Anda di halaman 1dari 21

EVIDANCE BASED PRACTICE

PENGARUH PEMBERIAN LATIHAN RANGE OF MOTION


TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DI
RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATTAHER JAMBI

Disusun oleh

Nama : Safira Angelia Saragih., S.Kep

Nim : G1B221025

Kelompok : III

Pembimbing Akademik:

Ns. Nurhusnah, S. Kep., M. Kep

Ns. Andika Sulistiawan. S. Kep., M. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke


suatu bagian otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah otak. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah
menyebabkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusakan atau
mematikan sel-sel saraf otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan
hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Aliran darah yang
berhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak berhenti, sehingga
sebagian otak tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya (Nabyl, 2012).

Komplikasi stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena,
rata- rata serangan, ukuran lesi dan adanya peningkatan tekanan sirkulasi
kolateral pada stroke, (Padila, 2012). Pada stroke akut komplikasi yang
dialami adalah (1). kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah
(hemiparesis) yang timbul secara mendadak, (2) gangguan sesibilitas pada
satu atau lebih anggota badan.
(3) penurun kesadaran. (4) Afasia. (5) Disatria. (6) gangguan diplopia. (7)
Ataksia. (8) Vertigo. Hemiparese merupakan salah satu komplikasi yang akan
dialami penderita stroke, dimana penderita stroke tidak mampu melakukan
aktivitas mandiri, oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya proses
penyembuhan yang lama perlu dilakukan latihan agar dapat mengurangi
gejala sisa stroke, latihan yang efektif untuk dilakukan pada pasien stroke
selain fisioterapi adalah latihan ROM (Muttaqin, 2012).

Latihan Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan


dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ROM merupakan
sekumpulan gerakan yang dilakukan pada bagian sendi yang bertujuan untuk
meningkatkan fleksibelitas dan kekuatan otot (Potter & Perry, 2010). ROM
dapat diterapkan dengan aman sebagai salah satu terapi pada berbagai kondisi
pasien dan memberikan dampak positif baik secara fisik maupun psikologis,
latiahan ringan seperti ROM memiliki beberapa keuntungan antara lain lebih
mudah dipelajari dan diingat oleh pasien dan keluarga mudah diterapkan dan
merupakam intervensi keperawatan dengan biaya murah yang dapat
diterapakan oleh penderita stroke.

1.2 Tujuan
Setelah dilakukan kegiatan Evidence Based Practice (EBP) pembaca
diharapkan mampu memahami dan mendapatkan tambahan ilmu mengenai
Pengaruh Pemberian latihan ROM (range of motion) pada pasien stroke dalam
meningkatkan kekuatan otot.
1.3 Manfaat
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan medikal bedah
tentang “Evidence-Based Practice”. Selain itu saya berharap semoga makalah
yang saya buat ini dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk menambahkan
pengetahuan tentang EBP terkait Pengaruh Pemberian latihan ROM (range of
motion) pada pasien stroke dalam meningkatkan kekuatan otot..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
A. Definisi

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal
dan atau global, yang muncul mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan
fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik. Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala antara lain :
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak
jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan
lain-lain (Riskesdas, 2013). Stroke melibatkan onset mendadak defisit
neurologis fokal yang berlangsung setidaknya 24 jam dan diduga berasal
dari pembuluh darah (Dipiro, 2015).

B. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, stroke dapat dibagi menjadi tiga
kategori, antara lain :
1) Serangan iskemik sepintas, yang merupakan gangguan neurolgis fokal
atau saraf pusat yang timbul secara mendadak dan menghilang beberapa
menit sampai beberapa jam. Stroke ini bersifat sementara, namun jika
tidak ditanggulangi akan berakibat pada serangan yang lebih fatal.
2) Progresif atau involution (stroke yang sedang berembang), yaitu
perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stroke dimana
defisit neurologisnya terus bertambah atau gangguan pada sistem saraf
pusat mengalami gangguan.
3) Stroke lengkap/completed, yaitu gangguan neurlogis maksimal sejak
awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke di mana fungsi sistem
saraf menurun pada saat onset atau serangan lebih berat. Stroke ini
dapat menyebabkan kelumpuhan permanen jika tidak segera
ditanggulangi (Arya, 2011).
C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) stroke biasanya diakibatkan oleh
salah satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis,
yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Secara umum,
trombosis tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat
mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa
ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi
serebral (Valante dkk, 2015).
3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak
(Valante dkk, 2015).
4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien
dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada
tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.
Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai
darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen
fungsi otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda dan
gejala penyakit stroke :
1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu
sisi tubuh
2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
3. Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata.
4. Pusing dan pingsan.
5. Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas.
6. Bicara tidak jelas (pelo)
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
9. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke di rumah sakit terbagi
atas :
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut (Golden Period selama 3 jam)
a) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk
mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas,
pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan
yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah
atau oksimetri
b) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema
serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan
misalnya dengan pemberian manitol, control atau pengendalian
tekanan darah
c) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
d) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
e) Evaluasi status cairan dan elektrolit
f) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri
g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
h) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
j) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah
stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan
sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada
dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium
dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa
diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya
kalium dan natrium.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program manajemen bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
b. Penatalaksanaan kolaboratif
1) Fisioterapi, lumpuh seluruhnya sangat jarang seorang fisioterapi
akan membantu anda mengatasi kegiatan menyangkut otot yang
kecil sekalipun, anda juga akan dilibatkan dalam program
peregangan untuk otot-otot tertentu. Beberapa bidang yang dilatih
adalah: berdiri, berjalan, menjangkau dan menggunakan benda-
benda, khususnya peralatan makan

2) Terapi bicara, hal ini untuk mengatasi gangguan komunikasi


3) Terapi obat-obatan
a. Antihipertensi : captopril, antagonis kalsium
b. Diuretic : manitol 20%, furosemid
c. Antikolvusan : fenitoin
4) Pembedahan dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari
3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau
pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus
obstrukis akut.
2.2 Kekuatan Otot
A. Definisi
Pengertian kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara kualitas
maupun kuantitas mengembangkan ketegangan otot untuk melakukan
kontraksi ( Waters & Bhattacharya 2009 ).
B. Pengukuran Kekuatan Otot
Untuk mengetahui kekuatan atau kemampuan otot perlu dilakukan
pemeriksaan derajat kekuatan otot yang di buat ke dalam enam derajat ( 0 – 5
) . Derajat ini menunjukan tingkat kemampuan otot yang berbeda beda.
Derajat 5 Kekuatan otot normal dimana seluruh gerakan dapat
dilakukan otot dengan tahanan maksimal dari proses yang
dilakukan berulang-ulang tanpa menimbulkan kelelahan.

Derajat 4 Dapat melakukan Range Of Motion (ROM) secara penuh dan


dapat melawan tahanan ringan

Derajat 3 Dapat melkukan ROM secara penuh dengan melawan gaya


berat (gravitasi), tetapi tidak dapat melawan tahanan.

Derajat 2 Dengan bantuan atau dengan menyangga sendi dapat


melakukan ROM secara penuh.

Derajat 1 Kontraksi otot minimal terasa/teraba pada otot


bersangkutan tanpa menimbulkan gerakan.
Derajat 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali.

Adapun cara untuk memeriksa kekutan otot dengan menggunakan derajat kekuatan
otot tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan kekuatan otot ekstermitas atas.


1) Pemeriksaan kekuatan otot bahu.
Caranya:
a). Minta klien melakukan fleksi pada lengan ekstensi lengan dan beri
tahanan.
b). Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi lengan, lalu beri
tahanan.
c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
2) Pemeriksaan kekuatan otot siku.
Caranya:
a). Minta klien melakukan gerakan fleksi pada siku dan beri tahanan.
b). Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi siku, lalu beri
tahanan.
c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
3) Pemeriksaan kekuatan otot pergelangan tangan.
a). Letakkan lengan bawah klien di atas meja dengan telapak tangan
menghadap keatas.
b). Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi telapak tangan dengan
melawan tahanan.
c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
4) Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari tangan
Caranya:
a). Mintalah klien untuk meregangkan jari-jari melawan tahanan.
b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
5) Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas bawah
1). Pemeriksaan kekuatan otot panggul.
Caranya:
a). Atur posisi tidul klien, lebih baik pemeriksaan dilakukan dalam posisi
supine.
b). Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi tungkai dengan melawan
tahanan.
c). Minta klien untuk melakukan gerakan abduktif dan adduksi tungkai
melawan tahanan.
d). Nilai kekuatan otot dengan menggunkan skala 0-5.
2). Pemeriksaan kekuatan otot lutut.
Caranya:
a). Minta klien untuk melakukan gerakn fleksi lutut dengan melawan
tahanan.
b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
3). Pemeriksan kekuatan otot tumit.
Caranya:
a). Minta klien untuk melakukan gerakan plantarfleksi dan dorsifleksi
dengan melawan tahanan.
b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
4). Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari kaki.
a). Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi jari-jari kaki
dengan melawan tahanan.
b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
2.3 Range Of Motion (ROM)
A. Definisi
Range of motion adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan
terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif
ataupun pasif. Potter dan Perry (2006).
B. Klasifikasi
Menurut (Suratun,Heryati,Manurung, & Raenah, 2008) klasifikasi rom

sebagai berikut:
1) ROM aktif adalah latihan yang di berikan kepada klien yang

mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan

pada tulang maupun sendi dimana klien tidak dapat melakukannya

sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga.

2) ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien

tanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan. Indikasi

ROM aktif adalah semua pasien yang dirawat dan mampu melakukan

ROM sendii dan kooperatif.


C. Tujuan
Menurut Johnson (2005), Tujuan range of motion (ROM) sebagai berikut:
1) Mempertahankan tingkat fungsi yang ada dan mobilitas
ekstermitas yang sakit.
2) Mencegah kontraktur dan pemendekan struktur muskuloskeletal.
3) Mencegah komplikasi vaskular akibat iobilitas.
4) Memudahkan kenyamanan.
Sedangkan tujuan ltihan Range Of Motion (ROM) menurut Suratun,
Heryati, Manurung, & Raenah (2008).
1) Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot.
2) Memelihara mobilitas persendian.
3) Merangsang sirkulsi darah.
4) Mencegah kelainan bentuk

D. Gerakan Pada ROM


Rom aktif Merupakan latian gerak isotonik ( Terjadi kontraksi dan
pergerakan otot )yang dilakukan klien dengan menggerakan
masingmasing persendiannya sesuai dengan rentang geraknya yang
normal. (Kusyati Eni, 2006 )
Rom pasif merupakan latihan pergerakan perawat atau petugas lain yang
menggerakkan persendian klien sesuai dengan rentang geraknya.
(Kusyati Eni, 2006 )
Prosedur pelaksanaan:
Gerakan pinggul dan panggul
1. Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul
a. Angkat kaki dan bengkokkan lutut
b. Gerakkan lutut ke atas menuju dada sejauh mungkin
c. Kembalikan lutut ke bawah, tegakkan lutut, rendahkan kaki
sampai pada kasur.
2. Abduksi dan adduksi kaki
a. Gerakkan kaki ke samping menjauh klien
b. Kembalikan melintas di atas kaki yang lainnya
3. Rotasikan pinggul internal dan eksternal
a. Putar kaki ke dalam, kemudian ke luar
Gerakkan telapak kaki dan pergelangan
kaki
1. Dorsofleksi telapak kaki
a. Letakkan satu tangan di bawah tumit
b. Tekan kaki klien dengan lengan anda untuk
menggerakkannya ke arah kaki
2. Fleksi plantar telapak kaki
a. Letakkan satu tangan pada punggung dan tangan yang
lainnya berada pada tumit
b. Dorong telapak kaki menjauh dari kaki
3. Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki
a. Letakkan satu tangan pada punggung kaki klien,
letakkan tangan yang lainnya pada pergelangan kaki
b. Bengkokkan jari-jari ke bawah
c. Kembalikan lagi pada posisi semula
4. Intervensi dan eversi telapak kaki
a. Letakkan satu tangan di bawah tumit, dan tangan yang
lainnyadi atas punggung kaki
b. Putar telapak kaki ke dalam, kemudian ke luar.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Topik
Topik yang diambil pada penyusunan evidence base practice ini adalah
“Pengaruh Pemberian latihan range of motion terhadap kekuatan otot pada
pasien stroke”
3.2 Metode
Penulisan
A. Pencarian jurnal
Pencarian literatur dalam telaah jurnal ini dilakukan dengan
menggunakan google scholar. Kata kunci yang digunakan untuk
penelusuran jurnal yang akan ditelaah ini adalah :
• ROM
• Kekuatan otot
• Latihan ROM pada pasien stroke
B. Alasan penulisan
Alasan pembuatan EBP ini bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat pengaruh dari pemberian latihan range of motion terhadap
kekuatan otot pada pasien stroke.
3.3 Hasil Review Jurnal
A. Jurnal I
1. Judul
Efektifitas Latihan Range of Motion pada Pasien Stroke di Rumah
Sakit Siti Hajar
2. Penulis
Anggriani, Nurul Aini, Sulaiman
3. Tujuan
penelitian ini bertujuan untuk efektifitas latihan range of motion pada
pasien stroke di rumah sakit siti hajar

4. Isi jurnal
Desain penelitian yang digunakan adalah quasi-eksperiment
dengan menggunakan pendekatan one group pretes and posttest
design. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan purposive
sampling. Sample yang diambil adalah pasien stroke yang
mengalami penurunan tingkat kemandirian activity daily living
sebanyak 35 pasien pada bulan juli-oktober 2020 di RSU Siti Hajar
Medan.
Sample yang diambil adalah pasien TB paru yang mengalami
sesak napas pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 32 pasien di
Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan pada 20
responden penderita stroke yang dirawat inap di RSU Siti Hajar
didapatkan yaitu terdapat peningkatan otot sesudah dilakukan
intervensi sebesar 1.80, sedangakan terjadi kekuatan otot sampai
dengan kondisi 5 (normal ) setelah dilakukan intervensi sebanyak
40%, dan latihan ROM sangat efektif untuk meningkatkan kekuatan
otot bagi pasien
B. Jurnal II
1. Judul
Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragik Dengan
Hemiparese Melalui Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif
2. Penulis
Elsi Rahmadani dan Handi Rustandi
3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk Analisis Peningkatan Kekuatan Otot pada
Pasien Stroke Non-Hemoragik dengan hemiparese melalui latihan pasif
Range of Motion (ROM)
4. Isi jurnal
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonquivalent
control group design dan jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen
pre dan post with control group pada pasien stroke non hemoragik
dengan hemiparese ekstremitas atas. Penelitian ini dilaksanakan di
Ruang ICU RSUD Curup pada bulan Juni- JuliTahun 2019. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien stroke non hemoragik yang
ada di Ruang ICU RSUD Curup.
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa kekuatan otot
meningkat dan kemampuan fungsional meningkat secara signifikan
setelah diberikan latihan. Hal ini berarti latihan ROM berpengaruh
terhadap peningkatan kekuatan dan kemampuan fungsional pasien
stroke dengan hemiparese.
C. Jurnal III
1. Judul
Penerapan Range Of Motion (Rom) Pasif Untuk Meningkatkan
Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragik
2. Penulis
Desi Merdiyanti, Sapti Ayubbana, Senja Atika Sari HS
3. Tujuan
Tujuan penerapan ini adalah meningkatkan kekuatan otot pasien stroke
non hemoragik menggunakan intervensi latihan Range Of Motion
(ROM) pasif.
4. Isi jurnal
Penelitian ini bersifat desain studi, Yaitu dengan cara meneliti
suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit
tunggal. Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam di
analisis baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu
sendiri, faktor- faktor yang mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus
yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi
kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu. Subjek
dalam karya tulis ilmiah ini adalah satu orang pasien stroke di Kota
Metro tahun 2020.
Hasil penelitian menunjukan bahwa range of motion (ROM)
efektif untuk meningkatkan kekuatan otot sehingga perawat dapat
memberi edukasi kepada subjek dan keluarga
D. Jurnal IV
1. Judul

Pengaruh Rom Exercise Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot


Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo Pati
2. Penulis
Umi Faridah, Sukarmin, Sri Kuati
3. Tujuan
tujuan penelitian ini untuk pengaruh ROM exercise bola karet terhadap
kekuatan otot genggam pasien stroke di RSUD RAA Soewondo Pati
4. Isi jurnal
Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan
pendekatan Pra-Pasca Test. Jumlah sampel 16 pasien sebagai
kelompok intervensi dan 16 pasien kelompok kontrol yang dipilih
secara consecutive Sampling. Untuk menganalisis data menggunakan
Paired T Test.
Hasil penelitian didapatkan kelompok intervensi diperoleh nilai ρ
value adalah 0,000 (p<0,05) dan kelompok kontrol diperoleh nilai ρ
value adalah 0,009 (p<0,05). Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
ρ value kelompok intervensi lebih kecil dibandingkan ρ value
kelompok kontrol sehingga pemberian ROM exercise bola karet
lebih efektif meningkatkan kekuatan otot genggam pasien stroke
dibandingkan kelompok kontrol tanpa perlakuan yang hanya
diberikan alih baring dan ROM ekstrimitas atas dan bawah sesuai
advise dokter. Hasil diatas ditunjukkan bahwa kemampuan fisik
untuk menggenggam sebelum diberikan ROM exercise bola karet
masih diperoleh kekuatan otot kurang dengan skala 3 sebanyak 6
(37,5%) dan setelah diberikan ROM exercise bola karet menjadi baik
dengan skala 5 yaitu sebanyak 6 (37,5%). Kekuatan otot kurang
tersebut ditunjukkan dengan pasien dapat mengerakkan otot atau
bagian yang lemah sesuai perintah sedangkan kekuatan otot tangan
pasien yang sudah menjadi baik ditunjukkan dengan pasien dapat
menggerakkan otot dengan tahanan minimal, dapat bergerak dan
dapat melawan
hambatan yang ringan serta dapat bebas bergerak melawan tahanan
yang setimpal.
E. Jurnal V
1. Judul
Efektifitas Rom Cylindrical Grip Terhadap Peningkatan Kekuatan
Otot Tangan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
2. Penulis
Sri Siska Mardiana, Yulisetyaningrum, Aris Wijayanti
3. Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifiras ROM cylindrical grip
terhadap peningkatan kekuatan otot tangan pada pasien stroke Non
Hemoragik di RSUD RAA Soewondo Pati.
4. Isi jurnal
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
eksperimen semu dengan pendekatan Pre- PostTest. Jumlah sampel
17 pasien kelompok intervensi dan 17 pasien kelompok kontrol yang
dipilih secara Consecutive Sampling. Uji analisa menggunakan uji
wilcoxon. Hasil penelitian diperoleh responden sebelum diberikan
ROM cylindical grip paling banyak mengalami kekuatan otot tangan
baik sebanyak 12 responden (70,6%) dan sesudah diberikan ROM
cylindical grip paling banyak mengalami kekuatan otot tangan baik
sebanyak 16 responden (94,1%).
Hasil penelitian diperoleh kekuatan otot tangan responden
sebelum abduksi-adduksi paling banyak kekuatan otot tangan baik
sebanyak 13 responden (76,5%) dan sesudah abduksi-adduksi paling
banyak kekuatan otot tangan baik sebanyak 15 responden (88,2%).
F. Jurnal VI
1. Judul
Pengaruh Range Of Motion Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien
Stroke Iskemik Di Rumah Sakit Umum Hkbp Balige
2. Penulis
Rika Elvriede Hutahaean, Muhammad Taufik Daniel Hasibuan
3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh range of
motion terhadap kekuatan otot di RSU HKBP Balige
4. Isi jurnal
Jenis penelitian ini menggunakan one group pretest-postest dan
sampel yang dipakai dalam penelitian ini berjumlah 30 orang, serta
total sampling dipakai dalam teknik pengambilan sampel pada
populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan kusioner, observasi
dan wawancara serta uji data yag dilakukan dengan uji Wilcoxon.
Dari hasil uji didapatkan pengaruh yang signifikan sebesar 0.000.
Artinya, terdapat perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah
diberikan range of Motion. Hal ini membuktikan bahwa Range of
Motion berpengaruh pada peningkatan kekuatan otot ekstremitas
responden. Rumah Sakit diharapkan membuat suatu SPO dalam
penanganan rehabilitasi pasien stroke iskemik untuk
mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot.
Terdapat pengaruh Range of Motion terhadap Kekuatan Otot di
RSU HKBP Balige, hal ini dapat dilihat pada kesimpulan berikut ini
: kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan tindakan mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dengan hasil t=-5.014, p=0.000.
3.4 Analisis Semua Jurnal
Dari keenam jurnal yang telah dijelaskan di atas didapatkan hasil bahwa
gerakan range of motion dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien
stroke. Hal ini sesuai dengan pendapat Brunner & Suddarth (2001: 393)
latihan ROM menjadi salah satu bentuk intervensi fundamental yang dapat
dilakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya
pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan di
rumah sakit
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpuan

Dari hasil telaah evidence based practice (EBP) terkait Pengaruh


Pemberian latihan ROM (range of motion) pada pasien stroke dalam
meningkatkan kekuatan otot. maka dapat disimpulkan bahwa ROM
berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pasien stroke.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas, saran-saran yang dapat di
berikan sebagai berikut:
A. Bagi ilmu pengetahuan
Meningkatkan pengetahuan dan pembelajaran bagi institusi pendidikan
tentang Pengaruh Pemberian latihan ROM (range of motion) pada pasien
stroke dalam meningkatkan kekuatan otot
Penelitian ini menunjukkan terdapat Pengaruh Pemberian latihan ROM
(range of motion) pada pasien stroke dalam meningkatkan kekuatan otot.
Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan pilihan intervensi bagi
perawat dalam menangani klien stroke dengan kelemahan otot.
B. Bagi responden
Pasien dengan stroke dapat menjadikan ROM ini sebagai intervensi untuk
meningkatkan kekuatan otot.
C. Bagi perawat
Sebagai arahan untuk memberikan pelayanan dan meningkatkan mutu
pelayanan dalam proses penguatan otot pada pasien stroke.
D. Bagi peneliti
Diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian yang
lebih baik lagi, informasi yang diberikan jauh lebih lengkap sehingga
tidak menimbulkan keragu-raguan bagi peneliti-peneliti berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anggriani, A., Aini, N., & Sulaiman, S. (2020). Efektivitas Latihan Range of
Motion Pada Pasien Stroke Di Rumah Sakit Siti Hajar. Journal of
Healthcare Technology and Medicine, 6(2), 678.
https://doi.org/10.33143/jhtm.v6i2.974

Faridah, U., Sukarmin, & Sri, K. (2018). Pengaruh Rom Exercise Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo
Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1), 36–43.

Hutahaean, R. E., & Daniel Hasibuan, M. T. (2020). Pengaruh Range of Motion


Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Iskemik Di Rumah Sakit Umum
Hkbp Balige. Indonesian Trust Health Journal, 3(1), 278–282.
https://doi.org/10.37104/ithj.v3i1.48

Mardiana, S. S., Yulisetyaningrum, Y., & Wijayanti, A. (2021). Efektifitas Rom


Cylindrical Grip Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Tangan Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 12(1),
81. https://doi.org/10.26751/jikk.v12i1.915

Merdiyanti, D., Ayubbana, S., & Sari HS, S. A. (2021). PENERAPAN RANGE
OF MOTION (ROM) PASIF UNTUK MENINGKATKAN KEKUATAN
OTOT PASIEN STROKE NON HEMORAGIK. Jurnal Cendikia Muda, 1,
98–102.

Rahmadani, E., & Rustandi, H. (2019). PENINGKATAN KEKUATAN OTOT


PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DENGAN HEMIPARESE
MELALUI LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF. Journal
of
Telenursing (JOTING), 1(2), 354–363.

Anda mungkin juga menyukai