Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA KASUS CIDERA KEPALA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing: Suyamto, A.Kep., MPH

Disusun oleh:

1. Nurul Fadila (2820173173) 9. Tika Lestari (2820173181)


2. Qurrota aini (2820173174) 10. Tri Kusumastuti M(2820173182)
3. Rinda Oktaviani (2820173175) 11. Vening Taufiqi (2820173183)
4. Sani Ichsan S (2820173176) 12. Windi Setyani O.D(2820173185)
5. Septita Nurrohmah (2820173177) 13. Wisnu Kurniawan (2820173186)
6. Sholikah Handayani(2820173178) 14. Yatini (2820173187)
7. Siti Nurkhofifah R (2820173179) 15. Yuma Kinensy (2820173188)
8. Tania Ariani (2820173180)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. RUMUSAN MASALAH
D. MANFAAT
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis
terjadi karena robeknya substansiaalba, iskemia dan pengaruh massa karena
hemoragig, serta edema cereblal di sekitar jaringan otak (Hudak, 2013).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi – decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Musliha.2010).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnyakontinuitasotak (Brunner, 2012).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa cidera kepala merupakan suatu
gangguan otak berupa trauma baik trauma tumpul atau trauma tajam yang
menyebabkan defisit neurologis pada otak.

B. Etiologi
Trauma kepala / cidera kepala dpat disebabkan oleh beberapa peristiwa,
diantaranya (Smeltzer, 2012) :
1. kecelakaan lalu lintas
2. benturan pada kepala
3. jatuh dari ketinggian dengan dua kaki
4. menyelam ditempat yang dangkal
5. anak dengan ketergantungan
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada cidera kepala yaitu, (Brunner, 2012).
1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
4. Awitan tiba-tiba defisit neurologik
5. Perubahan tanda vital
6. Gangguan penglihatan dan pendengaran
7. Disfungsi sensory
8. Kejang otot
9. Sakit kepala
10. Vertigo
11. Gangguan pergerakan
12. Kejang

D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidaasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral (Price, 2010).
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dislatasi
pembuluh darah. Pada konstusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik. Dalam keadaan normal serebral blood flow (CBF) adalah 50-
60 ml/menit/100gr. Jaringan oatk, yang merupakan 15% dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas
atypical-myocardial, perubahan perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P
dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Musliha (2010) dan Hudak (2013) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mengetakui cidera kepala antara lain :
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
6. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
7. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
8. BAER : mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
9. PET : Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak

G. Komplikasi
Menurut Smeltzer(2012) komplikasi cidera kepala yaitu:
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi
H. Penatalaksanaan
1. Perawatan emergensi
a. Primary survey
a) Nilai tingkat kesadaran
b) Lakukan penilaian ABC:
A – Airway :Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda
asing dalam mulut.
B – Breathing :Kaji kemampuan bernafas, peningkatan
PCO2 akan memperburuk edema serebri.
C – Circulation : Nilai denyut nadi dan perdarahan.
c) Imobilisasi kepala atau leher dengan collar neck atau alat lain
dipertahankan sampai hasil x-ray membuktikan tidak ada frakur
cervical.
b. Intervensi primer
a) Buka jalan nafas dengan teknik “jaw-thrust” – kepala jangan ditekuk,
isap lendir kalau perlu.
b) Beri O2 4-6 liter/menit untuk mencegah anoksia serebri.
c) Hiperventilasi 20-25 x/menit meningkatkan vasokontraksi pembuluh
darah otak sehingga edema serebri menurun.
d) Kontrol perdarahan, jangan beri tekanan pada luka perdarahan di
kepala, tutup saja dengan kassa, diplester.
e) Pasang infus.
c. Secondary survey
a) Kaji riwayat trauma
i. Mekanisme trauma
ii. Posisi klien saat ditemukan
iii. Memori
b) Tingkat kesadaran
i. Nilai dengan Glasgow Come Scale (GCS).
c) Ukur tanda-tanda vital
d) Respon pupil, apakah simetris atau tidak.
e) Gangguan penglihatan
f) Sunken eyes (mata terdolong kedalam): satu atau keduanya.
g) Aktivitas kejang
h) Tanda Battle’s yaitu “blush discoloration” atau memar di belakang
telinga (mastoid) menandakan adanya fraktur dasar tengkorak.
i) Rinorea atau otorea menandakan kebocoran csf
j) Periorbital ecchymosis akan ditemukan pada fraktur anterior basilar.
2. Penatalaksanaan jalan nafas dan proteksi spinal cord
3. Tanda-tanda vital
4. Parameter monitor lainnya
Refleks dan sistem motorik juga harus secara berseri di evaluasi. Sejalan
dengan kelanjutan pengkajian motorik, kedua sisi harus dites dan
dibandingkan. Postur abnormal harus dicatat.
Tanda peningkatan TIK harus dicatat, yaitu termasuk:
a. Sakit kepala
b. Mutah proyektil
c. Deviasi mata kesisi lesi
d. Perubahan kekuatan atau tonus otot
e. Kejang
f. Peningkatan tekanan darah dan penurunan tekanan nadi
g. Perubahan pernafasan
h. Tachycardia
i. Postur abnormal (contoh deserebrasi atau dekortikasi)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddart. 2012. BukuAjarKeperawatanMedikalBedah. Vol 3.Edisi


8.Penerbit EGC: Jakarta
Hudak. C.M., Gallo. B.M. 2013. Keperawatan Kritis. Ed.6. EGC. Jakarta
Price, S.A., et all. 2010. Patofisiologi. KonsepKlinis Proses-Proses
Penyakit.Buku 1.Edisi 4.Penerbit EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne and Bare.2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai