Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang


berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular. Stroke merupakan
penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota
gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

Di indonesia sendiri, stroke merupakan pembunuh nomor satu menurut


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Data kejadian stroke dari Balitbangkes yaitu
prevalensi (angka kejadian) stroke bisa dilihat di hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas). Sedangkan di Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah
penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) (Riskesdas, 2013).
Stroke terbagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik
( stroke iskemik )

Stroke non hemoragik (stroke iskemik), terjadi akibat aliran darah ke


otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak sehingga pasokan darah ke otak terganggu (Wiwit,
2010, hlm. 16)

Kondisi pasien stroke non hemoragik ini dimungkinkan untuk


diberikan latihan modalitas aktif asistif ROM dari pada pasien dengan
stroke hemoragik. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan dari etiologi
keduanya, yaitu stroke non hemoragik yang disebabkan karena adanya
hambatan atau sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu, sehingga
daerah otak tidak diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut, yang

1
2

menyebabkan tidak mendapat pasokan energi dan oksigen yang cukup,


sedangkan stroke hemoragik disebabkan pecahnya pembuluh darah
(Muttaqin, 2005, hlm. 129). Apabila aliran darah ke otak cepat dan
semakin lancar. Padahal pembuluh darah otak pecah, dimungkinkan akan
meningkatkan tekanan intrakranial melebihi rentang normal (0-15 mmHg)
yang sering disebut hipertensi intrakranial. Salah satu faktor risiko terjadinya
serangan stroke (Sofwan, 2010, hlm. 8).
Serangan stroke dapat menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan
pada salah satu atau bahkan kedua sisi bagian tubuh pasien (Junaidi, 2006,
hlm. 49). Kelemahan ini bisa menimbulkan kesulitan saat berjalan dan
beraktivitas.
Active asistive ROM merupakan latihan yang dilakukan dengan cara
klien menggunakan lengan atau tungkai yang berlawanan dan lebih kuat
atau dengan bantuan gaya dari luar, seperti therapis, alat mekanis atau bagian
tubuh pasien yang kuat sebagai tumpuan untuk menggerakkan setiap sendi
pada ekstremitas yang tidak mampu melakukan gerakan aktif (Carpenito,
2009, hlm. 687).
ROM adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi
yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008).   Latihan ROM (ROM) adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Selain berfungsi sebagai pertahanan atau dapat  memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal, lengkap,
dan untuk meningkatkan massa otot serta tonus otot.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka ROM penting dilakukan pada
penderita stroke non hemoragik. yang mempunyai keterbatasan fisik dalam
melakukan aktivitas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian efektifitas aktif
asistif ROM pada pasien stroke non hemoragik oleh destya ariyanti.

Untuk itu maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Aplikasi


tindakan aktif asistif ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada Asuhan
3

keperawatan Ny.I dengan diagnosa stroke non hemoragik di ruang gandaria


RSUD KELAS B CIANJUR

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Aplikasi Tindakan ROM Aktif Asistif Terhadap
Peningkatan Otot Pada Ny.I (58 Thn) Dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang
Gandaria RSUD Kelas B Cianjur.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Aplikasi Tindakan ROM Aktif Asistif Terhadap
Peningkatan Otot Pada Ny.I (58 Thn) Dengan Stroke Non Hemoragik di
Ruang Gandaria RSUD Kelas B Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny.I (58 Thn)
b) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.I (58 Thn)
c) Mampu melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada Ny.I
(58Thn)
d) Mampu melakukan intervensi keperawatan pada Ny.I (58 Thn)
e) Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada Ny.I (58 Thn)
f) Mampu mengaplikasikan tindakan aktif asistif ROM dengan stroke non
hemoragik pada Ny.I (58 Thn)

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pasien
Untuk meningkatkan asuhan keperawatan tentang aktif asistif ROM
pada pasien stroke non hemoragik. Berguna untuk penatalaksanaan
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam
keperawatan.
4

2. Bagi Perawat
Dapat dijadikan sumber referensi untuk menambahkan
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan profesi yang sedang ditekuni,
sehingga ilmu yang telah di dapat dapat diaplikasikan kembali dan dapat
dijadikan sumber ilmu bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi Lembaga
a. Rumah Sakit
Memberikan informasi tentang pentingnya ROM aktif asistif pada pasien
stroke, sehingga untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam keperawatan.
b. Pendidikan Institusi
Memberikan informasi tentang pentingnya ROM aktof asistif pada pasien
stroke, sehingga untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan
bagi dosen, mahasiswa serta bagi pembaca.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP STROKE NON HEMORAGIK


1. Pengertian
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak (Sudoyo Aru). Istilah stroke biasanya digunakan secara
spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. (NANDA, 2015). Stroke
adalah keadaan yang terjadi saat otak rusak akibat aliran darah terganggu.
Setiap bagian otak bertanggung jawab atas fungsi tertentu sehingga gejala
stroke bergantung pada daerah otak yang kekurangan suplai darah. (Dr.
Anthony Rudd dkk, 2010).
Stroke Non Hemoragik adalah gangguan peredaran darah pada otak
yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga
menimbulkan infark/ iskemik. Umumnya terjadi pada saat penderita
istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik. (Yayasan
Stroke Indonesia, 2006).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

5
6

Stroke Non Hemoragik adalah gangguan peredaran darah pada otak


yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga
menimbulkan infark/ iskemik. Umumnya terjadi pada saat penderita
istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik. (Yayasan
Stroke Indonesia, 2006).
Referensi di atas dapat disimpulkan stroke adalah penyakit yang di
sebabkan oleh gangguan penyempitan pembuluh darah otak yang
menyebabkan kekurangan oksigen sehingga menimbulkan kematian
jaringan otak.
2. Etiologi
Menurut Tutu April (2014) stroke biasanya diakibatkan sebagai
berikut:
a. Trombosis serebral.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit
kepala adalah onset yang tidak umum. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi
intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral
tidak terjadi dengan tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
onset paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Sembolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabangnya sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia, atau kehilangan kesadaran pada
pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
embolisme serebral.
7

c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral
1) Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah dan arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2) Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Oleh karena itu, periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukan tanda atau
gejala.
3) Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena
kongenital pada otak.
4) Hemoragi intraserebral adalah pendarahan di substansi dalam otak,
paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral disebabkan oleh perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Biasanya onset tiba-tiba, dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
Adapun penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya
8

terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis
otak:
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
2. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik.
3. Manisfestasi Klinis
Menurut arif muttaqin (2008) manifestasi klinis stroke adalah
sebagai berikut :
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan
gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
9

c. Tonus otot lemah atau kaku


d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
Adapun menurut Tutu April (2014) manifestasi klinis stroke adalah
sebagai berikut:
a. Defisit lapang penglihatan
1) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan,
penglihatan mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai
jarak.
2) Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau
batas objek.
3) Diplopia
Penglihatan ganda.
b. Defisit motorik
1) Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis
wajah (karena lesi pada hemosfer yang berlawanan).
2) Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak. Tidak mampu menyatukan kaki,perlu
dasar berdiri yang luas.
3) Disatrtria
Kesulitan dalam membentuk kata.
4) Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
10

c. Defisit verbal
1) Afasia ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu bicara dalam respons kata tunggal.
2) Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara
tetapi tidak masuk akal.
3) Afasia global
Kombinasi baik afasia reseptif dam ekspresif.
d. Defisit kognitif
Penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan
panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk
berkonsenterasi, alasan abstrak buruk, dan perubahan penulaian.
e. Defisit emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres,
depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, serta
perasaan isolasi.
4. Klasifikasi
a. Klasifikasi stroke berdasarkan keadaan patologis
1) Stroke iskemia
Iskemia terjadi akibat suplai darah ke jaringan otak berkurang, hal
ini disebabkan karena obstruksi total atau sebagian pembuluh darah
otak. Hampir 80% pasien stroke merupakan stroke iskemik.
Penyebab stroke iskemia adalah karena trombosis, emboli dan
hypoperfusi global. Trombosis merupakan penyebab stroke yang
paling sering, biasanya berkaitan dengan kerusakan lokal dinding
pembuluh darah akibat aterosklerosis. Stroke karena emboli biasanya
berasal dari suatu trombosis dalam jantung, juga berasal dari plak
aterosklerosis sinus karotikus atau arteri karotis interna. Pada stroke
11

karena hypoperfusi global biasanya disebabkan karena cardiac arrest


dan embolis pulmonal.
2) Stroke hemoragik
Stroke yang terjadi karena pendarahan subarachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak tertentu. Biasanya
terjadi pada saat pasien melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
juga pada kondisi istirahat.
b. Klasifikasi stroke berdasarkan perjalanan penyakit
1) Transient Iskemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan neurologi fokal yang timbul secara tiba-tiba
dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala
yang muncul akan hilang secara spontan dalam waktu kurang dari 24
jam.
2) Progresif (Stroke in Evolution)
Perkembangan stroke terjadi berlahan-lahan sampai akut, munculnya
gejala makin memburuk. Proses progresif beberapa jam sampai
beberapa hari.
3) Stroke Lengkap (Stroke Complete)
Gangguan neurologik yang timbul sudah menetap atau permanen,
maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan
perbaikan.
5. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu
diotak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan local (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering / cenderung sebagai factor penting terhadap otak, thrombus dapat
12

berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
13

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang


relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron
di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal. (Arief Muttaqin, 2008)
14

6. Pathway
15

7. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Berhubungan dengan immobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
c. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.
d. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
8. Penatalaksanaan
a. Keperawatan secara mandiri
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6) Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan.
16

b. Pentalaksanaan secara medis


1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
9. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Fransisca B. Batticaca (2008) pemeriksaan klinis melalui
anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis).
a. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala
yang timbul).
b. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal,
pernah mengalami trauma kepala).
c. Riwayat penyakit keluarga (hipertensi, jantung, DM).
d. Aktivitas (sulit beraktivitas, kahilangan sensasi penglihatan, gangguan
tonus otot, gangguan tingkat kesadaran).
e. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronis).
f. Makanan/cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut,
hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko).
g. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan
berkurang atau ganda, hilang rasa sensorik kontralateral, afasia motorik,
reaksi pupil tidak sama).
h. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku
yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan otot).
17

i. Pernafasan (merokok sebagai faktor risiko, tidak mampu menelan


karena batuk).
j. Interaksi sosial (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi).
10. Pemeriksaan penunjang
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
f. Pemeriksaan laboratorium
1. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
3. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
18

4. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian


berangsur-rangsur turun kembali.
5. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri
11. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi.
Pemeriksaan likuor merah biasanyaa dijumpai pada pendarahan yang
masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin.
c. Pemeriksaan kimia darah.
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap.
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Arif Muttaqin, 2008).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE NON HEMORAGIK


Menurut Arif Muttaqin (2008) :
1. Pengkajian
a. Identitas
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
19

c. Riwayat kesehatan klien


1. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
2. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
3. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus.
d. Pola aktifitas sehari hari
1. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia,
CHF, polisitemia. Dan hipertensi arterial.
3. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia
urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
5. Makanan/caitan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi,
tenggorokan, dysphagia.
20

6. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
Suara nafas, whezing, ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.
10. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
11. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah
dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya
bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan
akar rambut.
b. Mata
Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan
lunak dibawah bidang orbital. konjungtiva dan sklera dengan
menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan
21

lesi. kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri


disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak
langsung. pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak
langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek
terhadap cahaya (nervus okulomotorius) iris terhadap bentuk dan
warna. kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen
card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien
(nervus optikus). Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau
duduk 60 cm dari pemeriksa. Uji gerakan mata pada delapan arah
pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan
(nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen).
c. Hidung
Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang
hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan
antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau
(nervus olfaktorius). Masukkan spekulum hidung dengan minta
pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight
amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
d. Telinga
Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan
tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila
peradangan akan nyeri). Tarik daun teinga secara perlahan ke atas
dan ke belakang. Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan
arloji, suara/ bisikan dan garpu tala.
e. Mulut dan faring
Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal.
Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu
dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna,
22

mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus) Inspeksi faring


terhadap warna, lesi, peradangan tonsil Melakukan pemeriksaan
pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis) Meminta
pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus
glosofaringeal). Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus
vagus).
f. Leher
Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus). Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke
kiri (nervus aksesorius). Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta
pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik
suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat. Palpasi kelenjar
limfe/kelenjar getah bening. Palpasi kelenjar tiroid
g. Thorak dan tulang belakang
Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel
chest). Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis,
kifosis, lordosis). Palpasi adanya krepitus pada kosta. Khusus
pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk,
ukuran.
h. Jantung dan pembuluh darah
Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical. Palpasi area
aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2
kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah
trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah
jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung),
dan adanya bunyi jantung tambahan. Periksa vaskularisasi perifer
dengan meraba kekuatan denyut nadi.
i. Abdomen
23

Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran,


datar, cekung, kebersihan umbilikus). Auskultasi 4 kuadran
(peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus). Palpasi:
epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik. Perkusi: 4
kuadran (timpani, hipertimpani, pekak). Melakukan pemeriksaan
turgor kulit abdomen. Mengukur lingkar perut
j. Genitourinari
Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan
tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui
pembesaran prostat). Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita,
kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau. Inspeksi
alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau,
pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan
prepusium dan gland penis. Palpasi skrotum dan testis sudah turun
atau belum.
k. Ekstremitas
Inspeksi ekstremitas atas dan bawah kesimetrisan, lesi, massa
Palpasi tonus otot, kekuatan otot. Kaji sirkulasi: akral
hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema. Kaji
kemampuan pergerakan sendi. Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep,
patela, arcilles. Kaji reflek patologis reflek plantar (babinsky).
12. Pengkajian Saraf Kranial
a. Saraf I. biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan kortkes visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering melihat pada klien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian
tubuh.
24

c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan atau ssi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
13. Pengkajian Sistem Motorik
....................................................Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan
motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor
volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
14. Inspeksi Umum.
Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
15. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstermitas.
16. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
17. Kekuatan Otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
25

18. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan


karena hemiparese dan hemiplegia.
19. Pengkajian Refleks
a. Pemeriksaan Refleks Profunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal.
b. Pemeriksaan Refleks Patologis. Pada fase akut refleks fisiologis
sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akna muncul kembali didahului dengan refleks
patologis. Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor
dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasnaya mengalami
kejang umum, terutama pada anak dengan strokedisertai dengan
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan
sekunder dengan akibat area fokal kortikal yang peka.
20. Pengkajian Sistem Sensorik
.......................................................Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi.Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual.Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada klien dengan hemiplegia kiri.Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokan pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensori karena
stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimulu visual, taktil, auditorius.
21. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motoric dan postural.Kadang
26

kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama


perode ini, dilakukan kateterisasi dengan teknik steril.Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
22. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampe muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
23. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunteer pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-
tanda decubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensoria atau paralise/
hemiplegia, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Doengoes (2014), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
menurunnya suplai darah dan O2 ke otak.
27

b. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemiparase/plegi kanan


& kiri.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan artikular,
tidak dapat bicara (disatria).
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan
menghidu, melihat dan mengecap.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama.
f. Gangguan menelan berhubungan dengan proses menelan tidak efektif
28

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Menurut Doengoes (2014)
a. Diagnosa Keperawatan: Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
1. Dapat dihubungkan dengan: interupsi aliran darah, gangguan oklusif,
hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori.
b. Perubahan dalam respons motorik/ sensori, gelisah.
c. Defisit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi.
d. Perubahan tanda-tanda vital.
3. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif, dan motorik/sensori.
b. Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-
tanda peningkatan TIK
c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit.
4. Intervensi:
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
keadaan/penyebab khusus selama koma / penurunan perfusi
serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK
b. Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya / standar
c. Pantau tanda-tanda vital, seperti catat: catat pola dan irama dari
pernafasan, seperti adanya periode apnea setelah pernafasan
hiperventilas, pernafasan Cheyne-Stokes.
d. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya
terhadap cahaya.
e. Pertahankan keadaan tirah baring: ciptakan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi
f. Berikan oksigen sesuai indikasi
29

g. Persiapkan untuk pembedahan, endarterektomi, bypass


mikrovaskuler.
h. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa
protombin, kadar Dilantin
5. Rasional
a. Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan/ kemunduran
tanda/gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah
fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan pasien harus
dipindahkan ke ruangan perawatan kritis (ICU) untuk melakukan
pemantauan terhadap peningkatan TIK
b. Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan
kemajuan/resolusi kerusakan SSP. Dapat menunjukkan TIA yang
merupakan tanda terjadi thrombosis CVS baru.
c. Ketidakteraturan pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi
kerusakan serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan untuk
intervensi selanjutnya termasuk kemungkinan perlunya dukungan
terhadap pernafasan.
d. Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna
dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
Respon terhadap refleks cahaya mengkombinasikan fungsi dari
saraf kranial optikus (II) dan saraf kranial okulomotor (III).
e. Aktivitas/stimulasi yang kontinue dapat meningkatkan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik/perdarahan lainnya.
f. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi
serebral dan tekanan meningkat/ terbentuknya edema
g. Mungkin bermanfaat untuk mengatasi
30

h. Memberikan informasi tentang keefektifan pengobatan/kadar


terapeutik.
b. Diagnosa keperawatan: Mobilitas fisik, Kerusakan
1) Dapat dihubungkan dengan: keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,
paresthesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastis.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh: Ketidakmampuan bergerak dengan
tujuan dalam lingkungan fisik, kerusakan koordinasi, keterbatasan
rentang gerak, penurunan kekuatan / kontrol otot
3) Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:
a. Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh
takadanya kontraktur, footdrop.
b. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena atau kompensasi.
c. Mendemonstrasikan teknik/prilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas, mempertahankan integritas kulit.
4) Intervensi
a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur. Klasifikasikan melalui skala 0-4.
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika
diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstermitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti
latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
dan kaki/telapak.
d. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstermitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
e. Konsulatasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.
31

f. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti TENS sesuai indikasi


g. Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi, seperti
baclofen dan trolen.
5) Rasional
a. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
intervensi, sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis
spastik dengan flaksid.
b. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah
yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/decubitus.
c. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria
dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan.
d. Dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi
lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif
untuk “menyatukan kembali” sebagai bagian dari tubuhnya
sendiri.
e. Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
f. Dapat membantu memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan
control otot volunteer.
g. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstermitas yang terganggu.
c. Diagnosa keperawatan: Kerusakan komunikasi verbal
1) Dapat dihubungkan dengan: Kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral,
kelemahan/kelelahan umum.
32

2) Kemungkinan dibuktikan oleh:


a. Kerusakan artikulasi, tidak/tidak dapat bicara (disatria)
b. Ketidakmampuan untuk bicara, menemukan dan menyebutkan
kata-kata, mengidentifikasi objek, ketidakmampuan memahami
bahasa tertulis/ucapan
c. Ketidakmampuan menghasilkan komunikasi tertulis.
3) Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
a. Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.
b. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan.
c. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
4) Intervensi
a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri.
b. Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat.
Berikan pasien jarak waktu untuk berespons. Bicaralah tanpa
tekanan terhadap sebuah respons.
c. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadinya penyakit, hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-
hal yang menantang kebanggan pasien.
d. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara
5) Rasional
a. Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral
yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh
tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan (afasia sensorik/kerusakan pada
area Wernick), mengucapkan kata-kata dengan benar (afasia
ekspresia/kerusakan pada area bicara Broca) atau mengalami
kerusakan pada kedua daerah tersebut.
33

b. Pasien tidak perlu merusak pendengaran, dan meninggikan suara


dapat menimbulkan marah pasien/menyebabkan kepedihan.
Memfokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi dan mungkin
menyebabkan pasien terpaksa untuk bicara kasar/kotor.
c. Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
d. Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori,
motoric dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan terapi.
d. Diagnosa keperawatan: Perubahan persepsi-sensori
1) Dapat dihubungkan dengan:
a. Perubahan persepsi sensori, transmisi, integritas (trauma
neurologis atau defisit).
b. Stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan
oleh ansietas).
2) Kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang.
b. Perubahan dalam pola perilaku/respons biasanya terhadap
rangsang, respons emosional berlebihan.
c. Konsentrasi buruk, perubahan proses pikir/berpikir kacau.
d. Perubahan dalam ketajaman sensori dilaporkan/diukur,
hipoparestesia, perubahan rasa kecap/penghidu.
e. Ketidakmampuan untuk menyebutkan posisi bagian tubuh
(propriosepsi).
f. Perubahan pola komunikasi.
3) Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
a. Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perseptual.
b. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual.
34

c. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi


terhadap/deficit hasil.
4) Intervensi
a. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
b. Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan
lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi (bidang
horizontal/vertikal), adanya diplopia (pandangan ganda).
c. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai
kebutuhan.
d. Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat
yang pendek. Pertahankan kontak mata.
e. Lakukan validasi terdapat persepsi pasien. Orientasikan kembali
pasien secara teratur pada lingkungan, staf, dan tindakan yang
akan dilakukan
5) Rasional
a. Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/ posisi tubuh
dan kesesuaian dari gerakan yang menggangu ambulasi,
meningkatkan risiko terjadinya trauma.
b. Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negative
terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan
mempelajari kembali keterampilan motoric dan meningkatkan
risiko terjadinya cedera.
c. Menurunkan ansietas dan respons emosi yang berlebihan/
kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan.
d. Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian
atau masalah pemahaman. Tindakan ini dapat membantu pasien
untuk berkomunikasi.
35

e. Membantu pasien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari


persepsi dan integritas stimulus dan mungkin menurunkan distorsi
persepsi pada realitas.
b. Diagnosa keperawatan: Kurang perawatan diri
1) Dapat dihubungkan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan control/koordinasi otot.
b. Kerusakan perseptual/kognitif.
c. Nyeri/ketidaknyamanan.
d. Depresi.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh: Kerusakan kemampuan melakukan
AKS, mis: ketidakmampuan membawa makanan dari piring ke mulut,
ketidakmampuan memandikan bagian tubuh, mengatur suhu air,
kerusakan kemampuan untuk memasang/melepaskan pakaian,
kesulitan menyelesaikan tugas toileting.
3) Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
a. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
b. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
sendiri.
c. Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan
sesuai kebutuhan.
4) Intervensi
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan
skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan
pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
c. Sadari perilaku/aktivitas impulsive karena gangguan dalam
mengambil keputusan.
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya.
36

e. Berikan obat supositoria dan pelunak feses


f. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.
5) Rasional
a. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
b. Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat
dalam mencegah frustasi adalah penting bagi pasien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
c. Dapat menunjukkan kebutuhan intervensi dan pengawasan
tambahan untuk meningkatkan keamanan pasien
d. Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian,
dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu.
e. Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu
menciptakan/merangsang fungsi defekasi teratur.
f. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
c. Diagnosa keperawatan: Gangguan menelan
1) Faktor resiko meliputi: kerusakan neuromuskuler/perseptual.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh: (tidak dapat diterapkan, adanya tanda-
tanda dan gejala-gejal membuat diagnose actual).
3) Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
a. Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual
dengan aspirasi tercegah.
b. Mempertahankan berat badan yang diinginkan.
4) Intervensi
a. Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara
individual, catat luasnya paralisis fasial, gangguan lidah,
kemampuan untuk melindungi jalan nafas. Timbang berat badan
secara teratur sesuai kebutuhan.
37

b. Letakan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.


c. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
d. Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah
kalori yang masuk.
e. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan
f. Berikan cairan melalui IV dan atau makanan melalui selang.
5) Rasional
a. Intervensi nutrisi/pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor
ini.
b. Menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
c. Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan risiko
terjadinya tersedak
d. Jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan makanan harus dicarikan metode alternatif untuk
makan.
e. Dapat meningkatkan pelepasn endorphin dalam otak yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
f. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.

4. Implementasi
a. Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
b. Pelaksanaan intervensi
c. Dokumentasi keperawatan
5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap Asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,
kelengkapan, kualitas data, teratasi atau tidak teratasi masalah klien dan
pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan.
38

C. ROM AKTIF ASISTIF


1. Pengertian
ROM aktif asistif adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital,
transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh
dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan.
Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh
menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah garis
horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. ( Potter,
Patricia A. & Perry, Anne Griffin (2006).
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan
konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap
potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi
(jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan
frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai) dan
eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal, gerakannya adalah
pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan
dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki). (Potter, Patricia A. & Perry, Anne
Griffin (2006).
Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan
mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi,
pembengkakan, nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama.
Klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit,
ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk
mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan tersebut dilakukan oleh perawat
yaitu latihan rentang gerak pasif. Perawat menggunakan setiap sendi yang
sakit melalui rentang gerak penuh.
Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot
ataupun gaya eksternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila
terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian
39

tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia,
pembuluh darah dan saraf.
2. Jenis jenis ROM ( Range Of Motion )
a. ROM Aktif
ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)
dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan
otot 75 %.
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan
pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung
jari kaki oleh klien sendri secara aktif.
Indikasi :
1) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
menggerakkan ruas sendinya dengan tidak menggunakan bantuan.
2) ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik.
3) ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan
dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.
b. ROM Pasif
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari
orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan
persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klienpasif).
Kekuatanotot 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau
semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total
atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang
40

digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya
pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu
melaksanakannya secara mandiri.
Indikasi :
1) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila
dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan
2) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak
aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma,
kelumpuhan atau bed rest total
c. Rom aktif asistif
Aktif asistif adalah perawat membantu menyokong bagian distal
persendian, merupakan salah satu bagian dari latihan fungsi
ekstremitas secara keseluruhan dengan adanya kemandirian pasien
untuk bergerak aktif sendiri tanpa menghilangkan peran perawat.
Indikasi :
1) Pada saat pasien memiliki kelemahan, bantuan diberikan melalui
gaya dari luar apakah secara manual atau mekanik, karena otot
penggerak primer memerlukan bantuan untuk menyelesaikan
gerakan).Pasien dengan sadar penuh, compos mentis ( CM )
2) Dilakukan dibagian ruas persendian kepala sampai kaki
d. Rom resistif
Latihan rom resistif adalah ketika pasien secara aktif melakukan latihan
dan pasien memiliki seseorang menahan gerakan yang pasien lakukan,
latihan ini dilakukan secara rutin oleh pasien untuk mendapatkan hasil .
Indikasi :
1) Rom resistif dilakukan pada pasien dengan kekuatan otot skala 4
2) Dilakukan dibagian ruas persendian yang kuat
3. Macam macam gerakan ROM ( Range Of Motion )
a. Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.
b. Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.
c. Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.
41

d. Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.


e. Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.
f. Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang.
g.  Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak
membentuk sudut persendian.
h. Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak
membentuk sudut persendian.
i. Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke bawah.
j. Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke atas.
k. Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan
pada tangan yang sama.
4. Cara latihan ROM aktif asistif
Menurut Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009
a. Latihan Rom aktif anggota gerak atas
1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara :
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dan siku
menekuk dengan lengan.
b. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang
lainnya memegang pergelangan tangan pasien.
c. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

Gambar 2.1 : fleksi dan ektensi


tangan
42

2. Fleksi dan Ekstensi Siku


Cara :
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dengan
telapak mengarah ke tubuhnya.
b. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya
dengan tangan lainnya.
c. Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
d. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara :
a. Atur posisi lengan bawah menjahui tubuh pasien dengan siku
menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
c. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjahuinya.
d. Kembalikan ke posisi semula
e. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya
menghadap ke arahnya.
f. Kembalikan ke posisi semula.

Gambar 2.2 : pronasi dan supinasi


4. Pronasi fleksi Bahu
Cara :
a. Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
43

b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang


tangan pasien dengan tangan lainnya.
c. Angkat lengan pasien pada posisi semula.
5. Abduksi dan adduksi
Cara :
a. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya.
c. Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat.
d. Kembalikan ke posisi semula.
6. Rotasi bahu
Cara :
a. Atur posisi lengan pasien  menjahui tubuh dengan siku
menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku
dan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain.
c. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke bawah.
d. Kembalikan lengan ke posisi semula.
e. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
f. Kembalikan lengan ke posisi semula.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
Cara :
a. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan
lain memegang kaki.
b. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
c. Luruskan jari-jari kemudian doro ng ke belakang.
d. Kembalikan ke posisi semula.
8. Infersi dan Efersi Kaki
Cara :
44

a. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan
pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya.
b. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki
lainnya,
c. Kembalikan ke posisi semula.
d. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjahui kaki
yang lain.
e. Kembalikan ke posisi semula.
9. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Cara :
a. Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki
ke arah dada pasien.
b. Kembalikan ke posisi semula..
c. Tekuk pergelangan kaki menjahui dada pasien.
10.Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara :
a. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit
pasien dengan tangan yang lain.
b. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
c. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
d. Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki
ke atas.
e. Kembalikan ke posisi semula.

11.Rotasi Gambar 2.3 fleksi dan


pangkal paha
ektensi lutut
Cara :
45

a. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu


tangan yang lain di atas lutut.
b. Putar kaki menjahui perawat.
c. Putar kaki ke arah  perawat.
d. Kembalikan ke posisi semula.

12.Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha


Cara :
a. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu
tangan pada tumit.
b. Jaga posisi pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm dari
tempat tidur, gerakkan kaki menjahui badan pasien.
c. Kembalikan ke posisi semula

BAB III

METODE STUDI KASUS


46

A. Desain Penelitian
Penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu penelitian kualitatif yang
digolongkan ke dalam strategi penelitian case study research. Penelitian ini
menghimpun data-data naratif dengan kata-kata (bukan angka-angka,
nonnumerical) untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang dilontarkan.
Biasanya penelitian ini memiliki beberapa jenis rancangan (design) dalam
bidang sosial dan kesehatan, metode ini merupakan salah satu bentuk
penelitian formatif yang menerapkan teknik tertentu untuk memperoleh
jawaban yang mendekati tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan khalayak
sasaran (William Chang, 2014).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Kelas B Cianjur dengan
pertimbangan tempat tersebut merupakan salah satu Rumah Sakit rujukan
yang berada di Cianjur serta memiliki ruang rawat inap pasca bedah yang
relatif banyak. Penelitian ini dimulai dengan mengajukan judul pada tanggal
18 Mei 2016, lalu dilanjutkan dengan memulai pengumpulan data untuk
menyelesaikan latar belakang, tinjauan pustaka, metode studi kasus, hasil dan
pembahasan dan yang terakhir penutup dimulai dari tanggal 19 Mei 2016
sampai dengan tanggal 20 Juli 2016. Untuk waktu pengambilan data di
Rumah Sakit dengan melakukan penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 6
Juli 2016 selama lima hari.

C. Setting Penelitian
RSUD Kelas B Cianjur terletak di kabupaten Cianjur provinsi Jawa Barat
tepatnya di jalan Rumah Sakit No.1 , jaraknya kurang lebih 120 km dari arah
Jakarta menuju Bandung. Sarana dan prasaran yang dimiliki RSUD Kelas B
Cianjur diantaranya Instalasi rawat jalan terdiri dari 15 poliklinik, instalasi
rawat inap terdiri dari 3 kelas rawat47
inap, terdapat 1 instalasi gawat darurat,
terdapat 9 fasilitas penunjang medis (labolatorium, radiologi, farmasi, bedah
47

sentral, rehabilitasi medik, pemulasaraan jenazah, hemodialisia/one day care,


bank darah, labolatorium patologi klinik), dan terdapat 4 fasilitas lain
(Laundry, pembakaran sampah medis, tempat penitipan anak, dan kemitraan).
Penelitian akan dilakukan di ruang gandaria dengan jumlah pasien sebanyak
20 orang dan jumlah perawat 14 orang.

D. Subjek Penelitian / Partisipan


Karena pendekatan penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan strategi case study research (CSR), maka :
1. Teknik sampling penelitian adalah menggunakan non probability
sampling dengan pendekatan purposive sampling (teknik pengambilan
sample dengan pertimbangan atau tujuan tertentu).
2. Instrumen penelitian studi kasus adalah peneliti sendiri.
E. Metode Pengumpulan Data
Peneliti akan melakukan observasi dengan menggunakan pedoman askep
kmb sebagai berikut :
1. Metode Observasi Partisipatif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran (GCS)
3) TTV
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Pernapasan
d) Suhu
4) BB/TB
b. Pemeriksaan Head To Toe (Inspeksi, Auskultasi, Palpasi, Perkusi)
1) Penampilan umum
2) Kepala
3) Mata
4) Hidung
48

5) Telinga
6) Mulut dan tenggorokan
7) Leher
8) Dada
9) Abdomen
10) Tangan (ekstremitas atas)
11) Genitalia
12) Anus
13) Kaki (ekstermitas bawah)
2. Metode wawancara terstruktur
a. Identitas
Tabel 3.1

Identitas klien Identitas penanggung jawab


Siapa nama anda ? Siapa nama anda ?
Dimana dan tanggal berapa anda Berapa umur anda ?
lahir ?
Apa jenis kelamin anda ? Apa jenis kelamin anda ?
Apa agama anda ? Apa pendidikan terakhir anda
?
Sudahkah anda menikah ? Apa pekerjaan anda ?
Apa pendidikan terakhir anda ? Dimana alamat rumah anda ?
Apa pekerjaan anda ? Apa hubungan anda dengan
klien ini ?
Apa suku / bangsa anda ?
Dimana alamat rumah anda ?
Sejak kapan anda masuk RS ?

b. Keluhan utama
Tabel 3.2
49

Apakah ada yang anda keluhkan terkait kondisi anda saat ini ?

c. Riwayat kesehatan klien


1) Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Tabel 3.3

P Le bagian tubuh pasien sebelah mana yang


mengalami baal atau lemas mendadak.
Biasanya lemas atau baal terjadi
diwajah, lengan dan tungkai, terutama
di salah satu sisi tubuh.
Q Saat mengalami lemas atau baal
biasanya pasien akan merasa sulit untuk
beraktivitas, kehilangan sensasi atau
paralisis, merasa lelah, susah
beristirahat (terjadi kejang otot ).

R Regio / radiasi. Biasanya pasien sampai


mengalami kelemahan secara umum.
S Lemas atau baal akan membuat pasien
merasa kesulitan untuk beraktivitas dan
pasien akan susah beristirahat
T Le lemas biasanya dirasakan secara tiba –
tiba. Pasien akan mengalami mati /
lumpuh pada sisi yang terkena selama
serangan iskemik sementara.

d. Riwayat kesehatan klien dahulu


Tabel 3.4

Apakah ada penyakit yang pernah dialami sebelumnya ?


Apakah anda pernah mengalami kecelakaan ?
Apakah anda pernah dioperasi atau dirawat dirumah sakit ?
Apakah anda alergi terhadap makanan, obat-obatan,
zat/substansi kimia, tekstil atau yang lainnya ?
Apakah anda sering mengkonsumsi obat-obatan bebas ?
e. Riwayat kesehatan keluarga
50

Tabel 3.5

apakah ada penyakit yang diderita atau pernah diderita oleh


keluarga ?

f. Tempat keadaan lingkungan tinggal


Tabel 3.6

Bagaimana keadaan lingkungan sekitar rumah anda ? tolong


ceritakan !

g. Riwayat psikologi
Tabel 3.7

Apakah yang diharapkan anda saat ini ?


Apakah anda merasa rendah diri dengan keadaan saat ini ?
Bagaimana menurut anda dengan keadaan saat ini ?
Apakah anda tinggal di rumah sendiri atau di rumah
kontrakan ?
Apakah hubungan antar keluarga harmonis atau berjauhan ?
Siapakah yang mengambil keputusan dalam keluarga ?
Apakah anda merasa cukup dengan keadaan ekonomi
keluarga saat ini ?
Apa harapan anda setelah menajalani perawatan ?

h. Riwayat sosial
Tabel 3.8

Apakah anda aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang


ada di sekitar tempat tinggal anda ?
51

i. Riwayat spiritual
Tabel 3.9

Apakah anda yakin dengan kepercayaan yang dianut ?


Apakah anda taat beribadah ?
Apakah anda mengikuti kegiatan agama yang ada disekitar tempat
tinggal anda ?

3. Metode tes
a. Skala otot
1) Skala intensitas otot
0 : Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak
berkontraksi, bilalengan/ tungaki dilepaskan, akan jatuh
100% pasif.
1 : Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan
sewaktujatuh.
2 : Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya
gravitasi(saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh.
3 : Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi
tidak mampumelawan tekan/ dorongan dari pemeriksa.
4 : Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain.
5 : Kekuatan utuh

4. Metode dokumentasi
a. Terapi pengobatan
b. Pemeriksaan lab atau pemeriksaan diagnostik
1) CT scan
2) MRI, USG, EEG, ECG
3) Darah lengkap

F. Etika penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan
untuk mendapatkan ijin melakukan penelitian di RSUD Kelas B cianjur.
52

Setelah ada persetujuan barulah penelitian ini dilakukan dengan menekankan


pada masalah kesehatan yang meliputi :

1. Informed Concent (lembar persetujuan)


Lembar pesetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti,
peneliti menjelaskan maksud dari penelitian serta dampak yng mungkin
terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia,
maka mereka hrus menandatangani surat persetujuan penelitian, jika
responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati hak-haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
dicantumkan nama dan lembar pengumpulan data dan cukup diberikan
kode tertentu.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasian informasi yang diperoleh dari responden dijamin oleh peneliti,
hanya sekelompok data tertentu yang akan disajikan dan dilaporkan
sebagai hasil penelitian.
53

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Informasi Umum Partisipan


Pada bab ini penulis akan menuliskan laporan kasus asuhan
keperawatan yang dilakukan pada Ny.I selama lima hari mulai tanggal 15
Juni 2016 sampai dengan tanggal 19 Juni 2016 di ruang gandaria RSUD
kelas B Cianjur. Laporan kasus yang akan di kemukakan pada bab ini adalah
pada proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.

B. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pasien masuk rumah sakit Cianjur pada tanggal 12 Juni 2016
pada pukul 08.00 WIB di IGD RSUD Cianjur. Pasien dibawa ke
ruang gandaria pada tanggal 13 Juni 2016 pukul 12.00 WIB,
pengkajian dilakukan pada hari rabu tanggal 15 Juni 2016 pada
pukul 08.00 WIB. Diagnosa medis klien yaitu Stroke Non
Hemoragik.
Klien bernama Isah. lahir di Cianjur, pada tanggal 2 januari
tahun 1958. Klien beragama islam, klien sudah menikah, pendidikan
terakhirnya Sekolah Dasar, suku Sunda dan bangsa Indonesia. Klien
tinggal di Kp.Cisentul Rt.01 Rw.05 Desa Kerta Jaya Kecamatan
54

Ciranjang. klien masuk ke rumah sakit pada hari senin pagi tanggal
12 Juni 2016.

Penanggung jawab pasien bernama Tn.S berusia 34 tahun,


berjenis kelamin laki-laki, sudah menikah, beragama islam,
mempunyai pekerjaan sebagai petani, dan beralamat di
Kp.Cisentul Rt.01 Rw.05 Desa Kerta Jaya Kecamatan Ciranjang,
54
Kabupaten Cianjur, serta memiliki hubungan dengan klien yaitu
sebagai anak klien.
b. Keluhan Utama
Klien mengetakan lemas tubuh bagian kiri
c. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 15-06-2016, Pada saat saya
menanyakan kepada klien mengenai riwayat kesehatan klien
sekarang, klien menjawab klien mengatakan lemas pada bagian
tubuh sebelah kiri. Lemas yang dirasakan oleh klien sekarang
menjadikan nya sulit beraktivitas, klien mengatakan lemas nya
secara tiba tiba dan merasa mati rasa di bagian sebelah kiri tubuh,
pada saat dikaji skala otot tangan klien sebelah kiri berada di angka
3 dan kaki sebelah kiri berada di angka 3 sedangkan tangan kanan
dan kaki kanan berangka 5. skala penilaian otot yang digunakan
pada Ny.I adalah skala penilaian numerik yang terdiri dari angka 0-
5 (Anas, 2007) angka 0 menggambarkan Otot sama sekali tidak
mampu bergerak, tampak berkontraksi, bilalengan/ tungaki
dilepaskan, akan jatuh 100% pasif, 1 menggambarkan tampak
kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh, 2
menggambarkan Mampu menahan tegak yang berarti mampu
menahan gaya gravitasi(saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh, 3
menggambarkan mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong
tetapi tidak mampumelawan tekan/ dorongan dari pemeriksa, 4
menggambarkan Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain, 5
menggambarkan Kekuatan utuh .
55

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien mengatakan pernah mempunyai penyakit stroke setahun yang
lalu dan telah menjalani pengobatan sampai sembuh selama 6
bulan. Klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan.
Klien belum pernah dioperasi dan belum pernah dirawat dirumah
sakit dan klien tidak memiliki riwayat alergi apapun.
Klien adalah seorang ibu yang mempunyai 4 orang anak yang
terdiri dari 2 perempuan dan 2 laki laki, dan mempunyai sodara
kandung berjumlah 6 orang yang terdiri dari 4 orang laki laki dan 2
perempuan, suami klien bersodarakan 2 orang laki laki.
e. Tempat keadaan lingkuangan tinggal
Lingkungan sanitasi/rumah tinggal dan endemis
klien mengatakan lingkungan sekitar rumah bersih, relatif jauh
dari jalan raya dan tidak terdapat pabrik disekitar rumah klien.
f. Status Sosial
Klien dapat berkomunikasi dengan baik dengan petugas, dapat
berkomunikasi dengan klien yang ada di sekitarnya, klien dapat
mengikuti anjuran petugas tanpa penolakan dan klien dapat
kooperatif dalam pemberian perawatan dengan perawat ruangan.
g. Status spiritual
Klien selalu berdoa ingin cepat sembuh dan ingin cepat pulang.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Pada Ny.I dengan keadaan umum baik, tingkat kesadaran penuh
(Composmentis) E :4, V:5, M :5. Pemeriksaan tanda-tanda vital
meliputi tekanan darah 190/90 mmHg, suhu 36,9ºC, nadi 120 kali
per menit, respirasi 21 kali kali per menit. Berat badan 50 kg,
tinggi badan 155 Pemeriksaan Head to toe meliputi
a. Kepala
Pada saat pengkajian pertama kepala dengan bentuk bulat, warna
rambut hitam dan sedikit beruban, rambut tampak kotor dan
56

lengket, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.


b. Mata
Pada saat pengkajian pertama mata simetris, konjungtiva merah
muda, sklera tidak ikterik, pupil dapat miosis dan midriasis bila
terkena cahaya, klien dapat membaca papan nama pemeriksa
dengan jarak ±30 cm, tidak ada nyeri tekan.
c. Hidung
Pada saat pengkjian hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak terdapat kotoran hidung, tidak ada polif, tidak
memakai alat bantu pernafasan.
d. Telinga
Telinga tampak bersih, tidak ada serumen, tidak memakai alat
bantu pendengaran, klien dapat melakukan perintah pemeriksa,
klien dapat mendengar detak jam tangan tidak da lesi dan tidak
ada nyeri tekan.
e. Mulut dan tenggorokan
Mulut simetris, bibir tampak lembab, lidah bersih, tidak terdapat
stomatitis, terdapat karies gigi, tidak ada pembengkakan tonsil.
f. Leher
Pada leher, tidak terdapat peningkatan JVP (Jugular Venous
Presure, tidak terdapat pembengakakan kelenjar getah bening,
tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pembengkakan kelenjatr
Tyroid.
g. Dada
Inspeksi didapatkan tidak terdapat lesi, dada simetris. Palpasi
tidak terdapat nyeri tekan. Auskultasi didapatkan dengan respirasi
21 kali per menit, terdengar suara paru vesikuler, tidak terdengar
suara paru tambahan seperti rhonki, whezing, dan lain lain.
Perkusi terdapat bunyi resonan di area kedua paru.
Pada pemeriksaan jantung auskultasi terdengar bunyi lup, dub
tidak ada suara tambahan murmur.
57

h. Abdomen
Pada saat saya melakukan pemeriksaan abdomen, tampak bentuk
abdomen simetris, tidak ada nyeri tekan, ketika di ketuk abdomen
tidak kembung, ketika didengarkan bising usus 7x/menit.
i. Ekstremitas
Ekstremitas atas tangan simetris, jari lengkap, terpasang IVFD
(Intra Vena Fluid Dreep) di tangan kanan dengan cairan RL
(Ringer Laktat) 500 ml dan dosis pemberian 20 tetes per menit,
turgor kulit baik, CRT (Capilarri Refil Time) kurang dari 2 detik,
refleks bisep dan trisep (+), kekuatan otot tangan kiri 3 dan
tangan kanan 5 skala (1-5), ekstremitas bawah kaki simetris, tidak
ada parises, tidak ada Oedema, reflek paterla (+), tidak terdapat
nyeri tekan, dengan kekuatan otot kaki kiri 3 dan kaki kanan 5
skala (1-5) menurut annas (2007).
j. Genitalia dan anus
Pada pemeriksaan genitalia dan anus, tidak terpasang cateter urin,
klien mengatakan memakai diapers, tidak terdapat luka di area
genitalianya, klien mengatakan tidak ada benjolan dan abses pada
anusnya dan tidak ada hemmoroid.
k. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Nutrisi
Pada saat klien sebelum sakit, klien makan dengan
makanan pokok nasi, beserta lauk pauk seperti ikan asin, daging
hewani dan lain-lain. Frequensi makan klien sebanyak 3 kali per
hari, dalam porsi makan habis. Klien mengatakan, klien minum
dengan air putih, sebanyak ±8 gelas per hari.
Pada saat klien sakit, klien makan dengan bubur, sayuran,
daging hewani dan lain-lain. Frequensi makan klien sebanyak 3
kali per hari, dalam porsi makan ½ sampai 1 porsi makan yang
habis, Klien mengatakan, klien minum dengan air putih,
sebanyak ±8 gelas per hari.
58

2) Eliminasi
a) BAB
Pada saat klien sebelum sakit maupun sesudah sakit,
klien mengatakan BAB 2 kali sehari dengan warna kuning
dan terkadang berkonsistensi keras.
b) BAK
Pada saat klien sebelum sakit maupun, klien
mengatakan frekuensi miksi ± 5 kali per hari, dengan warna
urine kuning jernih.
Setelah klien masuk rumah sakit, klien memakai
diapers, urine berwarna kuning.
3) Istirahat tidur
Pada saat sebelum sakit, klien mengatakan tidur malamnya
dari jam 21.00 s/d jam 05.00 ± 8 jam, dengan pengantar tidur
berdoa, sedangkan pada siang hari klien tidur dari jam 13.00 s/d
jam 15.00 ± 2 jam.
Pada saat setelah masuk rumah sakit, klien mengatakan
tidur malam tidak menentu, terkadang 2 jam bangun, dan
terkadang suka bangung pada tengah malam. Pada saat siang
hari klien kadang tidur hanya 1 jam dan tidak menentu.
4) Personal hygine
Pada saat sebelum sakit klien mandi 3 kali per hari, gosok
gigi mengunakan pasta gigi dengan frekuensi 2 kali per hari,
keramas 3 kali per minggu menggunakan syampo, dan
menggunting kuku 1 minggu sekali, dengan cara mandiri.
Setelah klien masuk rumah sakit, klien belum pernah
mandi, gosok gigi, keramas, dan menggunting kuku 1 minggu
59

sekali, dengan cara mandiri.


5) Aktivitas
Pada saat sebelum sakit, waktu luang yang dilakukan
beres-beres rumah, dan olahraga jalan santai setiap minggu.
Setelah klien masuk rumah sakit, waktu luang yang
dilakukan yaitu tidur, dan belum melakukan olah raga.
l. Data Penunjang
Hasil pemeriksaan labolatorium pada tanggal 14-Juni-2016
atas nama klien Ny.I, didapatkan hasil, Hemoglobin 12,2 g/dl (nilai
rujukan 12-16), Hematokrit 36,6% (nilai rujukan 37-47 %),
Leukosit 15,1 ribu/ul (nilai rujukan 4,8-10,8), Trombosit 312 ribu/ul
(nilai rujukan 150-450), Eritrosit 4,02 juta/ul (nilai rujukan 4,2-
5,4), Protein urine negatif (nilai rujukan negatif).
m. Terapi pengobatan
Terapai pengobatan yang di berikan kepada Ny.I diantaranya
IVFD Ringer Laktat 500 ml dengan dosis 16 tetes per menit,
piracetam 3 gram diberikan 3 kali pemberian per hari melalui IV
(intra vena), citikolin 500 mg diberikan 3 kali pemberian per hari
melalui IV (intra vena), cfg 75 mg 1 kali pemberian per hari
melalui IV. Dan lactulosa 1gram diberikan 3 kali pemberian per
hari melalui IV
2. Diagnosa prioritas
Hasil pengkajian tanggal 15 didapatkan data subjektif, Klien
mengatakan pusing, dan data objektif yang di dapat : GCS 14 TD
190/90, respirasi 21x/menit nadi 120x/menit suhu 36,9ºC Pasca stroke
akan mengakibatkan proses metabolisme otak terganggu menyebabkan
menurunnya suplai darah dan O2 ke otak dan terjadilah resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Dari data diatas penulis akan
mengambil diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan menurunnya suplai darah dan O2 ke otak.
Klien mengatakan lemas pada bagian kiri tubuhnya dan sulit
60

bergerak, data objektif yang di dapat : ketika di kaji kekuatan otot


sebelah kiri dengan cara klien menaikan tangan nya lalu tidak lama
terjatuh lagi, kekuatan otot berada di angka 3.Pasca stroke akan
mengakibatkan disfungsi N.XI (assesoris) lalu menyebabkan kelemahan
pada satu / keempat anggota gerak sehingga terjadi hemiparase / plegi
kanan dan kiri dan terjadilah hambatan mobilitas fisik. Dari analisa data
diatas penulis akan mengambil diagnosa hambatan mobilisasi fisik
berhubungan dengan hemiparase/plegi kanan & kiri.
Hasil pengkajian tanggal 15 didapatkan data subjektif, Klien
mengatakan belum mandi dari hari kemarin, dan data objektif yang di
dapatkan : tubuh klien nampak kotor, bau tidak sedap, rambut lengket.
Pasca stroke akan mengakibatkan disfungsi N.XI (assesoris) lalu
menyebabkan kelemahan pada satu / keempat anggota gerak sehingga
terjadi hemiparase / plegi kanan dan kiri lalu menyebabkan tirah baring
lama dan terjadilah defisit perawatan diri Dari data diatas penulis akan
mengambil diagnosa masalah defisit perawatan diri.
Dari analisa diatas perawat mampu mengambil diagnosa
prioritas pertama yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan menurunnya suplai darah dan O2 ke otak, diagnosa
kedua yaitu hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan
hemiparase/plegi kanan & kiri, diagnosa ketiga yaitu Defisit perawatan
diri berhubungan dengan tirah baring lama. Defisit perawatan diri
berhubungan dengan tirah baring lama.
3. Intervensi pada Ny.I
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
menurunnya suplai darah dan O2 ke otak
Tujuan jangka pendek resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
berkurang dengan kireteria hasil TD 120/80 mmHg.
Tujuan jangka panjang yaitu setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 5x24 jam diharapkan tekanan darah dibatas
normal .
61

Intervensi pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan


bandingkan dengan keadaan normalnya / standar. Rasional
Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan/resolusi
kerusakan SSP. Dapat menunjukkan TIA yang merupakan tanda
terjadi thrombosis CVS baru. Pantau tanda-tanda vital, seperti catat:
catat pola dan irama dari pernafasan, seperti adanya periode apnea
setelah pernafasan hiperventilas, pernafasan Cheyne-Stokes. Rasional
Ketidakteraturan pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi
kerusakan serebral/peningkatan TIK . Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protombin, kadar Dilantin.
Rasional Memberikan informasi tentang keefektifan pengobatan/kadar
terapeutik.

b. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemiparase/plegi


kanan & kiri
Tujuan jangka pendek hambatan mobilisasi dapat berkurang,
dengan kriteria hasil skala otot bertambah dari 3, klien tampak
tenang, TD dibatas normal 120/80 mmHg, respirasi 21x/menit, suhu
36,9oC, nadi 120 x per menit.
Tujuan jangka panjang yaitu setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 5x24 jam diharapkan skala otot bertambah
bahkan sampai kekuatan otot 5 dengan kriteria hasil skala otot 0-5.
Intervensi Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara yang teratur Klasifikasikan melalui
skala 0-4. Rasional mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan
terhadap intervensi, sebab teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis spastik dengan flaksid. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
(telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih
sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Rasional
menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang
62

terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan


menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/decubitus. Lakukan latihan rentang gerak aktif asistif rom pada
semua ekstermitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti
latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
dan kaki/telapak. Rasional meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko
terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya
adalah perdarahan. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan
latihan dengan menggunakan ekstermitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan. Rasional dapat berespons dengan baik jika daerah yang
sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta
latihan aktif untuk “menyatukan kembali” sebagai bagian dari
tubuhnya sendiri. Konsulatasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif,
latihan resistif, dan ambulasi pasien. Rasional Program yang khusus
dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang
berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi, dan kekuatan. Berikan obat relaksan otot, antispasmodic
sesuai indikasi, seperti baclofen dan trolen rasional dapat membantu
memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan control otot volunteer.
Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstermitas yang terganggu.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan jangka pendek defisit perawatan diri klien teratasi,
dengan kriteria hasil, klien tampak segar, bau badan klien hilang,
klien tampak bersih.
Tujuan jangka panjang yaitu setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisit perawatan diri
tertasi dengan kriteria hasil klien dapat merawat diri sendiri dengan
mandiri
63

Intervensi Kaji tingkat kemandirian klien. Rasional Mengetahui


sejauh mana klien dapat melakukannya sendiri. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan keluhan mengenai defisit perawatan
diri. Rasional untuk membantu pasien mencapai tingkat pungsional
tertinggi sesuai kemampuannya. Bantu sebagian atau sepenuhnya
saat mandi atau higiene setiap hari. Rasional untuk meningkatkan
kemandirian pasien. Bantu pasien hanya jika memiliki kesulitan.
Pantau pencapaian mandi dan higine setiap hari. Rasional
penghargaan akan mendorong pasien untuk terus berusaha.
4. Implementasi pada Ny.I
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
menurunnya suplai darah dan O2 ke otak
Implementasi dilakukan pada tanggal 15-juni-2016, jam 14.30
WIB, Memantau/mencatat status neurologis sesering mungkin dan
bandingkan dengan keadaan normalnya / standar. Memantau tanda-
tanda vital, seperti catat: catat pola dan irama dari pernafasan, seperti
adanya periode apnea setelah pernafasan hiperventilas, pernafasan
Cheyne-Stokes. Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi,
seperti masa protombin, kadar Dilantin.

b. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemiparase/ plegi


kanan & kiri
Implementasi dilakukan pada tanggal 15-juni-2016, jam 09.00
dan 14.40 WIB, mengubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,
miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika
diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Mulailah melakukan
latihan rentang gerak aktif asistif rom pada semua ekstermitas saat
masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/gluteal,
meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.
menganjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstermitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
64

kelemahan.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama


Implementasi dilakukan pada tanggal 15-juni-2016, jam 16.00
WIB. Mengkaji tingkat kemandirian klien, hasil : Klien merasa lemas
dan tidak mampu melakukan perawatan diri. Memotivasi pasien
untuk mengungkapkan perasaan dan keluhan mengenai defisit
perawatan diri, hasil: Klien mengatakan merasa lemas untuk
memersihkan badannya. Membantu sebagian atau sepenuhnya saat
mandi atau higiene setiap hari. Bantu pasien hanya jika memiliki
kesulitan, hasil: Klien dapat memberihkan dirinya sebagian dan
sebagian lagi di bantu oleh perawat. Memantau pencapaian mandi
dan higine setiap hari. Tetapkan tujuan mandi dan higiene. Hargai
pencapaian mandi dan hygiene, hasil : Klien dapat gosok gigi dengan
deibantu oleh keluarga dan perawat.
5. Evaluasi pada Ny.I
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
menurunnya suplai darah dan O2 ke otak
Evaluasi pada rabu tanggal 15-juni-2016 jam 15.00 WIB Setelah
dilakukan pemantauan tanda tanda vital, tekanan darah masih diatas
normal 190 /90 mmHg. Di hari kamis tanggal 16-juni-2016 jam
15.00 WIB Setelah dilakukan pemantauan tanda tanda vital, tekanan
darah masih diatas normal 170 /90 mmHg. Pada jumat tanggal 17-
juni-2016 jam 15.00 WIB Setelah dilakukan pemantauan tanda tanda
vital, tekanan darah masih diatas normal 160 /90 mmHg. Lalu pada
sabtu tanggal 18-juni-2016 jam 15.00 WIB Setelah dilakukan
pemantauan tanda tanda vital, tekanan darah masih diatas normal 150
/80 mmHg. Pada minggu tanggal 19-juni-2016 jam 15.00 WIB
Setelah dilakukan pemantauan tanda tanda vital, tekanan darah masih
65

diatas normal 140 /80 mmHg.

b. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemiparase/ plegi


kanan & kiri
Evaluasi pada rabu tanggal 15-juni-2016 jam 14.10 WIB Setelah
dilakukan tindakan aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot
tangan kan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri
dan kaki kiri berada di angka 3. Masih belum ada perubahan pada
hari pertama.
Evaluasi pada kamis tanggal 16-juni-2016 jam 14.10 WIB
Setelah dilakukan tindakan aktif asistif ROM di dapatkan hasil
kekuatan otot tangan kan dan kaki kanan berada di angka 5
sedangkan tangan kiri dan kaki kiri berada di angka 3. Masih belum
ada perubahan pada hari kedua, akan tetapi klien dan keluarga mulai
bisa memahami tindakan aktif asistif ROM.
Evaluasi pada jumat tanggal 17-juni-2016 Setelah dilakukan
tindakan aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan
kan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri dan kaki
kiri berada di angka 3. Masih belum ada perubahan pada hari ketiga,
akan tetapi klien dan keluarga mulai bisa memahami tindakan aktif
asistif ROM dan klien mengatakan mulai terbiasa dengan tindakan
aktif asistif ROM.
Evaluasi pada sabtu tanggal 18-juni-2016 Setelah dilakukan
tindakan aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan
kanan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri
berada di angka 4 dan kaki kiri berada di angka 3. Di hari yang
keempat ini mulai ada peningkatan kekuatan otot pada Ny.I dan klien
mengatakan sudah bisa minum dengan tangan kiri nya walaupun
masih terasa sedikit lemas.
66

Evaluasi pada minggu tanggal 19-juni-2016 Setelah dilakukan


tindakan aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan
kanan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri
berada di angka 4 dan kaki kiri berada di angka 4. Di hari kelima ini
mulai ada peningkatan pada kaki kiri, klien terlihat dapat
mengangkat kaki nya dan dapat menahan tekanan yang di berikan
oleh penulis.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama
Evaluasi pada rabu tanggal 15-juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah
dilakukan tindakan personal hygne oleh keluarga, klien terlihat segar
dan wangi. Pada kamis tanggal 16-juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah
dilakukan tindakan personal hygne oleh keluarga, klien terlihat segar
dan wangi. Pada jumat tanggal 17-juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah
dilakukan tindakan personal hygne oleh keluarga, klien terlihat segar
dan wangi. Pada sabtu tanggal 18-juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah
dilakukan tindakan personal hygne oleh keluarga, klien terlihat segar
dan wangi. Pada minggu 19-juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah
dilakukan tindakan personal hygne oleh keluarga, klien terlihat segar
dan wangi.
6. Aplikasi Tindakan Aktif Asistif ROM
Pada hari rabu tanggal 15-juni-2016, jam 09.00 dan 14.40 WIB,
penulis melakukan pemeriksaan kekuatan otot dan di dapatkan hasil
tangan kanan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri
dan kaki kiri berada di angka 3. Setelah dilakukan tindakan aktif asistif
ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan kan dan kaki kanan berada
di angka 5 sedangkan tangan kiri dan kaki kiri berada di angka 3. Masih
belum ada perubahan pada hari pertama
Pada hari kamis tanggal 16 juni 2016 jam 09.00 dan 14.40 WIB
penulis melakukan pemeriksaan kekuatan otot dan di dapatkan hasil
tangan kanan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri
dan kaki kiri berada di angka 3. Setelah dilakukan tindakan aktif asistif
67

ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan kan dan kaki kanan berada
di angka 5 sedangkan tangan kiri dan kaki kiri berada di angka 3. Masih
belum ada perubahan pada hari kedua, akan tetapi klien dan keluarga
mulai bisa memahami tindakan aktif asistif ROM.
Pada hari jumat tanggal 17 juni 2016 jam 09.00 dan 14.40 WIB
penulis melakukan pemeriksaan kekuatan otot dan di dapatkan hasil
tangan kanan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri
dan kaki kiri berada di angka 3. Setelah dilakukan tindakan aktif asistif
ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan kan dan kaki kanan berada
di angka 5 sedangkan tangan kiri dan kaki kiri berada di angka 3. Masih
belum ada perubahan pada hari ketiga, akan tetapi klien dan keluarga
mulai bisa memahami tindakan aktif asistif ROM dan klien mengatakan
mulai terbiasa dengan tindakan aktif asistif ROM.
Pada hari sabtu tanggal 18 juni 2016 jam 09.00 dan 14.40 WIB
penulis melakukan pemeriksaan kekuatan otot dan di dapatkan hasil
tangan kanan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri
berada di angka 4 dan kaki kiri berada di angka 3. Setelah dilakukan
tindakan aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan kanan
dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri berada di angka
4 dan kaki kiri berada di angka 3. Di hari yang keempat ini mulai ada
peningkatan kekuatan otot pada Ny.I dan klien mengatakan sudah bisa
minum dengan tangan kiri nya walaupun masih terasa sedikit lemas.
Pada hari minggu tanggal 19 juni 2016 jam 09.00 dan 14.40 WIB
penulis melakukan pemeriksaan kekuatan otot dan di dapatkan hasil
tangan kanan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri
berada di angka 4 dan kaki kiri berada di angka 4. Setelah dilakukan
tindakan aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan kanan
dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri berada di angka
4 dan kaki kiri berada di angka 4. Di hari kelima ini mulai ada
peningkatan pada kaki kiri, klien terlihat dapat mengangkat kaki nya dan
dapat menahan tekanan yang di berikan oleh penulis.
68

C. Pembahasan
Bab IV dalam karya tulis ini akan dijelaskan mengenai pembahasan yang
akan meguraikan analisa dan perbandingan teori dan aplikasi yang terdapat
dilapangan. Pembahasan ini berisi pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keperawatan
Hasil pengkajian pada Ny. I yang dilakukan pada tanggal 15 Juni 2016
adalah pada saat pertama kali pengkajian keadaan umum klien tampak
lemah, kesadaran pasien penuh dengan nilai GCS 14 (Eye : 4, Verbal : 5,
dan Motorik : 5). Tekanan darah klien 190/90 mmHg, dengan nadi : 120
x/menit, pernapasan : 21x/menit, suhu : 36,9ºC.
Riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan belum pernah dirawat di
rumah sakit sebelumnya. Dari data pengkajian kesehatan keluarga, keluarga
lain tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan yang dialami
oleh pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti hipertensi, diabete
militus, asma dan lain-lain.
Hasil pemeriksaan labolatorium pada tanggal 14-Juni-2016 atas nama
klien Ny.I, didapatkan hasil, Hemoglobin 12,2 g/dl (nilai rujukan 12-16),
Hematokrit 36,6% (nilai rujukan 37-47 %), Leukosit 15,1 ribu/ul (nilai
rujukan 4,8-10,8), Trombosit 312 ribu/ul (nilai rujukan 150-450), Eritrosit
4,02 juta/ul (nilai rujukan 4,2-5,4), Protein urine negatif (nilai rujukan
negatif).
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Wilkinson(2007).Pengkajian
adalah cara perawat dalam mengumpulkan data, baik secara objektif atau
bisa diukur secara verbal yang bisa di gali oleh seorang perawat terhadap
klien, keluarga, dan seorang yang dekat dengan klien. Data yang diperoleh
haruslah mampu menggambarkan status kesehatan klien ataupun masalah
69

utama yang dialami oleh klien. Dalam melakukan pengkajian, diperlukan


teknik khusus dari seorang perawat, terutama dalam menggali data, yaitu
dengan menggunakan komunikasi yang efektif dan teknik terapeutik.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penyebut sekelompok petunjuk yang
didapat selama fase pengkajian. Diagnosis keperawatan saat ini dikenal
adalah suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
dan potensial. Diagnosis keperawatan menjadi dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil menjadi tanggung gugat perawat (Wong,
2009:21).
Berdasarkan pada teori dan data pengkajian, diagnosis keperawatan
yang dapat muncul pada pasien stroke non hemoragik menurut (E. Dongues,
2014) yaitu :
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
menurunnya suplai darah dan O2 ke otak.
b. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemiparase/plegi kanan
& kiri.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan artikular,
tidak dapat bicara (disatria).
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan
menghidu, melihat dan mengecap.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama.
f. Gangguan menelan berhubungan dengan proses menelan tidak efektif

Namun penulis hanya memprioritaskan 3 diagnosa keperawatan


dikarenakan diagnosa keperawatan dengan kerusakan verbal, gangguan
persepsi dan gangguan menelan tidak didapatkan pada pasien yang penulis
kaji.
70

Penulis memprioritaskan diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi


jaringan otak berhubungan dengan menurunnya suplai darah dan O2 ke otak.
sebagai diagnosa pertama dimana diagnosa prioritas adalah diagnosa-
diagnosa keperawatan atau masalah-masalah kalaboratif yang apabila tidak
diarahkan akan menghambat kemajuan untuk mencapai hasil atau akan
berpengaruh negatif pada status fungsional klien. Hasil Diagnosa ini sejalan
dengan teori Yuzrizal (2012 sebagaimana dikutip dalam karya tulis ilmiah
Solikhah,2014) Karena menurunnya suplai darah dan O2 ke otak akan
membuat tekanan darah lebih dari batas normal (hipertensi) dan
menyebabkan gejala seperti nyeri/pusing. nyeri berkaitan dengan
kenyamanan pasien, jika kenyamanan pasien terpenuhi maka akan
mengatasi masalah yang lain. Kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

Penulis memprioritaskan diagnosa yang kedua yaitu hambatan


mobilisasi fisik berhubungan dengan hemiparase/plegi kanan & kiri, karena
berdasarkan Dalam E. Dungoes (2014) penyakit stroke mengakibatkan
hambatan mobilisasi fisik jika diagnosa ini tidak ditegakan maka akan
berpontensi dengan kerusakan kulit dan tubuh akan selalu lemas, oleh
karena itu penulis mengakat diagnosa ini untuk dilakukan mobilisasi klien
dan menjaga tubuh untuk tidak lemas.

Penulis memprioritaskan diagnosa yang ketiga yaitu defisit perawatan


diri berhubungan dengan tirah baring lama. Dalam E. Dungoes (2014)
terdapat tanda-tanda seperti ketidaknyamanan pada tubuh. Teori tersebut
sesuai dengan apa yang telah dikaji oleh penulis.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat
yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Wilkinson, 2007). Intervensi
keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang perawat lakukan atas nama
71

klien. Tindakan ini termasuk intervensi yang dipraktekan oleh perawat,


dokter, atau intervensi kolaboratif (Gaffar, 2013:63).
Penulis menyusun inttervensi sesuai dengan Doengoes. Berdasarkan
diagnosa keperawatan yang pertama penulis menyusun perencanaan antara
lain : pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya / standar. Pantau tanda-tanda vital, seperti catat:
catat pola dan irama dari pernafasan, seperti adanya periode apnea setelah
pernafasan hiperventilas, pernafasan Cheyne-Stokes.. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protombin, kadar Dilantin.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua penulis menyusun
perencanaan antara lain : Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara yang teratur Klasifikasikan melalui skala 0-
4. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab teknik yang berbeda
digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid. Ubah posisi minimal
setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
Lakukan latihan rentang gerak aktif asistif rom pada semua ekstermitas saat
masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/gluteal,
meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak. Anjurkan pasien
untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstermitas
yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang
mengalami kelemahan. Konsulatasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif,
latihan resistif, dan ambulasi pasien. Berikan obat relaksan otot,
antispasmodic sesuai indikasi, seperti baclofen dan trolen.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga penulis menyusun
perencanaan antara lain: Kaji tingkat kemandirian klien. Dorong pasien
untuk mengungkapkan perasaan dan keluhan mengenai defisit perawatan
diri. Bantu sebagian atau sepenuhnya saat mandi atau higiene setiap hari.
Bantu pasien hanya jika memiliki kesulitan. Pantau pencapaian mandi dan
higine setiap hari.
4. Implementasi Keperawatan
72

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatn secara nyata berupa


serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai
hal yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan
yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien
baik secara umum maupun secara khusus, pada pelaksanaan ini perawat
melakukan fungsinya secara independen, Interdependen dan dependen. Pada
fungsi independen adalah mencangkup dari semua kegiatan yang diprakasai
oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang
dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi disiplin ilmu yang lain
dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi
dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas
pesan orang lain (Priyoto, 2015).
Berdasarkan masalah keperawatan tersebut perawat melakukan
implementasi selama 5 hari sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
Dalam pembahasan ini penulis berusaha menerangkan tentang Implementasi
ROM pada Ny. I dengan pasien stroke non hemoragik diruang gandaria
RSUD kelas B cianjur.
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosis keperawatan pertama
dari tanggal 15 juni 2016 yaitu memantau/mencatat status neurologis
sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya / standar.
Memantau tanda-tanda vital, seperti catat: catat pola dan irama dari
pernafasan, seperti adanya periode apnea setelah pernafasan hiperventilas,
pernafasan Cheyne-Stokes. Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi, seperti masa protombin, kadar Dilantin.
Pasien dengan stroke sebaiknya dilakukan pemantauan tanda tanda vital
karena klien mengalami tekanan darah yang tinggi (hipertensi). Dan lakukan
penanganan pada nyeri/pusing dengan relaksasi agar klien merasa nyaman.
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosis keperawatan kedua yaitu
pada tanggal 15 juni 2016 yaitu mengkaji kemampuan secara
fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
73

Klasifikasikan melalui skala 0-4. mengubah posisi minimal setiap 2 jam


(telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering
jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Mulailah melakukan
latihan rentang gerak aktif asistif rom pada semua ekstermitas saat masuk.
menganjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/gluteal, meremas
bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak. menganjurkan pasien
untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstermitas
yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang
mengalami kelemahan.
Dengan melakukan rentang gerak aktif asistif rom dapat menambah
kekuatan otot dan sendi, latihan gerakan rom ini bagus untuk mobilisasi
agar klien merasa tubuh nya tidak terasa lemas kembali dan kekuatan otot
nya bertambah.
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosis keperawatan ketiga pada
tanggal 15 Juni 2016 yaitu : Mengkaji tingkat kemandirian klien.
Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhan mengenai
defisit perawatan diri. Membantu sebagian atau sepenuhnya saat mandi atau
higiene setiap hari. Bantu pasien hanya jika memiliki kesulitan. Memantau
pencapaian mandi dan higine setiap hari. Tetapkan tujuan mandi dan
higiene. Hargai pencapaian mandi dan hygiene.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan adalah tahapan menilai tindakan
keperawatan yang telah dilakukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan
(Wilkinson, 2007).
Evaluasi terhadap Ny.I dilakukan menggunakan metode SOAP
(Subjective, Objective, Analysis, and Planning) untuk mengetahui
keefektifan dari tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
memperhatikan pada tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan sesuai
dengan rentang normal.

Evaluasi pada rabu tanggal 15-juni-2016 jam 14.30 WIB Setelah


74

dilakukan pemantauan tanda tanda vital, tekanan darah masih diatas normal
190 /90 mmHg. Evaluasi pada diagnosa pertama kamis tanggal 16-juni-
2016 jam 14.30 WIB Setelah dilakukan pemantauan tanda tanda vital,
tekanan darah masih diatas normal 170 /90 mmHg. Evaluasi pada jumat
tanggal 17-juni-2016 jam 14.30 WIB Setelah dilakukan pemantauan tanda
tanda vital, tekanan darah masih diatas normal 160 /90 mmHg. Evaluasi
pada sabtu tanggal 18-juni-2016 jam 14.30 WIB Setelah dilakukan
pemantauan tanda tanda vital, tekanan darah masih diatas normal 150 /80
mmHg. Evaluasi pada minggu tanggal 19-juni-2016 jam 14.30 WIB
Setelah dilakukan pemantauan tanda tanda vital, tekanan darah masih
diatas normal 140 /80 mmHg.
Evaluasi pada diagnosa kedua hari pertama pada rabu tanggal 15-juni-
2016 jam 14.30 WIB Setelah dilakukan tindakan aktif asistif ROM di
dapatkan hasil kekuatan otot tangan kan dan kaki kanan berada di angka 5
sedangkan tangan kiri dan kaki kiri berada di angka 3. Masih belum ada
perubahan pada hari pertama.
Evaluasi pada kamis tanggal 16-juni-2016 jam 14.30 WIB Setelah
dilakukan tindakan aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot
tangan kan dan kaki kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri dan
kaki kiri berada di angka 3. Masih belum ada perubahan pada hari kedua,
akan tetapi klien dan keluarga mulai bisa memahami tindakan aktif asistif
ROM.
Evaluasi pada jumat tanggal 17-juni-2016 Setelah dilakukan tindakan
aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan kan dan kaki
kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri dan kaki kiri berada di
angka 3. Masih belum ada perubahan pada hari ketiga, akan tetapi klien
dan keluarga mulai bisa memahami tindakan aktif asistif ROM dan klien
mengatakan mulai terbiasa dengan tindakan aktif asistif ROM.
Evaluasi pada sabtu tanggal 18-juni-2016 Setelah dilakukan tindakan
aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan kanan dan kaki
kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri berada di angka 4 dan kaki
75

kiri berada di angka 3. Di hari yang keempat ini mulai ada peningkatan
kekuatan otot pada Ny.I dan klien mengatakan sudah bisa minum dengan
tangan kiri nya walaupun masih terasa sedikit lemas.
Evaluasi pada minggu tanggal 19-juni-2016 Setelah dilakukan tindakan
aktif asistif ROM di dapatkan hasil kekuatan otot tangan kanan dan kaki
kanan berada di angka 5 sedangkan tangan kiri berada di angka 4 dan kaki
kiri berada di angka 4. Di hari kelima ini mulai ada peningkatan pada kaki
kiri, klien terlihat dapat mengangkat kaki nya dan dapat menahan tekanan
yang di berikan oleh penulis.
Evaluasi pada diagnosis ketiga hari pertama pada rabu tanggal 15-juni-
2016 jam 16.30 WIB Setelah dilakukan tindakan personal hygne oleh
keluarga, klien terlihat segar dan wangi. Evaluasi pada kamis tanggal 16-
juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah dilakukan tindakan personal hygne oleh
keluarga, klien terlihat segar dan wangi. Evaluasi pada jumat tanggal 17-
juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah dilakukan tindakan personal hygne oleh
keluarga, klien terlihat segar dan wangi. Evaluasi pada sabtu tanggal 18-
juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah dilakukan tindakan personal hygne oleh
keluarga, klien terlihat segar dan wangi. Evaluasi pada tanggal minggu 19-
juni-2016 jam 16.30 WIB Setelah dilakukan tindakan personal hygne oleh
keluarga, klien terlihat segar dan wangi.
6. Pembahasan aplikasi aktif asistif ROM
Setelah dilakukan tindakan aktif asistif ROM selama 5x24 jam sesuai
dengan prosedur, hasil nya sesuai dengan hasil penelitian oleh Desti
Ariyanti bahwa aktif asistif ROM dapat menambah kekuatan dan ke
efektifan otot pada pasien dengan stroke non hemoragik diruang gandaria
RSUD kelas B Cianjur.
76

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,


implementasi dan evaluasi tentang Aplikasi Tindakan rom akif asistif terhadap
Peningkatan otot pada Ny.I dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Gandaria
RSUD Kelas B Cianjur, secara metode kasus, maka dapat ditarik kesimpulan:

A. KESIMPULAN
1. Pengkajian terhadap masalah mobilisasi pada Ny.I telah dilakukan secara
komprehensif dan diperoleh yaitu kurang nya gerakan sendi. Letak
kelemahan tubuh di sebelah kiri. Kekuatan otot tangan kanan dan kaki
kanan yaitu di angka 5 sedangkan tangan kiri dan kaki kiri berada di angka
3. TD: 190/90 mmHg, Nadi 120 x/menit, Respirasi 21 x/menit, dan suhu
36,9 celcius.
2. Diagnosa keperawatan yang didapat dari pemeriksaan yang dilakukan pada
Ny.I yaitu diagnosa yang pertama Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan menurunnya suplai darah dan O2 ke otak.
Diagnosa kedua Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan
hemiparase/plegi kanan & kiri. diagnosa yang ketiga adalah Defisit
perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama
3. Rencana keperawatan yang disusun untuk masalah keperawatan pertama
yaitu Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
menurunnya suplai darah dan O2 ke otak. penulis membuat rencana
keperawatan: pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan
77

bandingkan dengan keadaan normalnya / standar. Pantau tanda-tanda vital,


seperti catat: catat pola dan irama dari pernafasan, seperti adanya periode
apnea setelah pernafasan hiperventilas, pernafasan Cheyne-Stokes. Pantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protombin, kadar
Dilantin. Diagnosa kedua hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan
hemiparase/plegi kanan & kiri penulis membuat rencana keperawatan:
Lakukan pengkajian skala otot secara komperehensif gunakan pengkajian
objektif untuk mengetahui skala otot pasien, lakukan latihan gerak aktif
asistif ROM.
Berdasarkan masalah yang ketiga yaitu defisit perawatan diri berhubungan
dengan tirah baring lama. penulis membuat rencana keperawatan yaitu: kaji
tingkat kemandirian pasien, bantu sebagian atau sepenuhnya saat mandi
atau higiene setiap hari, pantau pencapaian mandi dan higine setiap hari.
Tetapkan tujuan mandi dan higiene. Hargai pencapaian mandi dan higiene.
4. Implementasi atau tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa
yang pertama yaitu Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan menurunnya suplai darah dan O2 ke otak.
Memantau/mencatat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya / standar. Memantau tanda-tanda vital, seperti
catat: catat pola dan irama dari pernafasan, seperti adanya periode apnea
setelah pernafasan hiperventilas, pernafasan Cheyne-Stokes. Memantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protombin, kadar
Dilantin. Untuk diagnosa kedua hambatan mobilisasi fisik berhubungan
dengan hemiparase/plegi kanan & kiri, mengkaji skala otot, menganjurkan
untuk merubah posisi yang nyaman, melakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, mengajarkan latihan gerak aktif asisitif ROM, kolaborasi pembeian
obat (citikolin 500 mg). Untuk tindakan keperawatan pada diagnosa ketiga
yaitu adalah defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama.
Mengkaji tingkat kemandirian klien, Hasil : Klien merasa lemas dan tidak
mampu melakukan perawatan diri.Memotivasi pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan keluhan mengenai defisit perawatan diri.
78

Hasil : Klien mengatakan merasa lemas untuk memersihkan badannya.


Membantu sebagian atau sepenuhnya saat mandi atau higiene setiap hari.
Bantu pasien hanya jika memiliki kesulitan. Hasil : Klien dapat
memberihkan dirinya sebagian dan sebagian lagi di bantu oleh perawat.
Memantau pencapaian mandi dan higine setiap hari. Tetapkan tujuan mandi
dan higiene. Hargai pencapaian mandi dan higiene. Hasil : Klien dapat
gosok gigi dengan deibantu oleh keluarga dan perawat.
5. Evaluasi keadaan pasien dengan kriteria hasil sudah teratasi dengan secara
berangsur-angsur, maka Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan menurunnya suplai darah dan O2 ke otak, pada Ny.I
teratasi sebagian dan tindakan keperawatan dilanjutkan. Pada diagnosa
kedua hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan hemiparase/plegi
kanan & kiri. pada Ny. I teratasi dan tindakan keperawatan dihentikan.
Pada diagnosa ketiga yaitu defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah
baring lama. dengan hasil evaluasi masalah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan.
6. Penerapan tindakan rom aktif asistif
Hasil tindakan keperawatan dengan Aplikasi Tindakan Aktif Asistif ROM
terhadap peningkatan otot pada Ny.I dengan Stroke Non Hemoragik klien
mampu untuk meningkatkan skala otot secara efektif yang mana dari hari
pertama kekuatan otot bertambah dan terus bertambah sampai hari kelima
secara bertahap, itu terbukti dari hasil kekuatan otot yang awalnya 3
menjadi 4.

B. SARAN
1. Bagi pasien
Untuk meningkatkan asuhan keperawatan tentang aktif asistif
ROM pada pasien stroke non hemoragik. Berguna untuk penatalaksanaan
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam
keperawatan.
2. Bagi Perawat
79

Dapat dijadikan sumber referensi untuk menambahkan


pengetahuan dan wawasan sesuai dengan profesi yang sedang ditekuni,
sehingga ilmu yang telah di dapat dapat diaplikasikan kembali dan dapat
dijadikan sumber ilmu bagi peneliti selanjutnya.

3. Bagi Lembaga
a. Rumah Sakit
Memberikan informasi tentang pentingnya ROM aktif asistif pada
pasien stroke, sehingga untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam
keperawatan.
b. Institusi Pendidikan
Memberikan informasi tentang pentingnya ROM aktof asistif pada
pasien stroke, sehingga untuk meningkatkan kualitas pendidikan
keperawatan bagi dosen, mahasiswa serta bagi pembaca.

Anda mungkin juga menyukai