Anda di halaman 1dari 18

MK.

Keperawatan Kesehatan Jiwa II

MAKALAH KELOMPOK 4

RESTRAINT

DOSEN PEMBIMBING :
Sekani Niriyah, S.Kep, Ners

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

M. ABD. Maulana 19031004


Ardiyansyah 19031005
Nissa Hidayah 19031013
Liza Ermita 19031029
Lydia Prastika Pratami Yeti 19031034
Widya Aprilia Ningsih 19031035
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait “Restraint”.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
dalam mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II. Selain itu, kami juga berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita semua.
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Semoga apa yang dituangkan dalam makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan
umumnya teman-teman yang membaca. Dengan ini, kami memohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak
sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 12 November 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum..............................................................................................................4
1.2.2 Tujuan Khusus.............................................................................................................4
1.3 Manfaat Penulisan..............................................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Restraint.................................................................................................................5
2.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Penggunaan Restraint.....................................8
2.3 Jenis-Jenis Restraint..........................................................................................................10
2.4 Resiko Penggunaan Rsetraint...........................................................................................13
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Analisis Jurnal...................................................................................................................14
3.2 PICOT................................................................................................................................14
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................................17
4.2 Saran..................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan intervensi


verbal, chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan bagian dari restraint
fisik yaitu dengan menempatkan klien di sebuah ruangan tersendiri untuk membatasi ruang
gerak dengan tujuan meningkatkan keamanan dan kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali
dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf
terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat
perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada diri
sendiri atau orang lain dan keamannnya.
Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang disebabkan
oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan kematian pasien dengan
gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika
pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien pasien mengalami reaksi psikologis yang
tidak normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian
dapat menyebabkan timbulnya positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary
edema, atau pneumonitis yang dapat menyebabkan kematian pada pasien.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum

Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata Keperawatan Kesehatan Jiwa II.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan penulisan khusus makalah ini ialah:
1. Mengetahui definisi dari restrain
2. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan restrain
3. Mengetahui jenis-jenis restrain
4. Mengetahui resiko penggunaan restrain pada pasien

1.3 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini dapat dimanfaatkan untuk meperluas teori tentang konsep
dasar tentang restrain dalam keperawatan jiwa.
2. Manfaat Praktis
Bagi Mahasiswa untuk membantu dalam pengembangan wawasan tentang konsep
dasar restrain dan membantu sebagai refrensi dalam pembuatan tugas tentang konsep
dasar restrain dalam keperawatan jiwa
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Restraint

Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang
berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis
individu, (Stuart, 2001).

Tindakan restrain menurut College of Nurses of Ontario (CNO, 2009) menggunakan


perangkat yaitu tindakan fisik, lingkungan atau kimia yang merupakan cara untuk mengontrol
perilaku atau aktivitas fisik seseorang. Pengekangan fisik berupa meja, kursi dan tempat tidur
yang tidak bisa dibuka oleh klien. Pembatasan lingkungan adalah mengendalikan gerakan
atau mobilitas klien. Restrain kimia adalah pembatasan perilaku atau gerakan tertentu yang
dilakukan dengan cara pemberian obat psikoaktif.

Perangkat tindakan restrain ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Levine
& Cartner dalam Wai Tong, 2005) di Rumah Sakit Jiwa Hongkong menemukan tindakan
restrain melibatkan perangkat yang dirancang untuk membatasi gerakan tubuh pasien, seperti
pemegang tungkai, keselamatan rompi, dan perban. Penggunaannya yang merupakan
intervensi keperawatan disarankan untuk mencegah cedera dan mengurangi agitasi dan
kekerasan, tetapi dapat memiliki merugikan efek fisik dan psikososial pada kedua pasien dan
perawat.

Secara umum, dalam psikiatrik restrain merupakan suatu bentuk tindakan


menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang
berperilaku diluar kendali yang bertujuan untuk memberikan keamanan fisik dan psikologis
individu (Kandar dkk, 2013). Saat melakukan restrain prosedur setiap rumah sakit harus
memiliki standarisai untuk kode etik dan legal. Restrain merupakan penerapan langsung
kekuatan fisik pada individu tanpa seijin dari individu tersebut yang bertujuan untuk
membatasi gerak dari pasien (Sulistiyowati, 2014). Restrain biasanya digunakan untuk
melindungi pasien dan orang lain saat pengobatan dan terapi verbal tidak mencukupi serta
mengendalikan pasien berpotensi kekerasan.

Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali
dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf
terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat
perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada diri
sendiri atau orang lain dan keamannnya.

a. Indikasi Penggunaan Restrain

Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat siterapkan dalam keadaan:


Pasien yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi
kooperatif karena suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur, pasien
agresif atau aktif dan pasien yang memiliki retardasi mental. Ketika keamanan
pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan dapatterancam tanpa
pengendalian fisik (restraint). Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika pasien
dalam pengaruh obat sedasi.

b. Kontraindikasi Pengunaan Restrain

Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan dalam


keadaan yaitu: Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk
melakspasienan prosedur kegiatan. Pasien pasien kooperatif. Pasien pasien memiliki
komplikasi kondisi fisik atau mental Penggunaan teknik pengendalian fisik
(restraint) pada pasien dalam penatalaksanaanya harus memenuhi syarat-syarat
yaitu sebagai berikut: Penjelasan kepada pasien pasien mengapa pengendalian fisik
(restraint) dibutuhkandalam perawatan, dengan harapan memberikan kesempatan
kepada pasien untuk memahami bahwa perawatan yang akan diberikan sesuai
prosedur dan aman badi pasien maupun keluarga yang bersangkutan. Memiliki izin
verbal maupun izin tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis
teknik pengendalian fisik yang boleh digunakan kepada pasien pasien dan
pentingnya teknik pengendalian fisik yang dapat digunakan terhadap pasien
berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul. Adanya dokumen yang menjelaskan
kepada orang tua pasien pasien maupun pihak keluarga pasien yang bersangkutan
mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkan dalam perawatan. Adanya
penilaian berdasarkan pedoman rumah sakit dari pasien yang pernahmenjalankan
pengendalian fisik (restraint) untuk memastikan bahwa pengendalian fisik tersebut
telah diaplikasikan secara benar, serta memastikan integritas kulit dan status
neurovaskular pasien tetap dalam keadaan baik.

Perlu digunakan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah karena tenaga kesehatan
harus mengutamakan kebutuhan kesehatan pasien, teknik pengendalian tersebut dapat
dilakspasienan dengan cara menjaga keamanan pasien ataupun keluarga yang bersangkutan,
mengontrol tingkat agitasi dan agresi pasien, mengontrol perilaku pasien, serta menyediakan
dukungan fisik bagi pasien.

2.2 Hal-Hal yang Perlu diperhatikan dalam Penggunaan Restraint


Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order dokter.
Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan pada dokter
untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun tertulis.
Intervensi restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18 tahun, 2 jam
untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun. Evaluasi dilakukan 4 jam untuk klien
>18tahun, 2 jam untuk pasien-pasien dan usia 9-17 tahun. Waktu minimal reevaluasi oleh
dokter adalah 8 jam untuk usia >18 tahun dan 4 jam untuk usia <17 tahun. Selama restrain
klien di observasi tiap 10-15 menit, dengan fokus observasi: Tanda-tanda cedera yang
berhubungan dengan restrain : Nutrisi dan hidrasi sirkulasi dan rentang gerak
eksstremitas tanda penting kebersihan dan eliminasi status fisik dan psikologis kesiapan
klien untuk dibebaskan dari restrain.
Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di dokumentasikan setiap 1-
2 jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan pemasangannya, bahwa alat
tersebut dipasang dengan benar dan bahwa alat tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau
integritas kulit.
Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi keperawatan yang tepat
untuk pasien yang direstrain adalah:
1. Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodic.
2. Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan terapeutik
bukan restrain mekanik.
3. Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukanTawarkan makanan, minuman
dan bantuan untuk eliminasi, beri pasien dot.
4. Diskusikan kriteria pelepasan restrain .
5. Berikan analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau di mintaHindari
kemarahan psikologik kepada pasien lain.
6. Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan pertahankan harga diri pasien
lakukan pengkajian keperawatan yang kontinu dokumentasikan penggunaan
restrain
Adapun langkah-langkah pelaksanaan pengekangan fisik (restrain) pada klien
gangguan jiwa, adalah sebagai berikut:
1) Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga
diri klien berkurang karena pengekangan.
2) Siapkan jumlah staf yang cukup dengan alat pengekangan yang aman dan
nyaman.
3) Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
4) Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf agar dimengerti
dan bukan hukuman.
5) Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada klien dan staf.
6) Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur, ikat dengan posisi anatomis,
ikatan tidak terjangkau oleh klien.
7) Lakukan supervisi dengan tindakan terapeutik dan pemberian rasa nyaman.
8) Perawatan pada daerah pengikatan (Pantau kondisi kulit: warna, temperatur,
sensasi; Lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian
setiap 2 jam; Lakukan perubahan posisi tidur dan periksa tanda-tanda vital
setiap 2 jam)
9) Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminaqsi, hidrasi dan kebersihan diri.
10) Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka
secara bertahap.
11) Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu
persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak
kemudian kembali ke lingkungan semula.
12) Dokumentasikan seluruh tindakan beserta respon klien

2.3 Jenis-Jenis Restrain


Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat pengendalian fisik
dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan menggunakan bantuan
alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien maupu nmenahan gerakan
rahang dan mulut pasien.
a. Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien
a) Sheet and Ties
Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak bergerak
dengan cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh pasien dan menahan
selimutnya dengan perekat atau mengikatnya dengan tali.
b) Restraint Jaket
Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat dibelakang tempat tidur
sehingga pasien tidak dapat membukanya. Pita panjang diikatkan ke bagian
bawah tempat tidur, menjaga pasien tetap di dalam tempat tidur. Restrain jaket
berguna sebagai alat mempertahankan pasien pada posisi horizontal yang
diinginkan.
c) Papoose Board
Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan gerak pasien
saat melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah pasien ditidurkan
dalam posisi terlentang di atas papan datar dan bagian atas tubuh, tengah tubuh
dan kaki pasien diikat dengan menggunakan tali kain yang besar. Pengendalian
dengan menggunakan papoose board dapat diaplikasikan dengan cepat untuk
mencegah pasien berontak dan menolak perawatan. Tujuan utama dari
penggunaan alat ini adalah untuk menjaga supaya pasien pasien tidak terluka saat
mendapatkan perawatan.
d) Restraint Mumi atau Bedong
Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu ujungnya
dilipat ke tengah. Pasien diletakkan di atas selimut tersebut dengan bahu berada
di lipatan dan kaki ke arah sudut yang berlawanan. Lengan kanan pasien lurus
kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut ditarik ke tengah melintasi bahu
kanan pasien dan dada diselipkan dibawah sisi tubuh bagian kiri. Lengan kiri
pasien diletakkan lurus rapat dengan tubuh pasien, dan sisi kiri selimut
dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci dibawah tubuh pasien bagian
kanan. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh dan diselipkan atau
dikencangkan dengan pinpengaman.
e) Restraint Lengan dan Kaki
Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk mengimobilisasi
satu atau lebih ekstremitas guna pengobatan atau prosedur, atau untuk
memfasilitasi penyembuhan. Beberapa alat restraint yang da di pasaran atau yang
tersedia, termasuk restraint pergelangan tangan atau kaki sekali pakai, atau dapat
dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali stockinette tipis. Jika restraint jenis ini
di gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh pasien. Harus dilapisi bantalan
untuk mencegah tekanan yang tidak semestinya, konstriksi, atau cidera jaringan.
Pengamatan ekstremitas harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya tanda-
tanda iritasi dan atau gangguan sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh diikat ke
penghalang tempat tidur, karena jika penghalang tersebut diturunkan akan
mengganggu ekstremitas yang sering disertai sentakan tiba-tiba yang dapat
mencideraipasien.
f) Restraint Siku
Adalah tindakan mencegah pasien menekuk siku atau meraih kepala atau wajah.
Kadang-kadang penting dilakukan pada pasien setelah bedah bibir atau agar
pasien tidak menggaruk pada kulit yang terganggu. Bentuk restraint siku paling
banyak digunakan, terdiri dari seutas kain muslin yang cukup panjang untuk
mengikat tepat dari bawah aksila sampai ke pergelangan tangan dengan sejumlah
kantong vertikal tempat dimasukkannya depresor lidah. Restraint di lingkarkan di
seputar lengan dan direkatkan dengan plester atau pin.
g) Pedi-Wrap
Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher sampai
pergelangan kaki pasien pasien untuk menstabilkan tubuh pasien serta menahan
gerakan tubuh pasien. Pedi-wrap mempunyai berbagai variasi ukuran sesuai
dengan kebutuhan. Alat bantu untuk menahan gerakan mulut dan rahang pasien

h) Molt Mouth Prop


Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting dalam
melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya digunakan dalam anestesi umum
untuk mencegah supaya mulut tidak tertutup saat perawatan dilakukan. Alat ini
juga sangat cocok dalam penanganan pasien yang tidak bisa membuka mulut
dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan. Penggunaan molt mouth
prop harus memperhatikan posisi rahang pasien saat pasien membuka mulutnya,
supaya tidak terjadi dislokasi temporomandibular. Sebagai tambahan, dokter gigi
harus memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh hingga
lima belas menit agar rahang dan mulut pasien dapat beristirahat.
i) Molt Mouth Gags
Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan
untuk menahan mulut pasien.
j) Tongue Blades
Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk menahan lidah pasien
supaya tidak mengganggu proses perawatan
b. Pengendalian Fisik (Physical Sleep) Tanpa Bantuan Alat
Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian fisik tanpa
menggunakan bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan bentuk pengendalian
yang menggunakan bantuan perawat maupun bantuan orang tua atau pihak keluarga
pasien.
c. Pengendalian fisik dengan bantuan tenaga kesehatan
Pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga kesehatan merupakan bentuk
pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga kesehatan, misalnya perawat untuk
menahan gerakan pasien pasien dengan cara memegang kepala, lengan, tangan
ataupun kaki pasien pasien.
d. Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua pasien
Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua sebenarnya sama dengan
pengendalian fisik dengan bantuan tim medis (tenaga kesehatan). Hanya saja peran
perawat digantikan oleh orang tua pasien pasien. Cara pengendalian dengan
menggunakan bantuan orang tua lebih disukai pasien apabila dibandingkan dengan
menggunakan bantuan tim medis, sebab pasien lebih merasa aman apabila dekat
dengan orang tuanya..

