling
berbahaya, karena kemungkinan bisa terjadi perdarahan dan kebocoran plasma darah yang
akan menyebabkan syok dan berpotensi mengancam nyawa. Fase kritis dapat terjadi 3-7
hari sejak demam dan berlangsung selama 24-48 jam. Pada fase ini, cairan tubuh penderita
harus dipantau ketat. Pasien tidak boleh kekurangan maupun kelebihan cairan.

Pada beberapa kasus, pasien dapat mengalami syok atau penurunan tekanan darah yang
drastis, serta perdarahan pada kulit, hidung, dan gusi. Apabila tidak ditangani segera,
kondisi ini dapat berujung pada kematian.

3) Fase pemulihan (recovery phase)

Setelah melewati fase kritis, pasien akan memasuki fase pemulihan. Fase ini akan
terjadi 48-72 jam setelah fase kritis. Di fase ini, cairan yang keluar dari pembuluh darah
akan kembali masuk ke dalam pembuluh darah. Oleh karena itu, sangat penting menjaga
cairan yang masuk agar tidak berlebihan. Cairan berlebih dalam pembuluh darah dapat
menyebabkan kematian akibat gagal jantung dan edema paru. Kadar trombosit pun akan
meningkat dengan cepat hingga mencapai angka sekitar 150.000/mikroliter darah, sampai
kemudian kembali ke kadar normal.

Dalam penanganan DBD, sebenarnya tidak ada pengobatan khusus yang dapat diberikan.
Penderita hanya disarankan untuk banyak beristirahat dan minum air putih yang banyak
untuk mencegah dehidrasi. Bila perlu, dokter akan memberikan cairan melalui infus.
Selain itu, dokter juga akan memberikan obat penurun panas untuk meredakan demam.
(Setiawulan Wiwiek, 2000)

6. Klasifikasi DHF

DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi


menjadi : (WHO, 1997 ).

1) Derajat I
Demam dengan uji bendung positif.
2) Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3) Derajat III
Nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, hipotensi, akarl dingin.
4) Derajat IV
Syok berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tak beraturan. ( Alan R. Tumbelaka,
2004).
7. Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

1) Hb dan PCV meningkat (> 20%)


2) Trombositopenia (< 100.000 /ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
4) 19 D. Dengue positif 
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
6) Urium dan PH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolic P CO2 < 35-40 mmHg dan HCO2 rendah.
8) SGot /SGPT mungkin meningkat.
( Nursalam, 2005).

8. Penatalaksanaan Pasien DHF

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :

1) Tirah baring atau istirahat baring.


2) Diet, makan lunak.
3) Minum banyak (2-2,5 liter /24 jam) dapat berupa jus, susu, sirup, teh manis dan beri
penderita oralit.
4) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam dan jika kondisi pasien memburuk observasi
ketat tiap jam.
5) Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap hari.
6) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan untuk menurunkan
suhu menjadi < 39o C, dianjurkan pemberian parasetamol, asetosial /salisilat tidak
dianjurkan (indikasi kontra) karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau
asidosis.
7) Pada pasien dewasa, analgetik atau sedative ringan kadang-kadang diperlukan untuk
mengurangi sakit kepala, nyeri otot atau nyeri sendi.
8) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan
dokter).
9. Komplikasi
1) Ensefalopatif 
2) Perdarahan intraktranial
3) Hernia batang otak 
4) Sepsis
5) Pneumonia
6) Hidrasi berlebihan
7) Syok  
8) Perdarahan otak 
( Monica Ester, 1999).
ASUHAN KEPERAWATAN
DHF

1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang
dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang
tua, dan pekerjaan orang tua.
2) Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai
ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek,
nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematesis.
4) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
6) Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari
7) Riwayat gizi Status gizi
Anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi
yang mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi kurang.
8) Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).

9) Pola kebiasaan
1. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
2. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diar/konstipasi.
Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
3. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4. Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahat kurang.
5. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
10) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1. Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2. Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
3. Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri, muka
tampak kemerahan karena demam.
4. Mata Konjungtiva anemis
5. Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada gradeII,III,
IV.
6. Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.
7. Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi,
dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
8. Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
9. Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.
10. Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
11. Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet.
Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji
tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak.
Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur
yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,
perhatikan timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo,2008).
12. Genitalia Biasanya tidak ada masalah
13. Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku sianosis/tida
14. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
2) Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
3) Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
4) Ig. D. dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
8) SGOT / SGPT mungkin meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan

1) Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan peningkatan


permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan
ditandai dengan berat badan menurun
3) Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit)
ditandai dengan trombositopenia
4) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan mengeluh
lelah

3. Intervensi keperawatan

Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas


kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x Observasi :


24 jam diharapkan hipovolemia terpenuhi.
1. Periksa tanda dan gejala
Kriteria Hasil : 2. hipovolemik ( tekanan darah
3. menurun, membrane mukosa
1. Turgor kulit
4. kering, hematocrit meningkat )
2. Perasaan lemah
5. Monitor intake dan output cairan
3. Keluhan haus
4. Tekanan darah Terapeutik :
5. Intake cairan membaik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified
trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi :

1. Anjurkan memperbanyak asupan


cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis ( misalnya : NaCl, RL )
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis ( missal : glukosa 2,5%,
NaCl 0,4% )
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
( miosal : albumin, plasmanate )
Kolaborasi pemberian produk darah

Pemantauan cairan

Observasi :

1. Monitor status hidrasi ( mis.


Frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembaban
mukosa, turgor kulit, tekanan darah )
2. Monitor berat badan
3. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium ( mis. MAP, CVP, PAP,
PCWP jika tersedia )

Terapeutik :

1. Catat intake-output dan hitung balans


cairan 24 jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
3. Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian diuretik, jika


perlu

Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan ditandai
dengan berat badan menurun
SLKI SIKI

Setelah dilakuan tindakan keperawatan 3 x Observasi :


24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi
1. Identifikasi status nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh terpenuhi.
2. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
Kriteria Hasil : jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan
1. Porsi makanan yang dihabiskan
selang nasogastric
sedang
6. Monitor asupan makanan
2. Frekuensi makan
7. Monitor berat badan
3. Nafsu makan cukup membaik
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik :

1. Lakukan oral hygiene, jika perlu


2. Fasilitasi menentukan pedoman dier (
mis. Piramida makanan )
3. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
menjegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
8. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

Edukasi :

1. Anjurkan posisi duduk jika mampu


2. Anjurkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan ( mis. Pereda nyeri,
antiemetic ), jika perlu
2. kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan

Pemantauan nutrisi

Observasi :

1. Identifikasi factor yang


mempengaruhi asupan gizi ( mis.
Pengetahuan, ketersediaan makanan,
agama/kepercayaan, budaya,
mengunyah tidak adekuat, gangguan
menelan, penggunaan obat-obatan
atau pascaoperasi )
2. Identikasi perubahan berat badan
3. Identifikasi kelainan pada kulit
4. Identintifikasi kelainan eliminas
( mis. Kering, tipis, kasar, dan mudah
patah )
5. Identifikasi pola makan ( mis.
Kesukaan/ketidaksukaan makanan,
konsumsi makanan cepat saji, makan
terburu-buru )
6. Identifikasi kelainan pada kuku
( mis. Diare, darah, lender, dan
eliminasi yang tidak teratur )
7. Identifikasi kemampuan menelan
( mis. Fungsi motoric wajah, reflex
menelan, dan reflex gag )

Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit)


ditandai dengan trombositopenia
SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x Observasi :


24 jam diharapkan tingkat perdarahan
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
menurun .
2. Monitor nilai hematocrit /
Kriteria Hasil : hemoglobin sebelum dan sesudah
kehilangan darah
1. Kelembapan membran mukosa
2. Suhu tubuh meningkat 3. Monitor tanda dan gejala ortostatik
3. Hematokrit membaik 4. Monitor koagulasi ( mis.
4. Pencegahan Perdarahan Prothrombin time (PT), Partial
thromboplastin time (PTT),
fibrinogen, deradasi fibrin dan/atau
platelet )

Terapeutik :

1. Pertahankan bedrest selama


perdarahan
2. Batasi tindakan invasive, jika perlu
3. Gunakan kasur pencegah decubitus
4. Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi :

1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan


2. Anjurkan menggunakan kaus kaki
saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
6. Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian obat


pengontrol perdarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah,
jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal
SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x Observasi :


24 jam diharapkan hipertermi membaik. 1. Identifikasi penyebab hipertemia
( mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
Kriteria Hasil :
panas, penggunaan incubator )
1. Menggigil 2. Monitor suhu tubuh
2. Kulit merah 3. Monitor kadar elektrolit
3. Kejang 4. Monitor haluan urine
4. Pucat 5. Monitor komplikasi akibat
5. Suhu tubuh hipertermia
6. Tekanan darah
Terapeutik :

1. Sediakan lingkungan yang dingin


2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hyperhidrosis (
keringat berlebihan )
6. Lakukan pendinginan eksternal ( mis.
Seliput hipotermia atau kompres
dingin di dahi, leher, dada, abdomen,
aksila )
7. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi :

1. Anjurkan tiring baring

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian cairan


elektrolit intravena, jika perlu

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan mengeluh lelah
SLKI SIKI

Setelah dilakukan tindakan Observasi :

keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh


yang mengakibatkan kelelahan
intoleransi aktivitas meningkat. 2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
Kriteria Hasil
3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi nadi 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
2. Kemudahan dalam selama melakukan aktivitas
3. melakukan aktivitas sehari-hari
Terapeutik :
4. Manajemen energi
1. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus ( mis. Cahaya, suara,
kunjungan )
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempay tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi :

1. Anjurkan tirah baring


2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawatjika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara meningkatkan asupan makanan

3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan
dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
4. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
1) Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
2) Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Doengus ME, Moorhouse MF, GE Isster AC, 1999.  Rencana AsuhanKeperawatan;


Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, EGC.Ester Monica, 1999.  Diagnosis, Pengobatan,
Pencegahan dan Pengendalian
Demam Berdarah Dengue. Jakarta, EGC.Mansjoer Arif, Triyanti Kaspuji, Savitri
Rokimi, Wardhani Wahyu Ika,
Setiawulan Wiwiek, 2000.  Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta :
Media Aesculapius.
Nursalam M. Nurs, Rekawati Susilaningrum, Sri Utami, 2005.  Asuhan Keperawatan
Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Herdman, T Heatrher, PhD, RN, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011. Jakarta : EGC
Rezeki Sri H. Hadinegoro, Soegeng Soegijanto, 2004. Tatalaksana Demam Dengue
/Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Jakarta : FKUI.
Surosa Thomas, Ali Imran Umar, 2004.  Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit
Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI.
Sutaryo, 2004.  Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Jakarta :FKUI.
Soedarmo Sumarno Poorwo, 2004.  Masalah Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.
Jakarta : FKUI.
Tumbelaka Alan R, 2004. Diagnosis Demam Dengue /Demam Berdarah Dengue. Jakarta
: FKUI.
Tucker SM, dkk, 1998. Standar Perawatan Klien Edisi V, Volume 4 . Jakarta, EGC.
Wartona Tarwoto, 2006.  Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai