PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
seperti Amerika Serikat (AS), strok merupakan penyebab kecacatan utama dan
kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. (Rosamond et al, 2007)
Dengan peningkatan usia harapan hidup dan makin banyaknya faktor risiko strok,
jumlah penderita strok diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 1 juta orang pada
tahun 2050. Penderita strok yang bertahan hidup dengan kecacatan merupakan
beban ekonomi bagi keluarga dan sistem asuransi kesehatan. Biaya pengobatan
dan rehabilitasi pasca strok mencapai US$ 140.000/ pasien atau sekitar 1,4 miliar
Authority Statistical Report tahun 2010, hampir 25000 penderita strok terdapat di
Indonesia dengan subjek sebanyak 2065 orang dari bulan Oktober 1996 hingga
Maret 1997, usia rata-rata strok adalah 56,8 tahun ±13,3 tahun dengan kisaran 18-
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per 1000 dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per 1000. Jadi, sebanyak
57,9 persen penyakit strok telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi
1
strok berdasarkan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI
Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per
strok juga menduduki urutan pertama dari seluruh jumlah pasien yang dirawat di
bangsal neurologi.
Secara umum ada dua jenis strok yaitu strok iskemik (SI) meliputi sekitar 80-
85% dan sisanya berupa strok hemoragik. Strok iskemik terjadi akibat berkurangnya
pemulihan fungsi neurologis bila oklusinya kecil. Namun jika sumbatan cukup besar,
terganggu, maka timbulah defisit neurologis yang berlanjut. Jadi pada daerah
iskemia terdapat tiga perbedaan tingkat iskemia antara lain: 1) lapisan inti (ischemic
core)pada lapisan ini terjadi kematian neuron (infark). 2) daerah iskemik penumbra
merupakan daerah di sekitar ischemic core. Sel neuron belum mati namun fungsi sel
sehingga Cerebral Blood Flow sangat tinggi disebut luxury perfusion. Fenomena
vasospasme atau embolisasi yang kecil. (Misbach J, 2011). Regenerasi sel neuron
2
jangka panjang memerlukan neurogenesis dengan pengumpulan, proliferasi, dan
atau proteksi yang sekaligus merupakan target terapi strok. Pada penelitian hewan
model strok (Chen et al, 2006) ditemukan bahwa neovaskularisasi akan terbentuk
dalam kurun waktu yang singkat yaitu satu sampai tiga hari setelah terjadinya
jaringan saraf yang mengalami iskemik di daerah penumbra. Daerah penumbra ini
yang menjadi target utama terapi pada pasien strok iskemik. Terapi strok iskemik
sarafdi daerah penumbra dengan obat-obat yang bekerja pada tahap yang berbeda-
mempercepat pemulihan pasien strok yaitu terapi fisik. Terapi fisik meliputi
3
Kebanyakan pemulihan terjadi antara 1 minggu dan 6 bulan setelah strok. Dan
komplikasi dari strok. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembangkan terapi
yang efektif untuk mencegah kecacatan, namun saat ini masih belum optimal, strok
Dasar dari semua rehabilitasi strok adalah asumsi bahwa pasien akan membaik
yang dilakukan Kalra et al tahun 2007 menunjukan bahwa reorganisasi otak dapat
terjadi dengan penyembuhan dan belajar serta mengalami perbaikan yang signifikan
gerakan. Pengalaman ini telah didapatkan pasien sejak kecil. Hal ini membantu
kompensasi dari kerusakan yang ada. Meskipun plastisitas neural terganggu pada
hemisfer yang terkena strok, terapi untuk perbaikan motorik dapat mengkompensasi
fungsi yang hilang akibat hilangnya plastisitas neural. (Murphy et al, 2009)
4
Masalahnya adalah cara-cara tersebut tidaklah cukup untuk memperbaiki
fungsi motorik pada pasien strok iskemik. Terdapat perbaikan fungsional motorik
terapi cermin dan rTMS dibandingkan hanya mereka yang mendapatkan terapi
standar, sehingga diperlukan cara baru untuk mengurangi kecacatan. Akhir-akhir ini
dikembangkan salah satu cara untuk pemulihan perbaikan motorik dengan cara
berulang (rTMS) telah digunakan untuk mengobati berbagai kondisi patologis serius
panjang tetap tidak jelas. Dalam ulasan ini, efek dari rTMS pada neurotransmiter dan
plastisitas sinaptik dijelaskan, termasuk interpretasi klasik efek TMS pada plastisitas
sinaptik melalui long term potentiation dan long term depression. Efek neurotropik
rTMS pada pertumbuhan dendritik dan sprouting dan faktor neurotropik dijelaskan,
Cara lain yang terbukti juga memperbaiki fungsi motorik lengan atas adalah
terapi cermin.Terapi cermin atau yang disebut juga mirror therapy (MT) dapat
pasien-pasien dengan hemiparese akibat strok. Selain cepat, mudah, dan murah,
rangsangan visual yang disebabkan oleh melihat gerakan anggota badan yang
sehat pada cermin dan tumpang tindih dengan anggota badan dari sisi yang lumpuh.
5
Prinsip mirror neuron dapat dijelaskan oleh teori terapi cermin. Sistem neuron cermin
pertama kali ditemukan di lobus frontal dorsal inferior korteks motorik frontal dan
kemudian juga ditemukan ada di depan lobus parietal inferior. Lobus frontal dan
lobus parietal dihubungkan oleh banyak saraf. Bagian lobus frontal bertanggung
mengintegrasikan indera; dengan demikian, saraf yang terhubung lobus frontal dan
lobus parietal mengintegrasikan indera dan gerak. Oleh karena itu, mirror neuron
tidak digambarkan sebagai sel tetapi disebut sebagai sistem mirror neuron karena
itu adalah sistem saraf di mana area motor dari lobus frontal menerima sinyal
fungsi motorik pada pasien dengan gangguan fungsi ekstremitas atas karena
pada teknik motorik yang berkaitan dengan fungsi motorik tangan dalam percobaan
B. Rumusan Masalah
pasien strok iskemik akut berdasarkan Action Research Arm Test (ARAT). (Mc
Donnel, 2008)
C. Tujuan Penelitian
6
1. Tujuan Umum:
2. Tujuan Khusus
terapi standar strok iskemik disertai dengan terapi cermin dan rTMS
terapi standar strok iskemik tanpa disertai terapi cermin maupun rTMS.
