Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

Untuk Memenuhi Tugas PBK III Keperawatan Kritis

Dosen Pembimbing :
Winanda Risky B.S., S. Kep., Ns., M. Kep
Ika Rahmawati, S. Kep., Ns., M. Kep

Disusun Oleh :
LAILATUL KHOIRUNNISAK
NIM. 10218044

PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN FAKULTAS
KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


Praktik Belajar Klinik III

Nama Mahasiswa : Lailatul Khoirunnisak

NIM 10218044

Nama Institusi : Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Kediri, 9 Februari 2022

Pembimbing Institut
Pembimbing Institut

Winanda Risky B.S., S. Kep., Ns., M.


Kep Ika Rahmawati, S. Kep., Ns., M. Kep

Pembimbing Lahan

( )

Mengetahui,

Ketua Progam Studi S1 Keperawatan

Yanuar Eka Pujiastutik,S.Kep., Ns., M.Kes


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan
otak, biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-
kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya
daerah hiperdens. Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenyahampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan
prognose perdarahan subdural (Paula, 2009).
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak .
Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadipada luka tembak, cidera tumpul (Suharyanto,
2009). Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu
sendiri. Halini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera
kepala terbuka.intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke
hemorgik akibat melebarnyapembuluh nadi (Corwin, 2009).

B. Etiologi
Etiologi dari intracerebral hematom menurut Suyono (2011) adalah
kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala, fraktur depresi tulang
tengkorak, gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba, cedera penetrasi peluru,
jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, hipertensi, malformasi arteri venosa,
aneurisma, distrasi darah, obat, merokok.

C. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Beberapa orang,
diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Sedangkan pada
orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala
terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan
pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan
mati rasa,seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisaberbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa diujung perintah yang berbeda
atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual,
muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalahbiasa dan bisa terjadi di
dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin (2009)manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara
dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.

D. Patofisiologi

Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh ruptur serebri yang


dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarganya dari pembuluh
darah di dalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah
yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri sekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran wilisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang
menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin
besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan
fisiologis pada orang dewasa jumlah darah mengalir ke otak 58ml/mnt per
100 gram jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit
per 100gram jaringan otak akan menjadi penghentian aktivitas listrik pada
neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih reversibel
(Susilo, 2000).
Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah,
otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-
10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama 6-8 menit akan
terjadi lesi yang tidak putih lagi (irreversibel) dan kemudian kematian.
Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan
ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat
menguranginya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam, bahkan beberapa hari (Susilo, 2000).

E. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pendarahan intracanial, antara
lain :
1. Kematian
2. Sistem saraf :
a) Defisit neurologi
b) Kejang
c) Hidrosefalus
d) Spastisitas
e) Nyeri neuropati
f) Herniasi otak
3. Sistem pernapasan
a) Pneumonia aspirasi
b) Emboli paru
4. Pembuluh darah perifer
a) DVT
b) Ulkus decubitus
5. Sistem perkemihan
a) Perdarahan saluran pencernaan
6. Sistem kardiovaskuler
a) Infrak miocard atau gagal ginjal
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo
(2006) adalah sebagai berikut :
1. Angiografi
2. CT scanning
3. Lumbal pungsi
4. MRI
5. Thorax photo
6. Laboratorium
7. EKG

G. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto,
dan laboratorium lainnya yang menunjang
H. WOC

I. Asuhan Keperawatan Teori


1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau
kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia,
dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada
kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan
penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada,
merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway
(jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah
dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain.
Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow
Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika
saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang
tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan
(splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan
dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap
sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera
di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk
dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan
adanya darah atau udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau
hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati
terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin
menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita,
tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum
menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi,
maka timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan
dengan balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan
sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau
kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal
ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk
menghindari terjadinya koagulopati dan gangguan irama
jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera
terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung
harus dilakukan secara log-rolling dengan harus menghindari
terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak,
kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada
bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan
baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama
sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan.
Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang
terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru
dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau
dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti
struktur anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area
trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung.
Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area
jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat
pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.
2. DIAGNOSA
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan
dengan tekanan darah meningkat, sulit tidur
b) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
dibuktikan dengan otot menelan melemah
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan
mengeluh lemah
d) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dibuktikan dengan fisik lemah
e) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
dibuktikan dengan sering menanyakan masalah yang dihadapi
f) Risiko perfusi cerebral tidak efektif dibuktikan dengan hipertensi
g) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

3. INTERVENSI
Dx Tujuan dan
No Intervensi Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI
intervensi Observasi
berhubungan
keperawatan  lokasi, karakteristik,
dengan agen selama 2 x24 jam durasi, frekuensi,
maka tingkat nyeri kualitas, intensitas nyeri
pencedera
menurun, dengan  Identifikasi skala nyeri
fisik ketria hasil :  Identifikasi respon nyeri
1. Keluhan non verbal
dibuktikan
nyeri  Identifikasi faktor yang
dengan menurun (5) memperberat dan
2. Gelisah memperingan nyeri
tekanan darah
menurun (5)  Identifikasi pengetahuan
meningkat dan 3. Perasaan dan keyakinan tentang
takut nyeri
gelisah
mengalami  Identifikasi pengaruh
cidera budaya terhadap respon
menurun (5) nyeri
4. Ketegangan
 Identifikasi pengaruh
otot menurun(5)
nyeri pada kualitas hidup
5. Frekuensi nadi
 Monitor keberhasilan
membaik (5) terapi komplementer
yang sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan MANAJEMEN NUTRISI
intervensi Observasi
berhubungan
keperawatan  Identifikasi status nutrisi
dengan selama 2 x24 jam  Identifikasi alergi dan
maka status nutrisi intoleransi makanan
ketidakmampu
akan membaik  Identifikasi makanan
an menelan dengan kriteria yang disukai
hasil :  Identifikasi kebutuhan
makanan
1. Kekuatan otot kalori dan jenis nutrient
dibuktikan menelan  Identifikasi perlunya
meningkat (5) penggunaan selang
dengan otot
2. Kekuatan otot nasogastrik
menelan mengunyah  Monitor asupan makanan
meningkat (5)  Monitor berat badan
melemah
3. Frekuensi makan  Monitor hasil
membaik (5) pemeriksaan
4. Nafsu makan laboratorium
membaik (5) Terapeutik
5. Membran  Lakukan oral hygiene
mukosa sebelum makan, jika
membaik (5) perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
3. Intoleransi Setelah dilakukan MANAJEMEN ENERGI
intervensi Observasi
aktivitas
keperawatan  Identifkasi gangguan
berhubungan selama 2 x24 jam fungsi tubuh yang
dengan maka tolerabsi mengakibatkan
aktivitas akan kelelahan
kelemahan meningkat dengan  Monitor kelelahan fisik
kriteria : dan emosional
dibuktikan 1. Frekuensi nadi  Monitor pola dan jam
meningkat (5) tidur
dengan
2. Keluhan lemah  Monitor lokasi dan
mengeluh menurun (5) ketidaknyamanan
3. Perasaan lemah selama melakukan
lemah
menurun (5) aktivitas
4. Sianosis Terapeutik
menurun(5)  Sediakan lingkungan
5. Tekanan darah nyaman dan rendah
membaik (5) stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
 Lakukan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
4. Gangguan Setelah dilakukan DUKUNGAN
intervensi AMBULASI
mobilitas fisik
keperawatan Observasi
berhubungan selama 2 x24 jam  Identifikasi adanya
maka mobilitas nyeri atau keluhan fisik
dengan
fisik akan lainnya
penurunan meningkat dengan  Identifikasi toleransi
kriteria hasil : fisik melakukan
kekuatan otot
1. Kekuatan otot ambulasi
dibuktikan meningkat (5)  Monitor frekuensi
2. Nyeri menurun jantung dan tekanan
dengan fisik
(5) darah sebelum memulai
lemah 3. Kecemasan ambulasi
menurun (5)  Monitor kondisi umum
4. Kelemahan fisik selama melakukan
menurun (5) ambulasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)
5. Defisit Setelah dilakukan EDUKASI KESEHATAN
intervensi Observasi:
pengetahuan
keperawatan  Identifikasi kesiapan
berhubungan selama 2 x24 jam dan kemampuan
maka tingkat menerima informasi.
dengan
pengetahuan akan  Identifikasi faktor-
kurangnya meningkat dengan faktor yang dapat
kriteria hasil : meningkatkan dan
informasi
1. Kemampuan menurunkan motivasi
dibuktikan menjelaskan perilaku hidup bersih
pengetahuan dan sehat.
dengan sering
tentang suatu Terapeutik:
menanyakan topik  Sediakan materi dan
meningkat(5) media pendidikan
masalah yang 2. Pertanyaan kesehatan.
tentang masalah  Jadwalkan pendidikan
dihadapi
yang dihadapi kesehatan sesuai
menurun(5) kesepakatan.
3. Perilaku  Berikan kesempatan
membaik(5) untuk bertanya.
Edukasi:
 Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan.
 Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
 Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
4. Risiko perfusi Setelah dilakukan MANAJEMEN
intervensi PENINGKATAN
cerebral tidak
keperawatan TEKANAN
efektif selama 2 x24 jam INTRAKRANIAL
maka perfusi Observasi
dibuktikan
serebral meningkat  Identifikasi penyebab
dengan dengan kriteria peningkatan TIK (mis.
hasil : Lesi, gangguan
hipertensi
1. Tingkat metabolisme, edema
kesadaran serebral)
meningkat (5)  Monitor tanda/gejala
2. Tingkat intra peningkatan TIK (mis.
kranial menurun Tekanan darah
(5) meningkat, tekanan
3. Gelisah menurun nadi melebar,
(5) bradikardia, pola napas
4. Nilai rata-rata ireguler, kesadaran
tekanan darah menurun)
membaik (5)  Monitor MAP (Mean
5. Kesadaran Arterial Pressure)
membaik (5)  Monitor CVP (Central
Venous Pressure), jika
perlu
 Monitor PAWP, jika
perlu
 Monitor PAP, jika perlu
 Monitor ICP (Intra
Cranial Pressure), jika
tersedia
 Monitor CPP (Cerebral
Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang
ICP
 Monitor status
pernapasan
 Monitor intake dan
output cairan
 Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
Terapeutik
 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi
fowler
 Hindari maneuver
Valsava
 Cegah terjadinya
kejang
 Hindari penggunaan
PEEP
 Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
sedasi dan
antikonvulsan, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan PENCEGAHAN
intervensi INFEKSI
dibuktikan
keperawatan Observasi
dengan efek selama 2 x24 jam  Identifikasi riwayat
maka tingkat kesehatan dan riwayat
prosedur
infeksi akan alergi
invasif menurun dengan  Identifikasi
kriteria hasil : kontraindikasi
1. Nafsu makan pemberian imunisasi
meningkat (5)  Identifikasi status
2. Nyeri menurun imunisasi setiap
(5) kunjungan ke
3. Demam pelayanan kesehatan
menurun (5) Terapeutik
4. Kadar sel darah  Berikan suntikan pada
putih membaik pada bayi dibagian paha
(5) anterolateral
 Dokumentasikan
informasi vaksinasi
 Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu
yang tepat
Edukasi
 Jelaskan tujuan,
manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan efek
samping
 Informasikan imunisasi
yang diwajibkan
pemerintah
 Informasikan imunisasi
yang
melindungiterhadap
penyakit namun saat ini
tidak diwajibkan
pemerintah
 Informasikan vaksinasi
untuk kejadian khusus
 Informasikan
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi kembali
 Informasikan penyedia
layanan pekan
imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin
gratis
STUDY CASE

Ny. H sudah 5 hari mengalami nyeri kepala. Pada tanggal 5 januari 2022
pukul 14.30 Ny. H diantar keluarga masuk IGD rumah sakit, karena sudah
pingsang dua kali dalam sehari dirumah. Saat di IGD diketahui keluarga bahwa
tensi Ny.H 190/100 mmhg suhu 36 derajat, napas 16x/mnt nadi 85x/mnt dengan
keadaan umum lemah. Dokter menyarankan untuk pasien dirawat inap di rumah
sakit hingga keadaan membaik. Pada tanggal 5 pukul 20.00 keadaan pasien
memburuk dokter menyarankan untuk dilakukan CT- Scan, setelah itu Ny. H di
lakukan operasi dengan persetujuan keluarga.
Setelah dilakukan operasi Ny.H masuk ruang ICU selama 2 hari dan
keluarga tidak dapat mendampingi. Setelah keluar dari ICU Ny.H di pindahkan ke
ruang ROI. Saat di ruang ROI Ny. H sering mengeluh nyeri di bagian kepala td
130/70 mmHg, nadi 80x/mnt, napas 16x/mnt suhu 36 derajat.
Terapi obat yang diberikan inj.ranitidin 1amp 3x1, inj ceftriaxone 1amp
3x1, santagesik 1 amp 3x1, omeprazole 1 amp 3x1, inj as.tranexamat 1 amp 3x1,
phenytoin 1 amp 3x1, nacl 20 tpm
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. G, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) (edisi


6). Mosby : Lawa City.

Corwin, J.E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3, EGC : Jakarta.

Herdman. H.T & Kamitsuru. S. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2015- 2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.

Moorhead. S, Dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) (edisi 5).


Mosby: Lowa City.

Paula, K., dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : TM.

Sudoyo, AW., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta
: Interna Publishing.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai