Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan

dapat menyerang siapa saja dan kapan saja tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau usia.

Stroke adalah gangguan darah otak yang menyebabkan defisit gangguan neurologis

mendadak sebagai akibat penyebab iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak

( Sudoyo,2009).

Menurut data World Healt Organization (WHO, 2010) penyakit stroke telah

menjadi penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab

terbanyak didunia. Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian

setelah penyakit jantung koroner dan kanker dan negara berkembang juga menyumbang

85,5 % dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke

terjadi dinegara yang sekitar berkembang. Terdapat sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal

dalam 12 bulan.

Menurut Depkes (2016) disebutkan bahwa dari 10 penyebab kematian utama

berdasarkan sample regristasi sistem (SRS) diantaranya adalah penyakit tidak menular

(PTM) yaitu stroke dinomor pertama, urutan kedua penyakit jantung koroner dan ketiga

diabetes melitus. Di indonesia, jumlah penderita stroke 3 tahun 2013 diperkirakan

sebanyak 12,1.

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan

saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana

stroke akut didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak

karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011).
Pada stroke iskemik, aliran darah keotak terhenti karena aterosklerotik atau bekuan darah

yang telah menyumbat suatu pembukuh darah, melalui proses aterosklerosis (Junaidi,

2011).

Menurut junaidi (2011) Stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali

dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang apabila tidak

ditangani dengan segera berakhir dengan kematian bagian otak tersebut. Stroke iskemik

terjadi bila karena suatu sebab suplay darah keotak terhambat atau terhenti, walaupun

berat otak hanya sekitar 1400 gram, namun menuntut suplai darah yang relatif sangat

besar yaitu sekitar 20% dari seluruh curah jantung.

Gejala stroke yang mungkin terjadi antara lain kelumpuhan wajah atau anggota

badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran,

gangguan penglihatan, dan lain-lain (riskesdas, 2013).

Seseorang yang mengalami gangguan gerak atau gangguan pada kekuatan ototnya

akan berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Untuk mencegah terjadinya komplikasi

penyakit lain maka perlu dilakukan latihan mobilisasi. Mobilisasi adalah kemampuan

seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (hidayat, 2006).

Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,

memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi

diri ,harga diri dan citra tubuh (Mubarak, Lilis, Joko, 2015). Latihan mobilisasi atau

rehabilitasi pada pasien stroke ini juga bertujuan untuk memperbaiki fungsi neurologis

melalui terapi fisik dan tehnik-tehnik lain.

Mobilisasi dengan tindakan Rom pasif di tempat tidur merupakan suatu program

rehabilitasi stroke, khususnya selama beberapa hari sampai minggu setelah stroke.

Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan (kontraktur) dan kemunduran


pemecahan kekakuan (dekondisioning), mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah

medis dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya (Junaidi, 2006).

Lewis (2008) mengemukakan bahwa atropi otot karena kurangnya aktivitas dapat

terjadi hanya dalam waktu kurang dari satu bulan setelah terjadinya serangan stroke.

Pasien stroke akan mengalami gangguan-gangguan yang bersifat fungsional. Gangguan

sensoris dan motoris post stroke mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk

kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik

dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien stroke

mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan keseimbangan tubuh dan

postur (kemampuan untuk mempertahankan kondisi tubuh ) (irfan, 2010).

Dari hasil penelitian Bakara dan Warsito (2016) menunjukkan ROM pasif yang

dilakukan pada pasien stroke dapat meningkatkan rentang sendi, dimana reaksi kontraksi

dan relaksasi selama gerakan ROM pasif yang dilakukan pada pasien stroke terjadi

penguluran serabut otot dan peningkatan aliran darah pada daerah sendi yang mengalami

paralisis sehingga terjadi peningkatan penambahan rentang sendi abduksi-adduksi pada

ekstremitas atas dan bawah hanya pada sendi-sendi besar. Sehingga ROM pasif dapat

dilakukan sebagai alternatif dalam meningkatkan rentang sendi pada pasien stroke yang

mengalami paralisis.

Dari hasil penelitian Bakara dan Warsito (2016) juga menunjukkan ada perbedaan

sebelum dan sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke yang

mengalami paralisis yang lama 6 bulan post stroke. Penelitian ini sejalan dengan penelitian

oleh Reese (2009), yang mengemukakan bahwa ada peningkatan kekuatan otot dan

kemampuan fungsional secara signifikan setelah diberikan latihan ROM pada pasien

stroke
Rehabilitasi dan latihan ROM (Range Of Motion) merupakan salah satu terapi

lanjutan pada pasien stroke setelah fase akut telah lewat dan memasuki fase penyembuhan.

Latihan ini diharapkan bisa menstabilkan neurologis hemodinamik yang dapat

mempengaruhi neuroplastik sehingga memungkinkan perbaikan fungsi sensorimotorik

untuk melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan. Dengan stimuli

dari latihan ROM ini bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah ke otak bisa

terpecah dan area otak yang mengalami peri-infark bisa pulih kembali serta pemetaan

ulang di area otak ini bisa mengembalikan fungsi otak walaupun tidak kembali secara

normal. Dengan serangkaian latihan yang ditingkatkan diharapkan dapat menghasilkan

hasil yang lebih baik (Carpenito, 2009).

Uraian di atas melandasi peneliti untuk melakukan penelitian tentang tehnik ROM

pasif terhadap perubahan mobilisasi pada pasien stroke iskemik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah

bagaimana peningkatan mobilisasi dengan tehnik ROM pasif pada pasien stroke.

C. Tujuan Studi Kasus

Tujuan studi kasus ini adalah untuk mengidentifikasi peningkatan mobilisasi pasien

stroke iskemik terhadap pemberian terapi ROM pasif.


D. Manfaat

1. Manfaat Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil studi kasus ini dapat dijadikan bahan masukan (sumber informasi) serta

dasar pengetahuan bagi para mahasiswa keperawatan dan dapat dijadikan sebagai suatu

materi dalam menangani pasien dengan stroke iskemik.

2. Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil studi kasus ini nantinya dapat dijadikan sebagai bukti nyata akan efek

penggunaan terapi ROM pasif terhadap perubahan mobilisasi sehingga dapat dijadikan

sebagai suatu intervensi keperawatan untuk meningkatkan mobilisasi pada pasien

stroke iskemik.

3. Manfaat Bagi Penulis

Hasil studi kasus ini dapat menjadi data dasar untuk studi kasus selanjutnya dan

untuk menambah referensi tentang penggunaan terapi ROM pasif terhadap

peningkatan mobilitas fisik.

E. Sistematika Penulisan

Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini disusun secara sistematika yang terdiri dari 3 (tiga)

Bab yaitu :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang, rumusan masalah, tujuan

spenelitian, manfaat penelitian, dan sitematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari, konsep stroke, konsep mobilisasi, dan konsep

ROM pasif.

BAB III : Metode penelitian yang terdiri dari, rancangan studi kasus, subjek studi kasus,

fokus studi, definisi operasional, tempat dan waktu penelitian, pengumpulan

data, analisa data dan penyajian data.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai