Anda di halaman 1dari 28

ASKEP

ASKEPPALIATIF
PALIATIF&&
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGIPADA
PADAPASIEN
PASIEN
DENGAN
DENGANTRAUMA
TRAUMAKAPITIS
KAPITIS

KELOMPOK 3

MIFTAQUL KHOIRIYAH
NABILA PUTRI MULYANENG SARI
NAHDYA RAHMA
NIDA DZAKIYAH KHOSYI
NUR HAYATI
PHENTY
PRISKA ANDAYANI
PUTRI DIAH ANGGRAINI
RABIATUL ADAWIYAH
RARA AYUNING PUTRI
DEFINISI
DEFINISI
Trauma capitis adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak
dalam
Traumamenghasilkan
capitis adalahkeseimbangan
bentuk traumaaktivitas
yang dapatfisik, intelektual,
mengubah emosi, sosial
kemampuan otak
atau
dalamsebagai gangguan
menghasilkan traumatik yang
keseimbangan dapat fisik,
aktivitas menimbulkan perubahan
intelektual, pada
emosi, sosial
fungsi otak. (Black,
atau sebagai 1997)
gangguan . Cedera yang
traumatik kepaladapat
adalah suatu traumaperubahan
menimbulkan yang mengenai
pada
daerah kulit (Black,
fungsi otak. kepala, 1997)
tulang. tengkorak atau adalah
Cedera kepala otak yangsuatuterjadi akibat
trauma yanginjury baik
mengenai
secara langsung
daerah kulit kepala,maupun tidak langsung
tulang tengkorak atau otakpada
yang kepala. (Suriadi,
terjadi akibat injury2003)
baik
Menurut Centers for
secara langsung Diseasetidak
maupun Control and Prevention
langsung (CDC),(Suriadi,
pada kepala. trauma kepala
2003)
adalah
Menurutsuatu trauma
Centers kranioserebral,
for Disease Control secara spesifik terjadinya
and Prevention (CDC), traumacedera pada
kepala
kepala (akibattrauma
adalah suatu traumakranioserebral,
tumpul atau tajamsecaraatau akibatterjadinya
spesifik daya akselerasi atau
cedera pada
deselerasi) yangtrauma
kepala (akibat terkait dengan
tumpul gejala akibat atau
atau tajam cedera tersebut
akibat seperti
daya penurunan
akselerasi atau
kesadaran, amnesia,
deselerasi) yang terkaitabnormalitas
dengan gejalaneurologi atautersebut
akibat cedera neuropsikologi lainnya,
seperti penurunan
fraktur
kesadaran,tengkorak, lesi intrakranial
amnesia, abnormalitas atau atau
neurologi kematian (CDC, lainnya,
neuropsikologi 2010).
fraktur tengkorak, lesi intrakranial atau kematian (CDC, 2010).
Lanjutan...
Lanjutan...
Trauma kapitis penyebab yang paling bermakna meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
Trauma kapitis Salah satu yang
penyebab risiko akibat
paling trauma
bermakna kapitis ialah
meningkatkan kematian.
morbiditas dan
Diperkirakan
mortalitas. Salah1,7 juta
satuorang di Amerika
risiko akibat Serikat
trauma mengalami
kapitis ialahtrauma kapitis
kematian.
setiap tahunnya
Diperkirakan 1,750.000 meninggal
juta orang dunia, 235.000
di Amerika Serikat dirawat
mengalamidi rumah sakit,
trauma dan
kapitis
1.111.000 atau 50.000
setiap tahunnya hampir meninggal
80% dirawatdunia,dan235.000
dirujukdirawat
ke Departemen Instalasi
di rumah sakit, dan
Gawat
1.111.000Darurat.
atau Menurut
hampir 80%Worlddirawat
Health dan
Organization
dirujuk ke(WHO) pada tahun
Departemen 2015
Instalasi
penyebab kematian
Gawat Darurat. dengan
Menurut diagnosis
World Health trauma kapitis(WHO)
Organization yaitu akibat kecelakaan
pada tahun 2015
lalu lintas (KLL)
penyebab kematian di urutan
dengankesebelas
diagnosisseluruh
traumadunia yang
kapitis menelan
yaitu akibat korban jiwa
kecelakaan
sekitar 1,25
lalu lintas juta di
(KLL) manusia
urutan setiap tahun.
kesebelas Secara
seluruh global
dunia yanginsiden
menelantrauma
korbankapitis
jiwa
meningkat
sekitar 1,25dengan tajam karena
juta manusia adanyaSecara
setiap tahun. peningkatan
global penggunaan
insiden traumakendaraan
kapitis
bermotor.
meningkatMenurut
dengan WHO memperkirakan
tajam karena bahwa pada penggunaan
adanya peningkatan tahun 2020 kecelakaan
kendaraan
lalu lintas akan
bermotor. menjadi
Menurut WHO penyebab penyakitbahwa
memperkirakan traumapada
ketiga terbanyak
tahun di dunia.
2020 kecelakaan
lalu lintas akan menjadi penyebab penyakit trauma ketiga terbanyak di dunia.
ETIOLOGI

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor


atau sepeda, dan mobil
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan
ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
ETIOLOGI

Menurut Wijaya dan Putri (2013), penyebab trauma kepala yaitu:


A. Trauma Tajam yaitu trauma oleh benda tajam menyebabkan trauma setempat dan menimbulkan
trauma lokal. Kerusakan lokal meliputi hematom serebral, contosio serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan lesi, pergeseran otak, perluasan massa atau hernia.
B. Trauma Tumpul yaitu benda tumpul dan menyebabkan trauma menyeluruh (difusi)
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk kerusakan otak hipoksia,
trauma akson, pembengkakan otak menyebar hemorargik kecil multiple pada otak koma terjadi
karena trauma menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-duanya.

Selain itu, kekerasan tajam adalah jenis kekerasan yang sering terjadi dengan menggunakan benda
tajam dan menjadi penyebab utama trauma kapitisbyaitu kayu runcing, batang besi, pecahan kaca,
atau benda tajam lainnya. Trauma kapitis yang diakibatkan oleh tembakan juga merupakan
penyebab kematian karena dapat menimbulkan kerusakan akibat kaliber peluru serta jenis peluru
yang digunakan dan jarak tembakan sehingga peluru menembus sampai ke otak, dan deformitas
akan terjadi antara tulang dengan peluru (Solmaz et al., 2009).
KLASIFIKASI TRAUMA KAPITIS

Penilaian derajat berat tidaknya suatu trauma kapitis dapat dilakukan dengan menggunakan
glasgow coma scale (GCS) yang diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun (1974). GCS
merupakan suatu skala yang digunakan untukNmenilai kelainan neurologis dan tingkat
kesadaran seseorang yang terjadi secaraNkuantitatif. Terdapat 3 aspek untuk menilai yaitu
reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi lengan serta
tungkai (motoric respons). Trauma kapitis diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan
nilai GCS yaitu:
1. Trauma Kapitis Ringan (TKR) Penilaian GCS >13 yang diartikan bahwa tidak ditemukan
kelainan
berdasarkan CT scan pada otak, tidak memerlukan tindakan operasi, dan lama dirawat di
rumah sakit <48 jam.
2. Trauma Kapitis Sedang (TKS) Penilaian dengan hasil GCS 9 hingga 13 diartikan bahwa
dapat ditemukan kelainan pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi
intrakranial, dan dirawat di rumah sakit setidaknya dalam waktu 48 jam.
3. Trauma Kapitis Berat (TKB) Penilaian GCS <9 dan terjadi bila dalam waktu >48 jam
setelah trauma terjadi (George, 2009).
PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metabolik.Dalam keadaan normal cerebal blood flow (CBF) adalah 50–60
ml/menit/100gr jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
PATOFISIOLOGI

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup


aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan
udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah
perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
ventrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan
vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik
pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar
(Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998)
KOMPLIKASI
Menurut Wijaya dan Putri (2013) komplikasi dari trauma kapitis yaitu:
A. Epilepsi pasca trauma Epilepsi pasca trauma merupakan suatu
kelainan yang terjadi beberapa saat waktu setelah otak mengalami trauma
akibat benturan pada kepala. Terdapat juga kejadian kejang yang baru
terjadi setelah bebrapa tahun kemudian setelah terjadinya trauma kapitis.
Kejang terjadi sekitar 10% pasien yang mengalami trauma kapitis hebat
tanpa adanya luka tembus di kepala dan terjadi sekitar 40% pasien yang
memiliki luka tembus di kepala.
B. Afasia Afasia merupakan suatu keadaan hilangnya kemampuan untuk
menggunakan bahasa akibat terjadinya trauma kapitis pada area bahasa di
otak. Pasien menjadi tidak mampu untuk memahami atau mengekspresikan
kata- kata mereka
Lanjutan...
C. Apraksia Apraksia merupakan suatu keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan tubuh.
D. Agnosis Agnosis merupakan suatu kelainan dimana pasien merasakan dan
melihat benda namun tidak dapat menghubungkannya dengan peran dan fungsi
normal dari benda tersebut.
E. Amnesia Amnesia merupakan suatu keadaan kehilangan sebagian atau
seluruhnya dalam kemampuan untuk mengingat suatu peristiwa yang terjadi
sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograde) atau peristiwa yang
terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma).
F. Edema serebral dan herniasi Keadaan ini menjadi penyebab paling umum
dari peningkatan intrakranial, puncak kejadian edema ini terjadi 72 jam setelah
terjadinya trauma. Perubahan dari tekanan darah, frekuensi nadi, dan
pernapasan yang tidak teratur merupakan manifestasi klinis adanya peningkatan
intrakranial.
TANDA & GEJALA
Gejala yang dialami penderita cedera kepala berbeda-beda sesuai
dengan keparahan kondisi. Tidak semua gejala akan langsung
dirasakan sesaat setelah cedera terjadi. Terkadang gejala baru
muncul setelah beberapa hari hingga beberapa minggu kemudian.
Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat dialami oleh
penderita cedera kepala ringan:
•Kehilangan kesadaran untuk beberapa saat.
•Terlihat linglung atau memiliki pandangan kosong.
•Pusing.
•Kehilangan keseimbangan.
•Mual atau muntah.
•Mudah merasa lelah.
Lanjutan...

•Mudah mengantuk dan tidur melebihi biasanya.


•Sulit tidur.
•Sensitif terhadap cahaya atau suara.
•Penglihatan kabur.
•Telinga berdenging.
•Kemampuan mencium berubah.
•Mulut terasa pahit.
•Kesulitan mengingat atau berkonsentrasi.
•Merasa depresi.
•Muncul benjolan di kelapa.
•Perubahan suasana hati.
Lanjutan...

Sedangkan pada penderita cedera kepala sedang hingga


berat, berikut ini adalah gejala yang dapat dialami:
•Kehilangan kesadaran selama hitungan menit hingga
jam.
•Pusing hebat secara berkelanjutan.
•Mual atau muntah secara berkelanjutan.
•Kehilangan koordinasi tubuh.
•Kejang.
•Pelebaran pupil
Lanjutan...

•Terdapat cairan yang keluar melalui hidung atau


telinga, misalnya telinga berdarah.
•Tidak mudah bangun saat tidur.
•Jari-jari tangan dan kaki melemah atau kaku.
•Merasa sangat bingung.
•Perubahan perilaku secara intens.
•Cadel saat berbicara.
•Koma.
MANIFESTASI KLINIS
1. Cedera Kepala Ringan
a). cedera kepala sekunder yang ditandai dengan nyeri kepala, tadak pingsan,
tidak
muntah, tidak ada tanda-tanda neurology.
b). Komusio serebri ditandai denga tidak sadar kurang dari 10 menit, muntah,
nyeri kepala, tidak ada tanda-tanda neurology.

2. Cedera Kepala Sedang Ditandai dengan pingsan lebih dari 10 menit,


muntah, amnesia, dan tanda-tanda neurology.

3. Cedera Kepala Berat


a) laserasi serebri ditandai dengan pingsan berhari-hari atau berbulan-bulan,
kelumpuhan anggota gerak, biasanya disertai fraktur basis kranii.
b) Perdarahan epidural ditandai dengan pingsan sebentar-sebentar kemudian
sadar lagi namun beberapa saat pingsan lagi, mata sembab, pupil anisokor,
bradikardi, tekanan darah dan suhu meningkat.
c) Perdarahan subdural ditandai dengan perubahan subdural, nyeri kepala, TIK
meningkat, lumpuh
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT –scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel


pergeseran cairan otak.
2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.EEG : memperlihatkan keberadaan/
perkembangan gelombang.
4. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur
dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
5. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak..
6. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
7. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
Lanjutan…

8. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam


peningkatan TIK.
9. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan dapat meningkatkan TIK.
10. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran.
11. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.
12. PET merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya perubahan dari aktivitas dari
metabolisme otak.
13. CSF dan lumbalis pungsi dapat dikerjakan apabila jika ada dugaan terjadinyaperdarahan
subarachnoid.
14. ABGs merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan masalah pada
peran (oksigenisasi) atau ventilasi jika terjadinya peningkatan TIK.
PENATALAKSANAAN MEDIS

Penanganan terhadap 5B yaitu :


1) Breathing : Bebaskan obstruksi, suction, intubasi, trakeostomi
2) Blood : Monitor TD, pemeriksaan Hb, leukosit
3) Brain : Ukur GCS
4) Bladder : Kosongkan bladder karena urine yang penuh dan
merangsang mengedan. 5) Bower : Kosongkan dengan alasan dapat
meningkatkan TIK
PENATALAKSANAAN MEDIS
2. Penatalaksanaan Medik:

1) Konservatif :
a. Istirahat baring di tempat tidur.
b. Analgetik untuk mengurangi rasa sakit.
c. Pemberian obat penenang.
d. Pemberian obat gol osmotic diuretic ( manitol). Untuk mengatasi edema
serebral.
e. Setelah keluhan-keluhan hilang, maka mobilisasi dapat dilakukan secara
bertahap, dimulai dengan duduk di tempat tidur, berdiri lalu berjalan.
2) Operatif
Operasi hanya dapat dilakukan pada kasus tertentu seperti pada perdarahan epidural dan
perdarahan subdural dengan maksud menghentikan perdarahan dan memperbaiki fraktur
terbuka jaringan otak yang menonjol keluar, atau pada fraktur dimana fragmen-fragmen tulang
masuk ke jaringan otak
PENATALAKSANAAN MEDIS

I. Komplikasi :
- Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior
dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari
tulang temporal.
- Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam
pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
- Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai
hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik
ASUHAN
KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi perifer berhubungan dengan penurunan


konsentrasi hemoglobin
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan
integritas kulit
4. Resiko syok berhubungan dengan hipoksemia
NO SDKI SLKI SIKI
1 Perfusi perifer b/d Setelah dilakukan tindakan 1.1 periksa sirkulasi perifer
penurunan konsentrasi keperawatan selama 3 x 24 jam di (mis. Nadi perifer, edema,
hemoglobin harapkan klien dapat menurunkan pengisian kapiler, warna, suhu,
perfusi perifer dengan kriteri hasil : anklebrachial index)
1.2 identifikasi faktor risiko
1. Denyut nadi perifer (3) ke (5)
gangguan sirkulasi (mis.
2. Warna kulit pucat (3) ke (5)
Diabetes, perokok,orang tua,
3. Pengisian kapiler (3) ke (5)
hipertensi dan kadar kolestrol
4. Akral (3) ke (5)
tinggi)
5. Turgor kulit (3) ke (5)
1.3 monitor panas, kemerahan,
6. Tekanan darah sistolik (3) ke
nyeri, atau bengkak pada
(5)
ekstremitas
7. Tekanan darah diastolik (3) ke
1.4 lakukan pencegahan infeksi
(5)
1.5 anjurkan mengecek air mandi
Keterangan :
untuk menghindari kulit terbakar
1 = memburuk 1.6 anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
2 = cukup memburuk (mis. Melembapkan kulit kering
3 = sedang pada kaki)
1.7 anjurkan berolahraga rutin
4 = cukup membaik 1.8 informasikan tanda dan gejala
5 = membaik darurat yang harus di laporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
NO SDKI SLKI SIKI
2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan 2.1 identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera fisik keperawatan selama 3 x 24 jam durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
di harapkan klien dapat nyeri
 
menurunkan nyeri akut dengan
2.2 identifikasi skala nyeri
kriteria hasil sebagai berikut :
2.3 identifikasi faktor yang
1. Keluhan nyeri (3) ke (5)
memperberat dan memperingan nyeri
2. Meringis (3) ke (5)
3. Gelisah (3) ke (5) 2.4 berikan teknik nonfarmakologis
4. Kesulitan tidur (3) ke (5) untuk mengurangi rasa nyeri (mis.TENS
5. Frekuensi Nadi (3) ke (5) , hipnosis, akupresur , terapi musik,
6. Pola Nafas (3) ke (5) biofeedback, terapi pijat , aromaterapi,
7. Tekanan darah (3) ke (5) teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain )
Keterangan :
2.5 kontrol lingkungan yang
1 = memburuk
memperberatrasa nyeri (mis. Suhu
2 = cukup memburuk ruangan , pencahayaan , kebisingan )
3 = sedang 2.6 jelaskan strategi meredakan nyeri
4 = cukup membaik 2.7 kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
5 = membaik
NO SDKI SLKI SIKI
3 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan 3.1 monitor tanda dan gejala infeksi
kerusakan integritas keperawatan selama 3 x 24 jam lokal dan sistemik
kulit di harapkan klien dapat
3.2 berikan perawatan kulit pada area
menurunkan resiko infeksi
  edema
dengan kriteria hasil sebagai
berikut : 3.3 cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
1. Demam (3) ke (5)
pasien
2. Kemerahan (3) ke (5)
3. Nyeri (3) ke (5) 3.4 ajarkan cara mencuci tangan dengan
4. Bengkak (3) ke (5) benar
5. Kadar sel darah putih (3)
3.5 ajarkan cara memeriksa kondisi luka
ke (5)
atau luka operasi
Keterangan :
3.6 kolaborasi pemberian imunisasi ,
1 = memburuk jika perlu
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
NO SDKI SLKI SIKI
4 Resiko syok b/d Setelah dilakukan tindakan 4.1 monitor status kardiopulmonal
hipoksemia keperawatan selama 3 x 24 jam (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
di harapkan klien dapat nafas )
mengurangi resiko syok dengan
4.2 Monitor status oksigenasi ( oksimetri
kriteria hasil sebagai berikut :
nadi , AGD )
1. Kekuatan nadi (3) ke (5)
4.3 Monitor status cairan (masukkan dan
2. Output urinei (3) ke (5)
haluaran, turgor kulit, CRT )
3. Tingkat kesadaran (3) ke (5)
4. Akral dingin (3) ke (5) 4.4 Persiapan intubasi dan ventilasi
5. Letargi (3) ke (5) mekanis, jika perlu
6. Frekuensi nafas (3) ke (5)
4.5 pasang jalu IV, jika perlu
Keterangan :
4.6 pasang kateter urine untuk menilai
1 = memburuk produksi urine, jika perlu
2 = cukup memburuk 4.7 jelaskan penyebab atau faktor risiko
syok
3 = sedang
4.8 kolaborasi pemberian IV, jika perlu
4 = cukup membaik
4.9 anjurkan melapor jika menemukan
5 = membaik
/merasakan tanda dan gejala awal syok
4.10 kolaborasi pemberian IV, Jika perlu
 
SEKIAN DAN
TERIMAKASIH…
WASSALAMUALAIKUM
WARAHMATULLAHI
WABARAKATUH

Anda mungkin juga menyukai