Studi Kasus Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliah
Disusun oleh
NAMA : AMRIANI SAMAD
NIM : P00320018006
1. Tn.E berusia 36 tahun dirawat di ruang bedah karena mengalami fraktur femur 1/3
proksimal dekstra. Pada kaki kanan terpasang traksi.Pasien mengeluhkan tidak bisa tidur
karena rasa nyeri di bagian kaki yang patah. Saat dikaji hasil TTV, TD : 130/90 mmHg,
Nadi 110x/menit, Pernapasan 16x/menit dan suhu 38,5⁰C. Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti tertusuk-tusuk dengan skala 7 yang terus menerus dirasakan. Saat
perawat mencoba memeriksa daerah yang patah, pasien berusaha melindungi area yang
dirasakan sakit dan berkata “ jangan disentuh yang ini suster”. Pasien menyampaikan
kegelisahannya pada perawat tentang kakinya yang patah. Dia takut jika tidak bisa
berjalan lagi seperti semula.
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR 1/3 PROKSIMAL DEKSTRA
A. Konsep Medis
1. Definisi
a. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh cedera (Masjoer 2000)
b. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bias terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan dll) dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki laki
dewasa. Patah pada daerah ini menimbulkan perdarahan yang cukup banyak
menyebabkan penderitaan
c. Fraktur femur 1/3 proksimal dekstra yang artinya fraktur 1/3 proksimal atau sering
disebut fraktur subtrochantor adalah terputusnya tulang femur pada bagian atas bila
terjadi pada 1-2 cm dibawh trochanter minor pada kaki kanan.
2. Etiologi
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pe
mukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang
dapat pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta
kerusakan pada kulit.
b. Akibat kelelahan atau tekanan.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan
berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon tentara yang berbaris atau
berjalan dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya oleh
tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atu kerusakan jaringan
sekitarnya.
b. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan
ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
c. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot, paralysis dapat
terjadi karena kerusakan syaraf.
f. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi
pergerakan.
g. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
h. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot
yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang kehilangan
bentuk normalnya.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al,
1993).
Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang kembali ke
posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan susunan
tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses
penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
5. Komplikasi
Menurut Sylvia and Price (2001), komplikasi yang biasanya ditemukan antara lain :
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
6. Klasifikasi fraktur Femur
a. Fraktur collum femur:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita
jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan
benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena
gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai
perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh
meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
Ada bebearapa prinsipnya yaitu :
a. Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa
airway, breathing, circulation.
b. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan
penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan
perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem.
c. Pemberian antibiotika.
d. Debridement dan irigasi sempurna.
e. Stabilisasi.
f. Penutup luka.
g. Rehabilitasi.
h. Life Saving
i. Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan
kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu
ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya
yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat
multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation.
j. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam
untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah
tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode)
dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu
penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode
terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun
ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati
urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
k. Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung
dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk
ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan
spektrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif.
l. Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik
berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi untuk mengurangi
kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam
jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
m. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang,
cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan
fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi
dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar.
Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari
rahabilitasi penderita. (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 133)
2. Seluruh Fraktur
1) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis.
a) Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan
biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF (Open
Reducion Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open Reducion eksternal
Fixation).
2) Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna. Mempertahankan dan
mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah,
nyeri, perabaan, grakan, perkiraan waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan
tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
B. Konsep Keperawatan
Masalah keperawatan dalam hal ini adalah kebutuhan rasa aman dan nyaman
1. Definisi
Kenyamanan adalah suatu keadaan yang telah terpenuhi kebutuhan dasar klien.
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman ( suatu kepuasan yang meningkatkan
ketrampilan sehari – hari ) , kelegaan ( kebutuhan yang terpenuhi ) dan transenden ( keadaan
tentang sesuatu yang melebihi masalah nyeri ). Kenyamanan sering diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif
karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan
hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Sensori yang
tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial
kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan.
2. Etiologi Nyeri
1. Faktor Resiko
a. Nyeri Akut
1) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
2) Menunjukkan kerusakan
3) Posisi untuk mengurangi nyeri
4) Muka dengan ekspresi nyeri
5) Gangguan tidur
6) Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
7) Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
b. Nyeri Kronis
1) Perubahan berat badan
2) Melaporkan secara verbal dan non verbal
3) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri
4) Kelelahan
5) Perubahan pola tidur
6) Takut cidera
7) Interaksi dengan orang lain menurun
2. Faktor Predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
3. Faktor Presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
d. Emosi
3. Manifestasi Klinik
1. Tanda dan Gejala
a. Gangguan tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan menghindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Depresi
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah:
a. Arti Nyeri. Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian
arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-
lain. Keadaan ini di pengaruhi lingkungan dan pengalaman.
b. Persepsi Nyeri. Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif dari
seseorang yang merasakan nyeri. Dikarenakan perawat tidak mampu merasakan
nyeri yang dialami oleh pasien.
c. Toleransi Nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan,
hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan,
rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang kunjung tidak hilang, sakit, dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap Nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua
ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor,
seperi arti nyeri, tingkat perspepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya,
harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.
4. Patofisiologi
`Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti
Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan
merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan
sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat
juga menyebabkan atau mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
5. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri
akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak
melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan
nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari
6 bulan. Termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis,
dan nyeri psikosomatis.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan abdomen.
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.
c. Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d. CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pemnuluh darah yang pecah di otak.
7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Monitor TTV
b. Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
c. Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang)
d. Kompres hangat
e. Mengajarkan teknik relaksasi
2. Penatalaksaan Medis
a. Pemberian analgesik
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri yang berat
dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
b. Plasebo
Plasebo merupakan obat yang mengandung komponen obat analgesik seperti gula,
larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat menurunkan rasa nyeri, hal
ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
Jl.. Jend.A.H Nasution No. G.14 Anduonohu Kota Kendari 93232
Telp. (0401) 3190492 Fax. (0401) 3193339 e-mail poltekkeskendari@yahoo.com
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Lengkap : TN. E
2. Jenis Kelamin : laki-laki
3. Umur/Tanggal Lahir : 36 tahun
4. Status perkawinan : menikah
5. Agama : Islam
6. Suku Bangsa : Bugis
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan : wiraswasta
9. Pendapatan :
10. Tanggal MRS : 25 april
B. Identitas Penanggung
1. Nama Lengkap : Tn. A
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Pekerjaan : wiraswasta
4. Hubungan dengan klien : Anak kandung
5. Alamat : Jl. Merpati
D. Keluhan saat ini : klien mengeluh sulit tidur akibat nyeri yang
dirasakan
1. penyebab/faktor pencetus : klien mengalami kecelakaan 2 hari yang lalu
2. sifat keluhan : klien mengatakan nyerinya seperti
tertusuk-tusuk
3. lokasi dan penyebarannya : klien mengatakan nyerinya menjalar sampai
ke panggul
4. Skala keluhan : skala nyeri diangka 7
5. Mulai dan lamanya keluhan : klien mengatakan nyeri timbul setelah mengalami
kecelakaan
6. Hal-hal yang meringankan/memperberat : : klien mengatakan nyeri akan
berkurang setelah berbaring dan nyeri saat melakukan
pergerakan…………………………………..
6. Lain-lain :-
36
Keterangan:
Generasi I : ibu klien meninggal karena
Generasi II : klien mengalami fraktur femur 1/3 proksimal dekstra akibat
kecelakaan
Generasi III : anak klien sehat
b. Riwayat kesehatan anggota keluarga
1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa: tidak….
2. Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit menular atau menurun
(Tidak)…..……………………….
V. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : ………130/90……..mmHg
2. Pernapasan : 16 kali / menit, Irama :……………
3. Nadi : 110 kali / menit, regular/ireguler : ………
4. Suhu badan : 38,5 0C
2. Berat badan dan tinggi badan
1. Berat badan : …50…..Kg
2. Tinggi badan : …150……….Cm
3. IMT :…22,,2 ……..
3. Kepala :
1. Bentuk kepala : simetris kiri dan kanan
2. Keadaan kulit kepala: bersih
3. Nyeri kepala / pusing: sedikit pusing
4. Distribusi rambut: hitam
5. Rambut mudah tercabut : …tidak ada………………….
6. Alopesia : ……………………tidak ada…………….
7. Lain-lain : ……………………………………
4. Mata
1. Kesimetrisan : ……simetrsi (normal)………………………….
2. Edema kelopak mata : …… ada pembengkakan………
3. Ptosis : ………tidak ada (normal )……………………..
4. Sklera : ……… putih (Normal) ……………………….
5. Konjungtiva : …… tidak pucat Normal ……………………….
6. Ukuran Pupil : tidak ada dilatasi pupil (Normal)………
7. Ketajaman Penglihatan : …mampu melihat dengan jelas (Normal)
8. Pergerakan Bola Mata : tidak ada nistagmus(Normal )…………
9. Lapang pandang : …mampu melihat kesisi samping(normal)……
10. Diplopia : ………tidak ada… …………
11. Photohobia : ……… tidak ada penglihatan ganda(Normal) ……
12. Nistagmus : …bola mata tidak bergerak cepat……(Normal) …
13. Reflex kornea : ………Normal…………………….
14. Nyeri : ………tidak ada nyeri …………………….
15. Lain – lain : ……………………………….
5. Telinga
1. Kesimetrisan : simetris(normal)…………………………….
2. Sekret : tidak ada……………………………….
3. Serumen : tidak ada…………………………….
4. Ketajaman pendengaran : baik,dapat mengulangi kata yang dibisikan
5. Tinnitus : …tidak ada tinitus……………………
6. Nyeri : …tidak ada nyeri…………………………
7. Lain – lain : ……………………………….
6. Hidung
1. Kesimetrisan : …………simetris…………………….
2. Perdarahan : …………tidak ada…………………….
3. Sekresi : …………tidak ada…………………….
4. Fungsi penciuman : …………fungsi penciuman baik …….
5. Nyeri : …………tidak ada…………………….
6. Lain – lain : ……………………………….
7. Mulut
1. Fungsi berbicara : ………mampu berbicara(normal)……
2. Kelembaban bibir : ………sedikit kering……………………….
3. Posisi uvula : …simetris tengah……(normal)………………………
4. Mukosa : ……tidak kering…………(normal)………………
5. Keadaan tonsil :……tidak ada peradangan(normal)…….
6. Stomatitis : … tidak ada stomatitis(sariawan)………………
7. Warna lidah : … merah muda (Normal)………………………….
8. Tremor pada lidah : ……tidak ada tremor………………………….
9. Kebersihan lidah : … bersih ………………………….
10. Bau mulut : ……tidak ada(normal)………………………….
11. Kelengkapan gigi : ……lengkap………………………….
12. Kebersihan gigi : ……bersih………………………….
13. Karies : ……tidak ada karies(normal)…………….
14. Suara parau : ……tidak ada………………………….
15. Kesulitan menelan : ……tidak ada……………………….
16. Kemampuan mengunyah : …mampu mengunyah(normal)…………
17. Fungsi mengecap : ……mampu membedakan rasa (normal)…
18. Lain – lain : ……………………………….
8. Leher
1. Mobilitas leher :……baik (Normal)…………………………….
2. Pembesaran kel. Tiroid : ……tidak ada pembesaran (normal)
3. Pembesaran kel. limfe : ……tidak ada pembesaran (normal)……
4. Pelebaran vena jugularis : …tidak ada…peningkatan tekanan (JVP)……
5. Trakhaea : ………………………………….
6. Lain-lain : ………………………………….
9. Thoraks
Paru – paru
1. Bentuk dada : tidak ada kelainan seperti(burrel chest))……………
2. Pengembangan dada tidak ada masalah
3. Retraksi dinding dada : …retraksi dinding dada(-)…
4. Tanda jejas : …tidak ada jejas……………………………..
5. Taktil fremitus : taktil fremitus baik……………………
6. Massa : tidak ada massa…………………………….
7. Dispnea …tidak…ada (RR ;19 X/menit)…………………
8. Ortopnea : ada ortopnea… ………………………
9. Perkusi thoraks : hipersonor…………………………….
10. Suara nafas : …………………
11. Bunyi nafas tambahan : tidak terdapat bunyi nafas tambahan
12. Nyeri dada : tidak terdapat nyeri saat bernafas…………………
13. Lain-lain : -……………………………….
Jantung
1. Iktus kordis : tonjolan kecil yang sifatnya lokal (Normal)………
2. Ukuran jantung : -…………………………….
3. Nyeri dada : tidak terdapat nyeri saat bernafas……………………
4. Palpitasi : tidak ada palpitasi……………………………….
5. Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan(normal) ………
6. Lain-lain : -……………………………….
10. Abdomen
1. Warna kulit : ……sawo matang………………………………..
2. Distensi abdomen : ……tidak ada distensi abdomen
3. Ostomy : ……tidak ada ostomy……………………………….
4. Tanda jejas : ……tidak ada jejas……………………………….
5. Peristaltik : ……7 X/Menit)Normal ………………….
6. Perkusi abdomen : ……………………
7. Massa : …tidak ada ………Lokasi :…
8. Nyeri tekan : tidak…ada ……….Lokasi : …
9. Lain - lain : ……………………………………..
11. Payudara
a. Kesimetrisan :…
b. Keadaan puting susu :…
c. Pengeluaran dari putting susu : … ……………………………
d. Massa : … …………………
e. Kulit paeu d’orange : ……………………………
f. Nyeri : … ……………………………
g. Lesi : … ……………………………
h. Lain – lain : ………………………………
12. Genitalia
Wanita
1. Keadaan meatus uretra eksterna :
2. Leukorrhea : ………………
3. Perdarahan :
4. Lesi pada genital : …………………
5. Lain - lain : -
b. Kebutuhan Kenyamanan :
a. Keluhan nyeri : klien mengeluhkan nyeri pada kaki
yang patah lokasi : paha kanan
b. Pencetus nyeri : nyeri timbul akibat kaki yang patah …
c. Upaya yang meringankan nyeri : tidak melakukan pergerakan dan
hanya berbaring
d. Karakteristik nyeri : klien mengatakan nyerinya seperti
Tertusuk-tusuk……
e. Intensitas nyeri : nyerinya hilang timbul
f. Durasi nyeri : klien mengatakan nyeri hanya
sebentar namun hilang timbul…………………………….
g. Dampak nyeri terhadap aktivitas : klien mengatakan nyeri saat melakukan
pergerakan …………………………..
h. Lain – lain : ……………………………..
A. Studi diagnostic :
Kendari,
Mahasiswa
Amriani Samad
Klasifikasi Data
DS :
DO :
Pemeriksaan penunjang
Analisa Data
DO :
Klien Nampak
meringis akibat nyeri
yang dirasakan
Nampak kaki kanan
terpasang traksi
Nampak klien selalu
melindungi kakinya
yang patah
Klien Nampak gelisah
TTV :
o TD : 130/90
mmHg
o N : 110
X/Menit
o RR : 16
X/Menit
o S : 38,5 0C
Pemeriksaan penunjang
Hasil X-Ray
menunjukan terdapat
fraktur femur 1/3
proksimal dekstra
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan:
1. Menyapa pasien dengan sopan dan ramah.
2. Menjelaskan secara singkat tujuan dilakukannya
terapi musik pada klien.
3. Memastikan bahwa klien sudah memahami manfaat
terapi musik dan sudah mengerti prosedur yang akan
dilakukan.
4. Menetapkan ketertarikan klien terhadap music
5. Mengidentifikasi pilihan music klien
6. Memilih pilihan music yang mewakili pilahan music
klien
7. Membantu klien untuk memilih posisi yang nyaman
8. Membantu stimulasi eksternal seperti cahaya,suara
pengunjung atau panggilan telepon selama terapi
music
9. Mendekatkan tape music/CD dan perlengkapan
keklien
10. Mendukung dengan headphone,jika diperlukan
11. Menyalakan music dan lakukan terapi music
12. pastikan volume music sesuai dan tidak keras
13. Selanjutnya melakukan evaluasi hasil kegiatan
(kenyamanan klien)