Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan KMB 1

DI SUSUN OLEH:

ANDI FERDI FEBRIANSA


14420202173

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
KONSEP ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN

1. Konsep Legal Etik


Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk
ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan
etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan. Aspek Legal
Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan
tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak
dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.
(Putri, Astuti, and Kurniasih 2016)

2. Prinsip Legal dan Etik Keperawatan


a. Autonomi ( Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya. Berprilaku sesuai dengan
perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan moralitas, berhubungan
dengan hukum legal.
b. Beneficience (Berbuat baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan
oleh diri dan orang lain. Terkadang,dalam situasi pelayanan
kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Justice ( Keadilan )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan
adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral,
legal dan kemanusiaan. Nilai inidirefleksikan dalam prkatek
profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Non-maleficience ( Tidak Merugikan )
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik
dan psikologis pada klien.
e. Veracity ( Kejujuran )
Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai
diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan
bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
f. Fidelity (Kesetiaan)
Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan
dan tanggung jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry
mendifinisikan sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada
suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan
perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji,
mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian
/kepedulian. Peduli kepada pasien merupakan salah satu dari
prinsip ketataatan. Peduli pada pasien merupakan komponen paling
penting dari praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam
kondisi terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan
dalam memberi asuhan keperawatan dengan pendekatan individual,
bersikap baik, memberikan kenyamanan dan menunjukkan
kemampuan profesional.
g. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang
klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Melindungi informasi yang bersifat pribadi,
prinsip bahwwa perawat menghargai semua informsi tentang
pasien dan perawat menyadari bahwa pasien mempunyai hak
istimewa dan semua yang berhubungan dengan informasi pasien
tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat.
h. Accountability ( Akuntabilitas )
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa
tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanpa terkecuali (Putri, Astuti, and Kurniasih 2016)
KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah


dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrient.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan
gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung
sisi kiri dan sisi kanan. [ CITATION Nur151 \l 1033 ]

B. ETIOLOGI
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis coroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung
4. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun
5. Penyakit jantung yang lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi organ jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang
masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif,
atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
[ CITATION ong16 \l 1033 ]
C. PATOFISIOLOGI
Bila kekuatan jantung untuk merespon stress tidak mencukupi dalam
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh, jantung akan gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadilah yang namanya gagal
jantung. Pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan
kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan
respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting.
Semua respon ini menunjukan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi
organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respon primer,
yaitu meningkatnya aktifitas adrenergic simpati, meningkatnya beban awal
akibat aktivitas neurohormon, dan hipertrovi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan
curah jantung pada tingkat normal atau hamper normal pada gagal jantung
dini pada keadaan normal
[ CITATION hom16 \l 1033 ]
D. MANIFESTASI KLINIK

Kriteria Major Kriteria Minor


a. Proksimal nocturnal dyspnea a. Edema ekstermitas
b. Distensia vena leher b. Batuk malam hari
c. Ronki paru c. Dipnea d’effort
d. Kardiomegali d. Hepatomegali
e. Edema paru akut e. Efusi pleura
f. Gallop S3 f. Penurunan kapasitas vital
g. Peninggian vena jugularis 1/3dari normal
h. Refluks hepatojugular g. Takikardia (>120/menit)
[ CITATION Tim17 \l 1033 ]
E. KOMPLIKASI
1. Shock cardiogenik
2. Edema paru
3. Gagal ginjal akut
4. Aritmia
5. Intoleransi terhadap aktivitas
6. Kakeksia jantung
7. Kerusakan metabolik dan Tromboembolisme
[ CITATION LeM17 \l 1033 ]

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diagnostik
yang pertama untuk manajemen gagal jantung; sifatnya tidak invasiv dan
segera dapat memberikan diagnosis disfungsi jantung. Dengan adanya
kombinasi M- Mode, ekokardiografi 2D, dan Doppler , maka
pemeriksaan invasive lain tidak lagi diperlukan. Gambaran yang paling
sering ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik,
kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi
ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding vertikel.
2. Rontgen dada
Foto Rontagen posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi
vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya
peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah ke
daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah
3. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG meskipun memberikan informasi yang berkaitan
dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran spesifik. Pada
hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu dicurigai bahwa hasil
diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagal jantung dapat
ditemukan kelainan EKG seperti berikut ini.
1. Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan
segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik.
2. Left bundle branch block, kelainan segmen ST/T menunjukan
disfungsi ventrikel kiri kronis.
3. Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang terbalik, menunjukkan
stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.
4. Aritmia
5. Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi
vertikel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.
[ CITATION LeM17 \l 1033 ]

G. PENATALAKSANAAN

1. Terapi oksigen
Pemberian oksigen ditujukkan pada klien gagal jantung disertai dengan
edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan
miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen
2. Terapi nitrat dan vasodilator
Pengunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, sangat dianjurkan
dalam penatalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami unloaded
(penurunan afterload-beban akhir), dengan adanya vasodilatasi perifer.
Peningkatan curah jantung lanjut akan menurunkan pengukuran yang
menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal dan beratnya vertikel
kiri dan penurunan pada konsumsi oksigen miokardium.

3. Terapi diuretic
Selain tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu pembatasan
garam dan air serta diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya agar
menurunkan preload (beban awal) dan kerja jantung. Diuretik memiliki
efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam
natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah. Jika garam natrium ditahan, air juga akan
tertahan dan tekanan darah akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang
menyebabkan pelepasan elektrolit-elektrolit lainnya, termasuk kalium,
magnesium,klorida dan bikarbonat. Diuretik yang meningkatkan ekresi
kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak menahan kalium, dan
diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat kalium.
4. Terapi sedative
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedative untuk
mengurangi kegelisahan dapat diberikan. Dosis phenobarbital 15-30
mg empat kali sehari dengan tujuan mengistirahatkan klien dan
memberi relaksasi pada klien.
5. Penatalaksanaan diet

Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan


ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara sesuai
dengan selera dan pola makan klien dan pembatasan natrium.
[ CITATION hom16 \l 1033 ]
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN
a. Data umum : nama pasien, ttl, umur, no.RM, pendidikan, gol.darah,
jenis kel, agama, data penannggung jawab/ pengantar
b. Riwayat kesehatan saat ini
1) Keluhan utama : keluhan yang paling sering menjadi keluhan utama
adalah dipsnea, kelemahan fisik, edema sistemik
2) Alasan masuk RS : dari pengkajian yang didapat dengan adanya
gejala-gejala kongesti vascular pulmonal yakni munculnya dipsnea
atau sesak, batuk. Pada pengkajian dipsnea ditandai oleh pernapasan
cepat, dangkal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang
cukup menekan pasien.
3) Diagnosa medis : CHF
c. Pengkajian PQRST
1) Provoking Incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung
2) Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat
atau otot bantun pernapasan)
3) Region radiation, relief Severity (scale) of pain: kaji rentang
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Biasanya
kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat
gangguan perfusi yang dialami organ.
4) Time: sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas
biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istiahat maupun saat
beraktivitas
d. Riwayat kesehatan masa lalu : Pengkajian RPD yang mendukung
dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri
dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan
hiperpidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini.
Obat-obat ini meliputi diuretik, nitrat, penghambat beta, dan
antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu,
alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali
klien menafsirkan suatu alergi dengan efek samping obat..
e. Riwayat kesehatan keluarga : perawat menanyakan tentang penyakit
yang pernah dialami oleh keluarga. Bila ada anggota keluarga yang
meninggal, maka penyebab kematian juga perlu ditanyakan. Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
f. Riwayat psikososialspiritual : kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitam bernapas, dan
pengetahuan bahwa jantung berfungsi dengan baik. Penurunan lebih
lanjut dari curah jantung dapat disertai dengan insomnia atau
kebingungan.
g. Pemeriksaan fisik
1) B1 Breathing
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vascular
pulmonal adalah :
a) Dipsnea
Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal, dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara
yang cukup, yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh
adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan, yang disebabkan oleh
dispnea.
b) Ortopnea
Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal vertikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskular pulmonal. Perawat harus
menetukan apakah ortopnea benar-benar berhubungan dengan
penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah
kebiasaan klien. Sebagai contoh bila klien menyatakan bahwa ia
terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur. Tetapi, perawat harus
menenyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal.
Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai
tidur dengan ketinggian ini dan telah dilakukan sejak sebelum
mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat
dianggap sebagai ortopnea.
c) Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala kongesti vascular pulmonal
yang sering terlewatkan, tetapi dapat merupakan gejala dominan.
Batuk ini dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek.
Gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial dan
berhubungan dengan peningkatan produksi mucus.
d) Edema pulmonal
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi
dihubungkan dengan kongesti vascular pulmonal. Ini terjadi bila
tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung
mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih
30 mmHg). Pada tekanan ini, terdapat transduksi cairan ke dalam
alveoli, yang sebaliknya menurunkan tersediannya area untuk
transport normal oksigen dan karbondioksida masuk dan keluar
dari darah dalam kapiler pulmonar. Edema pulmonal akut
dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas dalam,
sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, sangat
sering nyeri dada dan sputum berwarna merah mudah, dan
berbusa dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus
ditangani.
2) B2 Blood
a) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik, dan adanya edema ekstermita
b) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan
c) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan volume
sekucup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup
d) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali).
3) B3 Brain
Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien
meliputi
wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
4) B4 Bladder
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan intake
cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan
tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas
menandakan adanya retensi cairan yang parah.
5) B5 Bowel
a) Hepatomegaly
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang,maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat,
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu suatu
kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafargma dan
distress pernapasan.
b) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.
6) B6 Bone
a) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung
ditandai dengan gagal vertikel kanan . Akibat ini terutama lansia
yang menghabiskan waktu mereka untuk duduk di kursi dengan kaki
tergantung sehingga terjadi penurunan tugor jaringan subkutan yang
berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin penyakit vena pimer
seperti varikositis, edema pergelangan kaki dapat terjadi yang
mewakili faktor ini daripada kegagalan ventrikel kanan. Bila edema
tampak dan berhubungan dengan kegagalan di vertikel kanan,
bergantung pada lokasinya. Bila klien berdiri atau bangun, edema
akan ditemukan secara primer pada pegelangan kaki dan akan terus
berlanjut ke bagian atas tungkai bila kegagalan makin buruk. Bila
klien berbaring di tempat tidur, bagian yang bergantung adalah area
sacrum. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstermitas
bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan piting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritoneum),
anoreksia dan mual, nokturia, serta kelemahan.Edema sakral sering
jarang terjadi pada klien yang berbaring lama. Pitting edema adalah
edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan
dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan
minimal 4,5 kg.
b) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini
terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. Perfusi yang
kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan.
Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia.
[ CITATION Nur151 \l 1033 ]
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
[ CITATION Tim17 \l 1033 ]

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan


kontraktilitas Perawatan jantung :
a. Manajemen syok
b. Monitor balance cairan
c. Monitor Vs saat pasien berbaring, duduk dan berdiri
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Berikan terapi oksigen
f. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
g. Kolaborasi pemberian obat anti aritmia sesuai anjuran dokter
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Manajemen jalan nafas :
a. Observasi perubahan upaya dan pola bernafas
b. Observasi penurunan ekspansi dinding dada
c. Mengatur posisi tubuh pasien dan gunakan alat jalan nafas sesuai
kebutuhan
d. Edukasi pengukuran respirasi
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai resep dokter
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Manajemen energy :
a. Observasi kelemahan fisik
b. Observasi pola dan jam tidur
c. Sediakan lingkungan yang yang nyaman dan rendah stimulus
d. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
e. Anjurkan tirah baring
f. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
g. Anjurkan menghubungi perawatan apabila tanda dan gejala kelemahan
tidak berkurang

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Intervensi dan Implementasi Keperawatan menitikberatkan pada bagaimana
proses perencanaan intervensi yang berisi aktivitas yang akan dilakukan
perawat kepada pasien serta pencatatan tindakan yang telah dilakukan kepada
pasien dan respon pasien terhadap tindakan yang diberikan (Koerniawan,
Daeli, and Srimiyati 2020)

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respon klien terhadap hasil
yang diharapkan dari rencana keperawatan. Tentukan apakah dibutuhkan
revisi rencana. Setelah intervensi, pantau tanda vital klien untuk
mengevaluasi perubahan (Setiadi 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Homenta, s. (2016). Buku praktis kardiologi. Jakarta: badan penerbit fkul.

Le mone, p., burke, k. M., & bauldoff, g. (2017). Buku ajar keperawatan medikal bedah
(gangguan visual & auditori) . Jakarta: egc.

Nurarif, a. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda
nic noc. Yogyakarta: medication publishing yogyakarta.

Ongkowijaya, & wantania. (2016). Hubungan hiperurisemia dengan kardiomegali pada


pasien gagan jantung kongestif . Jurnal keperawatan, 0-5.

Smeltzer, s. C. (2016). Keperawatan medikal bedah ( handbook for brunner & suddarth's
textbook of medical-surgical nursing ) edisi 12. Jakarta: egc.

Tim pokja sdki dpp ppni. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia. Jakarta: dpp
ppni.
PATHWAY

Anda mungkin juga menyukai