2.4 Resiko Pengguanaan Restrain pada Pasien

Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang disebabkan
oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan kematian pasien dengan
gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika
pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien pasien mengalami reaksi psikologis
yang tidak normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian
dapat menyebabkan timbulnya positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary
edema, atau pneumonitis yang dapat menyebabkan kematian pada pasien.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisis Jurnal tentang “Manset Restraint Sebagai Evidence Based Nursing Untuk
Mengurangi Resiko Luka Ekstremtas Pada Pasien Yang Mengalami Penurunan Kesadaran”

Latar Belakang
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ada
beberapa faktor resiko terjadinya luka tekan salah satunya yaitu akibat gesekan, Pergesekan terjadi
ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan
abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit Pengertian dasar restraint adalah membatasi gerak
atau membatasi kebebasan. Pengertian secara internasional adalah suatu cara/ metode/ restriksi
yang disengaja terhadap gerakan/ perilaku seseorang. Hasil: penerapan memperlihatkan pelaporan
memnimalnya terjadinya derajat luka Diskusi : penurununan kesadaran dapat terjadi pada pasien
pasien ICU dan kehilangan kesadaran dapat menyebabkan pasien mencopot hal hal yang tidak
membutanya nyaman seperti melepas infus dan sebagainya maka dari tiu perlu dilakukan restrain.
Restrain juga dapat menyebabkan problem baru yaitu luka pada ekstremitas. Kesimpulan: Manset
restrain lebih efektif untuk mencegah timbulnya luka baru pada ekstremitas.

3.2 PICOT
P (Populasi)
Jumlah populasi berjumlah 12 pasien dengan responden yang diteliti berjumlah 6 orang
pasien.

I (Intervensi)
Intervensi menggunakan Manset restrain yang diikat sesuai dengan SOP yang benar kemudian
dilakukan pemantauan tingkat kesadaran dan menilai derajat luka setelah restrain dibuka.
Manset restrain yang digunakan menggunakan manset restrain modifikasi menggunakan kain
yang halus dengan ukuran manse 15 cm x 28 cm dan panjang tali 60 cm.

C (Comparison)
Tidak ada penelitian sebelumnya yang menentukan kasa sebagai bahan menahan diri besar.
Semua pengekangan fisik harus melangkah untuk mengurangi kemungkinan merugikan
jaringan di bawahnya. Dalam Clinical Guideline Physical Restraints liverpool hospital 2018
juga disebutkan tidak terdapat bahan khusus yang digunakan untuk melakukan restrain.

O (Outcomes)
Penerapan EBN dari Manset restrain pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran di
ruang ICU mampu memberikan efek positif mengurangi luka pada ekstremitas sehingga tidak
menambah permasalahan baru.

T (Times)
2020
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang
berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis
individu.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali
dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf
terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat
perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada diri
sendiri atau orang lain dan keamannnya.
Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat pengendalian fisik
dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan menggunakan bantuan
alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien maupu nmenahan gerakan
rahang dan mulut pasien. Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien
meliputi Sheet and ties, Restraint Jaket, Papoose board , Restraint Mumi atau Bedong,
Restraint Lengan dan Kaki, Restraint siku, Pedi-wrap , Molt Mouth Prop, Molt Mouth
Gags, Tongue Blades serta pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat.

4.2 Saran

Dari makalah yang berjudul restrain diharapkan pembaca dapat memahami lebih
dalam tentang restrain sehingga dapat menerapkan lansung saat melakukan praktik
keperawatan jiwa serta mengetahui fungsi dari restrain sehingga dapat digunakan tepat
sasaran.
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. 2000. Synopsis of Psychiatry. New York :
Williams and Wilkins
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. 2001. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (Ed ke-7).
St. Louis: Mosby, Inc.
Gail Wiscarz Stuart dan Sandra J. Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa : buku saku. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Anasulfalah Hakim, Faozi Ekan , Mulyantini Ary. 2020. Manset Restraint Sebagai Evidence
Based Nursing Untuk Mengurangi Resiko Luka Ekstremtas Pada Pasien Yang Mengalami
Penurunan Kesadaran. Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta E-ISSN : 2715-616X

Anda mungkin juga menyukai