Anda di halaman 1dari 102

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. A


DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGY: STROKE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah

Wawan Kurniawan
30190120040

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga saya dapat mengerjakan serta menyelesaikan laporan
kasus “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. A DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGY STROKE”. Dalam penyusunan laporan
kasus ini, banyak pihak yang telah membantu dengan memberikan dorongan dan
bimbingan secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan terima
kasih khususnya kepada:
1. Ns. Elizabeth Ari Setyarini, S.Kep., M.Kes.AIFO selaku ketua STIKes Santo
Borromeus Padalarang.
2. Ns. Ferdinan S, M.Kep selaku kepala program studi Profesi S-1 keperawatan
STIKes Santo Borromeus Padalarang.
3. Ns.Friska Sinaga, MNS selaku dosen koordinator mata ajar profesi keperawatan
medikal bedah, dan juga dosen pembimbing mata ajar profesi keperawatan
medikal bedah.
Saya menyadari bahwa didalam pembuatan laporan kasus ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca yang bersifat membangun guna perbaikan. Akhir kata, saya mengucapkan
terimakasih dan berharap semoga bermanfaat bagi pembaca.
Padalarang, Agustus 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi
hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang
mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada
usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf local
dan/atau global, muncul mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain:
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas
(pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain
(Riskesdas, 2013).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah
pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) 2 dibandingkan dengan
perempuan (6,8%).
Stroke melibatkan onset mendadak defisit neurologis fokal yang
berlangsung setidaknya 24 jam dan diduga berasal dari pembuluh darah. Stroke
bisa berupa iskemik atau hemoragik (Dipiro et al., 2014).
Menurut World Health Organization, di seluruh dunia stroke menjadi
penyebab utama kematian nomor dua dan penyebab utama ketiga untuk
kecacatan. Selama dekade ini insiden stroke telah menurun sebesar 42% di
negara-negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2016). Prevalensi estimasi stroke
menunjukkan sedikit variasi di negara-negara Asia Selatan. Sri Lanka, dengan
populasi sekitar 20 juta jiwa, diperkirakan memiliki prevalensi stroke 9 per 1.000
penduduk. Data yang terbatas yang tersedia dalam kaitannya dengan prevalensi
stroke pada Bangladesh: satu studi melaporkan prevalensi keseluruhan 3 per
1.000 penduduk, naik setinggi 10 per 1.000 pada orang di atas usia 70 tahun
(Wasay et al., 2014).
WHO (World Health Organization) tahun 2012 menyatakan kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi.
Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya
kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh
secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang
merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang
tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark
karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik
yang merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1
per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi
Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas, 2013).).
Jumlah pasien penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%),
sedangkan berdasarkan diagnosis/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang
(12,1%). Berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis/gejala, provinsi Jawa
Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001
orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%), sedangkan provinsi Papua Barat
memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6%) dan
2.955 orang (5,3%) (Litbangkes, 2013).
Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi
(8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan data 10 besar
penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill
untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi
terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua
(2,3%).
Berdasarkan data diatas maka penulis membuat Asuhan Keperawatan pada
system neurologi dengan klien penderita Stroke, semoga asuhan keperawatan ini
memberi gambaran dan penilain kepada masyarakat pentingnya penyakit Stroke
tersebut.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Memahami secara lebih mendalam tentang Stroke.
2. Mendapatkan pengalaman nyata dalam merawat pasien yang terkena
Stroke.
3. Memberikan asuhan keperawatan secara tepat terhadap pasien dengan
Stroke.
C. Metode Penulisan

Metode penulisan yang di gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah:


1. Studi Kepustakaan yaitu dengan bedah buku dari literatur-literatur Hernia
2. Studi Pengamatan langsung pada pasien dengan Hernia

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah yang di gunakan adalah BAB pertama


dijelaskan mengenai latar belakang terjadinya pemyakit Stroke, Tujuan
penulisan serta sistematika penyusunan makalah. Data mengenai Stroke dan
asuhan keperawatannya terangkum dalam BAB kedua yang meliputi konsep
Medik terpapar mengenai definisi, anatomi fisiologi system pencernaan,
etiologic, patofisiologi, tanda dan gejala serta penatalaksanaan maupun
komplikasi yang mungkin terjadi penyakit Stroke. Dalam konsep asuhan
keperawatan diuraikan mengenai pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan dan discharge planning, BAB ketiga menerangkan tentang
pengamatan kasus, BAB keempat merupakan penutup yang berisi kesimpulan
dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. DEFINISI
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan perdarahan otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. (Goldszmidt, Adrian J.)
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh timbulnya deficit
neurologis fokal secara mendadak yang menetap setidaknya 24 jam dan
disebabkan oleh kelainan sirkulasi otak. (Stephen J. McPhee dan William F.
Ganong, 2010)
Stroke atau cedera serebrovaskular adalah ganguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total atau
akibat pecahnya pebuluh darah otak. (Chang, Esther, 2010)
Jadi, stroke adalah kelainan fungsi otak yang disebabkan adanya gangguan
suplai darah otak akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total yang
ditandai timbulnya deficit neurologis fokal secara mendadak yang menetap
setidaknya 24 jam

2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Susunan Saraf Manusia
1) Susunan Saraf Pusat
a) Otak
 Otak besar atau serebum (cerebrum)
 Otak kecil atau serebelum (cerebellum)
 Batang otak (brainstem)
b) Sumsum tulang belakang (medula sepinalis)
2) Susunan saraf perifer
a) Susunan saraf somatik
b) Susunan saraf otonom
 Susunan saraf simpatis
 Susunan saraf parasimpatis

Gambar 1. Bagian-Bagian Sistem Saraf

b. Selaput otak (meninges)


Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang yang
berfungsi melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah
dan cairan sekresi serebrospinalis (cerebrospinal), serta memmperkecil
benturan atau getaran pada otak dan sumsum tulang belakang. Selaput otak
(meninges) terdiri atas 3 lapisan.
1) Durameter
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat, pada bagian tengkorak terdiri atas selaput (periost) tulang
tengkorak dan durameter propia bagian dalam. Pada tempat tertentu
durameter mengandung rongga yang mengalirkan darah dari vena otak,
rongga ini dinamakan sinus vena. Diafragma sellae adalah lipatan
berupa cincin dalam durameter yang menutupi sela tursika yaitu sebuah
lekukan pada tulang sfenoid yang berisi kelenjar hipofisis.
2) Arakhnoidea (Arachnoidea)
Selaput tipis yang membentuk balon yang berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medula spinalis.
Arakhnoidea berada dalam balon yang berisi cairan. Kantong arakhnoid
ke bawah berakhir di bagian sarkum, sedangkan medula spinalis
berhenti setinggi lumbal I-II. Dibawah lumbal II, kantong berisi cairan
hanya terdapat saraf-saraf perifer yang keluar dari medula spinalis
karena pada bagian ini tidak ada medula spinalis. Bagian ini dapat
dimanfaatkan untuk pengambilan cairan otak yang disebut lumbal
pungsi.
Ruang subarakhnoid pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan
yang agak besar disebut sisterna magna (cisterna magna), karena
besarnya sisterna magna maka dapat dimasukkan jarum ke dalam
melalui foramen magnum untuk mengambil cairan otak, tindakan ini
disebut pungsi sub oksipitalis (suboccipital puncture).
3) Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak.
Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringa ikat
yang disebut trabekhel. Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal
inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan dari flak serebr
tentorium memisahkan serebrum dengan serebelum.
c. Sistem Ventrikel
Terdiri atas beberapa rongga dalam otak yang berhubungan satu sama lain.
Fleksus koroid mengalirkan cairan serebrospinalis kedalam rongga
tersebut. Fleksus koroid dibentuk oleh jaringan pembuluh darah kapiler
otak tepi. Pada bagian piameter fleksus koroid membelok kedalam
ventrikel dan menyalurkan cairan serebrospinalis. Cairan ini bersifat alkali
dan berwarna bening mirip plasma.
d. Sirkulasi Cairan Serebrospinalis
Cairan ini disalurkan oleh fleksus koroid kedalam ventrikel yang ada
dalam otak kemudian masuk kedalam kanalis sumsum tulang belakang,
lalu keruang subarakhnoid melalui ventrikularis setelah melintasi seluruh
ruangan otak dan sumsum tulang belakang, akan kembali ke sirkulasi
melalui granulasi arakhnoid pada sinus sagitalis superior.
Perjalanan cairan serebrospinalis. Setelah meninggalkan ventrikel
lateralis I dan II, cairan otak dan sumsum tulang belakang akan menuju
ventrikel III melalui foramen monro, masuk ke ventrikel IV melalui
akuaduktus sylvius kemudian cairan dialirkan kebagian medial foramen
magendie selanjutnya ke sisterna magna. Cairan tersebut akan membasahi
bagian-bagian dari otak dan akan diabsorbsi oleh vili-vili yang terdapat
arakhnoid. Jumlah cairan ini tidak tetap, berkisar antara 80-200 cc dan
mempunyai sifat alkalis. Komposisi cairan serebrospinalis terdiri atas air,
protein, glukosa, garam-garam, sedikit limfosit, dan karbondioksida.
Beberapa fungsi cairan serebrospinalis adalah sebagai berikut:
 Memberikan kelembaban otak dan medula spinalis.
 Melindungi alat-alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan.
 Melicinkan alat-alat medula spinalis dalam otak.

e. Otak
Suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer
dari semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan
tulang tengkorak yang kuat yaitu terletak dalam kavum kranii. Berat otak
orang dewasa kir-kira 1400 gram. Jaringan otak dibungkus oleh tiga
selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang tengkorak dan
mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang otak yang
lembek dan halus dan sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari
luar terhadap kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum
(cerebrum), otak kecil atau serebelum (cerebellum) dan batang otak
(trunkus serebri).
1) Otak Besar (Serebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan yang
dihubungkan oleh massa substansi alba (subtantia alba)yang disebut
korpus kalosum (corpus callosum). Tiap-tiap hemisfer meluas dari os
frontal sampai ke os oksipital. Di atas fossa kranii anterior, media, dan
posterior hemisfer dipisahkan oleh celah yang besar disebut fisura
longitudinalis serebri. Serebrum (telencepalon) terdiri atas: korteks
serebri, basal ganglia (korpora striate) dan sistem limbik
(rhinencephalon).
a) Korteks Serebri
Lapisan permukaaan hemisfer disusun oleh substansi grisea
(subtantia grisea). Korteks serebri yang berlipat-lipat disebut girus,
sedangkan celah diantara dua lekuk disebut sulkus (fisura). Pada
tahun 1909, brodmann seorang neuropsikiater bangsa jerman
membagi korteks serebri menjadi 47 area berdasarkan struktur
selular. Lapisan korteks terdiri atas bagian-bagian berikut ini.
 Lamina molekularis: mengandung sedikit sel, berjalan secara
horizontal dengan percabagan akhir dendrit dari lapisan lebih
dalam yang terdapat pada permukaan korteks.
 Lamina granularis eksterna: lapisan yang mengandung sel
neuron berbentuk segitiga yang jumlahnya memadati lapisan
ini.
 Lamina piramidalis: lapisan ini mengandung sel berbentuk
piramid, di antara sel piramid terdapat sel-sel granular dengan
akson yang berjalan naik ke arah lapisan superfisial.
 Lamina granularis interna: terdiri atas sel neuron berbentuk
bintang berukuran kecil dengan akson pendek yang mencapai
lapisan superfisial.
 Lamina ganglionaris: sel neuron granular sel neuron yang naik
mencapai lamina molekularis akson dari sel ini memasuki
substansi alba.
 Lamiana multiformis: sel-selnya berbentuk kumparan dengan
sumbu panjang tegak lurus terhadap permukaan korteks.
Aksonnya mencapai substansi alba sebagai serat proyeksi aferen
dan asosiasi.

Bagian-bagian dari korteks menurut brodmann.


 Lobus frontalis
o Area 4: area motorik primer. Sebagian besar girus
presentralis dan bagian anterior lobus parasentralis.
o Area 6: bagian sirkuit traktus piramidalis (area premotorik)
berfungsi mengatur gerakan motorik dan premotorik.
o Area 8: gerak mata dan perubahan pupil.
o Area 9,10,11, dan 12: area asosiasi frontalis
Terletak di depan serebrum, bagian belakang dibatasi oleh
sulkus sentralis Rolandi, bagian lateral terbagi dalam girus
frontalis superior, girus frontalis media, dan girus frontalis
inferior. Pada bagian basal lobus frontalis terdapat girus
orbitalis sebelahlateral dan girus rektus sebelah medial.
 Lobus parietalis
o Area 3,1, dan 2: area sensorik primer (area post sentral).
Meliputi girus sentralis dan meluas ke arah anterior sampai
mencapai dasar sulkus sentralis.
o Area 5 dan 7: area asosiasi somatosensorik. Meliputi
sebagian permukaan medial hemisfer serebri.
Permukaan bagian atas dan lateral terdiri atas girus parietal
posterior, girus parietal superior, girus supra marginalis, girus
angularis, dan bagian medial lobus parasentralis.
 Lobus oksipitalis
o Area 17: korteks visual primer. Permukaan medial lobus
oksipitalis sepanjang bibir superior dan inferior sulkus
kalkanius.
o Area 18 dan 19: area asosiasi visual. Sejajar dengan area17
meluas sampai meliputi permukaan lateral lobus oksipitalis.
Bagian lateral terdiri atas girus oksipitalis lateralis bagian
medial dan girus lingualis bagia basal, di antara kuneus (cuneus)
dan girus linugalis terdapat fisura kalkarina (fisura calcarina).
 Lobus temporalis
o Area 41: korteks auditorik primer. Meliputi girus
tomporalis superior meluas sampai permukaaan lateral
girus temporalis.
o Area 42: area asosiasi auditorik. Area korteks sedikit
meluas sampai permukaan girus temporalis superior.
o Area 38, 40, 20, 21, dan 22: area asosiasi.
Permukaan lateral dibagi menjadi girus tomperalis superior,
girus temporalis media, dan girus temporalis inferior. Pada
bagian basal terdapat girus fusiformis.
 Area broca (area bicara motorik): terletak di atas sulkus
lateralis berfungsi mengatur gerakan berbicara.
 Area visualis: terdapat pada lobus posterior dan aspek medial
hemisfer serebri di daerah sulkus kalkaneus yang merupakan
daerah penerima visual. Gangguan dalam ingatan untuk
peristiwa yang belum lama.
 Insula of Reil: bagian serebrum yang membentuk dasar fisura
silvii yang terdapat di antara lobus frontalis, lobus parietalis, dan
lobus oksipitalis. Bagian otak ini ditutupi oleh girus temporalis
dan girus frontalis inferior.
 Girus singuli: bagian medial hemisfer, terletak di atas korpus
kolosum

Gambar 2. Sistem limbik


Sumber: http://www.edinshare.co.vu/2011/12/sistem-limbik.html
Fungsi Korteks Serbri

 Korteks motorik primer (area 4,6, dan 8)


Mengontrol gerakan volunter otot dan tulang pada sisi tubuh
kontra lateral. Impulsnya berjalan melalui akson-akson dalam
traktus kortiko bulber dan kortiko spinal menuju nuklei saraf
serebrospinal.
Lesi area 4, akan mengakibatkan paralis kontrak=lateral dari
kumpuan otot yang dipersarafi.
Area 6 dan 8, pada perangsangan akan timbul gerakan mata dan
kepala.
 Korteks sensorik primer (area 3,4, dan 5)
Merupakan penerima sensasi umum (area somesthesia) dan
penerimaan serabut saraf radiasi talamikus yang membawa
impuls sensori dari kulit, otot sendi, dan tendon di sisi
kontralateral.
 Korteks visual (penglihatan;area 17)
Terletak di lobus oksipital pada fisura kalkarina. Apabila terjadi
lesi iritatid akan menimbulkan halusinasi visual, sedangkan lesi
dektruktif akan menimbulkan gangguan lapang pandang.
 Korteks audiotorik (pendengaran; primer area 41)
Terletak pada transverse temporal gyrus di dasar fisura lateralis
serebri. Korteks ini menerima impuls radio audiotorik yang
berasal dari korpus genikulatum medialis (corpus geniculatum
mediale). Apabila terjadi lesi pada area ini akan menimbulkan
kehilangan pendengaran ringan kecualai bila lesinya terjadi
bilateral.
 Area penghidu (Olfactory Reseptive Area)
Terletak di uncus dan daerah yang berdekatan dengan girus
parahipokampus lobus temporalis. Kerusakan pada jalur
olfaktorius akan menimbulkan anosmia (tidak mampu
menghidu). Apabila terjadi lesi iritasi akan menimbulkan
halusinasi olfaktorius (uncinate fits).
 Area Asosiasi
Korteks yang mempunyai hubngan dengan area sensorik
maupun motorik, dihubungkan oleh serabut asosiasi. Pada
manusia penting untuk aktifitas mental yang tinggi, sperti
bicara, menuliskan kata-kata, dan sebagainya. Pada manusia
terdapat 3 daerah asosiasi yang penting yaitu: 1) daerah frontal
(di depan korteks motorik), 2) daerah temporal (antara girus
temporalis superior dan korteks limbik), dan 3) daerah
pariotooksipitalis (antara korteks somastetik dan korteks visual)
 Korpus kallosum (corpus callosum)
Pemotongan total korpus kallosum pada manusia menimbulkan:
 Tidak dapat memasangkan obyek pada satu tangan
dengan pasangan tangan yang lain,
 Tidak dapat mencocokan obyek yang terlihat lapang
pada salah satu mata dengan obyek yang sama tetap
terlihat oleh lapang pandang mata yang lainnya,
 Tidak dapat melakukan aktivitas dengan ekstremitas kiri
 Apraxia yaitu ketidak mampuan menjalankan perintah
untuk melakukan gerakan terampil, tetapi bukan
disebabkan oleh paralisis, ataxia, dari gangguan sensorik
ataupun tidak mengerti.
b) Basal Ganglia
Terdiri atas beberapa kumpulan subtansi griesea padat yang
terbentuk dalam hubungan yang erat dengan dasar ventrikulus
lateralis. Ganglia basalis merupakan nuklei subkortikalis yang
berasal dari telensefalon. Pada otak manusi, ganglia basalis terdiri
atas beberapa elemen saraf sebagai berikut.
 Nukleus kaudatus dan putamen. Nukleus kaudatus sering
disebut korpus striatum, sedangkan putamen dan globus palidus
disebut nukleus lentikularis/lentiformis.
Korpus strriatum: merupakan suatu kumpulan substansi grisea
di sebelah anterior kaput nuklei kaudatus berhubungan dengan
nukleus lentiformis. Fungsi korpus striatum adalah
pengendalian gerakan-gerakan tertentu dan tonus otot.
Nukleus lentiformis: merupakan lapisan substansi yang tipis di
antara korteks dan permukaan lateral putamen.
 Globus pallidus. Terdiri atas dua bagian yaitu globus palidus
medialis dan globus palidus lateralis. Globus palidus terletak di
sebelah lateral kapsula interna dan dikenal sebagai
paleostriatum.
 Korpus amigdaloindeum (corpus amygdaloideum). Dikenal
sebagai arkhistriatum, terletak disebelah dalam lobus temporalis
dan mempunyai hubungan olfaktorik, hipotalamus, dan fungsi-
fungsi viseral.
Hubungan aferen: langsung melalui serat traktus olfaktoris
lateralis untuk mencapai bagian anterior, kelompok nuklei pars
kortiko medialis, dan tidak langsung melalui unkus untuk
mencapai kelompok nuklei pars basolateralis.
Hubungan eferen: stria terminalis berjalan melengkung
sepanjang tepi medial nukleus kaudatus berakhir dalam nukleus
hipotalamus ventromedialis dan fibrae amygdalo. Beberapa
serat ini mencapai nukleus medialis dorsalus talami, girus
paraterminalis, dan girus cinguli.

Secara fungsional basal ganglia merupakan satu satuan fungsi dari:

 Nukleus kaudatus, putamen, dan globus pallidus,


 Nukleus subtalmikus,
 Subtansia nigra,
 Nukleus ruber (red nucleus)

Kerusakan pada ganglia basalis pada manusia menimbulkan


gangguan fungsi motorik.

 Hiperkinetik: terjadinya gerakan-gerakan abnormal yang


berlebihan (Parkinson)
 Hipokinetik: berkurangnya gerakan misalnya kekakuan
c) Sistem Limbik (Rhinencephalon)
Merupakan bagian otak yang terdiri atas jaringan allokorteks yang
melingkar di sekeliling hilum hemisfer serebri serta sebagai struktur
lain yang lebih dalam yaitu amigdala, hipokampus, dan nuklei septal.
Sistem limbik (rhinencephalon) berperan dalam perilaku seksual,
emosi, takut, dan marah, serta motivasi. Sistim limbik menimbulkan
efek otonom terutama tekanan darah dan pernafasan, di duga efek
otonom ini merupakan bagian dari fenomena kompleks seperti
respons, emosi, dan perilaku.
Fungsi sistem limbik:
 Perilaku makan,
 Bersama dengan talamus mempengaruhi perilaku seksual,
emosi (marah dan takut). Serta motivasi
 Perubahan tekanan darah dan pernafasan merupakan bagian dari
fenomena kompleks terutama respoonsemosi dan prilaku,
 Hyperfagia dan comnifagia.
Gambar 3. Daerah dan area otak.
Sumber: https://febrilisaumi.wordpress.com/bagian-bagian-otak/
2) Otak kecil (Serebelum)
Serebelum (otak kecil) terletak dalam fossa kranial posterior, dibawah
tentorium serebelum bagian posterior dari pons varolii dan medula
oblongata. Serebelum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh
vermis. Serebelum dihubungkan dengan otak tengah pleh pendunkulus
serebri superior, dengan pons paroli oleh pendunkulus serebri media
dan dengan medula oblongata oleh pendukulus serebri inferior.
Serebelum berfungsi dalam melakukan tonus otot dan
mengkoordinasikan gerakan otot pada sisi tubuh yang sama. Berat
serebelum 150 gram (8%-9%) dari berat otak seluruhnya. Sama seperti
lobuli serebelum, vermis juga dibagi dalam beberapa bagian dari depan
ke belakang yaitu:
 Lobus quadrangularis anterior lingua,
 Lobus sentralis kulmen,
 Quadeangularis posterior deklive,
 Lobulus semilunaris inferior tuber
Potongan melintang serebelum dibagi atas 3 bagian.

a) Arkhi serebelum. Lobus otak kecil merupakan bagian kolumna


aferen somatik. Lobus ini menerima input langsung lewat serabut
saraf vestibularis dan nukleus vestibularis medialis inferior, berperan
sebagai tonus otot keseimbangan dan sikap tubuh.
b) Paleoserebelum. Bagian terbesar dari vermis superior hemisfer otak
kecil di depan visura prima. Bagian ini merupakan input dari
susunan saraf vestibular yang berperan pada pengaturan tonus otot.
c) Neoserebelum. Bagian utama dari otak krcil. Vermisnya merupakan
suatu bangunan neokorteks serebelum, nukleus pons, dan nukleus
oliveri inferior prinsipal pada medula oblongata. Input diperoleh dari
indra penglihatan, pengindraan dan kulit.

Struktur internal. Serebelum terdiri atas korteks substansi grisea dan


korteks substansi alba, di dalamnya terdapat kumpulan neklei pada tiap-
tiap hemisfer nuklei.

a) Nukleus dentatus: menerima serabut dari bagian neoserebelum


lobus posterior dan lobus anterior, lalu mengirim serabut ke nukleus
ruber (red nukleus dan nukelus netro lateral talamus).
b) Nukleus interpolaris: terdiri atas nukleus globulus dan nukleus
emboliformis. Kedua nukleus ini menerima serabut dari
paleoserebelum dan mengirim serabut ke nukleus ruber.
c) Nukleus fastigii (fasttiogial nucleus): menerima serabut dari lobus
flokulonodulus (lobus flocculonodularis), lalu mengirim serabut ke
nukleus vestibularis dan nukleus retikularis melalui feskulus
unsinatus (fasciculus uncinatus)
Fungsi Serebelum.
Serebelum memiliki suatu mekanisme umpan balik mengendalikan
pergerakan-pergerakan saat pergerakan sedang berlangsung. Fungsi
utamanya adalah mengendalikan tonus otot diluar kesadaran
merupakan suatu mekanisme saraf berpengarus dalam pengaturan dan
pengendalian terhadap:
a) Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh,
b) Terjadinya kontraksi dengan lacar dan teratur pada pergerakan di
bawah pengendalian kemauan dan mempunyai aspek
keterampilan.

Setiap pergerkan memerlukan suatu koordinasi dalam kegiatan


sejumlah otot. Otot antagonis harus mengalami relaksasi secara teratur,
sedangkan otot sinergis berusaha memfiksasi sendi sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan oleh bermacam-macam pergerakan.Lesi
yang mengenai neoserebelum ditandai oleh terganggunya gerakan-
gerakan halus ditimbulkan oleh piramidal.

a) Otot dalam keadaan hipotonik lemah dan mudah lelah


b) Gangguan pergerakan dalam bentuk ansinergis misalnya dalam
bentuk:
 Dismetri: ketidakmampuan menghentikan pergerakan,
 Fenomena pantulan: mengadakan fleksi di daerak siku dengan
melewati daerah siku dengan melawan suatu tahanan,
 Ketidakmampuan melakukan gerakan cepat yang bersifat
alternatif,
 Bicara terpotong-potong,
 Gerakan asossiatif yang tidak teratur,
 Ataksia: kecenderungan untuk jatuh ke satu sisi
c) Nistagmus sereberal: mekanisme serebelum yang mengendalikan
sinergi. Ketika tonus intrinsik bola mata terganggu, klien akan
goyah, tidak stabil, dan cenderung jatuh ke belakang. Apabila otot
bicara ikut terlibat maka kata-kata akan menjadi tidak terkendali
dan tidak jelas.
3) Batang Otak (Trunkus Serebri)
Pada permukaan batang otak terdapat medula oblongata, pons
varolii, mensenfalon, dan diensefalon, talamus dan epitalamus
terlihat di permukaan posterior batang otak yang terletak di antara
serabut capsula interna. Di sepanjang pinggir dorsomedial talamus
terdapat sekelompok serabut saraf berjalan ke posterior basis epifise.
a) Diensefalon
Merupakan bagian dari batang otak yang paling atas, terletak
diantara serebelum dan masensefalon. Pada bagian tengah
diensefalon terdapat ventrikel III, bagian kiri dan kanan ventrikel
III pada bagian dorsalnya terdapat talamus, dibawah talamus
terdapat hipotalamus. Bagian lateral dari hipotalamus
bersambung dengan mesenfalon disebut sebagai subtalamus yaitu
daerah yang membentuk atap dari ventrikel III.
Diensefalon merupakan suatu struktur dari ventrikel III yang
terdiri atas bagian-bagian berikut.
i. Talamus
Merupakan massa substansi grisea yang terdapat pada tiap
hemisfer, terletak di kedua sisi ventrikel III. Radiasio talamus
suatu istilah yang digunakan untuk traktus yang keluar dari
permukaan lateral talamus masuk ke kapsula interna dan
berakhir pada krteks serebri.
Nuklei talamus terdiri atas 5 kelompok:
 Anterior nuklear group: menerima serabut dari korpus
mamilaris (mammilary body) melalui traktus mamilo
talamikus dan berakhir di korteks singuli,
 Nuklei of medline: menghubungkan talamus dengan
hipotalamus,
 Medial nuklei: nuklei di daerah ini memberikan masukan ke
korteks frontalis,
 Lateral nuklear mass, terdiri atas:
o Nukleus retrikuler,
o Nukleus ventralis anterior berhubungan dengan korpus
striatum,
o Nukleus ventro postero lateral memproyeksi ke girus
post sentral area 1, 2, 3, dan menerima serabut dari
lemniskus medialis, traktus spinotalamus, dan traktus
trigeminus.
 Posterior nuklei, terdiri atas:
o Nuklei pulvinar (nuclei pulvinares), berhubungan
dengan korteks lobus parietal dan temporal,
o Korpus genikulatum medialis (corpus geniculatum
mediale), menerima serabut dari akustik lemniskus
lateralis dan kolikus superior kemudian diproyeksi ke
korteks lobus temporalis melalui radiasio akustika,
o Korpus genikualatum lateralis (korpus geniculatum
laterale), menerima impuls dari traktus optikus dan
memproyeksikannya ke korteks visual (regio kalkarina)
area 17 melalui radiasio genekulo kalarina (radiasio
optika).
ii. Epitalamus
Berada di sebelah posterior ventrikel ke III, terdiri atas korpus
pineale, stria medularis talami, trigonum habenulare, dan
komisura posterior.
iii. Hipotalamus
Bagian terbesar dari otak terletak pada bagian ventral dari
talamus, di atas kelenjar pituitari dan membentuk dasar dari
dinding lateral ventrikel III. Hipotalamus mempunyai beberapa
nuklei. Setiap nukleus mempunyai tugas sendiri-sendiri dalam
mengatur keseimbangan tubuh. Pada permukaan basal otak
hipotalamus ditandai oleh struktur khiasma optikum, tuber
sinerium, dan korpora mamilaria.
b) Mesenfalon
Adalah bagian otak yang terletak antara pons varolii dan hemisfer
serebri. Bagian dorsal mempunyai tonjolan yang disebut korpora
quadrigemina, terdiri atas:
 Dua kolikulus superior berhubungan dengan sistem penglihatan,
 Dua kolikulus inferior berhubungan dengan pendengaran.

Bagian lain dari mesensefalon antara lain:

 Substansi nigra,
 Tegmentum dengan nukleus bersama substansi nigra termasuk
dalam hal basal ganglia fungsional,
 Terdapat nuklei saraf kranial yaitu: nukleus nervus III, nukleus
nervus IV, dan nukleus nervus V,
 Formasi retikularis.

Beberapa fungsi mesenfalon adalah sebagai berikut:

 Perangsangan daerah quadrigeminus yang menyebabkan


dilatasi pupil dan gerakan konjugasi mata ke arah yang
berlawanan dengan tempat rangsangan.
 Lesi destruktif menimbulkan gejala yang jenisnya bergantung
pada kerusakan korpora quadrigemina dan dapat menyebabkan
paralis gerakan mata ke atas.
 Kerusakan nukleus ruber, substansia nigra, dan subtantia
retikula dapat menimbulkan gerakan involunter dan iriditas.
4) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan bagian sisem saraf pusat yang
mengambarkan perubahan terkahir pada perkembangan embrio.
Semula ruuangannya besar kemudian mengecil menjadi kanalis
sentralis. Medula spinalis terdiri atas dua belahan yang sama
dipersatukan oleh struktur intermedia yang dibentuk oleh sel saraf dan
didukung oleh jaringan interstisial.
Medula sepinalis membentang dari foramen magnum sampai tertinggi
vetebra lumbalis I dan II, ujung bawahnya runcing menyerupai
kerucut yang disebut konus medularis, terletak di dalam kanalis
vetebralis sebagai benang-benang (filum terminale) dan akhirnya
melekat pada vertebra koksigialis pertama. Kira-kira setinggi vertebra
servikalis III sampai vertebra torakalis II, medula spinalis menebal ke
samping, penebalan ini dinamakan intumensensia servikalis.
Fungsi medula spinalis adalah sebagai berikut:
a) Meddula spinalis sebagai pusat saraf mengintegrasikan sinyal
sensoris yang datang dan mengaktifkan respon motorik secara
langsung tanpa campur tangan otak. Fungsi ini terlihat pada kerja
refleks spinal untuk melindungi tubuh dari bahaya dan menjaga
pemeiharaan tubuh.
b) Sebagai pusat perantara antara susunan saraf tepi dan otak
(susunan saraf pusat). Semua komando motorik volunter dari otak
dikomunikasikan terlebih dahulu pada pusat motorik spinal lalu
kemudian ke otot-otot tubuh. Pusaat motorik spinal akan
memproses sinyal sebagai mana mestinya sebelum mengirimkan
ke otot.
f. Nervus Kranial (Saraf Otak)
1) Nervus olfaktorius (N.1)
Merupakan jalur sentral sel saraf olfaktorius dalam membran mukosa
bagian atas rongga hidung di atas konka nasalis superior. Saraf - saraf
ini sebagai saraf penghidu (penciuman) yang membawa rangsangan bau
- bauan abdari rongga hidung ke otak dan bersifat motorik. Saraf ini
keluar dari lubang yang ada dalam tulang tipis menuju rongga hidung,
selanjutnya menuju sel - sel pengindra. Apabila terdapat gangguan pada
nervus olfaktorius akan terjadi pengurangan kemampuan menghidu dan
di sebut hiposmi atau anosmi. pemeriksaan daya penciuman dilakukan
dengan menghidu bermacam - macam bau - bauan di tiap sisi hidung.
2) Nervus optikus (N.II)
Nervus ini meninggalkan orbita melalui kanalis optikus bersama arteri
optika masuk ke dalam kranium. Di dalam orbita saraf ini di kelilingi
oleh duramater, arakhnoid, dan piamater yang menyertakan perluasan
kavum arakhnoid. Serabut saraf yang berasal dari belahan nasal retina
menyebrang ke kontra lateral sedangkan serabut saraf dari belahan
temporal retina tetap pada sisi yang sama. Permukaan atas khiasma
optikum berjalan ke belakang mengiritasi sisi lateral otak tengah sampai
ke korpus genikulatum lateral, sifatnya sensoris dalam mempersarafi
bola mata untuk membawa rangsangan penglihatan ke otak.
Serabut saraf yang terletak sebelah sisi saluran optik yang datang dari
sebelah kanan retina terdapat di dalam optik kiri dan kanan. Serabut
saraf tersebut berfungsi sebagai refleks pupil dan refleks mata yang
melampaui korpus genikulatum lateral.
3) Nervus okulomotorius (III)
Mempersarafi otot orbita kecuali muskullus obligues superior dan
muskulus rektus lateralis. Selain itu nervus ini juga mempersarafi
muskulus spinkter pupilae dan muskulus siliaris melalui serabut -
serabut para simpatis. Nervus okulomotorius muncul dari aspek
anterior otak tengah bagian medial dari pedunkulus serebri menembus
arakhnoidea dan duramater berjalan ke depan pada dinding lateral sinus
kavernosus lalu bercabang menjadi ramus superior dan ramus inferior
yang masuk ke orbita melalui fisura orbita superior. Sifatnya motorik
otot peggerak bola mata, di dalam saraf terkandung serabut - serabut
saraf otonom para simpatis. Saraf penggerak mata kekluar dari sebelah
tangkai otak menuju ke lekuk mata dan persarafan otot yang
mengangkat kelopak mata dan perarafan otot yang mengangkat kelopak
mata atas, selain dari otot miring atas mata dan otot lurus sisi mata.
4) Nervus troklearis (N.IV)
Merupakan saraf kranial yang paling halus dan mempersarafi muskulus
obligues superior otak tengah tepat di bawah kolikus inferior kemudian
melengkung ke depan mengitari sisi lateral pendukulus serebri. Setelah
menembus arakhnoid dan duramater, lalu berjalan ke depan. Pada
dinding lateral sinus kovernosus terletak sedikit di bawah nervus
okulomotorius. Sifatnya motorik, mempersarafi otot - otot orbita.
Memutar mata yang pusatnya terletak di belakang pusat saraf
penggerak mata. Saraf ini masuk ke dalam lekuk mata menuju orbitta
miring ke atas lekuk mata.
5) Nervus trigeminus (N.V)
Nervus trigeminum muncul dari permukaan anterior pons varolii
sebagai rediks sensorik kecil yang terletak medial terhadap radiks
sesorik. Saraf ini berjalan ke depan, keluar dari fossa kranii posterior di
bawah sinus petrosus superior yang berasal dari lapisan meningeal
duramater. Setelah sampai di lekuk apeks pars petrous ossis temporalis
dalam fosa krani media, radiks sensorik mengembang dan membentuk
ganglion trigeminus yang terletak dalam kantong duramater di sebut
kavum trigeminus. Radiks motorik nervus ini terletak di bawah
ganglion sensorik. Saraf ini bersifat majemuk (sensorik dan motorik)
dan mempunya tiga cabang.
a) Nervus optikus
Bersifat sensorik dan merupakan devisi yang paling kecil menembus
duramater berjalan ke depan pada dinding lateral sinus kavernosus
di bawah nervus maksilaris okulomotorius dan nervus troklearis,
nervus ini bercabang tiga yaitu nervus lakrimalis, nervus frontalis,
dan nervus nasosilaris, lalu masuk ke orbita melalui fisura orbita
superior. Nervus ini mempersarafi kulit kepala bagian depan,
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata, dan ola mata.
b) Nervus maksilaris
Berjalan di bawah nervus optalmikus dalam duramater bersifat
sensoris murni berjalan ke depan sepanjang bagian bawah dinding
lateral sinus kavernosus, lalu meninggalkan kranium lewat foramen
rotundum masuk ke fossa palatina pterigoid, nervus ini
mempersarafi gigi atas, bibir atas, palatum,batang hidung, dan
maksilaris.
c) Nervus mandibularis
Merupakan bagian terbesar dari nervus trigeminus. Radiks sensorik
yang besar keluar dari pars lateralisi ganglion trigeminus menembus
duramater langsung ke luar melalui voramen ovale. Radiks motorik
yang kecil berjalan di bawah ganglion selanjutnya keluar melalui
foramen ovale, lalu bergabung dengan radiks sesorik. Perjalanan
nervus madibularis dalam fossa temporalis, serabut motorik
mempersarafi otot pengunyah, sedangkan serabut sensoris
mempersarafi gigi bawah, kulit bawah temporalis, dan dagu. Serabut
saraf dalam rongga mulut dapat membawa rangsangan cita rasa.
Fungsi nervus mandibularis sebagai saraf kembar tiga merupakan
saraf otak terbesar mempunyai 2 buah akar besar yang mengandung
saraf penggerak di ujung tulang karang yang mengandung saraf
perasa membentuk saraf ganglion (simpul saraf) yang meninggalkan
rongga tengkorak.
6) Nervus abdusen (N.VI)
Merupakan saraf motorik yang mempersarafi muskulus rektus lateralis
bola mata yang muncul dari permukaan anterior otak. Di dalam alur
antara tepi bawah pons verolii dan medula oblongata pertama terletak
dalam fossa krani posterior kemudian menembus duramater, lateral
terhadap dorsum sellae membelok tajam ke depan melintasi tepi atas
pars petrosa ossis temporalis. Setelah ke sinus kavernosus, akan
berjalan ke depan di bawah lateral arteri karotis kemudian masuk ke
orbita lewat fisura orbitalis superior. Sebagai saraf penggoyang sisi
mata, saraf ini keluar di sebelah bawah jembatan pontis menembus
selaput otak sela tursika setelah sampai di lekuk mata menuju ke otot
lurus sisi mata.
7) Nervus fasialis (N.VII)
Memiliki satu radiks motorik dan satu radiks sensorik yaitu nervus
intermedius. Radiks motorik mempersarafi otot - otot muka, kulit
kepala dan aurikula, muskulus buksinator, muskulus platisma,
muskulus trapezius, muskulus stilohioideus, dan benter posterior
muskulus digastrik.
Radiks sensorik mengandung serabut pengecap 2 3 dari anterior lidah
dasar mulut dan palatum mole yaang menghantakan serabut - serabut
sekreto motorik pada simpatis untuk glandulal sub mandibularis, sub
lingualis, glandula maksilaris, dan kelenjar dalam hidung, serta
palatum.
Kedua radiks nervus fasialis muncul dari permukaan anterior otak
dalam alur di antara tepi bawah pons varolii dan medula oblongata
berjalan ke lateral dan di dalam fossa. Kranii posterior bersama nervus
auditorus menuju lubang meatus akustikus internus. Pada dasar meatus,
saraf ini masuk ke kanalis fasialis berjalan ke lateral di atas labirintus
vestibularis hingga mencapai dinding kavum timpani. Fungsinya
sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap. Saraf ini
keluar di sebelah beriringan dengan saraf pendengaran.
8) Nervus koklea vestibularis (N.VIII)
Terdiri atas dua perangkat saraf yaitu : koklearis (saraf pendengar) dan
vestibularis(saraf keseimbangan)
a) Nervus koklearis (saraf pendengar)
Rangsangan bunyi getaran udara dengan frekuensi bunyi yang dapat
di tangkap oleh telinga di salurkan ke dalam liang telinga luar dan
menggetarkan membran timpani. Getaran ini di hantarkan melalui
tulang pendengar di dalam ruang telinga tengah (maleus, inkus, dan
stapes) dan menggetarkan endolimfe yang berada dalam labirinth
kemudian getaran di tangkap oleh organ korti.dalam indra pendengar
ini, getaran mekanisme diubah oleh nervus akustikus dan nervus
koklearis lalu di salurkan keluar di daerah pembatasan pons varolii
dan medula oblongata bagian dorsal.
Nuklei dan nervus koklearis bersatu dengan yang lain, dari nuklei
rangsangan bunyi di hantarkan pada kedua sisi melalui saraf yang
berjalan ke atas yang tergabung dalam lemnikus lateralis dan
berakhir di kolikus inferior kemudian ke korpus genikulatum medial.
Sebagian saraf yang ke korpus genikulatum medial, rangsangan
bunyi di hantarkan melalui radiasio auditoris ke girus superior lobus
temporalis sebagai pusat pendengaran pada korteks. Apabila terjadi
gangguan pada koklearis akan menimbulkan ketulian perseptif.
b) Nervus vestibularis (saraf keseimbangan
Rangsangan gaya berat di tangkap oleh indra pengimbang yaitu
makula sakuli dan makula utrikuli yang terletak di dalam labirin.
Selain otot dan tulang, rangsangan gerak dan sikap kepala juga di
tangkap oleh krista yang terdapat dalam bagian yang ,elebar dari
kanalis semi sirkularis dalam labirin dari makula
9) Nervus faringeus (N.IX)
Mempunyai empat komponen.
a) Komponen motorik : mempersarafi otot yang menggerakkan stilo
faringeus atau faring ke arah atas
b) Komponen sensorik : mengurus perasaan palatum molle, epiglotis,
dan dinding faring bagian atas
c) Komponen yang menghantarkan rasa pengecap sepertiga lidah
bagian belakang.
d) Komponen parasimpatis yang merangsang sekresi kelenjar ludah
glandula parotis.
Nukleus nervus glassofaringeus berjumlah tiga buah yaitu nukleus
motorik, nukleus sensorik, dan nukleus salivatorius. Nukleus sensorik
dan nukleus salivatorius inferior merupakan nukleus parasimpatis.
Komponen saraf yang menghantarkan rasa kecap berakhir pada nukleus
salivatorius. Nukleus nervus IX berada dalam medula oblongata. Serat
- seratnya berjalan ke arah ventero lateral meninggalkan batang otak
bersama nervus X lalu keluar di rongga tengkorak melalui foramen
jugularis.
Kerusakan pda nervus IX menimbulkan kelumpuhan palatum molle
sehingga suara menjadi sangau karena hubungan rongga mulut dan
rongga hidung tetap terbuka. Selain itu, juga terjadi gangguan waktu
menahan air sehingga sering masuk ke hidung. Kerusakan juga
menimbulkan gangguan sensoris bagian belakang mulut dan gangguan
rasa kecap di daerah belakang lidah. Saraf ini membawa cita rasa ke
otak dan di dalamnya mengandung saraf otonom.
Sebagian saraf lidah dan tekak, dimana saraf ini melewati lorong di
antara tulang belakang dan tulang karang, terdapat dua buah simpul
saraf di sebelah atas yang di namakan ganglion jugularis, sebelah bawah
ganglion petrosum saraf berhubungan dengan nervus fasialis dan
nervus simpatis ranting XI untuk faring dan tekak.
10) Nervus vagus (N.X)
Terdiri atas serabut saraf motorik dan sensorik yang mempersarafi
jantung dan sebagian besar traktus respiratorius. Nervus vagus muncul
dari permukaan anterior bagian atas medula oblongata berupa 8 - 10
radiks kecil sepanjang alur antara oliva dan pendikulus serebri inferior
yang terletak di bawah nervus glassofaringeus. Saraf ini berjalan ke
lateral di bawah serebelum dalam fossa kranial posterior dan keluar dari
kranium melalui bagian pusuat foramen yugolaris.
Nervus vagus mempunyai 3 komponen.
a) Komponen motorik yang mempersarafi otot faring dan otot yang
menggerakkan pita suara di dalam laring.
b) Komponen sensoris mengurus persyarafan bagian bawah faring
c) Komponen terbesar yaitu saraf parasimpatis yang mempersarafi
sebagian besar alat dalam tubuh (paru - paru, jantung, ginjal,
pankreas, limpa, glandula renalis, lambung, usus, dan kolon
tranvesum).
Sebagai saraf perasa, saraf ini keluar dari sumsum penyambung yang
terdapat di bawah saraf lidah. Kerusakan nervus vagus karena
kelumpuhan saraf menelan atau otot faring, suara menjadi serak karena
kelumpuhan pita suara. Suara menjadi sengau bila palatum molle
lumpuh. Kerusakan traktus kortikobularis bilateral dari nervus IX dan
X bersifat sentral sehingga menyebabkan gangguan menelan dan
berbicara, kerusakan piramidalis tonus refleks palatum molle faring dan
laring meninggi, keadaan ini disebut paralisis pseudobulbaris.
11) Nervus assesorius (N.XI)
Saraf motorik terdiri atas bagian - bagian berikut ini
a) Radiks kranial yang kecil tersebar melalui cabang - cabang yaitu
nervus fagus ke muskulus palatum molle,faring, dan laring. Radiks
kranial muncul dari permukaan anterior bagian atas medula
oblongata berupa lima radiks kecil sepanjang alur di antara oliva dan
pendikulus serebri inferior. Terletak di bawah nervus vagus berjalan
ke lateral sebelum dalam fossa kranii, posterior bergabung dengan
radiks spinalis.
b) Radiks spinalis yang besar mempersarafi muskulus
sternekleidomastoideus dan muskulus trapezius. Radiks spinalis
keluar dari sel saraf kolumna anterior. Serabut saraf ini muncul pada
permukaan lateral medula spinalis membentuk trunkus berjalan ke
sisi medula spinalis masuk ke kranium melalui foramen magnum
menikung ke lateral bersambung dengan radiks kranialis. Setelah
melewati foramen yugolaris radiks kranalis terpisah dari radiks
spinalis dan melekat pada ganglion inferior nervus vagus. Serabut
radiks kranalis di sebarkann pada cabang rekurens faringeal dan
laringeal nervus vagus. Radis spinalis berjalan ke belakang dan ke
samping melintasi vena yugolaris interna mencapai bagian atas
muskulus sternokleidomostoideus.
Sebagai saraf tambahan nerus assesorius terbagi dalam dua bagian yang
berasal dari otak dan yang berasal dari sumsum tulang belakang.
Apabila saraf ini mengalami kerusakan maka gerakan kepala dan bahu
tak dapat dilakukan akibat kelumpuhan otot muskulus
sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius.
12) Nervus hipoglossus (N.XII)
Merupakan saraf motorik untuk otot lidah. Saraf ini muncul dalam
sejumlah radiks kecil pada permukaan anterior medula oblongata dalam
allur di antara piramis dan oliva. Radiks ini berjalan ke lateral dalam
fossa kranii posterior, lalu keluar dari kranium melalui kanalis
hipoglassus dari kanalis radiks bergabung membentuk traktus.
Sebagai saraf lidah, saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung
dan bersatu melewati lubang yang terdapat dalam sisi foramen
oksipitalis. Saraf ini memberikan cabag pada otot yang melekat pada
tulang lidah dan otot lidah.
Kerusakan pada nervus hipoglossus otot lidah pada sisi yang sama akan
mengalami kelumpuhan, posisi mulut tertarik pda posisi yang sehat,
saat lidah di julurkan akan membelok ke sisi yang lumpuh, otot yang
lumpuh mengalami atropi, dan bila di raba terasa tonus otot melemas.
Kerusakan pada daerah nukleus akan terjadi perangsangan yang
menyebabkan timbulnya gerakan spontan setempat yang di sebut
fasikulus. Kerusakan kortikobularis yang mengatur nervus XII akan
terjadi kelumpuhan tonus otot lidah meninggi.
Gambar 4 Lokasi nervus kranial
Sumber: http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/saraf-otak-
kranial-manusia-struktur-fungsi-bagian.html
g. Peredaran Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak
diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan
dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi(Satyanegara,1998).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anteriordan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial)
lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan
korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri
dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris,
terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi
dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum,
otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-
cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis
dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah di
dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang
tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari
sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial
Gambar 5. Peredaran darah otak
h. Tekanan Intra Kranial
Kranium dan kanalis vertebralis yang utuh, bersama-sama dengan
durameter membentuk suatu wadah yang berisi jaringan otak, darah dan
cairan serebrospinalis. Jika diukur tekanan intrakranial yang normal adalah
5-15 mm Hg (Kandal ER). Penulis lain mencatat tekanan intrakranial
adalah 5-20 mm Hg (Adam RD). Tekanan intar karanial dipengaruhi oleh:
1) Tekanan dan volume intrakraial
Tekanan intracranial menggambarkan tekanan yang diberikan oleh
jaringan dan volume cairan dari tiga kompartemen yaitu: batas tulang
tengkorak dengan jaringan otak, cairan interstitial (80%), darah (10%)
dan CSF (10%).
2) Hipotesis Monro-Kellie
Volume intracranial tidak dapat dipisahkan, perubahan satu komponen
harus diseimbangkan dengan efek yang hampir sama dan berlawanan
oleh satu atau dua komponen lainnya. Inilah yang disebut dengan
hipotesis Monro-Kellie. Dari ketiga volume intracranial, kompartemen
CSF sangat mudah tergantikan. CSF dapat tergantikan dari ventrikel
dan dan ruang subarachnoid dan mengakibatkan peningkatan absorpsi
atau penurunan produksi. Karena kebanyakan darah dalam rongga otak
diisi dalam tekanan rendah system vena, tekanan vena berfungsi
sebagai sarana menggantikan volume darah.
3) Komplience otak
Komplience merupakan suatu substansi yang dapat dikompresi atau
diubah bentuk yang menentukan kemampuan otak untuk
mempertahankan ICP selama perubahan volume intracranial.
Komplience ditunjukkan dengan rasio perubahan dalam volume dan
tekanan.
3. KLASIFIKASI
a. Stroke hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area
otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya
menurun, perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
1) Perdarahan intraserebral.
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
tamulus,spons, dan serebrum.
2) Perdarahan subaraknoid.
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang sub araknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,
gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain- lain).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
peredaran subaraknoid dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(sakit kepala ,penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparasae,
gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain).
3) Hematoma Subdural/epidural
Hematoma subdural adalah terkumpulnya darah antara duramater dan
jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah vena.perdarahannya lammbat dan sedikit.
Hematoma epidural yang terjadi antara duramater dan tulang, bbiasanya
sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningika media, vena
diploika, sinus venosus duralis.

