KURNIA HARMAS
NIM : P05120214041
TAHUN 2017
Laporan Karya Tulis Ilmiah ini Telah Diperiksa dan Disetujui untuk Dipresentasikan
Oleh
Pembimbing ,
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah
Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Program Studi DIII Keperawatan Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Pada Tanggal : 04 April 2017
Tim Penguji
Bengkulu, April 2017
Mengesahkan,
Ka. Prodi D III Keperawatan
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
bimbingan dan bantuan baik materi maupun nasehat dari berbagai pihak
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada
iv
5. Kedua Orang tuaku tercinta Ayah handa syaiful kamal dan Ibunda
tercinta Jum Atul Aini , keluarga, serta sanak saudara tercinta yang telah
Keperawatan Bengkulu.
Karya tulis ilmiah ini masih banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan baik
mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak agar penulis dapat
berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga Karya tulis ilmiah yang telah penulis susun ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat membawa perubahan positif
lainnya.
Bengkulu, 04 - 04-2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
vi
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan...................................................... 38
2. Diagnosa Keperawatan........................................................ 42
3. Intervensi Keperawatan....................................................... 44
4. Implementasi Keperawatan.................................................. 58
5. Evaluasi Keperawatan.................................................... ...... 58
BAB IV Pembahasan
A. Pengkajian................................................................................. 107
B. Diagnosa.................................................................... 110
C. Perencanaan................................................................................ 111
D. Implementasi............................................................................... 112
E. Evaluasi........................................................................................ 113
vii
BAB V Penutup
A. Kesimpulan............................................................... 115
B. Saran........................................................................ 116
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR,TABEL
BAB I,II
echokardiografi
viii
Tabel 3.7 Implementasi Hari Pertama 88
Tabel 3.8 Implementasi Hari Kedua 93
Tabel 3.9 Implementasi Hari Ketiga 96
Tabel 3.10 Evaluasi Hari Pertama 99
Tabel 3.11 Evaluasi Hari Kedua 101
Tabel 3.12 Evaluasi Hari Ketiga 103
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung terdiri atas berbagai macam jenis dimulai dari angina
pectoris,infark miokard,tamponade jantung,penyakit jantung
koroner,penyakit jantung rematik,penyakit jantung bawaan dan penyakit
congestive heart failure (CHF) (Mutaqqin, 2009). CHF adalah suatu
kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah
guna mencukupi kebutuhan sel–sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara
adekuat. CHF terjadi karena kapasitas berkontraksi miokardium yang kurang
atau bertambah beban tekanan pada jantung (Wajan, 2011).
Setiap perubahan dalam faktor–faktor ini dapat menyebabkan
penurunan fungsi ventrikel dan manifestasi CHF. Coronary artery
diasease dan usia lanjut merupakan faktor resiko utama untuk CHF,
faktor-faktor lain, seperti hipertensi, diabetes, merokok, obesitas, dan
kolestrol serum yang tinggi, juga dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan CHF. Hipertensi merupakan faktor utama, meningkatkan
resiko CHF sekitar tiga kali lipat. Resiko CHF meningkat secara progesif
dengan keparahan hipertensi (Lewis, 2011).
Lebih dari 870.000 kasus baru dilaporkan setiap tahunya, sekitar
setengah dari semua orang meninggal dalam waktu lima tahun setelah
didiagnosis. Jumlah orang yang didiagnosis dengan CHF diperkirakan
meningkat dari sekitar 6 juta menjadi hampir 8 juta pada 2030 (AHA,
2015). Jumlah penderita CHF terus meningkat, terutama sebagai penyakit
penuaan. Prevalensi juga bervariasi oleh ras dan etnis. Setelah usia 20,
prevalensi CHF sekitar dua kali lipat dalam setiap dekade kehidupan. Pada
tahun 2010, diperkirakan 5,1 juta orang Amerika yang berusia ≥ 20 tahun
mengidap CHF. Pada mereka dengan CHF, 88% terjadi pada usia lebih
dari 65 tahun, dan 49% dari mereka adalah yang lebih tua dari 80 tahun
(Nasar, 2010). CHF mencapai titik kritis karena peningkatan jumlah yang
2
sangat signifikan. Penyebab paling umum dari terjadinya CHF selama ini
adalah penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi dan diabetes (AHA,
2015).
Menurut WHO, sekitar 17 juta orang meninggal akibat penyakit
kardiovaskular. Salah satu masalah kesehatan dalam sistem
kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus meningkat adalah penyakit
CHF (AHA, 2015). Penyakit jantung di Indonesia terus meningkat dan
akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial ekonomi bagi
keluarga penderita, masyarakat, dan negara. Menurut data Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (2014), berdasarkan diagnosis dokter
prevalensi penyakit CHF di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau
diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter
gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang, dan di
provinsi Bengkulu sendiri berjumlah 0.10 % atau sebesar 1.249 orang.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, penyakit jantung
menjadi salah satu penyebab utama kematian. Prevalensi secara nasional
mencapai 7,2%. Kematian akibat penyakit jantung, hipertensi dan stroke
mencapai 31,9% sedangkan angka kematian karena penyakit CHF di
rumah sakit yaitu sekitar 6-12%. Sementara itu, data Riskesda tahun 2013
menunjukkan prevalansi penyakit jantung koroner dan CHF terlihat
meningkat seiring peningkatan umur responden (Kemenkes RI, 2013).
Hasil riskesdas provinsi Bengkulu tahun 2013, prevalensi penyakit
CHF di Bengkulu pada tahun 2013 menunjukkan persentase menurut
diagnosis dokter ataupun tenaga kesehatan 0,10%, dan menurut tanda dan
gejala di provinsi Bengkulu menunjukkan 0,1% (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan hasil survei awal yang kami lakukan di RSUD dr.M.Yunus
Bengkulu, menunjukkan persentase pasien penderita penyakit CHF yang
melakukan pengobatan, ataupun rawat inap di RSUD dr.M.Yunus
Bengkulu tiga tahun terakhir cukup tinggi. Pada tahun 2013 jumlah dari
keseluruhan pasien penderita penyakit CHF sebanyak 385 orang, yang
meninggal 19 orang, sedangkan pada tahun 2014 jumlah dari keseluruhan
3
tidak efektif, Pola nafas tidak efektif adalah ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi yang adekuat (Kozier, 2010). Apabila masalah ini
tidak teratasi maka dampak terhadap pasien yaitu intoleransi aktifitas,
sehingga pasien tidak dapat beraktivitas secara normal (Syaifudin, 2009).
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peran
penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan CHF
yang meliputi peran promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam
upaya promotif perawat berperan dengan memberikan pendidikan
kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala dari penyakit
sehingga dapat mencegah bertambahnya jumlah penderita. Dalam upaya
preventif, perawat memberi pendidikan kesehatan mengenai cara–cara
pencegahan agar klien tidak terkena penyakit dengan membiasakan pola
hidup sehat. Peran perawat dalam upaya kuratif yaitu memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan masalah dan respon klien terhadap penyakit yang
diderita, karena pemberian obat saja tanpa melakukan asuhan keperawatan
yang utuh akan sulit bagi pasien untuk sembuh secara optimal. Peran
perawat dalam upaya kuratif meliputi 3 bidang yaitu caring Role;
memelihara klien dan menciptakan lingkungan biologis, psikologis,
sosiokultural yang membantu penyembuhan, coordinating Role; mengatur
keterpaduan tindakan keperawatan, diagnostik dan terapeutik sehingga
terjalin pelayanan yang efektif dan efisien, therapeutic Role; sebagai
pelaksana pelimpahan tugas dari dokter untuk tindakan diagnostic dan
therapeutik (Nasar, 2010).
Pasien CHF yang berada diruang ICCU mengatakan hampir setiap
malam mereka mengeluhkan sesak dan perawat ruangan memberikan
terapi oksigen dan melatih pasien untuk bernafas relaksasi sendiri disamping
memberikan pengobatan medisnya, perawat juga membantu pasien untuk
menjaga posisi tirah baring bagi pasien. Oleh sebab itu, asuhan
keperawatan yang efektif dan menyeluruh dapat meningkatkan harapan
hidup dan memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga agar mereka
dapat beradaptasi dan meningkatkan harga dirinya (wartonah,
5
A. Batasan Masalah
Penulis membatasi laporan studi kasus pada asuhan keperawatan
dengan gangguan CHF di ruang rawat inap ICCU RSUD. Dr.M. Yunus
Bengkulu tahun 2017.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mendeskripsikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan gangguan CHF.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan gangguan CHF.
b. Mendeskripsikan perumusan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan gangguan CHF.
c. Mendeskripsikan perencanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan CHF.
d. Mendeskripsikan implementasi pada pasien dengan gangguan CHF.
e. Mendeskripsikan evaluasi pada pasien dengan ganguan CHF.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Akademik
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan sebagai informasi ilmiah yang
kedepannya dapat dikaji dan dikembangkan lagi oleh mahasiswa Poltekkes
Kemenkes Bengkulu khususnya bagi mahasiswa jurusan Keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi serta
masukan yang bermanfaat bagi pihak rumah sakit,dalam melakukan
perawatan pada pasien dengan gangguan CHF.
D. Sistematika penulisan
Penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari lima bab, yang terdiri dari
bab 1;Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab II; Tinjauan
7
teori yang meliputi tinjauan teori penyakit CHF dan tinjauan teori asuhan
keperawatan pada pasien dengan CHF. Bab III; Laporan kasus asuhan
keperawatan pasien dengan CHF di RSUD M.Yunus kota Bengkulu. Bab
IV; Pembahasan implementasi dan evaluasi pada kasus CHF. Bab V ; Penutup
yang meliputi kesimpulan dan saran dari asuhan keperawatan pada pasien
dengan CHF.
8
BAB II TINJAUAN
TEORI
1 . Anatomi
berisi cairan yang disebut perikardium. Ruang jantung terdiri atas dua
ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang
tersebut adalah atrium kiri dan kanan serta ventrikel kiri dan kanan.
Antrium dan ventrikel dipisahkan satu dari yang lain oleh katup satu arah.
Sisi kiri dan kanan jantung dipisahkan oleh sebuah dinding jaringan
a. Secara ritmisitas
c. Secara kontraktilitas
2009).
susunan otot atria, serabut yang sangat tipis, kurang teratur, dan
2. Fisiologis
ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri,
d. Serabut purkinje
oleh serat nodus sinus, terutama terjadi di dalam serat – serat nodus
A–V dan serat purkinje. Serat – serat nodus bila tidak dapat
dari pada setiap bagian jantung. Oleh karena itu nodus sinus
suatu kecepatan rangsangan ritmis yang jauh lebih cepat dari pada
berfungsi, normal, pacu jantung akan beralih dari nodus sinus ke nodus
A-V atau ke serat purkinje yang peka rangsangan. Salah satu titik
dalam otot ventrikel akan sangat mudah dirangsang dan dapat menjadi
3. Siklus jantung
dimulai oleh timbulnya potensial aksi secara spontan pada sampel sino
artical node (SA) pada dinding posterior atrium kanan dekat muara
2009).
terus dari vena – vena besar ke dalam atrium. Kira-kira 70% aliran
belum berkontraksi.
kontraksi iskemik.
15
0,03-0,06 detik.
(Scanlon, 2007).
4. Sirkulasi jantung
2009) yaitu :
c. Sirkulasi koroner
ventrikel kiri.
kiri dan ventrikel kiri serta memperdarahi dinding lateral ventrikel kiri.
Arteri koroner kanan berjalan di alur antara atrium kanan dan ventrikel
1. Pengertian
(Mutaqqin, 2009).
2007).
2. Etiologi
f. Factor sistemik
Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia, dan anemia.
Hipoksia dan anemia juga bisa menurunkan suplai oksigen
kejantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung. Disritma jantung yang dapat terjadi dengan
sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan
efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
3. Klasifikasi CHF
CHF dapat dikatakan apabila gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
pada ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah
kongestife visera jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan
(Mutaqqin, 2009).
3. Patofisiologi
COP Hambatan
Beban jantung
MK: menurun pengosongan ventrikel
meningkat
Penurunan
Disritmia dan
cardiak
pulsus alternans
output Gagal jantung
kongestif
(CHF)
26
4. Manifestasi Klinis
mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru, yang
(Scanlon, 2007).
yaitu; kongesti paru dan edema, gagal jantung kanan distensi organ
6. Pemeriksaan Diagnostik/Laboratorium
a. Pemeriksaan Diagnostik
1). Ekokardiografi
dinding ventrikel.
CTR=A+B/C x 100%
iskemik.
a). Kalium :
b). Natrium :
c). Kalsium :
serangan jantung.
d). Magnesium :
e). Fosfor :
dengan hipokalsemia.
amino menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum
pada hari ke tiga sampai hari ke lima. Nilai normal : laki – laki
5). Ureum
amino yang diubah oleh hati menjadi ureum. Ureum bermolekul kecil
10-50 mg/dl
6). kreatine
normal antara BUN dan kreatinin adalah 10:1. Nilai rasio yang
Nilai normal :
telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan sebagian kecil
36
Nilai ideal :
Risiko sedang 200 – 240 mg/dl, risiko tinggi > 240 mg/dl
Anak : bayi : 90 – 130 mg/dl, anak 130 – 170 mg/dl resiko tinggi >
185 mg/dl.
stabil pada klien dengan diabetes mellitus laten. Untuk alasan ini,
kadar glukosa darah secara rutin dinilai pada semua klien dengan
gangguan jantung.
7. Penatalaksanaan
inotropik.
(phenobarbital).
38
8. Komplikasi
(Smeltzer, 2002).
39
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur:
CHF cenderung pada umur di atas 65 tahun, laki – laki lebih beresiko
pekerjaan yang berat dan pola hidup yang terkadang tidak sehat ,
fisik.
utama, meliputi :
1). P: paliatif
2). Q: qualitas
tersebut dirasakan.
40
3). R: regio
4). S: skala
5). T: timing
c. Riwayat penyakit
utama, meliputi :
karena dispnea.
c). Keluhan batuk oleh klien, batuk ini dapat poduktif, tetapi
ekspensi paru.
41
klien pada masa lalu yang relevan. Obat – obat ini meliputi
keuangan.
d. Pemeriksaan Fisik
a). Inspeksi
b). Palpasi
c). Perkusi
d). Auskultasi
merintih,meregang,dan menggeliat.
yang parah.
7). B6 (Bone) Hal – hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada
jantung kurang.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana
tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan (Bulechek,
2013).
simetris. dengan keadaan pasien serta ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam
4. Tekanan vena sentral berat badan setiap hari jika hari. Sehingga cairan berpindah kembali ke
dan tekanan dalam perlu.7 sirkulasi ketika pasien tidur.1
6.
batas normal. Menandakan penurunan pengiriman oksigen ke
5. Status kognitif dalam 6. Monitor status pulmonal, jaringan yang serius.3
batas normal frekuensi dan upaya
6. Gas darah dalam pernafasan dan perubahan 7. Nyeri dada dengan takikardia menetap berpotensi
batas normal perilaku yang merugikan, 3,7 terjadinya gangguan perfusi jantung yang
7. Hipotensi ortostastik setiap 2 jam.7 berhubungan dengan waktu pengisian diastolic
tidak ada. ˡ memendek, penurunan oksigen ke miokardium dan
7. Evaluasi adanya nyeri dada beban kerja jantung yang meningkat.3
dengan takikardia menetap
sesuai keadaan pasien.3 8. Untuk menurunkan statis sirkulasin perifer dan
menurunkan pembentukan thrombus atau
8. Atur posisi pasien setiap 2 embolus.1
jam atau pertahankan
aktivitas lain yang sesuai.1 9. S1 dan S2, lemah karena menurunya pompa irama
gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
9. Catat perubahan bunyi
darah kedalam serambi yang distensi. Murmur
jantung, 4 tiap 4 jam atau
dapat menunjukan stenosis atau inkonfusi katup.
sesuai keadaan pasien. 7
10. Pada CHF dini, sedang atau kronis tekanan darah
Pemantauan Tanda Vital dapat meningkat sehubungan SVR pada CHF lanjut
10. Pasang monitor TTV dan
tubuh tidak mampu mengkompensasi lagi dan
catat tekanan darah pasien
hipotensi tidak dapat normal lagi. 4
tiap 15 menit sampai pasien
stabil dan lanjutkan tiap 4
11. Menurunya COP, bendungan atau statis vena dan
jam.4 tirah baring lama meningkatkan resiko
tromboflebitis.4
11. Periksa nyeri tekan betis,
menurunya nadi pedal, 12. Persiapan untuk peristiwa yang menimbulkan
pembengkakan dan stress terutama deskripsi aspek sensori dapat
kemerahan lokal tau pucat mengurangi stress dan memfasilitasi koping.
pada ekstremitas. 4
13. Meningkatkan sediaan oksigen utnuk kebutuhan
48
12. Jelaskan prosedur dan miokard, untuk melawan efek hipoksia dan
uraikan aspek sensori dari iskemik.4
terapi setiap tindakan yang
akan dilakukan.3 14. Untuk mencegah pembentukan thrombus perifer.1
Colaboration Activity 15. Tipe dan dosis diuretic tergantung pada derajat
13. Berikan oksigen sesuai gagaljantung dan status fungsi ginjal. Penurunan
indikasi pertahankan preload paling banyak digunakan dalam mengobati
saturasi arteri lebih besar pasien dengan curah jantung relative normal
dari 90 %.4,7 ditamabh dengan gejala kongesti. Diuretic blok
reabsorbsi diuretic, sehingga mempengaruhi
14. Berik an antikoagulan reabsorbsi natrium dan air.4
misalnya heparin dan
wafarin sesuai indikasi.1 16. Vasodilator digunakan untuk meningkatkan COP,
menurnkan volume sirkulasi (vasodilator) dan
15.
Berikan medikasi diuretic tahanan vascular sistemik (arteriodilator), kerja
sesuai intruksi dokter. 4 ventrikel.4
Menunjukan status 6. Pertahankan ekstremitas klien juga dapat meningkatkan kebutuhan metabolis dari
kognitif yang dibuktikan tetap hangat.2 jaringan melawati kapasitasnya.2
oleh indikator sebagai
berikut: (1 : gangguan 7. Pantau pemasukan dan catat 7. Penurunan COP akan menurunkan aliran darah ke
ekstrem, 2 : Berat, 3 : perubahan haluaran urin ginjal sehingga pemantauan yang ketat akan
Sedang, 4 : Ringan, 5 : secara akurat setiap 1 jam.1,7 membantu mempertahankan keseimbangan cairan.3
Tidak mengalami) hasil
yang diharapkan adalah 8. Ukur tanda-tanda vital tiap 1- 8. Pada CHF dini, sedang atau kronis tekanan darah
indikator 4-5. Dibuktikan 4 jam sesuai indikasi.7 dapat meningkat sehubungan SVR pada CHF lanjut
dengan : tubuh tidak mampu mengkompensasi lagi dan
9. Kaji adanya kongesti hepar hipotensi tidak dapat normal lagi. 4
1. berkomunikasi dengan
(nyeri kuadran
jelas dan sesuai dengan
(kka),peningkatan ukuran 9. Pada gagaljantung kongestif terjadi gangguan pada
kemampuan
hepar, dan nyeri tekan setiap 4 aliran balik vena yang menyebabkan darah dari
2 menunjukkan jam.7 hepar tertahan dan terjadi kongesti pada hepar.7
perhatian, konsentrasi
dan orientasi 10. Kaji kualitas dan adanya nadi 10. Kualitas nadi perifer dipengaruhi oleh curah
Menunjukkan fungsi perifer distal tiap 2 jam.7 jantung.4
sensori motorik kranial
yang utuh : tingkat 11. Kolaborasi dalam pemberian 11. untuk mencegah pembentukan thrombus dan oklusi
kesadaran membaik, tidak antikoagulan sesuai indikasi.1 sirkulasi perifer.1
ada gerakan gerakan
involunter.1
perifer dan adalah indikator 4-5. 3. Pasang urin kateter jika 4. Intake yang lebih besar dari output dapat
hipertensi Dibuktikan dengan : mengindikasikan adanya retensi cairan dan
diperlukan
pulmonal. 1. Ttv dalam batas menyebabkan kelebihan cairan.6
normal
2. Tidak mengalami 5. Untuk mendapatkan konsistensi berat badan
nafas dangkal 4. Monitoring hasil Hb pasien.6
3. Keseimbangan asupan yang sesuai dengan
dan haluaran dalam 24 6. Penurunan tekanan osmotik dapat menyebabkan
jam. retensi cairan (BUN, edema, terutama di daerah tergantung.6
4. Tidak ada bunyi nafas Hmt, osmolalitas, urin).
tambahan. 7. Untuk menentukan langkah-langkah pencegahan
5. Tidak ada acites, kerusakan kulit.6
distensi vena jugularis, 5. Monitor indikasi retensio
dan edema. 8. Pasien dengan gagal jantungmungkin mengalami
6. Berat jenis urin dalam / kelebihan cairan peningkatan volume intravaskuler dan
batas normal (cracles, CVP, edema, ekstravaskuler.3
7. Berat badan stabil. 1
distensi vena leher, 9. Untuk mengetahui keefektifan pengobatan dan
asites) mengetahui output cairan.7
diaphoresis, disfungsi 19. Diuretik dapat memacu ekskresi natrium dan air.
hati, dll). a. Meningkatkan laju aliran urin dan dapat
menghambat reabsorbsi natrium/klorida pada
tubulus ginjal.
12. Catat secara akurat b. Meningkatkan dieresis tanpa kehilangan kalium
berlebihan.4
intake dan output .
penambahan BB
a. Monitor tanda
dan gejala dari
edema
4 Pola nafas tidak NOC NIC
pernapasn dengan bibir dan bernapas lebih lambat dan lebih dalam serta
batuk efektif tiap 2 jam jika mengurangi dispnea selama aktivitas. Batuk dapat
keadaan pasien meletihkan,sehingga dengan batuk efektif
memungkinkan.3,7 digunakan untuk memberikan dukungan pada otot
pernafasan dan membantu dalam membuang
8. Posisikan klien semi fowler sekresi jalan napas sambil meminimalkan
jika tidak ada kontraindikasi.1 penggunaan energy. 3
12. Bantu untuk mendapatkan alat 14. Waktu luang selama dirumsh sakit menimbulkan
bantu aktivitas seperti kursi kejnuhan.
roda, kruk.
15. Peningkatan kemampuan toleran terhadap aktivitas
13. Bantu untuk mengidentifikasi setiap hari merujuk pada keberhasilan intervensi.
aktivitas yang sesuai.
16. Apresiasi positif diberikan untuk meningkatkan
14. Bantu klien untuk membuat kpercayaan diri terhadap kesembuhan dan
jadwal latihan diwaktu luang kelelahan
15. Bantu klien/keluarga untuk 17. Mengetahui respon toleran terhadap aktivitas.
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas.
b/d iskemik pernapasan yang 1. Lakukan pengkajian nyeri nyeri sehingga dapat menentukan intervensi
miokardium. dibuktikan oleh indikator secara komprehensif termasuk selanjunya.
sebagai berikut: lokasi, karakteristik, durasi,
1: nyeri Ekstream, frekuensi, kualitas,dan factor 2. Mengetahui respon pasien terhadap nyeri.
2: nyeri berat, presipitasi.
3: nyeri sedang, 3. Mengetahui cara penanganan nyeri yang biasa
4: nyeri ringan, 2. Observasi reaksi nonverbal dilakukan oleh pasien.
5: tidak ada nyeri. dari ketidaknyamanan.
Nilai yang diharapkan 4. Membantu pasien dalam menangani nyeri yang
level 4-5. Dengan criteria 3. Gunakan teknik komunikasi timbul.
hasil : terapeutik untuk mengetahui
1) Mampu mengontrol pengalaman nyeri pasien 5. Membantu dalam pemberian tindakan yang
nyeri (tahu penyebab selanjutnya
nyeri, mampu 4. Kaji kultur yang
menggunakan teknik mempengaruhi respon nyeri. 6. Mengevaluasi tindakan yang diberikan untuk
nonfarmakologi melakukan intervensi selanjutnya.
untuk mengurangi 5. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri, mencari masa lampau. 7. Dukungan yang cukup dapat menurunkan reaksi
bantuan) nyeri pasien.
2) Melaporkan bahwa 6. Evaluasi bersama pasien
nyeri berkurang tentang ketidakefektifan 8. Menurunkan rasa nyeri pasien
dengan kontrol nyeri masa lalu.
menggunakan 9. Dapat menurunkan tingkat nyeri pasien.
manajemen nyeri 7. Bantu pasien dan keluarga
3) Menyatakan rasa untuk mencari dan 10. Menurunkan sensasi nyeri yang dialami pasien.
nyaman ketika nyeri menemukan dukungan
berkurang 11. Mengetahui perkembangan nyeri dan menetukan
Mampu mengenali nyeri 8. Kontrol lingkungan yang dapat intervensi selanjutnya.
(skala, intensitas, mempengaruhi nyeri seperti
frekuensi dan tanda suhu ruangan, pencahayaan, 12. Menurunkan ketegangan otot, sendi, dan
nyeri) dan kebisingan. melancarkan peredaran sehingga dapat mengurangi
nyeri.
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri. 13. Mengevaluasi keberhasilan tindakan penanganan
nyeri.
59
12. Ajarkan tentang teknik non 17. Menentukan obat yang benar
farmakologi
Sumber :
1 Judith M.Wilkinson, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, (Jakarta:EGC,2014)
2 Bulechek Nanda Nic Noc, 2013.
3 Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis Edisi 6, (Jakarta: EGC,2010)
62
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah ketegori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu dan mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari,
memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada
klien dan mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat serta melakukan
pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan
berkelanjutan dari klien. Implementasi menuangkan rencana asuhan
keperawatan ke dalam tindakan. Setelah rencana dikembangkan, sesuai
dengan kebutuhan dan perioritas klien, perawat melakukan intervensi
keperwatan spesifik, yang mencakup tindakan perawat (Potter & Perry,
2005)..
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian tujuan,
dengan menggunakan dua jenis evaluasi yaitu evaluasi proses atau
formatif yang dilakuakan setiap kali selesai melakukan tindakan
keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan (NOC
dan Kriteria Hasil) (Potter & Perry, 2005).
6. Dokumentasi Keperawatan
Menurut Hidayat (2009) dokumentasi adalah suatu catatan yang
dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan
proses pendokumentasian adalah merupakan pekerjaan mencatat atau
merekam peristiwa baik dari objek maupun pemberi jasa yang dianggap
berharga dan penting. Dokumentasi asuhan keperawatan adalah suatu
catatan yang memuat seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menentukan
diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan,
63
S:
O :
A :
P:
BAB III
LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN
2017
2017
1. Identitas
a. Identitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
hari yang lalu dan nyeri bertambah hebat disertai sesak napas pada
malam hari. Klien sudah mencoba untuk tidur dan istirahat, tapi
17 pada malam harinya setelah minum air hangat dan istirahat, nyeri
dada tidak hilang dan bertambah sesak. Melihat keadaan klien yang
mmHg, nadi 98 ×/m, frekuensi napas 32 ×/m, dan suhu tubuh 37,6
kayu saat bekerja dikebun sawit namun Ny.M mengatakan kejadian itu
nyeri dada seperti tertusuk tusuk, tapi tidak separah yang sekarang.
Genogram Keluarga
Keterangan :
: laki-laki : perempuan
: meninggal
musyawarah.
5) Sistem kepercayaan
a. Pola nutrisi
baik dan klien makan 3-4 kali sehari dengan porsi makan 1/2 piring.
Klien mengatakan diet rendah garam dan saat dirumah sakit klien
b. Pola eliminasi
kali sehari dengan warna kuning terang tidak menggunakan alat bantu,
dengan bau khas dan tidak ada keluhan dalam BAK maupun BAB,
Frekuensi 6-7 kali, warna kuning terang, dengan jumlah 400 ml dan
BAB sekali sehari, konsistensi agak susah keluar dan warna kuning
mengganti baju 2 kali sehari setelah mandi. Saat dirumah sakit, klien
hanya mandi lap 2 kali sehari menggunakan tisu basah dan gosok gigi
sekali sehari dibantu oleh perawat dan kakak klien. Keadaan umum
klien bersih.
sering merasa kelelahan dan sesak napas ketika beraktifitas berat seperti
naik tangga dan berjalan jauh. Pada saat di rumah sakit klien hanya
sehari dan tidur malam 7-8 jam perhari, pada saat pasien sesak di malam
hari pasien mengatakan susah untuk tidur bahkan terkadang pasien tidak
tidur dan susah tidur pada malam hari dihari pertama, setelah itu pasien
4. Pemeriksaan Fisik
4. RR : 32x/menit
5. Nadi : 90/menit
6. Suhu : 36,8 ºC
74
a. BI (Breathing) :
1) Inspeksi :
RR: 32x/menit
2) Auskultasi :
3) Palpasi :
4) Perkusi :
b. B2 (Bleeding) :
1) Inspeksi :
tampak lemah dan sesak, nyeri dada bagian kiri, skala nyeri
2) Palpasi :
3) Perkusi
4) Auskultasi
c. B3 (Brain) :
1) Inspeksi :
2) Palpasi :
d. B4 (Bladder)
1) Inspeksi :
kandung kemih.
2) Palpasi
e. B5 (Bowel)
1) Inspeksi
2) Auskultasi :
3) Palpasi :
4) Perkusi :
f. B6 (Bone)
1) Inspeksi :
2) Palpasi :
Kekuatan otot 5 5
5 5
5. Data Psikologi
tentang penyakit yang diderita atau yang dialami klien sebelum klien
penyakit yang dialaminya dan klien hanya ingin cepat sembuh agar dapat
braktivitas lagi.
6. Data sosial
7. Data spiritual
aktivitas ini agak berkurang dalam beribadanya. Pasien juga berdoa kepada
8. Data Penunjang
a. Laboratorium
sel/mm3
78
b. Pemeriksaan EKG
ditandai dengan :
c. Echokardiografi
Pemeriksaan Hasil
No Tanggal Obat
1 20/02/2017 a. Parenteral
1. Arixstra 1 x 2,5 mg (0,5 cc)
2. Lasix 1x1 ampul
3. Ranitidin 2 x 1 ampul
4. Alprazolam 1 x 0,25 mg
5. Ramipril 1 x 5mg
6. NTG pump 5mg / jam
b. Oral
1. Digoxin 1 × 1 tab
2. Spinorolacton 3 x 25 mg
2 21/02/2017 a. Parenteral :
1. Arixstra 1 x 2,5 mg (0,5 cc )
2. Lasix 1x1 ampul
3. Ranitidin 2 x 1 ampul
4. Alprazolam 1 x 0,25 mg
5. Ramipril 1 x 5mg
6. NTG pump 5mg / jam
b. Oral :
1. Simarch 1 × 1 tab
2. Spinorolacton 3 x 25 mg
3 22/02/2017 a. Parenteral :
1. Arixstra 1 x 2,5 mg (05 cc)
2. Lasix 1 x1
3. Ranitidin 2 x 1 ampul
4. Ramipril 1 x 10 mg
5. Simuastatin 1 x 20 mg
6. Alprazolam 1 x 0,25 mg
7. NTG drip dengan syringe pump
b. Oral :
1. Digoxin 3 × 1/2 mg
2. Spinorolacton 1 x 25 mg
3. Simarch 1x1 tab
4. Bisoprolol 1 x 1.25 mg.
5. Aspilet 1 x1 Tab
6. CPG 1 x1 Tab
80
tinggi)
B. DIAGOSA
F. DISCHARGE PLANNING
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam
menangani masalah-masalah pasien sehingga dapat menentukan tindakan
keperawatan yang tepat (Muttaqin, 2008). Sumber data didapatkan dari
pasien, keluarga, teman terdekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan
kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostik, dan laboratorium
(Potter dan Perry, 2006).
Tn.M adalah pasien di ruang ICCU rumah sakit dr.M.Yunus Bengkulu.
Tn.M datang ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak nafas dan nyeri
dada, hal ini sesuai dengan NYHA dalam Hudak dan Gallo, 2010 yang
menyebutkan bahwa gejala klinis khas yang biasanya ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung kongestif adalah adalah sesak nafas saat beraktifitas berat,
beraktifitas ringan maupun saat istirahat yang akan mengakibatkan gangguan
pada pemenuhan kebutuhan oksigen pasien.
Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan
manusia. Oksigen harus secara adekuat diterima oleh tubuh untuk
metabolisme sel, bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan mengakibatkan
kerusakan organ tubuh (Muttaqin, 2009).
Gagal jantung kongestif disebabkan oleh kelainan otot jantung,
aterosklerosis, hipertensi sistemik atau pulmonal, peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif, penyakit jantung lain seperti temponade
pericardium, perikarditis konstruktif atau stenosis katup AV, insufiensi katup
AV, dan hipertensi maligna (Brunner and Suddarth, 2002). Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium dan echocardiografi pada Tn.M ditemukan ada 2
penyebab gagal jantung kongestif pada Tn.M yaitu penyakit Non stemi yang
disebabkan oleh rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat
sehingga aliran darah koroner berkurang, dan kemudian adanya Hipertensi heart
disease (HHD) yang membuat tekanan darah sistoliknya diatas 140 mmhg
dan tekanan diastoliknya 90 mmhg sehingga meningkatnya tekanan darah
menuju jantung. Menurut Hudak dan Gallo tahun 2010 tekanan darah yang
terlalu tinggi dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban
tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang seperti stenosis
katup), atau dengan kelebihan beban volume (pada regurgitasi katup), yang
menunjukan peningkatan volume darah ke ventrkiel kiri.
Selain dari keluhan utama tanda dan gejala yang dialami Tn.M juga
ditemukan dispnea, klien mengatakan ada riwayat edema pada kaki dan
pembesaran perut, dari hasil pemeriksaan ditemukan tanda-tanda penurunan
curah jantung seperti kulit pucat, dan akral dingin. Pada auskultasi jantung
bunyi jantung S1 dan S2 terdengar melemah dengan bunyi tambahan murmur
pada ICS 5 midklavikula sinistra. Pada pemeriksaan pernapasan ditemukan
frekuensi pernapasan diatas normal dengan dengan kedalaman dangkal.
Sedangkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif menurut Arif Muttaqin,
2009 meliputi congesti vascular pulmonal, dispnea, ortopnea, dispnea noctural
paroximal, batuk iritasi, edema paru akut, penurunan curah jantung, murmur,
krakels paru, disritmia, mengi, pulsus alternans, pernapasan cheyne- stokes,
distensi vena jugularis, edema dependen, gallop S3 dan S4, hipersonan
pada perkusi, imobilisasi diafragma rendah, penurunan bunyi nafas,
peningkatan diameter dada anteroposterior dan bukti radiografi tentang
congesti vascular pulmonal. Walaupun secara garis besar tanda dan gejala ini
ditemukan pada Tn.M tetapi tidak semua tanda dan gejala ditemukan, seperti
suara jantung tambahan gallop hal ini tidak ditemukan karena gallop adalah
kelainan bunyi jantung yang ditandai bila pengisisan darah ventrikel
terhambat selama diastolik (Brunner dan Surdarth, 2002). Sedangkan pada
Tn.M tidak terjadi hambatan dalam pengisian ventrikel hanya saja darah yang
dipompakan ventrikel berlebih karena Tn.M mengalami HHD. Selain itu juga
tidak ditemukan adanya ortopnea, krakels paru, mengi, imobilisasi diafragma
rendah, penurunan bunyi nafas, congesti vascular pulmonal, batuk iritasi,
edema paru tanda dan gejala ini biasanya ditemukan jika ada kelebihan cairan
120
120
120
pada paru-paru sedangkan pada Tn.M tanda dan gejala ini tidak ditemukan.
Sedangkan pada tanda dan gejala hipersonan pada perkusi dan peningkatan
diameter dada anteroposterior biasanya ditemukan pada pasien PPOK
menahun sedangkan Tn.M tidak mengalami PPOK menahun.
Saat di rumah sakit Tn.M dilakukan pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan jantung dengan echokardiografi dan elektrokardiogram. Dengan
hasil laboratorium GDS 77 mg/dl, ureum 60 mg/dl, creatinin 1,3 mg/dl, Hb
12,1 gr/dl, hematokrit 36 %, leukosit 9.200 sel/mm3, dan trombosit 239.000
sel/mm3. Dilihat dari hasil pemeriksaan semua dalam batas normal, hal ini
berbeda dengan teori yang disampaikan oleh Hudak dan Gallo tahun 2010
bahwa pada pasien dengan gagal jantung kongestif biasanya ditemukan
penurunan Hb, hematokrit, BUN dan kreatinin. Hal ini tidak ditemukan
karena tidak terjadi hemodilusi sehingga Hb dan Ht Tn.M tidak menurun dan
perfusi darah ke ginjal Tn.M belum mengalami peningkatan sehingga BUN dan
kreatinin Tn.M masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan EKG hasil
pemeriksaan berbeda dalam teori yang di sampaikan Hudak dan Gallo tahun
2010 yang menyebutkan bahwa terdapat perpanjangan interval QRS yang
menunjukan peningkatan masa otot jantung, namun hasil pemeriksaan EKG
pada Tn.M memperlihatkan sebaliknya yaitu gelombang QRS sempit 0,4
detik, irama nadi tidak teratur, gelombang P bentuknya sulit di idetifikasi dan
interval PR tidak dapat dinilai hal ini disebabkan karena Tn.M mengalami
fibrilasi atrial.
Pemeriksaan penunjang gagal jantung kongestif lainya yang tidak
dilakukan pada Tn.M yaitu kateterisasi jantung, X-ray Thoraks dan
ultrasonography (USG) pemeriksaan ini tidak dilakukan karena
pemeriksaan diagnostic yang sudah dilakukan sudah cukup untuk memenuhi
data yang dibutuhkan untuk gagal jantung kongstif. Penegakan diagnosis
gagal jantung kongestif pada Tn.M di dasarkan karena adanya gejala sesak
nafas saat aktivitas sehari-hari klien yang menunjukan gejala gagal jantung
kongestif grade 3 menurut NYHA dalam Arif Muttaqin 2009, dan hasil
echokardiografi yang menunjukan adanya penurunan curah jantung.
121
121
121
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah keputusan respon pasien tentang masalah
kesehatan aktual, potensial, dan resiko tinggi. Sebagai dasar seleksi intervensi
keperwatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan pasien sesuai dengan
kewenangan perawat, tahap dalam diagnosa keperawatan pasien antara lain
analisa data, pemutusan masalah dan perioritas masalah (Muttaqin, 2009).
Berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan pada Tn.M maka
ditegakan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan
gangguan kontraktilitas pada jantung, pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan suplai oksigen yang tidak adekuat keseluruh tubuh, nyeri akut
berhubungan dengan iskemik miokard, kelebihan volume cairan berhubungan
dengan retensi cairan dan natrium oleh ginjal, intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan suplai oksigen keseluruh tubuh. Sementara pada konsep
teori, dirumuskan delapan diagnosa keperawatan meliputi penurunan curah
jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas, perfusi jaringan tidak
efektif berhubungan dengan menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, kelebihan volume cairan
berhubungan dengan berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal, pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru karena desakan
diafragma, keletihan otot-otot pernafasan dan sindrom hipoventilasi, gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah
jantung, intoleransi
122
122
122
C. Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan
terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan
(Muttaqin, 2009). Perencanaan yang dibuat pada kasus Tn.M dibuat
berdasarkan diagnosa yang sudah dirumuskan sebelumnya. Pada diagnosa
penurunan curah jantung intervensi kolaborasi persiapan pemberian kardoversi
elektrik tidak dimasukan karena klien dalam keadaan yang cukup stabil yang
belum memerlukan tidakan pacu jantung. Pada diagnosa pola napas tidak
efektif, intervensi batuk efektif, pengkajian sputum tidak dicantumkan karena
klien tidak mengalami batuk. Batuk efektif juga
123
123
123
merupakan salah satu valsafah manufer yang harus dihindari oleh klien karna
dapat menyebabkan penurunan curah jantung. Sedangkan pada diagnosa
gangguan rasa nyaman nyeri, kelebihan volume cairan dan intoleransi
aktivitas semua intervensi keperawatan pada teori semua dicantumkan dalam
intervensi pada kasus.
D. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah ketegori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005). Implementasi
penurunan curah jantung, pola nafas tidak efektif dan intoleransi aktivitas
dilakukan selama 3 hari sedangkan implementasi kelebihan volume cairan,
gangguan rasa nyaman nyeri dilakukan selama 2 hari.
Intervensi keperawatan pada perencanaan diagnosa penurunan curah
jantung yang utama dilakukan adalah pemberian obat melalu IV seperti
forgoxin 1 ampul, dan spironolakton melalui oral. Pada diagnosa pola napas
tidak efektif, implementasi utama yang dilakuakan adalah memberikan
oksigen pada pasien 4-5 liter/menit, mengatur posisi pasien semifowler
dengan sudut 45o, dapat menghasilkan kualitas istirahat dan tidur yang baik
pada gagal jantung kongsetif dan mengurangi sesak nafas terutama pada
asma, melatih pasien untuk nafas dalam. Implementasi utama pada diagnosa
nyeri akut yang dilakukan secara non farmakologi seperti melatih pasien
tehnik relaksasi, dan nafas dalam. Implementasi pada diagnosa kelebihan
volume cairan yang utama dilakukan adalah mempertahankan intake dan output
yang seimbang dengan memonitor seakurat mungkin cairan yang masuk
dan keluar dan memberikan lasix melalui IV. Kemudian implementasi utama
pada diagnosa intoleransi aktivitas adalah mendorong pasien untuk
mengungkapkan ketidakmampuan aktivitas yang tidak mampu dilakukan,
berikan motivasi pada pasien terhadap aktivitas yang mampu dilakukan.
Intervensi yang tidak di implementasikan adalah memantau hasil pemeriksaan
124
124
124
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian tujuan, dengan
menggunakan dua jenis evaluasi yaitu evaluasi proses atau formatif yang
dilakuakan setiap kali selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi
hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan
tujuan yang telah ditentukan (NOC dan Kriteria Hasil) (Potter & Perry,
2005).
Saat di evaluasi, tidak semua tujuan dari diagnosa tercapai yaitu pada
diagnosa penurunan curah jantung belum tercapai seluruhnya pada tanggal
22-02-2017. Tekanan darah klien masih diatas rentang normal dan suara
jantung klien masih murmur, tujuan ini tidak tercapai karena klien
mempunyai riwayat hipertensi. Sedangkan pada diagnosa gangguan pola
nafas tidak efektif perencanaan evaluasi yang di harapkan berhasil tercapai pada
tanggal 22-02-2017 hal ini dibuktikan dengan ekspansi dada simetris, frekuensi
nafas dalam rentang normal, irama pernafasan teratur, kedalaman pernafasan
dalam batas normal, tidak terlihat penggunaan otot-otot penafasan, tidak ada
suara nafas tambahan dan tidak ada nafas pendek. Diagnosa lainnya yang telah
mencapai tujuan pada hari kedua tanggal 21-02-2017 perawatan yaitu diagnosa
nyeri akut yang dibuktikan dengan pasien mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri dan menyatakan rasa nyaman ketika
nyeri berkurang, sedangkan pada diagnosa kelebihan volume cairan telah
mencapai tujuan pada tanggal 21-02-2017 yang dibuktikan dengan
berkurangnya edema dan acites pada Tn.M, dan tidak terlihat tanda-
125
125
125
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn.M dengan gagal
jantung kongestif yang telah penulis lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian
Sebagian besar manifestasi klinis gagal jantung kongestif pada
konsep pengkajian ditemukan pada Tn.M meliputi dispnea, tanda-tanda
penurunan curah jantung seperti kulit pucat, bunyi jantung S1 dan S2
terdengar melemah dengan bunyi tambahan murmur. Sedangkan yang
tidak ditemukan meliputi gallop, ortopnea, krakels paru, mengi, imobilisasi
diafragma rendah, penurunan bunyi nafas, congesti vascular pulmonal,
batuk iritasi, edema paru tanda, hipersonan pada perkusi dan peningkatan
diameter dada anteroposterior.
2. Diagnosa keperawatan
Dari 8 diagnosa keperawatan gagal jantung kongestif ada 5
diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien sama dengan
toksonomi diagnosa keperawatan gagal jantung kongestif yaitu
penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas
pada jantung, pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
suplai oksigen ke seluruh tubuh, nyeri akut berhubungan dengan iskemik
miokard, kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan
dan natrium oleh ginjal, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen ke seluruh tubuh.
Semua perencanaan pada diagnosa gagal jantung kongestif yaitu
penurunan curah jantung, pola nafas tidak efektif, nyeri akut kelebihan
volume cairan, intoleransi aktivitas pada kasus Tn.M sesuai dengan konsep
perencanaan yang telah dibuat, tetapi intervensi kardioversi elektrik, batuk
efektif dan pengkajian sputum tidak di sertakan.
127
127
127
3. Implementasi keperawatan
Dari semua intervensi perencanaan, hampir seluruhnya di
implementasikan kepada pasien. Tetapi ada beberapa intervensi yang
tidak dilakukan pada diagnosa penurunan curah jantung dilakukan
semua, sedangkan pada diagnosa pola nafas tidak efektif intervensi yang
tidak dilakukan yaitu memonitor pemantauan hasil pemeriksaan AGD.
Sedangkan pada diangnosa nyeri akut, kelebihan volume cairan dan
intoleransi aktivitas semua intervensi di implementasikan. Implementasi
penurunan curah jantung, pola nafas tidak efektif dan intoleransi aktivitas
dilakukan selama 3 hari sedangkan implementasi gangguan rasa nyaman
nyeri, dan kelebihan volume cairan dilakukan selama 2 hari.
4. Evaluasi keperawatan
Dari 5 diagnosa yang ada, hanya diagnosa penurunan curah jantung
yang tidak tercapai tujuanya. Sedangkan diagnosa pola napas tidak
efektif, nyeri akut kelebihan volume cairan, intoleransi aktvitas berhasil
mencapai tujuannya. Meski tidak berhasil secara keseluruhan, tetapi klien
menunjukkan perubahan yang positif atau semakin membaik.
B. Saran
1. Bagi Pasien dan keluarga
Pasien hendaknya harus mengenali sejak dini manifestasi gagal
jantung kongestif. Jika mengalami gejala gagal jantung kongestif
hendaknya langsung berobat ke pelayanan kesehatan sehingga masalah
kesehatan dapat langsung dapat ditangani dan tidak menimbulkan
komplikasi. Bagi keluarga juga harus ikut serta dalam mendukung
pengobatan pasien misalnya dalam memberikan dukungan moril pada
pasien baik dalam pengobatan di rumah sakit saat dirumah.
2. Bagi Perawat
Perawat harus memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif dan menyeluruh kepada klien gagal jantung kongestif
sesuai dengan standar operasional prosedur pelaksanaan asuhan
128
128
128
DAFTAR PUSTAKA
Black, joyce M. 2009. Medical Surgical Nursing Edisi 8, Vol : 2. Saunders :EGC.
Brunner dan suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8, Vol :
2. Jakarta : EGC
Wajan, juni.2011. Keperawatan Kardiosvaskuler. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner & suddarth .2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Jakarta : EGC
Bulechek. 20013. Aplikasi dan Asuhan Keperawatan Nanda Nic Noc Berdasarkan
Diagnosa Medis. Jakarta : EGC