terapi standar strok iskemik yang disertai terapi cermin dan rTMS
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
fungsi motorik pada pasien strok iskemik akut. Apabila terbukti efektif,
E. Hipotesis Penelitian
Research Arm Test pada pasien strok iskemik yang mendapatkan Mirror
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Strok Iskemik
1. Epidemiologi
Angka kejadian strok iskemik pada dunia barat berkisar 80-85% dari kasus
potong lintang multisenter di 28 rumah sakit dengan jumlah subjek sebanyak 2065
orang pada bulan Oktober 1996 sampai bulan Maret 1997; usia rata-rata strok
adalah 58,8 tahun ± 13,3 tahun, dengan kisaran 18-95 tahun. Usia rata-rata wanita
lebih tua daripada pria (60,4 ±13,8 tahun versus 57,5± 12,7 tahun). Usia kurang dari
45 tahun sebanyak 12,9 % dan lebih dari 65 tahun sebanyak 35,8%. Data dunia
yang banyak dipublikasi adalah data dari studi Framingham, yang merupakan
pengamatan setiap 2 tahun, selama 36 tahun (mulai tahun 1950) pada 5070 pria dan
pengamatan tersebut didapatkan kasus strok dan transient ischemic attack (TIA)
sebanyak 693 orang. Menurut Framingham study terlihat korelasi yang bermakna
antara kejadian strok dengan bertambahnya usia. Hal yang agak berbeda dengan
penelitian lainnya adalah di Indonesia kejadian pada wanita lebih banyak dari pria
(53,8% versus 46,2%), sedangkan menurut studi Framingham, kejadian pada pria
Data di 28 Rumah Sakit, waktu tiba di Rumah Sakit sejak onset serangan
strok antara 1 jam sampai dengan 96 jam. Selama waktu tersebut, yang datang
kurang dari 3 jam sebanyak 21,1%, kurang dari 6 jam 32,7%; kurang dari 12 jam,
44,8% dan sebesar 50,2% datang kurang dari 24 jam. Lama rawat selama rata-rata
9
10,9±9,6 hari dengan kisaran antara 1-96 hari. Bagi yang hidup, rata-rata 11 hari
pada strok iskemik dan 17 hari untuk strok hemoragik. Sebagian besar (88,9%),
rata-rata hari rawat kurang dari 21 hari. Data klasifikasi strok berdasarkan tipe
(iskemik dan perdarahan) serta lokasinya, didapatkan hasil, lakunar 11,7%, non
lakunar sirkulasi anterior 27,0%, non lakunar sirkulasi posterior 4,2%, perdarahan
memperlihatkan bahwa strok iskemik hampir 2 kali lipat lebih besar (42,9%) dari
strok perdarahan (22,7%). Hasil luaran setelah perawatan: hidup membaik 59,9%;
hidup tidak membaik 1,6%; hidup memburuk 4,3%, hidup dengan status tak tercatat
5,1%; meninggal dunia 23,3% dan tidak ada data atau tidak diketahui sebesar 9,7%
terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau
global (defisit neurologis) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).
(Ginsberg, 2007) Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
Strok Iskemik disebabkan oleh karena oklusi pembuluh darah otak baik intra
yang besar. Plak ini mengandung campuran lipid, otot polos, jaringan fibrosa, dan
penyempitan lumen dan bagian terbesar dari penonjolan akan mengubah sifat fisik
10
dan mekanik aliran darah dan membuat turbulensi lokal dan statis. Trombosit
umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat
iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam
waktu singkat jika tak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah
penumbra iskemik. Sel- sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi
luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya aliran darah
Daerah penumbra iskemik itulah yang menjadi sasaran terapi strok iskemik
akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas
tergantung pada faktor waktu dan jika tak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat
Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian sel otak.
Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut akibat
penghancuran sitoskeleton sel, yang berakibat timbulnya reaksi inflamasi dan proses
fagositosis debris nekrotik. Proses kematian kedua adalah proses apoptosis atau
silent death, sitoskeleton sel neuron mengalami penciutan atau shrinkage tanpa
Nekrosis seluler dipicu oleh exitotoxic injury dan free radical injury akibat
11
struktur sitoskeleton otak. Demikian pula lepasnya radikal bebas membakar
berkaitan dengan reaksi rantai kaskade iskemik yang berlangsung lebih lambat
melalui proses kelumpuhan pompa ion Natrium dan Kalium, yang diikuti proses
Kalsium dan Natrium intra seluler. Hal ini memicu mitokondria untuk melepaskan
Jika CBF regional tersumbat secara parsial, maka daerah yang bersangkutan
iskemik. Di wilayah itu didapati: (1) tekanan perfusi yang rendah, PO 2 turun, (2) CO2
dan asam laktat tertimbun. Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak
terisolasi dari jangkauan aliran darah, yang mengangkut O 2 dan glukosa yang
sangat diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu
tidak berfungsi lagi dan karena itu timbullah manifestasi defisit neurologik yang
disertai defisit fungsi luhur seperti afasia. Autoregulasi dan kelola vasomotor bekerja
maksimal. Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa
diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat daerah iskemik itu tidak dapat teratasi oleh
pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehingga berada dalam keadaan
vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos
pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-
12
sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan
reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritrosit dan leukosit.
Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuai
dengan keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark. (Sidharta P,
2014)
Derajat iskemia yang disebabkan oleh oklusi arteri bervariasi pada zona yang
berbeda yang disuplai oleh arteri tersebut. Di tengah zona, aliran darah adalah
terendah dan kerusakan iskemik yang paling parah. Daerah dengan kerusakan
paling parah ini yang disebut sebagai inti infark. Pada daerah perifer suplai darah,
adanya aliran darah kolateral memungkinkan suplai darah yang terus menerus,
meskipun pada tingkat yang lebih rendah dari biasanya. Metabolisme di pusat,
kerusakan sel tidak permanen. Zona otak disfungsional, tapi tidak mati yang
suplai darah yang cukup untuk menerima suplai darah yang cukup untuk bertahan
merupakan manifestasinya terdapat struktur selular neuron yang masih hidup dan
13
pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus tepat waktunya
supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat, sehingga neuron
penumbra tidak mengalami nekrosis. Komponen waktu ini disebut sebagai jendela
penumbra terjadi dengan melakukan tindakan resursitasi sehingga neuron ini dapat
sel neuron masih hidup akan tetapi metabolisme oksidatif sangat berkurang. Pompa-
pompa ion sangat minimal mengalami proses depolarisasi neuronal. Perubahan lain
menghilang. Daerah penumbra pada misery perfusion ini, jika aliran darahnya
dicukupi kembali sebelum jendela terapeutik, dapat kembali normal dalam waktu
singkat. Sedangkan sebagian lesi mengalami kematian setelah beberapa jam atau
hari setelah iskemik otak temporer. Dengan kata lain, di daerah ishemic
secara dahsyat merusak dinding sel beserta isinya sehingga mengalami lisis
sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian
sel, yang secara akut timbul melalui proses apoptosis yaitu disintegrasi elemen-
elemen seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding sel yang disebut
4. Reperfusi Injury
Sepeti pada uraian sebelumnya bahwa faktor pulihnya aliran darah ke daerah
otak yang mengalami iskemik merupakan faktor penentu utama pada pemulihan
fungsi neuron. Namun perbaikan aliran darah otak ke taraf normal tidak selalu
14
memberikan manfaat yang diharapkan. Penelitian pada hewan coba terbukti bahwa
resursitasi atau reperfusi pada terhentinya aliran darah otak mencetuskan beberapa
aliran kalsium masuk ke dalam sel, dan dilepaskannya radikal bebas. Perubahan ini
dapat demikian hebat sehingga disebut sebagai reperfusion injury yang berakibat
aliran darah hampir selalu mengurangi ukuran infark pada model binatang. Namun
terdapat paling tidak satu studi kontrol yang baik oleh Aronowski et al, (1977)
menunjukan bahwa pada model rat iskemia kortikal, reperfusi setelah oklusi arteri
dibanding dengan oklusi permanen. Juga adanya bukti klinis dilaporkan oleh Couts
et al, 2003 pada literatur klinik yaitu “hyperperfusion syndrome” yang terjadi hingga
berat (biasanya oklusi lebih dari 80%) arteri karotis. Piepgras et al, 1988, sindrom ini
dapat bermanifestasi sebagai kejang arteri karotis, edema serebral, dan perdarahan
intraserebral (0,6%) dalam dua minggu setelah operasi pemulihan aliran darah.
baik, gangguan neuroekstitatori, dan sawar darah otak menyebabkan kejang fokal,
edema serebral, dan perdarahan intraserebral pada area pemulihan aliran darah
penelitian klinis dalam hal biomarker dan metabolik telah dilaporkan berhubungan
dengan status glikemik darah. Hiperglikemik berhubungan dengan luaran klinis yang
15
buruk pada beberapa penelitian. Secara khusus, hiperglikemik secara tidak
Angka hemoragik sebanyak 25-35% pada pasien dengan kadar glukosa >200mg/dl.
Penelitian Alvarez-Sabin (2003) mendapatkan volume infark tiga kali lebih besar
peningkatan ukuran infark pada pasien yang tidak mendapat rekanalisasi dalam 6
jam onset strok. Hal ini diduga bahwa hiperglikemik berperan penting pada reperfusi
injury dini dan dapat memprediksi luaran klinis yang buruk selama tiga bulan pada
pasien yang memiliki kadar glukosa darah lebih dari 140mg/dl (Ning M, et al, 2009)
Secara umum kematian sel dapat melalui jalur nekrosis dan apoptosis.
Nekrosis dicirikan dengan perubahan sel menjadi iskemik dan edema. Sedangkan
segera setelah aliran darah berkurang di bawah seperempat dari nilai normal. Jika
kondisi iskemik menetap dalam jangka waktu lama maka kematian primer neuron
segera timbul pada inti iskemik disertai dengan kematian sel sekunder pada
hipoksik iskemik. Selain itu radikal bebas yang dihasilkan secara primer selama
terdapat sejumlah bukti menduga bahwa apoptosis atau kematian sel terprogram
merupakan bagian dari kematian sel pada hipoksia iskemik (Gwag B.J.Won S.J.,
Kim D.Y.) . menurut Lipton et al, 1999, kematian sel terdiri atas dua tahap yaitu 1)
16
tahap pertama adalah induksi oleh kegagalan energi, peninggian kalsium
intraseluler, dan pelepasan asam amino eksitatorik. Ini akan memicu aktivitas
pelaku langsung kerusakan oleh iskemia termasuk produksi radikal bebas dan
metabolik utama lainnya. Seluruh kejadian ini merupakan target potensial untuk
Sebenarya transmisi eksitatorik ini diperlukan dalam proses informasi normal dan
plastisitas neuron, akan tetapi bila terjadi aktivasi reseptor glutamate berlebihan
dan Silver, 1989, otak merupakan organ metabolisme aktif dan sangat tergantung
terhadap fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan energi. Oleh karena itu otak
sensitif terhadap gangguan suplai oksigen dan glukosa. Stys et al, 1992, setelah
iskemia fokal terdapat deprivasi oksigen dan glukosa. Terdapat bukti menyatakan
bahwa substansia grisea dan substansia alba mengalami kehilangan fungsi dengan
anoksia. Martin et al, 1994, Paschen 2000, dalam hitungan menit sel neuron dan
17
pelepasan neurotransmitter dari presinaptik terminalis ke dalam celah sinaps.
messenger kedua dan ketiga. Untuk memicu susunan fosfolirase dan protease
yang mendegradasi membran dan protein esesial terhadap keutuhan seperti (aktin,
spektrin, laminin, dll). Frederickson, 1989, Weis et al, 1993, Sorensen et al. 1998,
ion kalsium dan ion lain memasuki mitokondria melalui mitochondria permeability
natrium dan klorida memasuki neuron melalui saluran untuk ion monovalen
(reseptor AMPA) secara pasif, dan menyusul air. Selanjutnya edema intraseluler
Ketidakseimbangan ion lain juga penting seperti sejumlah besar zinc yang disimpan
terhadap kematian sel eksitotoksik (Endres M, et al, 2008). Stress oksidatif diawali
dengan kegagalan energi yang terjadi selama hipoksia. Hal ini akan memicu
channel dan reseptor glutamat yang Ca2+ permeable. Masuknya Ca2+ ke dalam
neuron dan terjadinya akumulasi dapat menghasilkan radikal bebas melalui aktivasi
xanthine, dan hilangnya potensial mitokondria. Selain itu juga terjadi transisi logam
seperti Fe, Cu2+, Zn2+ menyokong pembentukan radikal bebas pada hipoxic-ishemic
injury. Adanya kembali oksigen yang berlebihan ke dalam daerah iskemik menjadi
18
sumber ROS (Reactive Oxygen Synthetase) dan selanjutnya menyebabkan
Blood Flow) atau dikenal sebagai CBF adakah 50-60ml/100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah untuk seluruh otak yang beratnya antara 1200-1400 gram
adalah kurang lebih 700-840ml per menit. Dari jumlah darah tersebut sebagian
disalurkan melalui arteri karotis interna, serta sebagian lagi oleh susunan
dari kedudukan otak dalam suatu ruang tertutup adalah volume otak ditambah
volume likuor ditambah dengan volume darah merupakan suatu angka yang tetap
(konstan). Hal ini sesuai dengan Hukum Monroe-Kelie. Hukum ini berimplikasi pada
Jika tetap tidak ada darah yang mengalir ke daerah itu, maka edema serebri
bertambah. Jika setelah 5 hari tidak terdapat perbaikan, maka pusat daerah itu
timbulnya manifestasi –manifestasi klinik dari “strok” dapat diperbaiki dengan cepat,
maka jatah darah untuk bagian otak yang iskemik itu akan menjadi besar sesuai
meningkatkan resistensi serebral (CVR). Jika tekanan perfusi masih cukup tinggi,
CBF akan menurun karena CVR meninggi. Apabila edema serebri bisa diberantas
dan tekanan perfusi bisa terpelihara pada tingkat yang cukup tinggi, maka CBF
19
tersebut bisa mendapat sirkulasi kolateral yang cukup aktif. Dari situ, darah akan
mengalir secara pasif ke tempat iskemik oleh karena itu disitu terdapat pembuluh
darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui mekanisme itu, daerah
iskemik sekeliling pusat yang mungkin sudah nekrotik, masih dapat diselamatkan,
sehingga lesi vaskular dapat diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja, yang
memangnya sudah tidak dapat diselamatkan lagi, karena sudah nekrotik (infark).
lesi iskemik itu, maka daerah pusatnya yang sudah nekrotik akan meluas, sehingga
lesi ireversibel mencakup juga daerah yang sebelumnya hanya iskemik saja.
Keadaan tersebut berkorelasi dengan cacat fungsional yang menetap, yang dapat
lokasi utama yang memproses kompensasi dari hilangnya fungsi plastisitas. Pada
jaringan ini, growing promoting factors yang menstimulasi proses anabolik dari
growth inhibitory protein yang penting dalam pertumbuhan axonal. Gen yang
berperan untuk perbaikan plastisitas adalah NGFI-A (nerve growth factor induced
gene) dan BDNF (brain derived neurotrophic factor) yang teraktivasi secara cepat
setelah strok berhubungan dengan kejadian selular dan molekuler kompleks yang
lokasi dan luasnya dari kerusakan, pemulihan dapat dipercepat jika perawatan
20
dengan berlalunya waktu, dan pemulihan neurologis berhenti setelah 1 tahun.
Langkah-langkah terapi cermin, pasien duduk dekat meja dengan posisi cermin
tegak lurus dari garis tengah tubuh pasien. Kemudian sisi lengan yang sehat
ditempatkan pada sisi yang berbeda dengan sisi yang sakit dan pasien diminta
melihat gerakan tangan yang sehat melalui cermin, lalu pergerakan pasien
lebih 30 menit hingga 1 jam per sesinya.Jumlah sesi terapi menyesuaikan dengan
tingkat keparahan dan jenis penyakit yang diderita (biasanya 5 hari per minggu,
Kemudian gelombang magnetik tersebut akan bergerak menuju bagian otak yang
21
B. Plastisitas
plastisitas ini aktivasi sinaps terlihat dari pelepasan presinaps dan respons post
Pada beberapa hari (biasanya hari pertama sampai dengan hari ke-3 setelah onset)
atau minggu pertama setelah strok, pola normal aktivitas sinaps pada daerah
penumbra dan beberapa struktur yang terkait di dalamnya telah terputus. Aktivitas
yang berkurang ini dapat terjadi akibat hilangnya input dari jaringan yang mengalami
infark. Beberapa neurotransmitter yang berperan pada efikasi sinaps adalah brain
aktivitas sinaps. (Endres M et al, 1998) (2) Plastisitas Hebbian; Mekanisme Hebbian
untuk model learning dan memori. Latihan spesifik berfokus pada latihan rehabilitasi
terlihat pada 7-10 hari setelah onset strok, dan potensasinya memicu sirkuit otak
22
Gambar 2. Lokasi sel progenitor neuronal pada susunan saraf pusat (Moe et al,
2005)
23
Seorang ahli neuroanatomi asal Spanyol yang memenangkan hadiah
menyatakan bahwa sistem saraf pusat manusia dewasa adalah sesuatu yang
permanen dan tidak dapat diubah. Neuron yang mengalami kematian, tidak
(recombinant tissue plasminogen activator) untuk tujuan reperfusi pada fase strok
jendela terapi yang sempit serta risiko cukup besar, terapi ini hanya dapat
diterapkan pada sekitar 1-2% penderita strok iskemik akut. (Marler, 1995)
progenitor neuronal, terutama pada daerah subventricular zone (SVZ) dan girus
Reynolds dan Weiss mampu mengisolasi sel jaringan striatum tikus, dan
neurotransmitter sama seperti jaringan otak normal. (Zhang L, 2013). Sel yang
sama juga dapat ditemukan pada jaringan otak manusia dewasa. (Reynolds,
1995). Saat terjadi cedera otak, seperti strok, aktivitas neurogenesis akan
imatur (neuroblast) pada daerah SVZ yang kemudian mengalami migrasi menuju
neuron baru menggantikan neuron lama yang telah rusak. (Zhang L, 2013)
24
Neuron baru yang terbentuk harus bersinaps dengan neuron lama di sekitarnya
sinaps, sinap top Hysin, dan growth associated protein-43 setelah serangan strok
strok pada usia lanjut tetap terjadi, terbukti dengan penemuan neuroblast di
daerah iskemik penumbra. (Santacana M et al, 1998). Hal ini sesuai dengan
Nitric Oxide (NO) dan endothelial derived relaxing factor dihasilkan oleh sel
endotel pembuluh darah dan sel neuron. (Lee JK et al, 2004). Peningkatan
al, 1998). NO merupakan aktivator kuat enzim soluble guanylate cyclase, enzim
Pemberian donor NO akan meningkatkan kadar cGMP pada jaringan otak yang
et al, 2009). Kadar cGMP dapat ditingkatkan dengan cara memberikan donor NO
25
membuktikan bahwa perubahan kadar NO akan memberikan hasil perbaikan
angiogenesis, proses ini akan mengalami penurunan dan akhirnya hilang pada
jaringan otak dewasa normal. (Arvidsson et al, 2012). Namun, proses ini dapat
timbul kembali saat terdapat kondisi patologis, seperti setelah serangan strok.
Pembuluh darah yang baru terbentuk sifatnya sangat permeabel dan akan
kondisi ini berdampak positif pada proses neurogenesis dan sinaptogenesis. (Lee
JK et al, 2004). Terdapat korelasi kuat antara jumlah pembuluh darah korteks
serebri dengan harapan hidup, pasien dengan pembuluh darah lebih padat
memiliki harapan hidup lebih baik, dan memiliki output fungsional yang lebih baik.
26
Kemampuan sistem saraf untuk senantiasa berubah dinamakan neuroplastisitas,
kondisi ini terlihat sangat nyata saat perkembangan sistem saraf. Otak manusia
( Arvidsson, 2012).
(Murphy et al, 2009). Dalam kondisi normal, aktivitas sinaps pada susunan saraf
pusat (SSP) dapat berupa long term potentiation (LTP) dan long term depression
(LTD). Perbedaan kedua jenis aktivitas sinaps ini tergantung aktivitas. Jika
aktivitas makin sering diulang maka akan terbentuk LTP pada hubungan sinaps,
remodelling ini dapat bersifat sementara, dapat pula menetap. (Khedr et al,
bahwa latihan motorik task specific berulang pada lengan atas mampu
sehingga proses pemulihan cedera SSP juga tidak pernah sempurna. Berbagai
penyebab turut berperan, antara lain ekspresi gen yang dihasilkan oleh badan sel
yang jauh dari badan sel. Selain itu, lingkungan mikro juga harus mendukung
agar proses neurorestorasi dapat berjalan baik; pada cedera SSP, kondisi ini sulit
terjadi karena astrosit dan mikroglia mengalami aktivasi saat terjadi cedera SSP
27
dan sitokin inflamasi yang dihasilkan akan menghambat proses neurorestorasi
tersebut, degradasi mielin dan akson juga memicu proses inflamasi, dan
multidisiplin, seperti strok unit, agar dapat memenuhi kebutuhan penderita akan
enriched environment termasuk antara lain terapi cermin dan rTMS. (Taub et al,
1999)
28
C. rTMS dan Terapi Cermin
(noninvasive brain stimulation) yang dapat mengubah excitability korteks serebri dan
al, 1992)
nitrat (NO) dan guanosin siklik monofosfat (cGMP) di otak korteks, gyri, dan
Menurut teori saat ini, efek dari rTMS yang utama ditentukan oleh kombinasi
jangka panjang efek terapi dari rTMS dan efek stimulasi magnetik pada proses yang
(LTP) dan depresi jangka panjang (LTD). Proses ini pertama kali dijelaskan dalam
29
sinaptik dan dapat bertahan selama beberapa hari, minggu, atau bulan, sedangkan
hasil LTD dalam pengurangan jangka panjang kekuatan sinaptik. LTP diinduksi oleh
frekuensi tinggi, atau theta-bhurst, rangsangan atau situasi di mana stimulasi neuron
presinaptik diikuti oleh rangsangan atau stimulasi neuron pasca-sinaptik yang diikuti
oleh stimulasi neuron presinaptik dalam beberapa puluh milidetik. (Purves et al,
2004)
oleh ion magnesium selama keadaan istirahat, tetapi depolarisasi membran sel
menghilangkan saluran blok ini dan memungkinkan ion kalsium memasuki neuron
postsynaptic; hal ini akhirnya mengarah ke induksi LTP. Ada dua jenis fenomena
LTP: awal dan akhir. LTP awal melibatkan perubahan dalam kekuatan sinaptik,
mengikuti redistribusi mediator, dan aktivitas ion serta berlangsung selama 30-60
menit. Pada sisilain, LTP akhir dikaitkan dengan ekspresi gen yang diubah dan
sintesis protein serta dapat berlangsung selama beberapa jam, hari, atau bahkan
minggu. Aktivasi reseptor NMDA juga melibatkan LTD tetapi dalam cara yang
menyebabkan LTP, aliran kecil dan lambat ion kalsium menginduksi LTD.(Purves et
al, 2004). Misalnya, stimulasi magnetik pada 1 Hz mengurangi respon otot diinduksi.
Sebaliknya, stimulasi frekuensi tinggi dari korteks motor utama (M1) telah terbukti
telah menghasilkan temuan menarik. Teori tersebut saat ini menjadi teori kerja dari
efek TMS. Peneliti cenderung menggunakan teori ini untuk menafsirkan hampir
30
semua efek rTMS, termasuk perubahan dalam ekspresi gen dan produksi
Hal ini penting untuk dicatat bahwa stimulasi magnetik tidak harus selalu
menghasilkan hasil yang positif dan efek ini sangat tergantung pada stimulasi.
Dalam kultur sel hippokampus, stimulasi intensitas rendah (1.14T, 1 Hz) hasil di
Sebaliknya, stimulasi intensitas tinggi (1,55T, 1 Hz) memiliki pengaruh yang sangat
bahwa hasil ini berkaitan dengan sistem sinyal BDNF-tyrosine kinase B (TrkB).
BDNF memiliki berat molekul 27 kDa (Kilodalton) dan pada awalnya berasal dari
otak babi sebagai faktor trofik untuk sel dari akar ganglia dorsal. BDNF juga berasal
dari otak manusia. BDNF dikenal memiliki berbagai fungsi yang meliputi perangkat
tambahan hidup neuronal antara lain kerusakan SSP, neurogenesis, migrasi dan
konsekuensi dari TMS, dapat mempengaruhi konten BDNF dalam serum dan cairan
serebrospinal (CSF), namun data yang diperoleh dari penilaian tingkat BDNF serum
setelah sesi TMS masih kontroversial. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa
serum BDNF dan afinitas BDNF untuk reseptor TrkB, sedangkan TMS frekuensi
31
Efek yang lama dari rTMS (5 hari dengan 2 hari istirahat 11 minggu) secara
signifikan meningkatkan kadar BDNF mRNA dalam hippocampus dan parietal dan
pyriformis korteks. rTMS memiliki efek induksi pada produksi faktor neurotropik dan
dianggap pelindung transmisi sinaptik berikut pada cedera strok iskemik. ( Wrann et
al, 2013)
ini menawarkan berbagai kemungkinan baru mengenai pilihan terapi untuk pasien
dengan strok iskemik. (Wrann et al, 2013). Efek dari stimulasi magnet
ATP, dan faktor neurotropik; metabolisme glukosa; dan ekspresi gen tertentu.
Signifikansi klinis dan efek terapi positif dari rTMS yang mungkin ditentukan oleh
32
Gambar 3: Gambaran Cara Kerja rTMS di Otak (Cheryakov et al, 2015)
bermakna antara lain terapi cermin (mirror therapy) berulang, dan intensif yang
sehat pada ekstremitas yang paresis untuk pasien amati bahwa kedua ekstremitas
dpat bergerak. Sebuah cermin diletakkan midsagital dari pasien sehingga gambaran
sisi ekstremitas yang sehat akan superimposed dari ekstremitas yang paresis. Oleh
karena itu terdapat ilusi visual meningkatnya kemampuan gerak pada sisi yang
paresis. (Menon, 2010) Terdapat dua hipotesis umum yang mendasari mekanisme
mirror therapy yaitu mekanisme korteks motorik primer dan mirror neuron. Pada
33
hipotesis pertama, mirror therapy dipercaya dapat memicu normalisasi
Terdapat bukti bahwa aktivitas persepsi dan motorik pada mirror therapy
memodulasi eksitabilitas korteks motorik primer (M1). Pergerakan nyata dari lengan
yang kedua adalah mirror neuron yang terdapat pada daerah frontotemporal dan
gyrus temporal superior. Mirror neuron diketahui sebagai neuron bimodal yang
Neuron
34
1. Hubungan rTMS terhadap reorganisasi dan plastisitas neuron secara
umum
zona subventricular. Selain itu, jumlah sel yang memproduksi dopamin baru
otak.rTMS juga membantu dalam pemulihan fungsi saraf otak pada cedera
efek ini, para peneliti mengungkapkan efek dari RTMS pada adenosin trifosfat
ekspresi MAP-2 pada bagian otak yang iskemik.rTMS juga memilikki efek
35
3. Hubungan terapi cermin terhadap reorganisasi dan plastisitas neuron
secara umum
dengan cara mengubah sinaps yang masih ada atau dapat membuat koneksi
Aktivitas yang terjadi adalah aktivitas lambat dan dibuktikan pada otak hewan
pengerat, serta terlihat hanya pada hari 1-3 setelah onset strok dan dianggap
sirkuit sehat. Axonal sprouting dan peningkatan produksi dendrit pada area
dianggap berperan pada efikasi sinaps adalah BDNF. (Murphy et al, 2009)
36
persepsi. Setelah menerima input visual-motorik, korteks somatosensorik
primer pada lokasi lesi terkesitasi. Sesi mirror therapy yang berulang
motorik pada pasien pasca strok. Selain itu mirror therapy juga memicu
2008)
37
Penilaian Perbaikan Motorik
Terdapat dua buah tes yang dianggap sensitif terhadap perubahan motorik lengan
pada fase akut strok yaitu ARAT dan FMA. Kelebihan menggunakan ARAT yaitu
tingkat kesulitan dari setiap item bertingkat mulai dari yang tersulit sampai yang
tahun 1981 sebagai modifikasi dari Upper Extremity Function Test untuk
menilai proses pemulihan pada lengan akibat kerusakan pada tingkat kortikal.
sekitar 8-10 menit dan tidak diperlukan latihan khusus maupun peralatan
standar untuk melakukanya. Tes ini terdiri dari 19 item yang dikelompokkan
dalam 4 subtes meliputi grasp, grip, pinch dan gross arm movement. Setiap
item akan dinilai dari 0 sampai 3 sehingga rentang skor ARAT adalah 0-57.
Jika subjek dapat melakukan item yang pertama maka diharapkan subjek
juga dapat melakukan tes berikutnya yang lebih mudah sehingga subjek tidak
melakukan item yang paling mudah, maka subjek juga tidak perlu melakukan
(ICC) >98% dengan 95% CI 0,02- 1,48, reliabilitas intrater (r-0,99) dan
38
retest(r-0,98) dan juga telah memperlihatkan validitas yang sama dengan tes
39
Kerangka Teori
Pelepasan Glutamat
40
Kerangka Konsep
Strok Iskemik
-Usia
Terapi -Jenis Kelamin
standar -Faktor resiko
Reperfusi Memulihkan aliran darah
Strok strok
Neurotropik
Iskemik Memperbaiki fungsi sel
rTMS
KETERANGAN
Variabel Tergantung
Variabel Bebas
Variabel Antara
Variabel Kendali
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah uji klinis dengan
1. Subjek Penelitian
a. Populasi penelitian
b. Sampel Penelitian
Sampel diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
c. Kriteria inklusi
2. Kekuatan motorik ≥3
42
5. Serangan pertama pada satu sisi atau serangan kedua pada sisi yang
berlawanan
d. Kriteria eksklusi
Kriteria tidak dapat dilanjutkan atau DO (drop out) sebagai sampel penelitian
sebagai berikut:
1. Pada saat penelitian berlangsung pasien tidak mengikuti sesi latihan mirror
2
n1 =n2 2 (Zα+Zβ)xs
x1-x2
43
Keterangan
s= Simpangan baku
Dengan menggunakan rumus di atas maka besar sampel berjumlah ... orang
1. Cara Kerja
mengikuti penelitian
- Meja
44
d. Seperangkat alat untuk menilai skor ARAT berupa balok kayu dengan
berbagai ukuran, permen marble, bola, kelereng, gelas, koin, pipa, mur, baut.
45
Gambar 7: Alat rTMS
3. Cara Latihan:
Mirror Therapy
subjek:
46
konstan 1 detik/ gerakan. Gerakan tangan dapat berupa abduksi-
-Jika pasien tidak bisa menggerakan tangan yang sakit pasien diminta
cermin.
menghadap meja, kedua tangan dan lengan pasien diletakkan di atas meja.
sakit.
- Pada hari pertama pasien diajarkan untuk latihan adaptasi, jika sudah
mampu akan diberikan latihan gerak dasar, jika belum bisa, pasien
- Pasien akan diberikan latihan gerak dasar, jika sudah mampu makan
pasien merasa lelah, atau nyeri pada tangan sisi paresis maka latihan
sesi berikutnya.
47
gerakan bersama instruksi verbalnya, kemudian pasien diminta menirukan
- Prosedur ini berlangsung selama kurang lebih 30 menit hingga 1 jam per
sesinya.
penyakit yang diderita (biasanya 5 hari per minggu, durasi hitungan minggu -
bulan). Dalam penelitian ini dilakukan 10 sesi, 30 menit setiap sesi, selama 10
hari
48
- Kemudian gelombang magnetic tersebut akan bergerak menuju bagian otak
4. Prosedur penelitian
- Riwayat strok: jenis strok, letak sisi paresis, lama awitan strok
-Pemeriksaan fisik
-Apabila pasien memenuhi syarat dalam kriteria inklusi dan eksklusi, serta
bersedia berperan serta dalam penelitian, disaksikan oleh anggota keluarga dan
b.Subjek penelitian akan diberikan terapi standar sesuai prosedur dan rTMS+
c.Pada kelompok penelitian akan diberikan terapi cermin satu kali sehari pada
pagi hari. Terapi cermin dilakukan selama 30 menit dibagi menjadi 2 sesi,
hari.
d.Peneliti akan mengukur nilai ARAT yang kedua kali yaitu pada hari ke 11.
e.Dalam rentang waktu hari ke-11 hingga hari ke-31 diberikan terapi rTMS
selama 2 sesi yaitu sesi pertama selama 5 hari diselingi istirahat selama 2 hari.
f. Peneliti akan mengukur nilai ARAT yang ke-3 yaitu pada hari ke-23 sampai
dengan 43.
D. Identifikasi Variabel
49
1. Variabel bebas (Independent) adalah
-membaik
-tidak membaik
akut yang disertai terapi cermin + rTMS dan yang tidak disertai terapi cermin
maupun rTMS.
1. Strok iskemik akut adalah strok yang terjadi akibat penyumbatan/ penyempitan
neurologi yaitu ada defisit neurologi terjadi secara tiba-tiba saat istirahat,
kesadaran penderita tetap baik, tidak disertai muntah maupun nyeri kepala, dan
- strok iskemik: bila anamnesis, pemeriksaan fisik, dan CT scan kepala positif
2.. Defisit neurologis yaitu terjadi kelemahan/ kelumpuhan separuh badan sisi
kanan atau kiri, terjadi afasia, terjadi gangguan sensorik berupa hemihipesteis,
atau hemianestesia sisi kanan atau kiri diketahui berdasarkan pemeriksaan fisis
50
- Tidak, bila tidak ditemukan defisit neurologis tersebut
3. Perubahan fungsi motorik adalah perbedaan skor ARAT sebelum dan sesudah
- Tidak membaik: bila sesudah terapi skor ARAT tetap atau menurun.
4. ARAT adalah suatu tes untuk mengetahui fungsi motorik pada lengan yang
terdiri dari beberapa subtes meliputi grasp, grip, pinch, dan gross
5. Mirror therapy adalah latihan yang akan diberikan pada anggota gerak atas
melakukan latihan pergerakan pada kedua anggota gerak atas berupa fleksi-
kecepatan konstan, selama tiga puluh menit, satu sekali sehari selama
sepuluh hari.
6. Terapi standar strok iskemik adalah terapi strok iskemik sesuai dengan
51
pelaksanaannya tidak dibutuhkan anestesi seperti pada terapi ECT, sehingga
dapat menurunkan efek samping dari obat-obatan dan memiliki risiko yang
jauh lebih rendah. Prosedur ini berlangsung selama kurang lebih 30 menit
hingga 1 jam per sesinya. Jumlah sesi terapi menyesuaikan dengan tingkat
keparahan dan jenis penyakit yang diderita (biasanya 5 hari per minggu,
8. Jenis kelamin adalah identitas diri sampel penelitian sesuai biologis dan
9. Umur adalah usia sampel penelitian dihitung sejak tanggal lahir tercantum
pada kartu identitas atau rekam medis smapai dengan waktu penelitian
10.Lokasi lesi adalah lokasi infark pada hemisfer kiri atau kanan berdasarkan
11. Faktor risiko diabetes mellitus (DM) adalah riwayat dan atau hasil
pemeriksaan.
a. DM: bila riwayat positif dan GDS >200mg/dl atau riwayat tidak jelas tetapi
52
12. Faktor resiko Hipertensi diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan tekanan
sistolik> 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
meningkat
5% (p<0.05)
maksud, tujuan dan kegunaan penelitian, termasuk resiko yang dapat terjadi.
53
H. Alur Penelitian
Pasienbaru melalui IGD, bangsal,
konsul antar ruangan
Strok Iskemik
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Skor ARAT 1
Terapi standar dengan mirror therapy10 Terapi standar tanpa terapi cermin maupun rTMS
sesi (30 menit) selama 10 hari
Hari ke-11
Skor ARAT 2
Terapi standar + rTMS2 sesi (30 menit) Terapi standar tanpa terapi cermin maupun rTMS
selama 10 hari rentang waktu 3 minggu
Skor ARAT 3
Analisis data
BAB IV
Penyajian hasil akhir penelitian
HASIL PENELITIAN
Penelitian telah dilakukan terhadap ... orang penderita strok iskemik akut,
yang terdiri dari ... orang baik pada kelompok penelitian maupun kelompok kontrol.
Untuk variabel jenis kelamin pada kelompok penelitian terdiri dari ... orang laki-laki
dan ... orang perempuan, sementara pada kelompok kontrol terdiri dari ... orang
lakik-laki dan ... orang perempuan. Kelompok usia terbanyak berada pada
kelompok... tahun yaitu sebanyak ... orang. Kelompok onset terbanyak yaitu berada
pada onset ke-...yaitu sebanyak ...orang Seluruh penderita yang jadi sample adalah
orang yang tangkas dengan tangan kanan (right-handed). Secara keseluruhan sisi
kelainan motorik tidak jauh berbeda antara sisi kanan dan sisi kiri (.... sisi kanan, ...
sisi kiri). Pada kelompok penelitian didapatkan ... orang mengalami kelainan motorik
pada sisi kanan dan ...orang pada sisi kiri, pada kelompok kontrol yang mengalami
kelainan motorik pada sisi kanan ... orang dan ... orang pada sisi kiri. Berdasarkan
data menurut pendidikan, hanya .... orang yang tidak pernah sekolah dan selebihnya
... orang pernah sekolah. Untuk mengetahui apakah distribusi data normal atau
tidak, maka digunakan uji normalitas berupa Kolmogorv-Smirnov (sampel lebih dari
55
Kelompok Penelitian
Variabel Terapi standar+ Terapi standar
terapi cermin+ tanpaterapi cermin Total P
rTMS mapun rTMS
(n= ……) (n=………….)
n % N % N %
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Kelompok
Umur
(tahun)
<45
45-54
55-64
>65
Faktor
Resiko
DM
Hipertensi
DM+
Hipertensi
Onset
2
3
4
5
6
Sisi
Gangguan
Motorik
Sisi Kanan
Sisi Kiri
Tingkat
Pendidikan
Tidak
Bersekolah
SD
SMP
SMA
Sarjana
Pada penelitian ini menggunakan Shapiro-Wilk (jumlah sample ...). Tidak ditemukan
umum sampel, yang artinya semua data yang digunakan, bersifat homogen
56
skor ARAT menurut jenis kelamin antara kelompok penelitian dan kelompok kontrol.
Pada kelompok penelitian, selisih rata-rata Skor ARAT pada laki-laki sebesar ... dan
perempuan sebesar ...., sedangkan rata-rata selisih Skor ARAT pada kelompok
kontrol yaitu sebesar ..... untuk laki-laki dan ... untuk perempuan. Selisih rata-rata
Pada kelompok penelitian yang mengalami gangguan motorik sisi kanan selisih rata-
rata Skor ARAT sebesar ...., dan pada sisi kiri sebesar .... Sedangkan pada
kelompok kotrol, selisih rata-rata Skor ARAT dengan gangguan motorik sisi kanan
sebesar...dan pada sisi kiri sebesar .... selisih rata-rata Skor ARAT menurut
gangguan motorik sisi kanan dan kiri tidak bermakna secara statistik (p ≥ 0,05), baik
57
Sisi Kanan
Sisi Kiri
Nilai p
Pada penelitian ini pemeriksaan Skor ARAT dilakukan sebanyak dua kali yaitu
sebelum dan sesudah terapi. Rata-rata Skor ARAT sebelum dan sesudah terapi,
serta persentase tingkat pemulihan motorik pada kelompok terapi standar rTMS
masing-masing sebesar... dan.... atau lebih tinggi...%, sedangkan pada kelompok
mirror therapymasing-masing sebesar.... dan ....
Skor ARAT sebelum dan sesudah terapi ini bermakna secara statistik (p<0,05), baik
Grafik 1. Skor ARAT pre dan post terapi pada kelompok mirror therapy
58
Pada grafik 1 menunjukkan selisih skor ARAT pre dan post terapi pada kelompok
yang mendapat mirror therapy, didapatkan nilai mean sebelum terapi adalah ....(...)
dan setelah terapi adalah ... (...) Uji T berpasangan memperlihatkan nilai (p<0,05),
sehingga terdapat perbedaan luaran klinis yang bermakna sebelum dan setelah
terapi standar rTMS dengan mirror therapy.
Grafik 2: Skor ARAT pre dan post terapi pada kelompok terapi standar
Pada grafik 2 menunjukkan selisih Skor ARAT pre dan post terapi pada kelompok
yang mendapat terapi rTMS, didapatkan nilai mean sebelum terapi adalah ... (...)
dan setelah terapi adalah ...(...). Uji T berpasangan memperlihatkan nilai p<0,05
sehingga terdapat perbedaan luaran klinis yang bermakna sebelum dan setelah
terapi standar
Pada kelompok penelitian rata-rata selisih Skor ARAT sebesar... dan pada kelompok
kontrol sebesar ....rata-rata selisih Skor ARAT pada kedua kelompok tersebut dinilai
bermakna secara statistik (p<0,05).
Tabel 5: Perbandingan rata-rata selisih Skor ARAT antara kelompok penelitian dan
kelompok kontrol
59
tanpa terapi
cermin
maupun
rTMS(n=)
dengan menggunakan uji T tidak berpasangan didapatkan nilai P <0,05 (.....). Pada
kelompok penelitian, selisih rata-rata Skor ARATsebesar ....±... dan pada kelompok
terapi standar dan mirror therapy terutama pada subitem grasp dan gross movement
60
BAB V
PEMBAHASAN
61
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Stimulation).
B. Saran
lain faktor motivasi, lokasi dan luas lesi, ketangkasan motorik, dan jenis
kelamin
62
DAFTAR PUSTAKA
63
Dionfisio A, Duarte IC, et Al. 2018. The Use of Repetitive Transcranial Magnetic
Stimulation for Stroke Rehabilitation: A Systematic Review.
Elritbi, AE; NahasNE, et Al. 2010. Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation
Treatment in Post Stroke Depression. Neuropsychiatry Department, Faculty of
Medicine, Ain Shams University, Cairo, Egypt.17(1):9-14
Endres M, Dirnagl U, Moskowitz MA. 2008. The ischaemic cascade and mediators of
ischaemic injury. In Fisher M, ed. Handbook of Clinical Neurology. Vol 92 (3 rd
series).
Ginsberg L. 2007. Lecture Notes Neurologi. Edisi kedelapan. Penerbit Erlangga
Medical Series. Jakarta.
Hadori S. 2016. Stroke non Hemoragik case report. Lampung.
Jinhong K, Jongeun Y. 2018. Effects of High-Frequency Repetitive Transcranial
Magnetic Stimulation Combined with Task-Oriented Mirror Therapy Training on
Hand Rehabilitation of Acute Stroke Patients. Medical Science Monitor: Clinical
Research. Seoul. 743-750.
Jin K, Wang X, XieL, Mao XO, Zhu W, Wang Y, et al. 2006.Evidence For Stroke-
Induced Neurogenesis in The Human Brain. Proc Natl Acad Sci USA.
103(35):13198-202.
Kemenkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. Jakarta.
Khedr E M, et al. 2009.Long‐term Effect of Repetitive Transcranial Magnetic
Stimulation on Motor Function Recovery After Acute Ischemic Stroke. Available at:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1600-0404.2009.01195.x
Lee JK, Kim JE, Sivula M, Strittmatter SM.2004. Nogo Receptor Antagonism
Promotes Stroke Recovery by Enhancing Axonal Plasticity. J Neurosci.
24(27):6209-17.
Lucas, TH; Carey JR, et Al. 2013.New Modalities of Brain Stimulation for Stroke
Rehabiliation. Department of Neurosurgery; University of Pennsylvania;
Philadelphia; USA.(224): 335-358.
Machyono. 2017. Efektifitas Mirror TherapyTerhadap Perbaikan Motorik Lengan
Pasien Stroke Iskemik Akut. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanudin.
Makassar.
64
Marler JR, Brott T, Broderick J, Kothari R, O’Donoghue M, Barsan, et al. 1995.
Tissue Plasminogen Activator for Acute Ischemic Stroke. N Engl J Med.
333(24):1581-7.
McDonnel M. 2008. Action Research Arm Test. Aus J Physis, 54.pp 220-1.
Menon A. 2010. MIRROR THERAPY.Available at: www.strokengine.ca
Miniussi C, Rossini PM. 2011.Transcranial Magnetic Stimulation Incognitive
Rehabilitation. Neuropsychological Rehabilitation.21 (5), 579–601. Roma.
Moe MC, Varghese M, Danilov AI. 2005. Multipotent Progenitor Cells from the Adult
Human Brain: Neurophysiological Differentiation to Mature Neurons. Brain. 128(Pt
9):2189-90.
Murphy T, Corbett D. 2009. Plasticity During Stroke Recovery: From Synapse to
behavior. Nature reviews neuroscience. Vol 10: 861-871
NINDS. 1995. Tissue Plasminogen Activator for Acute Ischemic Stroke. The national
institute of neurological disorders and stroke rt-PA stroke study group. N Engl J
Med.333:1581
Pan LY. 2014. “An Evidence-based Guideline of Using Mirror Therapy to Promote
Motor Function Recovery of Upper Limb in Stroke Patient”. Hongkong. 36(4):847-
52.
Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, Hall WC, LaMantia AS, McNamara JO, et al.
2004. Neuroscience. 3rd ed. Sunderland: Sinauer.
Ropper AH, Brown RH. 2005.Adams n Victor’s: Principles of Neurology. Eight
edition. Mc Graw Hill: Medical Publishing Division. USA.
Reynolds BA, Weiss S. 1992. Generation ofNeurons and Astrocytes From Isolated
Cells of the Adult Mammalian Central Nervous System. Science. 255(5052):1707-
10.
Rosamond W, Flegal K, Friday G, Furie K, Go A, Greenlund K, et al. 2007.Heart
Disease and Stroke Statistics – 2007 Update: A Report From The American
Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics
SubcommitteeCirculation.115(5):e69-e171.
Saadati H, Abdollahi I, et Al. 2015. The Effect of rTMS with Rehabilitation on Hand
Function andCorticomotor Excitability in Sub-Acute Stroke. University of Social
Welfare and Rehabilitation Sciences, Tehran: Iranian Rehabilitation Journal.
13(4);46-52.
65
Santacana M, Uttenthal LO, Bentura ML, Fernandz AP, Serrano J, Martinez, et al.
1998. Expression of Neuronal Nitric Oxide Synthase During Embryonic
Development of The Rat Cerebral Cortex.Brain Res Dev Brain Res.111(2):205-22.
Sastroasmoro S, Ismael S. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-
3. Sagung Seto.
Sidharta P, Mardjono M. 2014. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Soertidewi L, Misbach J. 2011. Epidemiology Stroke. Dalam: Misbach J. Stroke
Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:
1-11.
Soertidewi L. 2011. Pemantauan dengan skala stroke. Dalam: Misbach J. Stroke
aspek diagnosis, patofisiologi, manajemen. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:
301-15.
Stephenson J. 1998. Rising Stroke Rates Spur Efforts to Identify Risks, Prevent
Disease. J Am Med Assoc. 1998;279(16):1239-40.
Takeuchi N, Izumi SI. 2013. Rehabilitation with Poststroke Motor Recovery: A
Review with a Focus on Neural Plasticity. Stroke Research and Treatment 2013.
Article ID 128641.
Wrann C D, et all. 2013.Exercise Induces Hippocampal BDNF through a PGC-
1α/FNDC5 Pathway. NIH Public Access. Cell Metab. 18(5): 649–659. USA.
Yavuzer G, Selles R, Sezer N et al. 2008.Mirror therapy improves hand function in
subacute stroke: A randomized controlled trial. Arch Phys Med Rehabil, 89(3):
393–98.
Zhang L, Zhang RL, Wang Y, Zhang C, Zhang ZG, Meng H, et al. 2013.Functional
Recovery in Aged and Young Rats After Embolic Stroke: Treatment with a
phosphodiesterase type 5 inhibpra C, Tamaria Sl. Minor Therapy in Stroke
Rehabilitation, New Delhi. 660-2.
66
LAMPIRAN 1
Nama :
ACTION RESEARCH Usia :
ARM TEST (ARAT) Tanggal :
Onset :
Kel.Motorik :
No.RM :
Instruksi
Jika subyek dapat melakukan item yang pertama, maka tidak perlu melakukan item
berikutnya dan subyek mendapatkan nilai maksimal.
Jika subyek gagal melakukan item yang pertama dan kedua, maka subyek mendapat
nilai nol dan tidak perlu melanjutkan ke item berikutnya.
Hal yang lainnya, subyek melakukan semua item.
67
(jika skor =0, total =0 dan lanjut ke item Grossmt)
3. Bola, ukuran 6mm, jari tengah dan ibu jari
4. Bola, ukuran 6mm, jari telunjuk dan ibu jari
5. Kelereng, jari manis dan ibu jari
6. Kelereng, jari tengah dan ibu jari
Gross Movement (Grossmt)
Keterangan:
Skor 2 : Dapat melakukanya dengan sempurna tapi memerlukan waktu yang cukup lama atau
mengalami kesulitan berat
68
LAMPIRAN 2
IDENTITAS RESPONDEN
No RM :
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Onset Strok :
Lokasi Lesi :
Hipertesni : Ya/Tidak
69