Perdarahan Perdarahan intraserebral Hematoma


subaraknoid subdural/
epidural
Faktor Hipertensi, kelainan, Hipertensi , kelainan Usia lanjut,
resiko obat-obatan, trauma. perdarahan, angiopati terjatuh, trauma
Sering terjadi saat tidak amyloid, obat-obatan kepla,
adanya faktor risiko. (amfetamin, kokain), antikoagulan.
trauma
Onset Mendadak, sering pada Gejala secara bertahap Nyeri kepala,
deficit aktivitas fisik. Tanda berlanjut dalam hitungan kesiangan
neurologis peringatan terjadi pada menit hingga jam. Onset berkurang.
15-30% berupa nyeri sering terjadi pada akitifitas
kepala (nyeri kepala fisik atau stress. Defisit
sentidel) yang serimg neurologic fokal nyata dan
tidak disadari. Tanda- menunjukkan lokasi
tanda neurologic fokal perdarahan.
dapat tidak ada atau
berupa hemiparesis
ringan maupun
kelemahan saraf
okulomotik.
Gejala yang Nyeri kepala hebat Nyeri kepala, muntah, Nyeri kepala,
menyertai mendadak, terhentinya penurunan kesadaran kesiangan
aktivitas, muntah, kaku kejang, terutama pada berkurang
leher. Mulai kehilangan perdarahan luas. Nyeri
kesadran, kejang, kepala tidak terjadi pada
konfusi, agitasi, 50% kasus, terutama pada
fotofobia-fenofobia. perdarahan yang lebih kecil.
Lokasi Subaraknoid, seringnya Struktur otak dalam Darah dari luar
stroke meningoserebral. (ganglia basalis, substansia otak.
alba serebri, thalamus,
pons, serebelum)
Pencitraan CT: hiperdensitas CT: hiperdensitas fokal CT:
(terang) (terang). hiperdensitas
MRI: gelap(pencitraan MRI: akut (<24jam) (gelap (terang) pada
T1-weighted); terang pada pencitraan T1); terang girus otak.
(pencitraan T2- pada pencitraan T2; subakut MRI: tangga
weighted). Lokasi di (1-5hari) (galap pada abnormal pada
rongga subaraknoid. pencitraan T1 dan T2); rongga
MRI mungkin kurang kronik (bulanan) (terang subdural/epdural.
sensitif untuk pada pencitraan T1 dan T2).
mendektesi darah Lokasi dalam parenkin
subaraknoid otak, sering menyebar
dibandingkan CT scan. kepermukaan dan atau
ventrikel. Gelap pada
pencitraan T2.
Penanganan Clipping atau coiling Pengendalian hipertensi, Drainase
anaurisme berry (dini) peningkatan tekanan pembedahan bila
dan malformasi AV kranial, diathesis luas.
(lambat). Pencegahan perdarahan. Drainase
perdarahan ulang/ pembedahan pada
vasospasme; hematoma serebral,
pengendalian tekanan putamen, lubaris yang luas.
intrakranial.
Prognosis Anurisme yang ruptur : Luasnya perdarahan Sangat baik bila
morbiditas dan menentukan hasil akhir. didrainase
mortalitas tinggi. Sering Mortalitas satu bulan adalah sebelum terjadi
terjadi perdarahan ulang 30%. Kemungkinan herniasi otak.
disertai vasospasme dan pemulihan fungsi yang
infrark otak. Umumnya, signifikan lebih besar
33% pasien meninggal setelah perdarahan
sebelum mencapai intraserebral (jaringan
rumah sakit. 20% hanya terdesak)
meninggal dirumah dibandingkan setelah infrak
sakit atau mengalami serebri (jaringan menjadi
disabilitas berat, 17% nekrotik akibat iskemia)
mengalami perburukan
dirumah sakit, dan
hanya 30%
berprognosis baik.
Tingkat perdarahan
ulang 3% pertahun pada
pasien tanpa
pembedahan.
Malformasi AV yang
rupture : prognosis lebih
baik dibandingkan
aneurisme yang rupture.
Jarang terjadi
perdarahan ulang
/vasospasme dini.
Mortalitas pada
perdarahan pertama
adalah 10%. Tingkat
perdarahan ulang 0,5-
2% pertahun dengan
mortalitas 20%
b. Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik/iskemik dapat berupa:
1) Stroke trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat penggumpalan darah (thrombus)
pada arteri di otak atau pembuluh darah yang langsung mensuplai
darah ke otak. Bekuan darah tersebut makin lama makin besar
sehingga akhirnya menyumbat aliran darah.
2) Stroke embolik
Stroke embolik disebabkan karena pergerakan gumpala darah dari
tempat asalnya ke otak. Tempat yang paling sering terjadi stroke
embolik adalah arteri cerebral tengah. Factor predisposisi terjadinya
stroke embolik adalah kondisi jantung seperti rematik heart disease,
atrial fibrilasi, miocard infark, aneurisma ventricular dan
endocarditis.
Stroke non hemoragik ini biasanya terjadi pada saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Stroke non hemoragik ini
tidak tejadi perdarahan tetapi terjadi iskemik yang menimbulkan hipoksia.
Pada umumnya kesadaran pasien masih baik.
Berdasarkan waktu, stroke nonhemoragic dibagi 4, yaitu:
1) TIA (transient ischemic attacs)
Gangguan neurologis yang terjadi merupakan gangguan lokal yang
terjadi selama beberapa menit sampai jam saja dan akan hilang
dengan spontan dalam waktu kurang dari 24 jam.
2) RIND (reversible iskemik neurologik defisit)
Gangguan neurologis yang terjadi lebih lama dari pada TIA, dan
gejalanya akan hilang > 24 jam tetapi tidak lebih dari 1 minggu.
3) Progesif stroke inevaluation
Perkembangan stroke secara perlahan-lahan sampai munculnya
gejala makin lama semakin buruk dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.
4) Stroke komplet (stroke lengkap)
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen.
Biasanya serangan ini di awali oleh serangan TIA berulang.

Trombosis Arteri Emboli Otak Infark Lakunar Hipoperfusi


Besar
Faktor Merokok , penyakit Fibrilasi atrium, Hipertensi, Semua bentuk
Risiko arteri penyakit katup diabetes, syok
koroner,disiplidemia, jantung, trombus polisitemia,
diabetes, pria ventrikel kiri,
penyakit kardiomiopati,
arteriperifer. penyakit arteri
koroner, plak
arkus aorta
Onset Didahului oleh TIA Tiba-tiba pada Berfluktasi Diawali oleh
Defisit pada 50% kasus. 80% kasus, progresif seperti kelainan
Neurologis Sering terjadi saat dengan defisit tangga, atau sistemik
tidur (si pasien maksimal saat remisi. Dapat
bangun dengan onset. Kasus memburuk
defisit neurologis). lainnya secara perlahan
Perubahan menunjukkan dalam hitungan
neurologis sering progesi seperti jam hingga hari.
berfluktuasi yaitu tangga dalam 24 Diawali dengan
dapat progresif jam pertama. TIA pada 25%
dalam pola tangga Sindrom arteri kasus. Beberapa
atau gejala serebri media ahli
berkurang, akibat adalah gambaran membedakan
rekanalisasi, re- yang paling dengan sindrom
trombosis, dan sering lakunar
perubahan aliran ditemukan:
darah kolateral. defsit
serimotorik
kontralateral
(lengan/wajah >
tungkai),afasia,
(homisfer
dominan),
kesiangan
berkurang
(hemisfer
nondominan)
kuadran anopsia.
Gejala Nyeri kepala Defisit Biasanya tidak Pucat,
yang sebelum, pada saat, neurologis ada (sadar nyeri berkeringat,
berkaiatan atau setelah onset. biasanya kepala atau hipotensi
Muntah, hilang maksimal saat muntah)
kesadaran jarang onset.muntah,
terjadi. penurunan
kesadaran sering
terjadi.

Lokasi Korteks superfisial Sama seperti Struktur yang Daerah


stroke (tersering arteri pada trombosis otak dalam perbatasan di
serebri media), arteri besar (ganglia antara arteri
serebrum , atau basalis,substantia serebri anterior,
daerah arteri serebral alba otak, medial, dan
posterior talamus, pons, posterior, atau
serebrum) antara arteri
serebral
poeroinferiol,
arteri serebral
posteroinferior,
dan superior
Pencitraan CT: lesi densitas CT: lesi CT: lesi densitas CT: lesi
rendah (gelap). Dpat densitas rendah rendah (gelap). densitas rendah
memakan waktu (gelap). MR: gelap (gelap).
berjam-jam hingga MR: gelap (pencitraan TI), MR: gelap
berhari-hari sebelum (pencitraan TI), terang (pencitraan TI),
hasil scan positif. terang (pencitraan T2). terang
MR: gelap (pencitraan T2). Lesi kecil dalam (pencitraan T2).
(pencitraan TI), Berbentuk
terang (pencitraan seperti irisan ;
T2). Dapat hanya superfisial
menunjukkan atau superfisial
kelainan dalam dan dalam
hitungan jam setelah
terjadi infrak.
Tatalaksana Terapi trombotik Warfarin,aspirin, Pengendalian Pengendalian
untuk onset < 3 jam. antiaritmia, hipertensi jangka tekanan darah
Aspirin heparin aneurismektomi, panjang terapi menggunakan
untuk onset > 3 jam. perbaikan defek antitrombosit. cairan,
Endarterektomi septum atrium, Pemantuan vasupresor,
karotis (atau atau reseksi tekanan darah pompa balon
stenting) untuk miksoma atrial, secara cepat intra-aortik
stenosis sedang tergantung pada sampai terapi
hingga berat sumber emboli spesifik dapat
ditentukan
Prognosis Moralitas 20% Bila emboli Prognosis baik Prognosis
setelah 1bulan dan bersifat pada pemulihan bergantung
25% setelah satu kardiorganik, fungsi. Lakuna pada keparahan
tahun. Dua pertiga 10-15% lainnya sering hipotensi.
pasien yang bertahan berkembang terbentuk. Kebanyakan
dapat menjadi menjadi yang
individu yang embolus mengalami
mandiri. Terapi sekunder dalam pemulihan
trombotik 2 minggu. sadar setelah 72
menurunkan jam. Faktor
disabilitas yang prognostik
mandiri. Terapi kebalikan
trombolitik termasuk pupil
menurunkan berdilatasi dan
distabilitas yang nonreaktif > 12
signifikan sehingga jam dan tidak
30%. Penyebab ada nya reflek
kematian awal kornea, reflek
adalah herniasi (< 72 okulovestibular.
jam) dan penyakit
jantung atau sepsis (
> 72 jam ).
Pemulihan fungsi
bahasa/motorik
jarang terjadi bila
tidak terdapat
perbaikan dalam dua
minggu. Defisit
neurologis setelah 6
bulan biasanya
menetap

4. PROGNOSIS
Derajat kerusakan dan lokasi stroke akan menentukan hasil untuk pasien.
Stroke terjadi tiba tiba dan pasien harus segera mendapatkan tindakan untuk
kemungkinan hasil yang terbaik. Mayoritas stroke adalah iskemic. Kecepatan
penanganan dalam system kesehatan dan perawatan dengan agen trombolitik
(kecuali jika ada kontraindikasi pada perawatan ini) untuk kemghancurkan
bekuan penyebab ischemic memberi peluang terbaik untuk kesembuhan
pasien tanpa cacat permanen. Pasien dengan stroke hemoragic memerlukan
pembedahan untuk mengatasi tekanan intracranial atau menghentikan
perdarahan. Area kerusakan yang besar dapat menyebabkan cacat permanen
atau kematian.

5. ETIOLOGI
a. Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekenan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak :
 Aterosklerosis
 Hiperkoagulasi pada polistemia
 Arteritis (radang pada arteri)
 Emboli
b. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
terjadi karena ateoskorosls dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan pembesaran darah ke dalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan, sehingga otak akan membengkak,
jangan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin
herniasi otak.

c. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah :
 Hipertensi yang parah
 Henti jantung –paru
 Curah jantung turun akibat aritmia.
d. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah :
 Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
 Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
6. FAKTOR RESIKO
a. Usia
Usia merupakan faktor utama risiko stroke. Semakin tua usia seseorang,
semakin tinggi risiko orang tersebut terkena stroke. Risiko stroke
meningkat hampir dua kali lipat pada seseorang yang berusia diatas 55
tahun.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih breisiko terkena stroke dibanding wanita. Namun, tidak
menutup kemungkinan para wanita juga bisa terkena stroke.
c. Riwayat Keluarga
Risiko stroke meningkat jika ada riwayat dalam keluarga seperti saudara,
kakek nenek atau orangtua yang memiliki hubungan darah yang pernah
mengalami stroke.
d. Hipertensi
Meningkatnya tekanan darah melebihi batas normal merupakan faktor
risiko utama untuk stroke. Hipertensi erat kaitannya dengan kasus stroke
iskemik maupun stroke perdarahan. Hampir 40% kejadian stroke
disebabkan oleh tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg.
e. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke 4 kali lipat. Merokok
menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh
(termasuk yang ada di otak, jantung dan tungkai), Hal ini berlaku bagi
semua jenis rokok dan untuk semua tipe stroke. Merokok mendorong
terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah dan menyebabkan
darah menjadi mudah menggumpal.
f. Obesitas
Orang yang kelebihan berat badan umumnya memiliki kandungan lemak
yang lebih banyak. Hal tersebut membuat kerja jantung menjadi lebih berat
sehingga orang yang obesitas berisiko terkena stroke atau gangguan
jantung.
g. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan gangguan pembuluh darah sehingga
menimbulkan plak-plak yang mengarah ke penyumbatan aliran darah. Jika
penyumbatan aliran darah sampai ke otak, hal tersebut bisa menjadi stroke.
h. Kolesterol
Kolesterol jahat merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit stroke.
Tingginya kadar kolestrol jahat yang menumpuk pada lapisan dinding
pembuluh darah mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
gen yang membawa oksigen ke otak terhambat dan mengakibatkan
gangguan sensorik. Hal tersebut mempengaruhi anggota gerak tubuh dan
membuat seseorang terkena stroke.
i. Pola Makan Tidak Sehat
Meningkatnya konsumsi garam erat kaitannya dengan peningkatan
tekanan darah sehingga berakibat hipertensi. Kira-kira setiap peningkatan
100 mmol konsumsi garam akan meningkatkan tekanan darah hampir
10mmHg sehingga meningkatkan risiko stroke sekitar 34%. Pada usia
produktif, stroke dapat menyerang terutama mereka yang gemar
mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki
angka yang pasti). Mereka umumnya terbiasa dengan pola makan yang
tidak sehat sehingga sering mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat
dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
7. PATOFISIOLOGI

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik,
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami
perlambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya
edema, klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefaitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume darah yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan
71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal
(Jusuf Misbach, 1999).
8. PATHWAY
9. KOMPLIKASI
a. Gagal pernafasan.
b. Herniasi otak.
c. Kontraktur.
d. Peningkatan TIK.
e. Kejang.
f. Aspirasi.
g. Kematian, bagi individu yang mengalami stroke berat pada bagian otak
yang mengontrol respon pernafasan dan kardiovaskuler.

10. TEST DIAGNOSTIK


a. Angiografi serebral
Merupakan prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk
menunjukkan pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis,
oklusi atau aneurisma. Pemeriksaan aliran darah serebral membantu
menentukan derajat vasospasme.
b. Computerised Tomogram-scan
Dapat membedakan perdarahan otak dengan infark otak. Dan dapat
membedakan stroke dengan penyakit lainnya yang memiliki manifestasi
yang sama, seperti tumor otak, atau perdarahan otak karena trauma.

c. Pungsi lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
11. KOMPLIKASI
h. Gagal pernafasan.
i. Herniasi otak.
j. Kontraktur.
k. Peningkatan TIK.
l. Kejang.
m. Aspirasi.
n. Kematian, bagi individu yang mengalami stroke berat pada bagian otak
yang mengontrol respon pernafasan dan kardiovaskuler.

12. TEST DIAGNOSTIK


d. Angiografi serebral
Merupakan prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk
menunjukkan pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis,
oklusi atau aneurisma. Pemeriksaan aliran darah serebral membantu
menentukan derajat vasospasme.
e. Computerised Tomogram-scan
Dapat membedakan perdarahan otak dengan infark otak. Dan dapat
membedakan stroke dengan penyakit lainnya yang memiliki manifestasi
yang sama, seperti tumor otak, atau perdarahan otak karena trauma.

f. Pungsi lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra
kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan
dengan adanya proses inflamasi.
g. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena.

h. MRA (Magnetic Resonance Angiography)


Merupakan metode invasive yang memperlihatkan arteri karortis dan
sirkulasi serebral serta dapat menunjukkan adanya oklusi.

i. Ultrasonografi Doppler dan karotis


Mengukur aliran darah serebral dan medeteksi penurunan aliran darah
serta stenosis di dalam arteri karotis dan arteri vertebrobasilaris selain
menunjukkan luasnya sirkulasi kolateral. Kedua pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mengkaji perburukkan penyakit vascular dan
mengevaluasi efek terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti yang
terjadi pada perdarahan subaraknoid.
j. EEG (Electroencephalography)
Mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
k. Sinar X
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral.
l. Pemeriksaan darah lengkap (elektrolit, fungsi ginjal, kadar glukosa, lipid,
kolesterol, dan trigliseride, hematologi)
Dapat membantu menegakkan diagnosa. Kenaikan hematokrit dengan
viskositas darah yang tinggi merupakan predisposisi terjadinya trombosis.
m. EKG 12 lead
Dapat membatu mengidentifikasikan penyebab kardiak jika stroke emboli
dicurigai terjadi.

13. PENANGANAN STROKE


a. Manajemen jalan nafas dan respirasi
1) Bebaskan jalan nafas: pasang pipa orofaring, suction, bila perlu
intubasi
2) Nilai oksigenasi: target SpO2 > 95 %
3) Berikan terapi oksigen
b. Manajemen cairan dan elektrolit
1) Lakukan rehidrasi IV 50-150 cc/jam
2) Pilih cairan isotonic, jangan berikan cairan hipotonik karena akan
menyebabkan/memperberat edema otak
3) Bila TIK meningkat hati hati kelebihan cairan
4) Pantau elektrolit setiap hari dan segera terapi bila ada kelainan
c. Manajemen tekanan darah
1) Pada stroke akut, tekanan darah biasanya meningkat (pada >80%
pasien dalam 48 jam pertama)
2) Obat anti hipertensi perlu dipertimbangkan terhadap pasien stroke
hemoragik atau bila ada kerusakan organ target lainnya.
3) Cegah hipotensi karena dapat terjadi penurunan CPP, CBF, dan
memperluas area infark
4) Stroke iskemik TDS > 220 mmhg atau TDD > 120 mmhg berikan
obat antihipertensi
5) Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25% dalam 1
jam pertama)
6) Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi (pilihan
obat Nicardipin atau Diltiazem)
7) Pantau TD secara berkala
d. Manajemen peninggian tekanan intra kranial
1) Tinggikan posisi kepala dan badan bagian atas 15 - 300
2) Atur posisi pasien agar tidak terjadi kompresi vena jugularis (leher-
dada segaris)
3) Usahakan suhu tubuh normal. Atasi nyeri dan gelisah.
4) Berikan osmoterapi (bila ada indikasi)
 Manitol 0,25-1 gr/KgBB, dapat diulang 2-6 jam kemudian
untuk menjaga osmolaritas 310-320 mOsm/L
 Dapat ditambahkan furosemide dengan dosis awal 1 mg/kg IV
(15 menit setelah manitol)
5) Bila terjadi herniasi serebri, hiperventilasi sementara. Hiperventilasi
terlalu lama dapat menyebabkan iskemia
e. Penanganan kejang
Apabila terjadi kejang harus segera diatasi karena berpotensi
menyebabkan hipoksia dan peninggian tekanan intar kranial
f. Manajemen hiperglikemia akut
1) Pada pasien dengan stroke dapat terjadi hiperglikemia relative akibat
dari penurunan insulin relative
2) Bila terjadi hiperglikemia dapat menyebabkan neurotoksik yang
menyebabkan infark meluas sehingga memperburuk outcome
3) Turunkan gula darah dengan target < 150 mg/dl dengan pemberian
insulin

g. Pengaturan suhu
1) Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra
kranial karena terjadi peningkatan metabolism di otak
2) Jaga suhu tubuh < 37.50 C dengan cara pemberian obat: paracetamol,
ibuprofen
h. Terapi farmakologi
1) Terapi trombolitik
 Boleh dilakukan bila onset < 3 - 4,5 jam.
 IV t-PA (0,9 mg/kgBB), 10% diberikan bolus, diikuti infus
dalam 60 menit.
 Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama
pemberian infus dan 30 menit setelahnya selama 6 jam
berikutnya, kemudian tiap jam hingga 24 jam setelah terapi
 Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, muntah,
hentikan infus dan lakukan CT scan cito
 Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama, lalu
setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya dan kemudian setiap
jam hingga 24 jam setelah terapi
 Tunda pemasangan tube nasogastric, kateter urin atau kateter
tekanan intra arterial
 Lakukan CT scan follow up dalam 24 jam sebelum pemberian
antikoagulan atau antiplatelet.
2) Antiplatelet
 Aspirin
Pemakaian aspirin (dosis 100-300 mg) untuk pencegahan
kejadian kardiovaskuler, termasuk stroke, direkomendasikan
pada seseorang dengan resiko cukup tinggi dibanding dengan
resiko pengobatan.
 Clopidogrel
Pasien dengan riwayat stroke atau TIA (dalam 30 hari) disertai
stenosis embuluh darah intracranial disarankan ditambah
clopidogrel 75 mg/hari selama 90 hari
3) Antikoagulan (heparin)
Biasanya diberikan pada pasien dengan stroke emboli, untuk
mencegah terjadinya embolus.
4) Statin
Pemberian statin dapat menurunkan resiko terjadinya stroke
5) Nimodipin
Pemakaian nimodipine oral (60 mg setiap 6 jam selama 21 hari)
terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme
i. Penatalaksanaan bedah
1) Clipping aneurisma
Menjepit aneurisma serebral yang rupture agar tidak terjadi
perdarahan berlanjut
2) Endarterektomi karotis dan pengangkatan plak
Dilakukan jikan pasien memperlihatkan gejala penurunan aliran
darah dan stenosis lebih dari 70% atau pada kasus asimptomatik
jika terdapat stenosis yang melebihi 50%.
3) Pengangkatan hematoma intraserebral, hematoma subdural dan
epidural
Dapat dilakukan pada kasus yang lesinya dapat diakses dan
berbadan tegas.
Kriteria pembedahan
 Perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrocepalus
 Perdarahan intraserebral dengan lesi structural seperti
aneurisma, AVM, atau angioma kavernosa dan lesi
strukturnya terjangkau
 Usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai dengan
besar ( ≥ 50 cc) yang memburuk
 GCS > 8
Kriteria bukan pembedahan
 Perdarahan kecil < 10 cc atau deficit neurologis minimal
 GCS ≤ 8
j. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi fisik terapi yang diberikan untuk membantu
proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan
yaitu:

 Fisioterapi
Untuk mengatasi masalah motorik dan sensoris seperti
masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi
dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur.

 Terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT)


Untuk melatih kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air.

 Terapi wicara dan bahasa


Untuk melatih kemampuan pasien dalam menelan makanan
dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan
orang lain.
2) Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional
yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih,
mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan kehilangan
motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Salah satu terapi yang
bisa digunakan adalah terapi warna dan terapi musik.

3) Rehabilitasi Sosial
Untuk membantu pasien menghadapi masalah sosial seperti
mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan interpersonal,
pekerjaan, dan aktivitas.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama yang dijabarkan
dengan PQRST. Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. Kaji saat mulai timbul;
apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan
gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan
pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap
kemungkinan stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung
memburuk setelah onset yang pertama kemungkinan karena pendarahan,
tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda
dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama
proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, intelektual dan
memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam
sensorik, motorik, dan visual.
Pengkajian awal pasien stroke dapat dilakukan dengan:

 FACE = Wajah;Â Periksa wajah (F=FACE). Â Minta pasien untuk

tersenyum. Apakah mulut korban terlihat miring?


 ARMS= Lengan; Minta pasien untuk mengangkat kedua tangan.

Apakah korban dapat mengangkat dan menahan kedua lengannya


(A=ARM) dengan baik?
 SPEECH= Bicara; Minta pasien untuk mengikuti perkataan Anda.

Apakah korban berbicara (S=SPEECH) cadel? Apakah korban


mengerti Anda?
 TIME=Waktu; Waktu (TIME) sangatlah penting. Jika Anda
menjumpai gejala diatas, segera cari bantuan medis atau bawa ke rumah
sakit.
c. Riwayat penyakit dahulu: Kaji ada atau tidaknya riwayat trauma kepala,
hipertensi, penyakit jantung, obesitas, DM, anemia, sakit kepala,
polisitemia, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti
koagulan, dan aspirin
d. Riwayat penyakit keluarga: Kaji apakah ada anggota keluarga yang
memiliki hipertensi ataupun diabetes militus.
e. Riwayat psikososial: Kaji keadaan ekonomi yang dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga.
f. Pola-pola fungsi kesehatan:
1) Pola kebiasaan
Kaji apakah ada riwayat merokok, dan penggunaan alkohol.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah
3) Pola eliminasi
Kaji adanya inkontinensia urine dan pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
4) Pola aktivitas dan latihan
Kaji adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, dan mudah lelah
5) Pola tidur dan istirahat
Kaji apakah ada kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
6) Pola hubungan dan peran
Kaji adanya perubahan hubungan dan peran karena mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Kaji apakah pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif
Kaji adanya gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/
sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual
Kaji apakah ada penurunan gairah seksual
10) Pola penanggulangan stress
Kaji apakah ada kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Tingkat kesadaran terjadi penurunan kesadaran, dan
tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, nadi bervariasi.
Kaji nilai NIHSS (National Institute Health Stroke Scale), untuk
mengetahui tingkat keparahan stroke, dilakukan pada saat pasien
pertama masuk dan pada saat akan pulang untuk menggambarkan
deficit neurologi pada pasien fase akut. (Terlampir)
2) Leher dan kepala : bentuk kepala normal, wajah tampak asimetris
yaitu mencong ke salah satu sisi.
3) Thorax : suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan
4) Abdomen : penurunan peristaltik usus dan kadang terdapat kembung.
5) Neurologi
 Pemeriksaan tingkat kesadaran
Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon membuka mata (E): 4: membuka mata spontan
3: membuka dengan rangsangan
suara
2: membuka dengan rangsangan
nyeri
1: tidak ada respon
Respon verbal (V) : 5: orientasi baik
4: disorientasi tempat dan waktu,
membingungkan
3: komunikasi kacau, tidak jelas
2: mengerang kata-kata yang keluar
berupa
rintihan
1: tidak mengeluarkan suara
walaupun dengan
rangasangan nyeri
Respon Motorik (M) : 6: dapat melakukan gerakan sesuai
perintah
5: melokalisasi nyeri
4: dapat menggerakan tubuh
menjauhi
rangsangan nyeri
3: fleksi abnormal
2: ektensi abnormal
1: tidak ada respon gerakan tubuh.
Penilaian GCS secara kuantitatif Kualitatif
a. Kompos mentis nilai GCS 14-15
b. Apatis nilai GCS 12-13
c. Delirium nilai GCS 10-11
d. Somnolen nilai GCS 7-9
e. Sopor nilai GCS 5-6
f. Koma nilai GCS 3
 Pemeriksaan pupil

 Pemeiksaan kemampuan bahasa


a. Disfasia/afasia: defesiensi fungsi bahasa akibat lesi atau
kelainan kortek cerebri
 Disfasia reseptif (posterior)adalah keadaan saat klien tidak
memahami bahasa lisan atau tertulis, bicara lancar tetapi
tidak teratur, akibat adanya lesi pada hemisfer yang
dominan pada bagian posterior girus temporalis superior
(area wernicke)
 Disfasia ekspresif (anterior) adalah suatu keadaan saat klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat.
Bicara tidak lancar. Terjadi karena adanya lesi bagian
posterior girus frontalis interior (area Broca)
 Disfasia nominal adalah saat klien tidak bisa menyebutkan
nama benda tetapi aspek-aspek lain dari fungsi bicara klien
normal. Disebabkan lesi pada daerah temporoparietal
posterior kiri. Pennyebab lain akibat ensefalopati, TIK
karena desak ruang.
 Disfasia konduktif adalah keadaan dimana tidak dapat
mengulang kalimat-kalimat dan sulit menyebutkan nama-
nama benda, tetapi dapat mengikuti perintah.disebabkan
karena lesi pada fasikulus arkuatus yang menghubungkan
area wernicke dan area broca.
b. Disartria: kesulitan artikulasi.tidak ditemukan kelainan
percakapan tetapi terdapat kesulitan artikulasi, bicara pelo.
c. Disfonia : kualitas suara yang berubah (parau) dengan volume
yang keil akibat penyakit pada pita suara
 Pemeriksaan nervus cranialis: terdapat gangguan nervus cranialis
I sampai XII central.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis
6) Inguinal, genetalia, anus : incontinensia atau retensio urine
7) Integument : Kulit tampak pucat, turgor kulit jelek, tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu, kuku tampak clubbing finger,
cyanosis
8) Ekstremitas : kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik,
perubahan tingkat kesadaran
c. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kerusakan neurologis,
hipoksia akut
d. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
tonus otot fasial atau oral dan kelemahan secara umum
f. Gangguan Menelan berhubungan dengan aspirasi pneumonia, penurunan
berat badan, gangguan oral hygiene, penurunan intake makanan dan
cairan
g. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan,
gangguan sensori persepsi, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuskuler, intoleransi aktivitas
2. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO. NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Penurunan kapasitas Hasil yang diharapkan: Cerebral Perfusion Promotion
adaptif intrakranial  TIK ≤ 15-20 mmHg  Monitor status neurologi dan
berhubungan dengan  TIK tetap stabil setelah tanda-tanda vital
peningkatan tekanan aktivitas keperawatan  Hitung dan monitor tekanan
intrakranial ataupun stimulus perfusi serebral
lingkungan  Monitor tekanan intrakranial
 Tetap dapat berorientasi pasien dan respon neurologi
pada waktu, tempat, orang terhadap aktivitas perawatan
dan situasi  Monitor tekanan vena sentral
 Tingkat kesadaran stabil apabila akses ke vena sentral
 Tidak ditemukan tanda tersedia. Lakukan
bahaya neurologi pemeriksaan fisik secara
teratur untuk menilai
keseimbangan cairan seperti
distensi vena jugularis
 Monitor Pulmonary Artery
Wedge Pressure (PAWP) dan
Pulmonary Artery Pressure
(PAP)
 Monitor status respirasi
 Pertahankan kadar PCO2
pada 35 mm Hg untuk
menghindari hiperkarbia
 Monitor PaCO2, SaO2, kadar
hemoglobin dan Cardiac
Output
 Atur koloid, produk darah,
dan kristaloid
 Atur obat-obatan vasoaktif
seperti yang diresepkan.
Pertahankan kadar glukosa
serum dalam rentang normal.
 Konsultasikan ke dokter
untuk menentukan
penempatan kepala tempat
tidur (misalnya 0, 15, atau 30
derajat), dan monitor respon
pasien terhadap posisi
kepala.
 Hindari fleksi leher atau
fleksi lutut/pinggang secara
ekstrim.
 Atur dan monitor efek dari
diuresis osmotik dan
kortikosteroid.
 Atur pengobatan nyeri
dengan tepat

Intracranial Pressure
Monitoring
 Pertahankan sistem
monitoring tekanan
intrakranial, perhatikan
bentuk gelombang.
 Periksa nuchal rigidity pada
pasien atau tanda-tanda
meningeal yang lain.
 Berikan antibiotik.
 Catat hasil tekanan
intrakranial dan analisa
bentuk gelombang.
 Berikan penjelasan yang
sederhana dan jelas.
 Berikan lingkungan yang
setenang mungkin.

2. Gangguan proses Hasil yang diharapkan: Memory Training


pikir berhubungan  Dapat mengingat  Diskusikan bersama pasien
dengan kerusakan informasi yang benar dan keluarga tentang
neurologis, hipoksia  Dapat mengingat masalah-masalah ingatan
akut peristiwa yang baru yang dialami.
ataupun yang telah lama  Ajak pasien untuk
terjadi mengenang kembali
 Dapat belajar pengalaman-pengalaman
keterampilan baru atau masa lalu klien yang tepat
informasi baru  Orientasikan pasien ke
 Tidak ada laporan lingkungan, tanggal, waktu,
terjadinya lupa peristiwa dan tempat, dan
 Dapat melakukan lain-lain.
keterampilan yang telah  Simpan dan tempatkan
dimiliki sebelumnya barang-barang pada tempat
 Fungsi kognitif yang yang sama
stabil  Hindari dari sensori yang
 Tidak ada laporan berlebihan, berikan periode
mengenai kelemahan istirahat yang sering
memori  Tanyakan kepada pasien
 Tidak ada laporan mengenai peristiwa-
mengenai menurunnya peristiwa yang baru terjadi
kemampuan belajar  Perlihatkan gambar-gambar
kenangan klien
 Dorong pasien untuk
berpartisipasi dalam
kelompok program pelatihan
memori
 Monitor perilaku pasien
selama terapi
 Dorong pasien untuk
menggunakan keterampilan-
keterampilan yang telah
dipelajari sebelumnya

3. Gangguan Mobilitas Hasil yang diharapkan: Terapi latihan: kemampuan


Fisik Memiliki ROM pada semua sendi
sendi secara penuh
Factor yang Memiliki pergerakkan yang  Kolaborasi dengan terapi
berhubungan: terkoordinasi phisikal dalam
Ketidaknyamanan Dapat berputar tanpa asisten perkembangan dan
Gangguan sensori Memiliki postur yang stabil pelaksanaan program latihan
persepsi selama melakukan ADL  Kaji keluhan nyeri sebelum
Gangguan Tidak memiliki pergerakan memulai latihan sendi
musculoskeletal yang tidak terkontrol  Gunakan baju yang tidak
Gangguan Memiliki integritas kulit ketat pada pasien
neuromuskuler yang baik tanpa  Memotivasi latihan ROM
Intoleransi kebiruan atau ruam aktif secara teratur dan
aktivitas Dapat menunjukkan terjadwal
Karakteristik: keterampilan motoric  Bantu pasein dalam
Keterbatasan kasar merencanakan jadwal untuk
kemampuan Dapat menunjukkan latihan ROM aktif
untuk keterampilan motoric  Motivasi ambulasi, bila
keterampilan halus memungkinkan
motoric kasar
Keterbatasan Pemberian posisi
kemampuan
 Berikan obat kepada pasien
untuk
sebelum pemberian posisi,
keterampilan jika memungkinkan
motoric halus
 Tempatkan pasien di posisi
Pergerakan yang
terapeutik
tidak
 Minimalkan gesekan dan
terkoordinasi
pergeseran ketika pemberian
atau tidak
terkontrol posisi pada pasien
Keterbatasan  Gunakan teknik log-roll
Range of  Gunakan pijakan pada
Motion tempat tidur
Kesulitan  Tinggikan kepala dari tempat
memutar tidur, jika memungkinkan
 Berikan posisi kepada pasien
sesuai dengan kondisi kulit
 Dekatkan barang-barang
yang dibutuhkan pasien
 Ajarkan pasien dalam
penggunaan alat-alat bantu
 Rujuk pasien ke tempat
rehabilitasi
 Rujuk pasien kepada
konselor
 Kolaborasi organisasi
komunitas untuk pemberian
informasi mengenai
preventif injury

4. Gangguan Menelan Hasil yang diharapkan: Terapi menelan


Factor yang Mempertahankan intake  Konsulatsi dengan terpis
berhubungan: yang adekuat wicara dan ahli gizi
Aspirasi pneumonia Capai dan pertahankan berat  Ukur berat badan setiap hari
Penurunan berat badan  Hitung kalori
badan Pertahankan oral hygiene  Monitor pemeriksaan
Gangguan oral Demonstrasikan kepada laboratorium dan
hygiene pasien dan pengasuh konsultasikan dengan tenaga
Penurunan intake mengenai teknik pemberian kesehatan untuk kebutuhan
makanan dan makan diet
cairan  Berikan pasien suplemen
seperti susu sesuai
kebutuhannya
 Pesankan makananan seperti
daging, ssoup, atau makanan
asin jika toleransi
 Berikan makanan yang
lembut dan semilembut dan
cairan.
 Posisikan pasien duduk di
kursi atau tempat tidur
 Posisikan kepala dan leher
tegak lurus
 Beritahu pasien untuk
menempatkan makanan di
belakang mulut di sisi yang
sehat
 Beriakan posisi tegak 30
menit setelah makan
 Monitor terjadinya aspirasi
seperti batuk, dyspnea, dan
cyanosis
 Sediakan alat suction di
samping tempat tidur

5. resiko infeksi Hasil yang diharapkan:  Monitor untuk tanda dan


Factor yang Tanda vital normal sesuai gejala dari infeksi local atau
berhubungan: umur dan kondisi sistemik
Prosedur invasive Hasil laboratorium dalam  Monitor tanda-tanda vital
dan batas normal setiap 4 jam
monitoring Monitoring luka operasi,  Cuci tangan sebelum, pada
Kurang tindakan invasive saat dan setelah perawatan
pengetahuan terbebas dari infeksi pasien. Anjurkan pasien
terpaparnya Suara nafas normal sesuai untuk mencuci tangan sesuai
zat pathogen umur dan kondisi kebutuhan
Trauma atau medis  Monitor pemeriksaan sel
injury Intake cairan dan kalori yang darah putih, dan diff count
Kerusakan adekuat baik aral atau  Periksakan culture seperti
jaringan dan dengan NGT atau sputum, darah, urine, luka
peningkatan nutrisi enteral total  Monitor kondisi luka operasi,
paparan tindaka invasive
lingkungan
 Lakukan konsultasi pada ahli
Peningkatan
gizi
paparan
 Monitor intake output
lingkungan
 Hitung kebutuhan kalori
terhadap
pathogen  Berikan suplemen tinggi
Imunosupresan protei
(steroid)

6. Gangguan Hasil yang diharapkan: Mendengarkan secara aktif


komunikasi verbal Keterampilan  Berbicara dengan pasien,
komunikasi jangan dengan pengunjung
Factor yang Dapat berkomunikasi  Tatap pasien, pertahankan
berhubungan tanpa frustasi dan kontak mata, bicara lembut
kehilangan kontrol marah dan jelas.
tonus otot fasial atau  Jangan memotong
oral dan kelemahan pembicaraan ketika pasien
umum berbicara, berikan pasien
waktu untuk menjawab
 Gunakan stimulus music dan
visual yang berarti untuk
pasien
 Bantu pasien menyesuaikan
penyebab keterbatasan dalam
masalah komunikasi.

7. Hambatanmobilitas  Joint movement: Exercise therapy: ambulation


fisik b/d hemipaesis, active 1. Monitoring vital sign
kehilangan  Mobility level sebelum dan sesudah
keseimbangan,  Self care: ADLs latihan dan lihat respon
spastisitas dan cedera  Transfer pasien saat latihan
otak performance 2. Konsultasikan dengan
Defenisi: keterbatasan Kriteria hasil : terapi fisik tentang
pada pergerakan  Klien meningkat rencana ambulasi sesuai
tubuha atau satu atau dalam aktivitas dengan kebutuhan
lebih ektermitas fisik 3. Bantu lien
secara mandiri dan  Mengerti tujua dari menggunakan tongkat
terarah peningkatan saat berjalan dan cega
mobilitas cedera
 Memverbalisasikan 4. Ajarkan psien atau
perasaan dalam tenaga kesehatan lain
meningkatkan tentang teknik ambulasi
kekuatan dan 5. Kaji kemampuan pasien
kemampuan dalam mobilisasi
berpindah 6. Latih pasien dalam
 Memperagakan pemenuhan kebutuhan
alat bantu geral ADLs secara mandiri
(walker) sesuai kemampuan
7. Damping dan bantu
pasien saaat mobilisasi
8. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
9. Ajarakn pasien
bagaimana mengubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Data Umum
1) Identitas Klien
a) Nama Pasien: Tn. A
b) Tempat/tanggal lahir: Bandung /11 Agustus 1965
c) Usia: 55 tahun
d) Agama: Islam
e) Suku: Minang
f) Pendidikan: SLTA
g) Pekerjaan: TNI POLRI
h) Jenis kelamin: Laki-laki
i) Status: Kawin
2) Identitas Keluarga/Penanggung Jawab
a) Nama : Tn.A
b) Usia: 55 Tahun
c) Alamat: Jl. Kebun Rumput, Asrama Yonif
d) Rt/Rw: 003/005
e) Desa:
f) Kecamatan:
g) Kota: Cimahi
h) Provinsi: Jawa Barat
i) Telepon: 08123456789
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Klien
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Alasan Masuk Rumah Sakit
Tanggal 22 april 2020 klien mengalami jatuh dan tiba-tiba
pingsan, sehingga ekstremitas kiri bagian atas dan bawah
melemah sehingga tidak bisa digerakan dan terjadi
penurunan kesadaran.
2) Keluhan utama saat pengkajian
Penurunan kesadaran
3) Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Klien mengeluh batuk secara terus, batuk bertambah jika
klien tidur berbaring, batuk berkurang saat duduk dan setelah
minum obat.

4) Keluhan yang menyertai


Keluarga klien mengatakan klien muntah-muntah

b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1) Riwayat penyakit yang pernah dialami
Keluarga klien mengatakan klien penderita asma dan sedang
pengobatan Tb paru
2) Riwayat rawat inap sebelumnya
Klien belum pernah dirawat di rumah sakit
3) Riwayat alergi dan reaksinya
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap obat,
makanan, debu atau cuaca.

4) Riwayat operasi
Klien mengatakan belum pernah dioperasi
5) Riwayat mendapat transfuse
Klien mengatakan belum pernah mendapat transfusi darah
6) Riwayat pengobatan yang rutin dikonsumsi
Klien mengatakan tidak ada obat yang rutin dikonsumsi.

c) Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga klien mengatakan didalam keluarganya ada yang
memiliki sakit Gula dan asma dan Hipertensi
d) Keadaan kesehatan lingkungan rumah
Klien tinggal di asrama Yonif bersama temannya.
c. Data Biologis
1. Penampilan umum:
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,
GCS 11, klien tampak tiduran di tempat tidur dan didampingi oleh
keluarganya, klien tampak pucat, terpasang oksigen 3 lt nasal canul,
terpasang NGT, terpasang infus Ringer Lactate di lengan kiri 20
tetes/menit, tetesan infus lancar, terpasang foley kateter.
2. Tanda–tanda vital :
Tekanan darah 110/70 mmHg di lengan kanan Suhu 39oC per axilla,
Nadi 88x/menit di arteri radialis dextra, irama teratur, denyutan kuat.
Pernapasan 28x/mnt, teratur, jenis pernapasan dada.
3. Tinggi badan: 165cm
Berat badan : 60kg
IMT: 22 kg/m2 (klien dalam batas normat) menurut kriteria Asia
Pasifik
4. Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Masalah Keperawatan
a) Sistem Pernafasan
1) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan klien agak cepat napasnya
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Pernapasan cuping hidung ada, mukosa hidung kering,
sekret ada, terpasang oksigen, retraksi dada ada, septum
nasi terlihat.
 Palpasi
Daerah sinus paranasalis tidak nyeri tekan, taktil
fremitus: getaran teraba sama di kedua lapang paru
 Perkusi
perkusi terdengar sonor.
 Auskultasi
Auskultasi terdengar ronchi di ICS 4-5 kiri saat inspirasi,
vocal resonans terdengar sama saat klien berbicara.
3) Masalah Keperawatan
Bersihan jalan napas
b) Sistem Kardiovaskuler
1) Anamnesa
Klien mengatakan belum pernah mengalami penyakit
tertentu.
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Ictus cordis tidak tampak, cyanosis tidak ada,
 Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra,
capillary refill time <2 detik, edema di ekstremitas kaki
kiri klien, HR 88x/menit di arteri radialis dextra, irama
teratur, denyutan kuat.
 Perkusi
Perkusi terdengar pekak, batas atas jantung di ICS 2 linea
sternalis sinistra, batas bawah jantung di ICS 5 linea
midclavicula sinistra
 Auskultasi
Auskultasi BJ I terdengar lup di ICS 5 linea midclavicula
sinistra, BJ II terdengar dub di ICS 2 linea sternalis
dextra, tidak terdengar bunyi jantung tambahan
3) Masalah Keperawatan
Cairan
c) Sistem Pencernaan
1) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan klien muntah-muntah
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Mulut klien tidak simetris, Bibir kering, stomatitis tidak
ada, lidah keputihan, gingivitis tidak ada, gusi berdarah
tidak ada, tonsil T1, caries tidak terkaji, gigi tanggal tidak
ada, klien sudah menelan dan mengunyah, bentuk
abdomen datar, hemoroid tidak ada.
 Palpasi
Hepar dan limpa tidak teraba dan tidak nyeri tekan, nyeri
tekan di regio epigastrium tidak ada.
 Perkusi
Perkusi terdengar timpani.
 Auskultasi
Bising usus 5x/menit, kuat,
3) Masalah Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d) Sistem Perkemihan
1) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan ekstremitas kiri tidak bisa
bergerak bagian atas dan bawah
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Terpasang kateter
 Palpasi
Distensi pada regio hipogastrika tidak ada, tidak ada nyeri
tekan regio hipogastrika.
 Perkusi
Tidak ada nyeri ketuk daerah costo vertebral angle kanan
dan kiri.
 Auskultasi : -
3) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan
e) Sistem Persyarafan
1) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan ekstremitas kiri bagian atas dan
bawah tidak bisa digerakan, mulut bicara pelok
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Tingkat kesadaran somnolen, GCS=11 (E3M4V4).
N1 (Olfaktorius): Klien mampu mencium bau kayu putih
dengan benar.
NII (Optikus): Klien dapat membaca gambar Snellen
dengan tepat pada jarak 6m, nilai 6/6.
NIII, IV,VI (Okulomotorius, Troklearis, Abdusen):
NV (Trigeminus): Klien dapat merapatkan giginya dan
membuka tutup mulut tanpa adanya deviasi. Klien dapat
merasakan sentuhan daerah wajah.
NVII (Fasialis): klien dapat tersenyum simetris, bersiul,
mengangkat alis mata, menupuk kelopak mata dengan
tahanan.
NVIII( Akustikus):
NIX (Glossopharingeus): ada disartia misalnya
cadel,pelo, gangguan pegucapan kata-kata, Klien ada
gangguan menelan.
NX (Vagus):
NXI (Asesorius):
NXII (Hipoglosus): Klien tidak dapat menggerakan
dan menjulurkan lidah.
 Palpasi
Reflek babinski negatif.
 Perkusi
Adanya reflek tendon (bisep dan trisep)
 Auskultasi :-
3) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan
f) Sistem Endokrin
1) Anamnesa
Klien mengatakan tidak ada penyakit yang diturunkan dari
keluarga, contohnya diabetes.
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Bentuk tubuh tidak ada gigantisme dan kretinisme, tidak
ada pembesaran pada ujung ekstremitas atas atau bawah.
 Palpasi
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
 Perkusi: -
 Auskultasi : -
3) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan
g) Sistem Muskuloskeletal
1) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan ektremitas kiri bagian atas dan
bawah tidak bisa digerakan
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Klien tudak dapat menggerakan ekstremitas dengan
baik dan tidak dapat berjalan sendiri ke kamar mandi.
 Palpasi
Tidak ada nyeri saat disentuh, Ada edema di
ekstremitas bagian kaki .
 Perkusi: -
 Auskultasi: -

3) Masalah Keperawatan
Ada ganggua imobilitas fisik/kelamahan fisik
h) Sistem Integumen
1) Anamnesa
Tidak ada keluhan pada kulit
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Rambut warna hitam, distribusi merata, tidak rontok,
kuku pendek bersih, lesi tidak ada, wajah tampak
kemerahan
 Palpasi
Tekstur kulit kasar, kelembaban sedikit kering, turgor
kulit elastis, dan kulit teraba panas.
 Perkusi: -
 Auskultasi: -
3) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalh keperawatan
i) Sistem Imun dan Hematologi
1) Anamnesa
Klien mengatakan tidak ada keluhan
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi: -
 Palpasi: -
 Perkusi: -
 Auskultasi: -
3) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan
j) Sistem Reproduksi
1) Anamnesa
Klien mengatakan tidak ada keluhan
2) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi:
 Palpasi:
Tidak ada pembengkakan pada mamae
 Perkusi: -
 Auskultasi: -
3) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan

d. Data PsikoSosioSpiritual
1. Status emosi: baik, stabil
2. Gaya komunikasi: artikulasi tidak jelas, intonasi terdengar, irama
bicara
3. Kegiatan agama yang diikuti: Klien rajin beribadah
4. Pandangan klien tentang: peran Tuhan dalam kehidupannya, peran
doa dalam kehidupannya, kematian, dan relasi dengan Tuhan
Menurut klien peran Tuhan sangat penting dalam kehidupannya,
menurut klien relasi dengan tuhan baik karena sering berdoa dan
bersyukur, klien tidak takut dengan kematian.
e. Data Penunjang
1. Laboratorium
Hasil laboratorium tanggal 22 april 2020:
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin L.11 g/dl 14-17 g/dl
Hematocrit L. 3.21 % 40-50 %
Eritrosit L. 3.82 juta/µL 4.50-4.50 juta/µL
Leukosit H.15.41 10³/µL 4.50-11.00 10³/µL
Trombosit L.121 150;450
Hitung jenis
Kalium (Potasium) L .32 3.5-3
SGOT H.58
SGPT H.69

Hasil pemeriksaan Laboratorium Laboratorium Tanggal 23 April 2020


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
GFR
Kreatinin Darah 0,9 0,7-0,3
EGFR L.84.4 90
GDS 114 >160
Natrium 131 135-148
Kalium L 3.2 3,5-5
2. Radiologi
Hasil pemeriksaan Radiologi
(1) Tanggal 22 April 2020
Pemeriksaan ct scan
Hasil : Proses Infark awal dilobus temporalis kanan, tidak
tampak proses perdarahan intracranial
(2) Tanggal 12 Apri 2020
Elecrocardiogram
Penyakit paru-paru : Emphysema
Pleural effusion
(3) Tanggal 18 April 2020
TB Paru aktif + efusi pleura kiri Cardiomegali

3. EKG
Tidak ada data EKG

4. Terapi
a) Citicoline 1 x 250 mg
Citicolin adalah obat yang bekerja dengan cara meningkatkan
senyawa kimia di otak
bernama phospholipid phosphatidylcholine. Senyawa ini
memiliki efek untuk melindungi otak, mempertahankan fungsi
otak secara normal, serta mengurangi jaringan otak yang rusak
akibat cedera. Selain itu, citicolin mampu meningkatkan aliran
darah dan konsumsi oksigen di otak. Sebenarnya, citicolin
merupakan senyawa kimia otak yang secara alami ada di dalam
tubuh manusia. Penggunaannya sebagai obat diduga bermanfaat
dalam:
Meningkatkan daya ingat.
 Mempercepat masa pemulihan akibat stroke.
Merek dagang: Brainact, Bralin, Cetivar, Cibren, Citicolin
Sodium, Neurolin 500, Neuciti-250,
Protecline, Nucoline, Takelin.

b) Meropenem 1 x 1gr
Meropenem adalah antibiotik yang digunakan untuk menangani
berbagai kondisi yang diderita akibat adanya infeksi bakteri.
Obat ini bekerja dengan cara mencegah pertumbuhan bakteri
dan membunuh penyebab infeksi tersebut.
Morepenem tidak bisa digunakan untuk mengatasi infeksi
akibat virus, seperti flu. Maka dari itu, diskusikan dengan dokter
sebelum menggunakan obat.
Merek dagang: Caprenem, Granem, Merotik, Eradix, Lanmer,
Merofen, Merosan, Meronem, Meroxi

c) Sanmol 500mg 3x1


Sanmol adalah obat penghilang rasa sakit dan penurun demam.
Obat ini mengandung paracetamol (acetaminophen) yang
biasanya digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi, seperti:
Sakit kepala. Nyeri otot.

d) Flixotide 0.5mg nebule 2ml


Flixotide Nebules merupakan obat yang digunakan untuk
mengontrol gejala dan eksaserbasi asma pada pasien yang
sebelumnya diterapi dengan bronkodilator. Flixotide
mengandung zat aktif Fluticasone Propionat yaitu obat
golongan kortikosteroid yang efektif untuk asma karena dapat
mengurangi inflamasi pada saluran napas yaitu menyebabkan
sekresi mukus dan udem berkurang ke dalam saluran napas.
Indikasi / Manfaat / Kegunaan :
meredakan gejala dan eksaserbasi asma pada pasien yang
sebelumnya diterapi dengan bronkodilator saja atau dengan
terapi pencegahan lain, pencegahan asma berat pada pasien > 16
thn, terapi eksaserbasi akut asma ringan sampai sedang pada
anak-remaja 4-16 tahun.

e) Combivent nebule 2.5 mg

Combivent bermanfaat untuk meredakan


dan mencegah munculnya gejala akibat penyempitan saluran
pernapasan. Penyempitan saluran napas sering disebabkan
oleh asma dan PPOK.

Combivent mengandung bahan aktif ipratropium bromide dan


salbutamol sulfat. Gabungan bahan aktif ini
merupakan bronkodilator yang bekerja dengan cara melebarkan
bronkus dan melemaskan otot-otot saluran pernapasan,
sehingga aliran udara ke paru-paru akan meningkat.

f) Omeprazole 4mg 1 x 1
Omeprazole adalah obat untuk mengatasi gangguan lambung,
seperti penyakit asam lambung dan tukak lambung. Obat
ini dapat mengurangi produksi asam di dalam lambung.
Omeprazole bermanfaat untuk meringankan gejala sakit maag
dan heartburn yang ditimbulkan oleh penyakit asam lambung
atau tukak lambung. Obat ini juga membantu penyembuhan
kerusakan pada jaringan lambung dan kerongkongan.
g) Irbesartan 150 mg 1x 1
Irbesartan adalah obat penghambat reseptor angiotensin II
(ARB) yang digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi
dan nefropati diabetik. Pembuluh darah bisa menyempit akibat
pengaruh angiotensin II, dan irbesartan berfungsi menghambat
efek tersebut, sehingga melebarkan pembuluh darah dan
mengurangi tekanan pada pembuluh darah.

h) Heparin 10.00 unit/24 jam


Heparin adalah obat antikoagulan dengan fungsi untuk
mencegah pembentukan gumpalan darah. Heparin digunakan
untuk mengobati dan mencegah pembekuan darah di pembuluh
darah, arteri, atau paru-paru. Heparin juga digunakan sebelum
operasi untuk mengurangi risiko penggumpalan darah.

i) Manitol 150 mg 4x1


Manitol adalah jenis alkohol gula yang digunakan sebagai
pemanis dan obat-obatan. Sebagai pemanis digunakan dalam
makanan bagi penderita diabetes karena kurang terserap oleh
usus. Sebagai obat, digunakan untuk mengurangi tekanan pada
mata, seperti pada glaukoma, dan untuk menurunkan
peningkatan tekanan intracranial.

j) Clopidogrel 75mg 1x1

Clopidogrel adalah obat untuk mencegah stroke dan serangan


jantung pada penderita penyakit jantung atau gangguan
pembekuan darah. Obat ini dapat dikonsumsi sebagai obat
tunggal atau dikombinasikan dengan obat lain.
Clopidogrel adalah obat golongan antiplatelet yang bekerja
dengan mencegah trombosit atau sel keping darah saling
menempel dan membentuk gumpalan darah. Jika terbentuk
gumpalan darah di pembuluh darah arteri, bisa terjadi serangan
jantung atau stroke.

5. Diit
Diit Cair
6. Acara infus
RL 500ml 10tpm
7. Mobilisasi
Bedrest
2. Pengelompokkan Data (data subyektif dan data obyektif)
Pengelompokkan data
Data subjektif Data objektif
Keluarga klien mengatakan klien TTV: TD: 110/70 mmHg, N:
tiba-tiba jatuh dan pingsan 80x/menit, S: 390C, RR:
28x/menit. Kesadaran
somnolen . Tb 165 cm, BB 60
kg, napas cepat dan dalam
Keluarga mengatakan klien muntah- Klien lemas, klien munth-
muntah muntah

Keluarga mengatakan klien tidak Klien mengalami penurunan


menggerakan ekstremitas kiri bagian kesadaran
atas dan bawah

Keluarga mengatakan klien sedang Napas cuping hidung


pengobatan TB paru
3. Analisa data
Data Etiologi Masalah
DS: keluarga Kerusakan aliran darah ke otak Gangguan perfusi
mengatakan jaringan serebral
klien tiba tiba
lemas, jatuh Jaringan otak kekurangan
dan pingsan. oksigen
DO: TTV:
TD: 110/70
mmHg, N: Kerusakan otak
88x/menit, S:
390C, RR:
28x/menit. Stroke
Kesadaran
somnolen
DS: keluarga Gangguan aktivitas Ketidakseimbangan
mengatakan nutrisi kurang dari
klien muntah- kebutuhan tubuh
muntah Keterbatasan aktivitas
DO: klien
tidak bisa
mengunyah Ketidakmampuan untuk makan
dan menelan sendiri
DS: keluarga Gangguan kesadaran Hambatan mobilitas
mengatakan fisik
klien tidak
bisa Keterbatasan aktivitas
mengubah
posisi sendiri
DO: klien Atropi otot
tampak tidur
terlentang,
aktivitas Hemiplagia
dibantu

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


MASALAH
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d kerusakan aliran darah ke otak
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk makan sendiri
3. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiplegia

C.Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
1 Gangguan perfusi Dalam a. Kaji tingkat a. Tingkat
jaringan serebral b.d waktu 3x24 kesadaran dengan kesadaran
kerusakan aliran jam GCS merupakan
darah ke otak diharapkan indikator
tidak terbaik
mengalami adanya
gangguan perubahan
perfusi neurologi
jaringan b. Kaji pupil, ukuran, b. Mengetahui
serebral respon terhadap nervus I, II
cahaya, gerakan dan III.
mata
c. Kaji refleks kornea c. Menurunya
dan refleks gag refleks
kornea dan
refleks gag
indikasi
kerusakan
pada batang
otak
d. Evaluasi keadaan d. Gangguan
motorik dan motorik dan
sensorik pasien sensorik
dapat terjadi
edema otak
e. Monitor tanda- e. Mengetahui
tanda vital tanda-tanda
vital seperti
respirasi
menunjukan
kerusakan
pada otak.
f. Pertahankan kepala f. Memfasilita
tempat tidur 30-450 si drainase
dengan posisi leher vena dari
menekuk otak
2 Ketidakseimbangan Dalam a. Menganjurkan a. Menambah
nutrisi kurang dari waktu 3x24 keluarga memberi napsu
kebutuhan tubuh b.d jam makan sedikit tapi makan klien
ketidakmampuan perawatan seringi
untuk makan sendiri diharapkan b. Melakukan oral b. Menambah
napsu hyegene napsu
makan makan klien
meningkat, c. Pantau dan c. Mengetahui
dapat mencatat asupan jumlah porsi
menghabisk klien. yang
an porsi dihabiskan
makan yang
diberikan.
3 Hambatan mobilitas Dalam a. Kaji kemampuan a. Mengidentif
fisik b.d hemiplagia waktu 3x24 dan keaadaan ikasi
jam secara fungsional masalah
perawatan pada kerusakan utama
diharapkan yang terjadi terjadinya
klien bisa gangguan
menggerak mobilitas
kan sendi fisik
secara b. Monitor fungsi b. Menentukan
bebas. motorik dan kemampuan
sensorik setiap hari mobilisasi
c. Lakukan latihan c. Mencegah
ROM terjadinya
kontraktur
d. Ganti posisi setiap d. Terhindar
2 jam sekali dari
dekubitus
e. Observasi keadaan e. Mencegah
kulit seperti adanya secara dini
kemerahan, lecet terjadinya
pada saat merubah dekubitus.
posisi atau
memandikan
3. Resiko Infeksi Tujuan: 1. Ukur tanda-tanda 1. Deman
berhubungan vital mengindikasika
Tidak terjadi infeksi
dengan insisi n adanaya
pada insisi
pembedahan infeksi
pembedahan

Kriteria hasil:
2. Lakukan cuci
2, Mengurangi
a. Mencapai tangan sebelum dan
resiko
pemulihan luka sesudah ke pasien
kontaminasimi
sesuai waktunya
croorganisme
b.Luka insisi bebas
3. Observasi luka 3. Memberikan
dari tanda-tanda
deteksi dini
infeksi
luka apakah
c.Tidak terdapat ada tanda-tanda
drainage pruluren infeksi
atau eritema pada
luka insisi
4. Mencegah
4. Lakukan
infeksi dan
perawatan luka
mencegah
dengan teknik steril
kontaminasi
microorganise

5. Menghambat
microorganism
5. Koolaborasi
e tumbuh dan
pemberian
penyebaran.
Antibiotik
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
PARAF
HARI/TANGGAL WAKTU IMPLEMENTASI
DAN NAMA
Rabu,agustus 06.30 Membantu memandikan pasien, wawan
2020 membereskan tempat tidur pasien,
mengkaji pasien
Respon :
Keluhan klien mengatakan luka
sangat sakit, dan kedua kaki masih
lemas krn spinal ansthesi
Hasil :
 Kedua ekstremitas kiri kaki dan
tangan kaki klien masih lemas
dan kebas

08.00 Memberikan obat sesuai advice wawan


dokter
a. Citicoline 250mg per IV
b. Meropenem 1 gr per IV
c. Omeprazole 40 mg per IV
d. Sanmol 100mg per IV
Hasil : obat diberikan secara IV
sesuai prinsip 7 B
08.20 Membantu klien memberikan wawan
makan pagi melalui sonde
Respon :
- Makanan sudah diberikan
dan tidak terjadi aspirasi
09.20 Menganjurkan kepada klien untuk wawan
bed rest total
Respon:
Pasien mengerti dan mau
mentaatinya
10.00 Melakukan pengkajian fisik wawan
terhadap klien
Respon :
- Pengkajian dilakukan
terdap klien dengan per
sistem
10.50 Melakukan TTV wawan
Hasil : TD : 150/80 mmHg, Nadi :
74 x/menit, Suhu 36.4, derajat
celcius,

11.10 Memberikan posisi kepala lebih wawan


tinggi 15-30 dengan letak jantung (
beri bantal tipis
Respon : Pasien merasa nyaman

Kamis agustus 07.30 Membantu memandikan pasien, Wawan


2020 membereskan tempat tidur pasien,
mengkaji keluhan pasien
Hasil :
 Kedua ekstremitas kaki dan
tangan sebelah kiri belum bisa
bergerak.
 Bicara pasien masih pelo
08.10 Memberikan obat sesuai advice wawan
dokter
a.Citicoline 250mg per IV
b.Meropenem 1 gr per IV
c.Omeprazole 40 mg per IV
d.Sanmol 100mg per IV
Hasil : obat diberikan secara IV
sesuai prinsip 7 B
08.30 Membantu pasien belajar aktivitas wawan
mandiri
Respon :
- Klien semangat untuk
belajar mandiri
09.00 Membantu pasien untuk posisi wawan
fowler 30 derajat
Respon : pasien merasa nyaman

11.10 Melakukan TTV wawan


Hasil : TD :160/70 mmHg, Nadi :
82 x/menit
12.20 Memberikan edukasi pada pasien wawan
dan keluarga
Respon : pasien dan keluarga dapat
memahami edukasi yang diberikan
13.00 Melakukan latihan rentang gerak wawan
aktif dan pasif pada semua
ekstremitassaat masuk. Anjurkan
melakukan latihan sepeti
latihanquadrisep/gluteal, meremas
bola karet, melebarkan jari-
jarikaki/telapak.
Respon: Pasien mau mengikuti
E. EVALUASI KEPERAWATAN
NAMA DAN
HARI/TANGGAL WAKTU DK EVALUASI
PARAF
Kamis,Agustus 12.30 (3) S: wawan
2020  Keluarga klien mengatakan kaki dan tangan sebelah kiri masih lemas
 Keluarga mengaatakan bicara klien masih pelo
O:
 Klien tampak somnolen
 Kelumpuhan pada ekstremitas bawah dan atas
 Pasien tampak lemah
 Klien bicara pelo
 Terpasang infus RL
 TD = 140/70 mmHg
 Nadi = 74 x / menit
A : Masalah Belum Teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
(1,2) S:
 Keluarga klien mengatakan klien lemas
 Keluarga klien mengatakan klien tampak tidur terus
 Keluarga klien mengatakan klien kapan diberi makan

O:
 Pasien sering menutup mata dan memegang kepala
 Klien masih terpasang NGT
 TD = 120/70 mmHg
 Nadi = 74 x / menit
 Acara Infus : RL 20 tetes/menit
 Klien tampak somnolen
 Klien lemas
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan di rumah
S;
 Keluarga klien menanyakan kenapa klien tidur terus
 Keluarga klien menanyakan keaadaannya
O:
 Kesadaran somnolen
 Terpasang infus RL
 Klien diberikan obat sesuai advice dokter
a.Citicoline 250mg per IV
b.Meropenem 1 gr per IV
c.Omeprazole 40 mg per IV
d.Sanmol 100mg per IV
Hasil : obat diberikan secara IV sesuai prinsip 7 B
 Klien posisi tidur fowler
A:
 Masalah belum teratasi
P:
 Intervensi dilanjutkan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1. SIMPULAN
Stroke atau cedera cerebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke di
sebabkan oleh, trombosis, embolisme serebral. Faktor resiko pada stroke
adalah hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kolesterol, obesitas, dan diabetes.
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi
hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang
mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik
pada usia produktif maupun usia lanjut.
Jadi, stroke adalah kelainan fungsi otak yang disebabkan adanya gangguan
suplai darah otak akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total yang ditandai
timbulnya deficit neurologis fokal secara mendadak yang menetap setidaknya
24 jam.
Pada saat dilakukan pengkajian terhadap klien didapatkan hasil anamneses
bahwa Tn.A 55 tahun didiagnosa dengan stroke non hemoragik. Dirawat di
ruang bedah rumah sakit swasta Bandung.
Pengkajian dilakukan pada agustus 2020, dan diapatkan masalah yang perlu di
berikan asuhan keperawatan tersebut. Diagnosa yang timbul dan perlu ditangani
asuhan keperawatan yaitu :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d kerusakan aliran darah ke otak
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk makan sendiri
3. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiplegia
Dalam asuhan keperawatan pada Tn A ini , klien juga mendapatkan tindakan
kolaborasi dengan diberikan therapi medis anatara lain:
Citicoline amp 250 mg 1x1, Meropenem 1 gram 1x1, sanmaol forte tab 100 mg
3x1, flixotide 0,5 mg Nebule 2 ml, combivent nebule 2,5 ml, omeprazole 1x4
mg (IV), 1x150 mg irbesartan, Heparin 10.000 unit/24 jam, Manitol 4x150 cc,
Clopidogrel 1x75 mg 1x1
Asuhan keperawatan pada TN. A sudah di lakukan sesuai prosedur dan
ketentuan asuhan keperawatan yang berlaku, Dalam melakukan askep hanya 2
hari ini sudah ada peningkatan keadaan umum dari Tn.A tersebut, karena
didukung oleh tim tenaga kesehatan lainnya, akan tetapi dalam asuhan
keperawatan 2 hari ini evaluasi hasil sudah sedikit membuat pasien lebih baik,
dan selanjutnya asuhan keperawatan akan dilanjutkan sesuai masalah yang ada
didalam pasien tersebut.

2. SARAN
Bagi mahasiswa: mempersiapkan konsep terori tentang asuhan
keperawatan dengan penyakit stroke dan meningkatkan keterampilan dalam
pemberian asuhan keperawatan dan lebih banyak mencari informasi, membaca
serta mempelajari tentang stroke baik dari buku-buku sumber maupun media
lain agar menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dengan stroke.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa
Edisi 8. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pesyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Potter dan Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses
dan Praktek Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer dan Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC
Taylor, C. M dan Sheila S.R.2010. Diagmosis Keperawatan Dengan Rencana
Asuhan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai