Anda di halaman 1dari 36

ASKEP PADA LANSIA

PERUBAHAN PSIKOLOGIS

Disusun Oleh :

KELOMPOK IV

1. Harlan Fitra Akbar


2. Rozi Juliansa
3. Ratih Suryani
4. Wince
5. Adit
6. Rangga
7. Eda
8. Agung

Dosen Pembimbing :

Ns. Feny Marlena S.Kep,M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

BHAKTI HUSADA BENGKULU

(TAHUN 2019)
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadiratTuhan Yang Maha Esa, atas Berkat, rahmad dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Askep Pada Lansia
Perubahan Psikologis”
            Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mengalami berbagai masalah, atas
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, makalah ini dapat selesai.
            Dalam kesempatan ini kami banyak mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
mahasiswa serta dosen Akper yang banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.
            Kami menyadari dalam penulisan makalahini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan  untuk penyempurnaan
makalah ini  dan semoga bermanfaat bagi kita semua.

                                                                Bengkulu,13 Desember 2019

Tim Penulis                            
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                       i
DAFTAR ISI              ii
BAB    I           PENDAHULUAN
            1.1       LATAR BELAKANG                       1
            1.2       TUJUAN PENULISAN                    1
            1.3       METODE PENULISAN                   1
            1.4       SISTEMATIKA PENULISAN                     1
BAB    II         PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI            
2.2 ETIOLOGI                      
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN                
BAB    III        PENUTUP
3.1  KESIMPULAN              

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Psikogeriatri atau psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan
pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis atau psikiatrik pada lanjut
usia. Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiatrik, analaog dengan
psikiatrik anak (Brocklehurts, Allen, 1987). Diagnosis dan terapi gangguan mental pada
lanjut usia memerlukan pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam
manisfestasi klinis, pathogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara pathogenesis
dewasa muda dan lanjut usia (Weinberg, 1995; Kolb-Brodie, 1982). Faktor penyulit pada
pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara lain sering adanya penyakit dan
kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian banyak obat (polifarmasi) dan peningkatan
kerentanan terhadap gangguan kognitif (Weinberg, 1995; Gunadi, 1984).
Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut, perlu mulai dipertimbangkan
adanya pelayanan psikogeriatrik di rumah sakit yang cukup besar. Bangsal akut, kronis
dan day hospital, merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah mulai difikirkan
(Brocklehurts, Allen, 1987). Tentang bagaimana kerjasama antara bidang psikogeriatrik dan
geriatrik dapat dilihat pada bab mengenai pelayanan kesehatan pada usia lanjut.

1.2. TUJUAN PENULISAN


            Penulisan makalah bertujuan agar pembaca mengetahui dan memahami Askep
psikologi pada lansia.Untuk para perawat agar dapat mengaplikasikan pengetahuan yang
didapat kedalam praktek lapangan.

1.3. METODE PENULISAN


            Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan dan Browsing
Internet.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN


            Sistematika penulisan yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III ASKEP
BAB IVPENUTUP.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Teori Lansia


2.1.1. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
a.       Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b.      Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c.       Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d.      Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
           
2.1.2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis maupun secara psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun secara psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan
pendengaran, penglihatan menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital,
sensitivitas emosional meningkat.

2.2. Teori Kejiwaan Lansia


2.2.1. Aktifitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial.  Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2.2.2. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang dimiliki.
2.2.3 Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss), yakni:
•         Kehilangan Peran
•         Hambatan Kontak Sosial
•         Berkurangnya Kontak Komitmen

2.3. Teori Psikologi


            Spikology adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik
sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut
berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun
yang tidak disadari.( Muhibbin Syah (2001)

2.3.1. Teori Tugas Perkembangan


Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara lain
adalah:
a.       Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
b.      Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
c.       Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d.      Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
e.       Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
f.       Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang spesifik yang
dapat muncul sebagai akibat tuntutan:
a.       Kematangan fisik
b.      Harapan dan kebudayaan masyarakat
c.       Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang
memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).

2.3.2. Teori Individual Jung


Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase
kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia
pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran seorang dan
ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau
kearah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara
kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu dan merupakan hal yang paling penting bagi
kesehatan mental.

2.3.3. Teori Delapan Tingkat Kehidupan


Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi dimana
kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu. Ericson (1950) yang telah
mengidentifikasi tahap perubahan psikologis (delapan tingkat kehidupan) menyatakan bahwa
pada usia tua, tugas perkembangan yang harus dijalani adalah untuk mencapai
keeseimbangan hidup atau timbulnya perasaan putus asa. Peck (1968) menguraikan lebih
lanjut tentang teori perkembangan Erikson dengan mengidentifikasi tugas penyelarasan
integritas diri dapat dipilih dalam tiga tingkat yaitu : pada perbedaan ego terhadap peran
pekerjaan preokupasi, perubahan tubuh terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego
terhadap ego preokupasi.
Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, tugas perkembangan
yang harus dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai orang tua dan
mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk menghadapi adanya peran baru
sebagai orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan pekerjaan merupakan hal
yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan dan dapat menyebabkan perasaan
penurunan harga diri dari orang tua tersebut.
2.4 Faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua
mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

1. Penurunan Kondisi Fisik


Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik
yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji
menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial,
sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir
fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan,
tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal
diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi,
karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :


         Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
        Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya.
         Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
         Pasangan hidup telah meninggal.
         Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.

3. Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa
lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

1.     Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2.      Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan
yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3.      Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada
masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4.      Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia
tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.
5.       Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang
memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik
positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif
akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif
sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk
mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan
memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-
masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah
minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan
setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya
memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka
usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga
menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini
ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua,
sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat


Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan
selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar
tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin
menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku
regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna
serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti
anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena
anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut
membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka
yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan
hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam
perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

2.5. Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi pada lansia


2.5.1. Depresi
2.5.1.1. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu rnakan, psikomotor, konsentrasi, keielahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta
gagasan bunuh diri (Kap'an dan Sadock, 1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan
pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan
pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2000). Menurut Hudak & Gallo
(1996), gangguan depresi merupakan keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan
penyebab tindakan bunuh diri.
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan, harga diri
rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong (Keliat, 1996). Sedangkan menurut Hawaii
(1996;, depresi adalah bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (mood), yang ditandai
dengan kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa.
Depresi adalah suatu kesedihan atau perasaan duka yang berkepanjangan (Stuart dan
Sundeen, 1998).
2.5.1.2. Tanda Dan Gejala Depresi
Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996) meliputi beberapa aspek
seperti:
1.      Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa bersalah,
ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.
2.      Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan, gangguan
pencernaan, insom¬nia, perubahan haid, makan berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan
perubahan berat badan.

3.      Kognitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi,
menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri,
pesimis, ketidakpastian.

4.      Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat, intoleransi, mudah
tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi
sosial, mudah menangis, dan menarik diri.

Menurut PPDGJ-III (Maslim,1997), tingkatan depresi ada 3 berdasarkan gejala-gejalanya


yaitu:
1.      Depresi Ringan
Gejala :
a)      Kehilangan minat dan kegembiraan
b)      Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas.
c)      Kosentrasi dan perhatian yang kurang
d)     Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

2.      Depresi Sedang
Gejala :
a)      Kehilangan minat dan kegembiraan
b)      Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas.
c)      Kosentrasi dan perhatian yang kurang
d)     Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e)      Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

3.      Depresi Berat
Gejala :
a)      Mood depresif
b)      Kehilangan minat dan kegembiraan
c)      Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesu¬dah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
d)     Konsentrasi dan perhatian yang kurang
e)      Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f)       Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g)      Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
h)      Tidur terganggu
i)        Disertai waham, halusinasi
j)        Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu

2.5.1.3. Karakteristik Depresi Pada Lanjut Usia


Meskipun depresi banyak terjadi dikalangan lansia,- depresi ini sering di diagnosis
salah atau diabaikan. Rata-rata 60-70% lanjut usia yang mengunjungi praktik dokter umum
adalah mereka dengan depresi, tetapi ; acapkali tidak terdeteksi karena lansia lebih banyak
memfokuskan pada keluhan badaniah yang sebetulnya ; adalah penyerta dari gangguan emosi
(Mahajudin, 2007).
Menurut Stanley & Beare (2007), sejumlah faktor yang menyebabkan keadaan ini,
mencakup fakta bahwa depresi pada lansia dapat disamrkan atau tersamarkan oleh gangguan
fisik lainnya (masked depression). Selain itu isolasi sosial, sikap orang tua, penyangkalan
pengabaian terhadap proses  penuaan normal menyebabkan tidak terdeteksi dan tidak
tertanganinya gangguan ini. Depresi pada orang lanjut usia dimanifestasikan dengan adanya
keluhan tidak merasa berharga, sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa
kosong, tidak ada harapan, menuduh diri, ide-ide pikiran bunuh diri dan pemilihan diri yang
kurang bahkan penelantaran diri (Wash, 1997).

Samiun (2006) menggambarkan gejala-gejala depresi pada lansia :


1.      Kognitif
Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognif pada lansia yang menunjukkan gejala
depresi. Pertama, individu yang mengalami  depresi memiliki self-esteem yang sangat
rendah. Mereka berpikir tidak adekuat, tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa
rendah diri dan merasa bersalah terhadap kegagalan yang dialami. Kedua, lansia selalu
pesimis dalam menghadapi masalah dan  segala sesuatu yang dijalaninya menjadi buruk dan
kepercayaan terhadap dirinya (self-confident) yang tidak adekuat. Ketiga, memiliki motivasi
yang kurang dalam menjalani hidupnya, selalu meminta bantuan dan melihat semuanya gagal
dan sia-sia sehingga merasa tidak ada gunanya berusaha. Keempat, membesar-besarkan
masalah dan selalu pesimistik menghadapi masalah. Kelima, proses berpikirnya menjadi
lambat, performance intelektualnya berkurang. Keenam, generalisasi dari gejala depresi,
harga diri rendah, pesimisme dan kurangnya motivasi.

2.      Afektif
Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan , murung, sedih, putus asa,
kehilangan semangat dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak dan tidak dicintai. Lansia
yang mengalami depresi menggambarkan dirinya berada dalam lubang gelap yang tidak
dapat terjangkau dan tidak dapat keluar dari sana.

3.      Somatik
Masalah somatik yang sering dialami lansia yang mengalami depresi seperti pola tidur
yang terganggu ( insomnia ), gangguan pola makan dan dorongan seksual yang berkurang.
Lansia lebih rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya melemah, selain
karena aging proces juga karena orang yang mengalami depresi menghasilkan sel darah putih
yang kurang (Schleifer et all, 1984 ; Samiun, 2006).
4.      Psikomotor
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah retardasi motor. Sering
duduk dengan terkulai dan tatapan kosong tanpa ekspresi, berbicara sedikit dengan kalimat
datar dan sering menghentikan pembicaraan karena tidak memiliki tenaga atau minat yang
cukup untuk menyelesaikan kalimat itu. Dalam pengkajian depresi pada lansia, menurut
Sadavoy et all (2004) gejala-gejala depresi dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan
pola tidur (sleep) pada lansia yang dapat berupa keluhan susah tidur, mimpi buruk dan
bangun dini dan tidak bisa tidur lagi, penurunan minat dan aktifitas (interest), rasa bersalah
dan menyalahkan diri (guilty), merasa cepat lelah dan tidak mempunyai tenaga (energy),
penurunan konsentrasi dan proses pikir (concentration), nafsu makan menurun (appetite),
gerakan lamban dan sering duduk terkulai (psychomotor) dan penelantaran diri serta ide
bunuh diri (suicidaly)

2.5.1.4. Penyebab Depresi


Menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), faktor penyebab depresi ialah :
A.    Faktor Predisposisi
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat
keluarga dan keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan
marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada perpisahan traumatika individu dengan benda
atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga
diri rendah mempe ngaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.
5.  Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang di dominasi
oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri sesorang, dunia seseorang dan masa depan
seseorang.
6.  Model ketidakberdayaan yang dipelajari ( learned helplessness ), menunjukkkan bukan
semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak
mempunyai kendali terhadap  hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia
mengulang respon yang tidak adaptif.
7.  Model perilaku, berkembang dari teori belajar sosial, yang mengasumsi penyebab depresi
terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
8.  Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama depresi,
termasuk definisi katekolamin, disfungsi endokri, hipersekresi kortisol, dan variasi
periodik dalam irama biologis.

B.     Stresor Pencetus
Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan ( depresi )
menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), yaitu :
1.  Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta
seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik
melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi seseorang merupakan hal sangat penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai pendahulu episode
depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
kemampuan menyelesaikan masalah.

3.  Peran dan ketegangan peran telah dilaporka mempengaruhi perkembangan depresi,


terutama pada wanita.

4.  Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik. Seperti
infeski, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencentuskan
gangguan alam perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi dan
penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang
melemahkan tubuh juga sering disertai depresi.

Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari faktor predisposisi
(teori biologis terdiri dari genetik dan biokimia), dan faktor pencetus (teori psikososial terdiri
dari psikoanalisis, kognitif, teori pembelajaran, teori kehilangan objek).

2.5.1.5. Penyebab Depresi Pada Lanjut Usia


Depresi pada lansia merupakan permasalahan kesehatan jiwa (mental health) yang
serius dan kompleks, tidak hanya dikarenakanaging process tetapi juga faktor lain yang saling
terkait. Sehingga dalam mencari penyebab depresi pada lansia harus dengan multiple
approach. Menurut Samiun (2006) ada 5 pendekatan yang dapat menjelaskan terjadinya
depresi pada lansia yaitu :
1.  Pendekatan Psikodinamik
Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa aman
dan terlindung, keinginan untuk dihargai, dihormati dan lain-lain. Menurut Hawari (1996),
seseorang yang kehilangan akan kebutuhan afeksional tersebut (loss of love object) dapat
jatuh dari kesedihan yang dalam. Sebagai contoh seorang kehilangan orang yang dicintai
(terhadap suami atau istri yang meninggal), kehilangan pekerjaan/jabatan dan sejenisnya
akan dan menyebabkan orang itu mengalami kesedihan yang mendalam, kekecewaan yang
diikuti oleh rasa sesal, bersalah dan seterusnya, yang pada gilirannya orang akan jatuh
dalam depresi.
Freud mengemukakan bahwa depresi terjadi sebagai reaksi terhadap kehilangan.
Perasaan sedih dan duka cita sesudah kehilangan objek yang dicintai (loss of love object),
tetapi seringkali mengalami perasaan ambivalensi terhadap objek tersebut
(mencintai  tetapi marah dan benci karena telah meninggalkan). Orang yang mengalami
depresi percaya bahwa intropeksi merupakan satu-satunya cara ego untuk melepaskan
suatu objek, sehingga sering mengritik, marah dan menyalahkan diri karena kehilangan
objek tadi (Kaplan et all, 1997). Depresi yang terjadi pada lanjut usia adalah dampak
negatif kejadian penurunan fungsi tubuh dan perubahan yang terjadi terutama perubahan
psikososial. Perubahan-perubahan tersebut diatas seringkali  menjadi stresor bagi lanjut
usia yang membutuhkan adaptasi biologis dan biologis. Menurut Maramis (1995), pada
lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi
secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan  sering menyebabkan depresi.
Strategi adaptasi yang seringkali digunakan lansia yang mengalami depresi adalah
strategi pasif (defence mcanism) seperti menghindar, menolak, impian, displacement dan
lain-lain  (Coyne ett all, 1981 ; Samiun, 2006). Hubungan stress dan kejadian depresi
seringkali melibatkan dukungan sosial (social support) yang tersedia dan digunakan lansia
dalam menghadapi stresor. Ada bukti bahwa individu yang memiliki teman akrab dan
dukungan emosional yang cukup, kurang mengalami depresi bila berhadapan dengan stres
(Billings, et all, 1983 ; Samiun , 2006).

2.  Pendekatan Perilaku Belajar


Salah satu hipotesis untuk menjelaskan depresi pada lansia adalah individu yang
kurang menerima hadiah (reward) atau penghargaan dan hukuman (punishment) yang
lebih banyak dibandingkan individu yang idak depresi (Lewinsohn, 1974 ; Libet &
Lewinsohn, 1997 ; Samiun, 2006). Dampak dari kurangnya hadiah dan hukuman yang
lebih banyak ini mengakibatkan lansia merasakan kehidupan yang kurang menyenangkan,
kecenderungan memiliki self-esteem yang kurang dan mengembangkan self-concept yang
rendah. Hadiah dan hukuman bersumber dari lingkungan (orang-orang dan peristiwa
sekitar) dan dari diri sendiri. Situasi akan bertambah buruk jika seseorang menilai hadiah
yang diterima terlalu rendah dan hukuman yang diterima terlalu tinggi terutama untuk
tingkah laku mereka sendiri, sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara nilai
reward  dan punishment itu. Peran hadiah dan hukuman terhadap diri sendiri yang tidak
tepat dapat menimbulkan depresi (Rehm, 1997 ; Wicoxon, et all, 1997 ; Samiun 2006).
Faktor lain dari lingkungan yang berkenaan dari hadiah dan hukuman adalah
seseorang jika pindah ke tempat lain yang dapat mengakibatkan kehilangan sumber-
sumber hadiah dan perubahan dari tingkah laku yang mendapat hadiah sehingga aktifitas
yang sebelumnya dihadiahi menjadi tidak berguna. Standar untuk hadiah dan hukuman
yang meningkat menyebabkan performansi yang diperlukan untuk mendapat hadiah lebih
tinggi. Kehilangan hadiah yang sebelumnya diterima dapat menyebabkan depresi apabila
sumber alternatif  untuk mendapat hadiah tidak ditemukan.

3.  Pendekatan Kognitif
Menurut Beck (1967 ; 1976), Samiun (2006), seseorang yang mengalami
depresikarena memiliki kemapanan kognitif yang negatif (negative cognitive sets) untuk
menginterpretasikan diri sendiri, dunia dan masa depan mereka. Misalnya, seseorang yang
berhasil mendapatkan pekerjaan akan mengabaikan keberhasilan tersebut dan
menginterpretasikan sebagai suatu yang  kebetulan dan tetap memikirkan kegagalannya.
Akibat dari persepsi yang negatif itu, individu akan memiliki self-concept sebagai seorang
yang gagal, menyalahkan diri, merasa masa depannya suram dan penuh dengan kegagalan.
Masalah utam pada lansia yang depresi adalah kurangnya rasa percaya diri (self-
confidence) akibat persepsi diri yang negatif (Townsend, 1998).
Negative cognitive sets digunakan individu secara otomatis dan tidak menyadari
adanya distorsi pemikiran dan adanya interpretasi alternative yang lebih positif, sehingga
menyebabkan tingkat aktifitas berkurang karena merasa tidak ada alasan berusaha.
Individu menjadi tidak dapat mengontrol aspek-aspek negative dari kehidupannya dan
merasa tidak berdaya (helplessness). Perasaan ketidakberdayaan ini yang menyebabkan
depresi (Abramson, 1978; Peterson, 1984; Samiun, 2006).
Menurut Kaplan et all (1997), Interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif
yang sering adalah melibatkan distorsi negative pengalaman hidup, penilaian diri yang
negative, pesimistis dan keputusasaan.  Pandangan negative dan ketidakberdayaan yang
dipelajari (learned helplessness) tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi.
Pengalaman awal memberikan dasar pemikiran diri yang negative dan ketidakberdayaan
ini, sepertio pola asuh orang tua, kritik yang terus menerus tanpa diimbangi dengan pujian,
dan kegagalan-kegagalan yang sering dialami individu (Beck, et al., 1979; Samiun, 2006).

4.  Pendekatan Humanistik – Eksitensial


Teori humanistic dan eksistensial berpendapat bahwa depresi terjadi karena adanya
ketidakcocokan antara reality self dan ideal self. Individu yang menyadari jurang yang
dalam antara reality self dan ideal self dan tidak dapat dijangkau, sehingga menyerah
dalam kesedihan dan tidak berusaha mencapai aktualisasi diri.
Menyerah merupakan factor yang penting terjadinya depresi. Individu merasa tidak
ada lagi pilihan dan berhenti hidup sebagai seeorang yang real. Pada lansia yang gagal
untuk bereksistensi diri menyadari bahwa mereka tidak mau berada pada kondisinya
sekarang yang mengalami perubahan dan kurang mampu menyesuaikan diri, sehingga
kehidupan fisik mereka segera berakhir. Kegagalan bereksistensi ini merupakan suatu
kematian simbolis sebagai seseorang yang real.

5.  Pendekatan Fisiologis
Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena aktivitas neurologis yang
rendah (neurotransmiter norepinefrin dan serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang
berfungsi mengatur kesenangan. Neurotransmitter ini memainkan peranan penting dalam
fungsi hypothalamus, seperti mengontrol tidur, selera makan, seks dan tingkah laku motor
(Sachar, 1982; Samiun, 2006), sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi
disertai dengan keluhan-keluhan tersebut.
Pendekatan genetic terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara kembar.
Monozogotik Twins (MZ) berisiko mengalami depresi 4,5 kali lebih besar (65%) daripada
kembar bersaudara (Dizigotik Twins/DZ) yang 14% (Nurberger & Gershon, 1982;
Samiun, 2006). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa secara genetic depresi itu
diturunkan.
Menurut Mangoenprasodjo (2004), depresi pada lansia merupakan perpaduan
interaksi yang unik dari berkurangnya interaksi social, kesepian, masalah social ekonomi,
perasaan rendah diri karena penurunan kemampuan rendah diri, kemandirian, dan
penurunan fungsi tubuh, serta kesedihan ditinggal orang yang dicintai, factor kepribadian,
genetic, dan factor biologis penurunan neuron-neuron dan neurotransmitter di otak.
Perpaduan ini sebagai factor terjadinya depresi pada lansia. Kompleksitasnya perubahan-
perubahan yang terjadi pada lansia, sehingga depresi pada lansia dianggap sebagai hal
yang wajar terjadi.

Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:


1.   Distorsi dalam perilaku makan
2.   Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala)
3.   Merasa putus asa dan tidak berarti.
4.   Berat badan berubah drastis
5.   Gangguan tidur.
6.   Sulit berkonsentrasi
7.   Keluarnya keringat yang berlebihan
8.   Sesak napas
9.   Kejang usus atau kolik
10.  Muntah
11.  Diare
12.  Berdebar-debar
13.  Gangguan dalam aktivitas normal seseorang
14.  Kurang energi

2.5.1.6. Depresi Lanjut Usia Pasca Kuasa (POST POWER SYNDROME)


Depresi pada pasca kuasa adalah perasaan sedih yang mendalam yang dialami
seseorang setelah mengalami pension. Salah satu factor penyebab depresi pada pasca kuasa
adalah karena adanya perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan atau kekuasaan ketika
pension. Meskipun tujuan ideal pension adalah agar para lansia dapat menikmati hati tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pension
sering dirasakan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status
dan harga diri (Rini J, 2001). Menurut Kuntioro (2002), reaksi setelah orang memasuki masa
pension lebih tergantung dari model kepribadiannya. Untuk mensiasati agar masa pension
tidak merupakan beban mental lansia, jawabannya adalah sangat tergantung pada sikap dan
mental individu dalam masa pensiun, dalam kenyataannya ada yang menerima ada yang takut
kehilangan ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua da nada juga yang seolah-olah
acuh terhadap pension (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak
bagi masing-masing individu baik positif maupun negative. Dampak positif lebih
menentramkan driri lansia dan dampak negative akan mengganggu kesejahteraan hidup.
Secara umum peristiwa kehidupan meliputi kehilangan harga diri, gangguan
interpersonal, peristiwa social yang tidak diinginkan dan gangguan pola kehidupan yang
besar. Kejadian yang tidak diinginkan juga sering menjadi factor presipitasi depresi. Kejadian
di masa lampau (perpisahan dan segala macam kehilangan) lebih sering memperburuk gejal
kejiwaan, perubahan kesehatan fisik, gangguan penampilan peran social dan depresi (Stuart
dan Larairam, 1998).
Menurut Hawari (1996) orang yang mempunyai jabatan adalah orang yang
mempunyai kekuasaan, wewenang, dan kekuatan (power). Orang yang kehilangan jabatan
berarti orang yang kehilangan kekuasaan dan kekuatan (powerless), artinya sesuatu yang
dimiliki dan dicintai kini telah tiada (loss of love object). Dampak dari loss of love object ini
adalah terganggunya keseimbangan mental/emosional dengan manifestasi berbagai keluhn
fisik, kecemasan dan terlebih-lebih depresi. Keluhan-keluhan tersebut di atas disertai dengan
perubahan sikap dan perilaku, merupakan kumpulan gejala yang disebut sindroma pasca
kuasa (post power syndrome). Perubahan sikap dan perilaku tersebut merupakan dampak atau
keluhan psikososial dari orang yang baru kehilangan jabatan atau kekuasaan.
Kehilangan jabatan atau kekuasaan berarti perubahan posisi, yang dahulu kuat kini
merasa lemah. Perubahan posisi ini mengakibatkan perubahan dalam alam fikir (rasio) dan
alam perasaan pada diri yang bersangkutan. Kalau keluhan-keluhan yang bersifat fisik
(somatik) dan kejiwaan (kekecewaan atau depresi) itu sifatnya kedalam, tertutup dan tidak
terbuka maka keluhan psikososial inilah yang sering menampakan diri dalam bentuk ucapan
maupun sikap dan perilaku.
Keluhan-keluhan psikososial terjadi disebabkan karena perubahan posisi yang
mengakibatkan perubahan persepsi dari diri yang bersangkutan terhadap kondisi psikososial
di luar dirinya. Guna menghindari rasa kecewa dan tidak senang itu, orang menggunakan
mekanisme defensive antara lain berupa makanisme proyeksi dan rasionalisasi itulah maka
terjadi perubahan persepsi seseorang terhadap kondisi psikososial sekelilingnya. Menurut
Maramis (1995), bahwa stress psikologis terutama pada jiwa, seperti kecemasan, kekecewaan
dan rasa bersalah yang menimbulkan mekanisme penyesuaian psikologis. Mungkin pada
sewaktu-waktu, hanya gejala badaniah atau gejala psiokologik saja yang menonjol, tetapi kita
harus mengingat bahwa manusia itu senantiasa bereaksi secara holistic, yaitu bahwa seluruh
manusia itu terlibat dalam hal ini.
Karena manusia bereaksi secara holistic, maka depresi terdapat juga komponen
psikologik dan komponen somatic. Gejala-gejala psikologik ialah menjadi pendiam, rasa
sedih, pesimistis, putus asa, nafsu bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat mengambil
keputusan lekas lupa timbul pikiran bunuh diri. Sedangkan gejala badaniah ialah penderita
kelihatan tidak senang, lelah tak bersemangat atau apatis, bicara dan gerak-geriknya pelan
dan kurang hidup, terdapat anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai
pelarian), insomnia (sukar untuk tertidur) dan konstipasi.

2.5.1.7. Faktor-faktor yang menyebabkan depresi pada lanjut usia yang tinggal di Institusi
Terjadinya depresi pada lanjut usia yang tinggal dalam institusional seperti tinggal di panti
wreda (Endah dkk, 2003) :
a.  Faktor Psikologis
Motivasi masuk panti wreda sangat penting bagi lanjut usia untuk menentukan
tujuan hidup dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di panti. Tempat dan situasi
yang baru, orang0orang yang belum dikenal, aturan dan nilai-nilai yang berbeda,  dan
keterasingan merupakan stressor bagi lansia yang membutuhkan penyesuaian diri. Adanya
keinginan dan motivasi lansia untuk tinggal dipanti akan membuatnya bersemangat
meningkatkan toleransi dan kemampuan adaptasi terhadap situasi baru.
Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalah yang menarik adalah
kekurangan kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang
terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stress
lingkungan sering menyebabkan depresi. Hubungan stress dan kejadian depresi seringkali
melibatkan dukungan social (social support) yang tersedia dan digunakan lansia dalam
menghadapi stressor. Ada bukti bahwa individu yang memiliki teman akrab dan dukungan
emosional yang cukup, kurang mengalami depresi bila berhadapan dengan stress (Billings,
et all, 1983; Samiun, 2006).
Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan selalu menganggap bahwa
hidupnya telah gagal karena harus menghabiskan sisa hidupnya jauh dari orang-orang
yang dicintai mengakibatkan lansia memandang masa depan suram dan selalu menyesali
diri, sehingga mempengaruhi kemampuan lansia dalam beradaptasi terhadap situasi baru
tinggal di institusi.
b.  Faktor Psikososial
Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social dan dukungan
social mengakibatkan penyesuaian diri yang negative pada lansia. Menurunnya kepasitas
hubungan keakraban dengan keluarga dan berkurangnnya interaksi dengan keluarga yang
dicintai dapat menimbulkan perasaan tidak berguana, merasa disingkirkan, tidak
dibutuhkan lagi dan kondisi ini dapat berperan dalam terjadinya depresi. Tinggal di
institusi membuat konflik bagi lansia antara integritas, pemuasan hidup dan keputusasaan
karena kehilangan dukungan social yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
memelihara dan mempertahankan kepuasan hidup dan self-esteemnya sehingga mudah
terjadi depresi pada lansia (Stoudemire, 1994).
Kemampuan adaptasi dan lamanya tinggal dipanti mempengaruhi terjadinya
depresi. Sulit bagi lansia meninggalkan tempat tinggal lamanya. Pada lansia yang harus
meninggalkan rumah tempat tinggal lamanya (relokasi) oleh karena masalah kesehatan
atau social ekonomi merupakan pengalaman yang traumatic karena berpisah dengan
kenangan lama dan pertalian persahabatan yang telah memberikan perasaan aman dan
stabilitas sehingga sering mengakibatkan lansia merasa kesepian dan kesendirian bahkan
kemeorosotan kesehatan dan depresi (Friedman, 1995).
Pekerjaan di waktu muda dulu yang berkaitan dengan peran social dan
pekerjaannya yang hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan tinggal di institusi
mengakibatkan hilangnya gairah hidup, kepuasaan dan penghargaan diri. Lansia yang
dulunya aktif bekerja dan memiliki peran penting dalam pekerjaannya kemudian berhenti
bekerja mengalami penyesuaian diri dengan peran barunya sehingga seringkali menjadi
tidak percaya dan rendah diri (Rini, 2001).

c.  Faktor Budaya
Perubahan social ekonomi dan nilai social masyarakat, mengakibatkan
kecenderungan lansia tersisihkan dan terbengkalai tidak mendapatkan perawatan dan
banyak yang memilih untuk menaruhnya di panti lansia (Darmojo & Martono, 2004).
Pergeseran system keluarga (family system) dari extendend family ke nuclear family
akibat industrialisasi dan urbanisasi mengakibatkan lansia terpinggirkan. Budaya
industrialisasi dengan sifat mandiri dan individualis menggangap lansia sebagai “trouble
maker” dan menjadi beban sehingga langkah penyelesainnya dengan menitipkan di panti.
Akibatnya bagi lansia memperburuk psikologisnya dan mempengaruhi kesehatannya.
Tinggal di panti wreda harusnya merupakan alternative yang terakhir bagi lansia,
karena tinggal dalam keluarga adalah yang terbaik bagi lansia sesuai dengan tugas
perkembangan keluarga yang memiliki lansia untuk mempertahankan pengaturan hidup
yang memuaskan dan mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi (Duvall, 1985 yang
dikutip oleh Friedman, 1998).

2.5.1.8. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap
lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala
yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat
pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk
diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan di
berbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale
(GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavage pada tahun 1983 dengan indikasi utama pada
lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan
khusus dari pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % dan specificity 95 %.
Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30
poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format
laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan,
yang memrlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat
psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatic yang tidak berhubungan dengan
pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20
menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang
membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih
rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan.
Pernyataan Unfavorable, jawaban “tidak” diberi nilai 1 dan jawaban “ya” diberi nilai 0.
Assasment Tool geriatric depressions scale (GDS) untuk mengkaji depresi pada lansia
sebagai berikut:
No.      Pernyataan      Ya       Tidak
1.         Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan kehidupannya?            
2.         Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau kesenangan akhir-akhir
ini?               
3.         Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup ini?            
4.         Apakah bapak/ibu sering merasa bosan?                    
5.         Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik di masa depan?               
6.         Apakah bapak/ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang menganggu terus
menerus?                     
7.         Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat?            
8.         Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada
anda?                       
9.         Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?                
10        Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa?                  
11.       Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah?              
12.       Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada keluar dan mengerjakan
sesuatu?                       
13.       Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa depan?                  
14.       Apakah bapak/ibu akhir0akhir ini sering pelupa?                  
15.       Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini
menyenangkan?                    
16.       Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa?                      
17.       Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini?                 
18.       Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu?                      
19.       Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan?                     
20        Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang baru?                 
21.       Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?              
22.       Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada harapan?                
23.       Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada
bapak/ibu?               
24.       Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele?            
25.       Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?                 
26.       Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi?                     
27.       Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi hari?              
28.       Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social?                     
29.       Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat sesuatu keputusan?                       
30.       Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam memikirkan sesuatu seperti
dulu?                  

2.5.1.9. Upaya Penanggulangan Depresi Pada Lansia


Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekannkan pendekatan yang mencakup fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut
karena pendekatan daru satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada
lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang
dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eclectic holistik, yaitu suatu
pendekatan yang tidak tertuju pada kondisi fisik saja, akan tetapi juga mencakup aspek
psychological, psikososial, spiritual dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik
adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatan derajat kesehatan
lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh (Hawari, 1996).
Ada beberapa upaya penanggulangan depresi dengan eclectic holistic approach, diantaranya:
1)      Pendekatan Psikodinamik
Focus pendekatan psikodinamik adalah penanganan terhadap konflik-konflik
yang berhubungan dengan kehilangan dan stress. Upaya penanganan depresi dengan
mengidentifikasi kehilangan dan stress yang menyebabkan depresi, mengatasi, dan
mengembangkan cara-cara menghadapi kehilangan dan stressor dengan psikoterapi
yang bertujuan untuk memulihkan kepercayaan diri (self confidence) dan memperkuat
ego. Menurut Kaplan et all (1887), pendekatan ini tidak hanya untuk menghilangkan
gejala, tetapi juga untuk mendapatkan perubahan struktur dan karakter kepribadian
yang bertujuan untuk perbaikan kepercayaan pribadi, keintiman, mekanisme mengatasi
stressor, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi.
Pendekatan keagaman (spiritual) dan budaya sangat dianjurkan pada lansia.
Pemikiran-pemikiran dari ajaran agama apapun mengandung tuntunan bagaimana
dalam kehidupan di dunia ini manusia tidak terbebas dari rasa cemas, tegang, depresi,
dan sebagainya. Demikian pula dapat ditemukan dalam doa-doa yang paada intinya
memohon kepada Tuhan agar dalam kehidupan ini manusia diberi ketenangan,
kesejahteraan dan keselamatan baik di dunia dan di akhirat (Hawari, 1996).

2)      Pendekatan Perilaku Belajar


Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah dan
berlebihannya hukuman atas diri dapat di atasi dengan pendekatan perilaku belajar.
Caranya dengan identifikasi aspek-aspek leingkungan yang merupakan sumber hadiah
dan hukuman. Kemudian diajarkan keterampilan dan strategi baru untuk mengatasi,
menghindari, atau mengurangi pengalaman yang menghukum, seperti assertive
training, latihan keterampilan social, latihan relaksasi, dan latihan manajemen waktu.
Usaha berkutnya adalah peningkatan hadiah dalam hidup dengan self-reinforcement,
yang diberikan segera setelah tugas dapat diselesaikan.
Menurut Samiun (2006), ada tiga hal yang p[erlu diperhatikan dalam
pemberian hadiah dan hukuman, yaitu tugas dan teknik yang diberikan terperinci dan
spesifik untuk aspek hadiah dan hukuman dari kehidupan tertentu dari individu. Teknik
ini dapat untuk mengubah tingkah laku supaya meningkatkan hadiah dan mengurangi
hukuman, serta individu harus diajarkan keterampilan yang diperlukan untuk
meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman.

3)      Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola pikit tentang
keberhasilan masa lalu dan sekarang dengan cara mengidentifikasi pemikiran negative
yang mempengaruhi suasana hati dan tingkah laku, menguji individu untuk menentukan
apakah pemikirannya benar dan menggantikan pikiran yang tidak tepat dengan yang
lebih baik (Beck, et al, 1979; Samiun, 2006). Dasar dari pendekatan ini adalah
kepercayaaan (belief) individu yang terbentuk dari rangkaian verbalisasi diri (self-talk)
terhadap peristiwa/pengalaman yang dialami yang menentukan emosi dan tingkah laku
diri.
Menurut Kaplan et all (1997), upaya pendekatan ini adalah menghilangkan
episode depresi dan mencegah rekuren dengan membantu mengidentifikasi dan uji
kognisi negative, mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif, serta
melatih respon kognitif dan perilaku yang baru dan penguatan perilaku dan pemikiran
yang positif.

4)      Pendekatan Humanistik Eksistensial


Tugas utama pendekatan ini adalah membantu individu menyadari
kebaradaannya didunia ini dengan memperluas kesadaran diri, menemukan dirinya
kembali dan bertanggung jawab terhadap arah hidupnya. Dalam pendekatan ini,
individu yang harus berusaha membuka pintu menuju dirinya sendiri, melonggarkan
belengu deterministic yang menyebabkan terpenjara secara psikologis (Corey, 1993;
Samiun, 2006). Dengan mengeksplorasi alternative ini membuat pandangan menjadi
real, individu menjadi sadar siapa dia sebelumnya, sekarang dan lebih mempu
menetapkan masa depan.

5)      Pendekatan Farmakologis
Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi
psikofarmaka (farmakoterapi) dengan obat anti depresan merupakan pilihan alternative.
Hasil terapi dengan obat anti depresan adalah baik dengan dikombinasikan dengan
upaya psikoterapi.

2.5.10 Penatalaksanaan Depresi pada Lansia:


A. Terapi Biologik
1. Pemberian obat antidepresan
2. Terapi kejang listrik (ECT), shock theraphy
3. Terapi sulih hormon
4. Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)
B. Terapi Psikososial (Psikoterapi)
Bertujuan mengatasi masalah Psikoedukatif, yaitu:
a.       Mengatasi kepribadian maladaptif,
b.      Distorsi pola berpikir,
c.       Mekanisme koping yang tidak efektif,
d.      Hambatan relasi interpersonal.
Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah Sosiokultural, seperti
a.       Keterbatasan dukungan dari keluarga,
b.      Kendala terkait faktor kultural,
c.       Perubahan peran sosial.

C. Perubahan Gaya Hidup


1.      Aktivitas fisik terutama olah-raga.
2.      Pasien dibiasakan berjalan kaki setiap pagi/sore sehingga energi dapat di serta me(-) stress
karena kadar norepinefrin meningkat.
3.      Selain itu, pasien juga dapat diperkenalkan pada kebiasaan meditasi serta yoga untuk
menenangkan pikirannya

D.    Diet Sehat
  Me(-) asupan gizi yg me(+) kadar stress jg perlu dilakukan.
  Memperhatikan jenis makanan yg akan disajikan kpd lanjut usia yg mengalami depresi.
Makanan berat scr otomatis akan memicu tindakan bagian syaraf parasimpatik  cabang dr
sistem syaraf otonom yg me kesadaran.
  Depresi berhub. dg tingkat kesadaran yg rendah. Kesadaran mengacu pd proses psikologis yg
meliputi hal-hal seperti kemampuan utk memusatkan perhatian seseorang & kemampuan utk
bekerja scr efektif.

2.5.2. Berduka Cita


Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Periode
duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi seorang penderita lanjut usia.
Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat atau bahkan seekor hewan yang sangat
disanyangi bias mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang
lansia, yang selanjutnya akan memicu terjadinya gangguan fisik dn kesehatannya. Periode 2
tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan hidup atau teman dekat tersebut merupakan
periode yang sangat rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan untuk dapat
mengekspresikan dukacita tersebut. Sering diawali dengan perasaan kosong, kemudian
diikuti dengan menangis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka-cita pada
usia lanjut biasanya tidak bersifat self limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus memberi
kesempatan pada episode tersebut berlalu. Diperlukan pendamping yang dengan penuh
empati mendengarkan keluhan, memberikan hiburan dimana perlu dan tidak membiarkan tiap
episode berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil,
bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan
diberikan obat anti depresan.
2.5.3. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik
berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran
(Brocklehurts-Allen, 1987).
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia hidup sendiri
tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi, tetapi dilain pihak
terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak, tohh
mengalami kesepian.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.   DATA BIOGRAFI
Nama                                       :     Ny. M
TTL                                         :     Bengkulu, 21 Januari 1989
Jenis Kelamin                          :     Perempuan
Pendidikan                              :     SD
Agama                                     :     Islam
Status Perkawinan                  :     Janda
TB/BB                                     :     151 cm/45 kg
Penampilan                              :     Bersih, kurang rapi, gigi ompong
Ciri-ciri Tubuh                         :     Kulit keriput, ada bekas luka gores di lutut kiri, kifosis
Alamat                                    :     Jl.Basuki Rahmat No.21
Orang Yang Dekat                  :     Ny. S
Hubungan                               :     Anak kandung
Alamat/Telepon                       :     Jl.Basuki Rahmat No.21

B.   RIWAYAT KEPERAWATAN
1.      Genogram
               
 

          
 

Keterangan:
 X = Meninggal
V =  Pasien
O = Tinggal Serumah

2.      Riwayat Keluarga
 Klien adalah anak kedua dari 3 orang bersaudara. Merupakan anak dari pasangan
petani. Ayah klien meninggal dunia saat klien duduk di kelas 4 SD. Sedangkan ibu klien
meninggal saat klien kelas 6 SD. Klien sendiri tidak tahu penyakit apa yang pernah diderita
oleh mendiang orang tuanya. Setelah orang tua klien meninggal dunia, awalnya klien tinggal
bertiga dengan saudara-saudara klien saja sebelum akhirnya kakak pertamanya menikah.
Klien akhirnya tinggal berdua dengan adiknyak  sampai akhirnya adik klien juga menikah.
Klien lupa kapan tepatnya klien menikah. Klien menikah dengan seorang guru dan memiliki3
orang anak dam suami klien meninggal 3 tahun yang lalu. Setelah suami klien meninggal
dunia tahun 2003 karena stroke, klien tinggal dengan anak bungsunya di rumah.

C.   RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini                      :    -
Alamat Pekerjaan                     :    -
Jarak Dari Rumah                     :    -
Alat Transportasi                      :    -
Pekerjaan Sebelumnya              :    -
Jarak Dari Rumah                     :    -
Alat Transportasi                      :    -
Sumber-sumber Pendapatan & Kecukupan Terhadap Kebutuhan :
Sumber pendapatan didapat dari hasil pensiunan suami klien dan dari penghasilan anak-anak
klien terutama anak bungsu klien.

D.   RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


Tipe tempat tinggal                 
Jenis lantai rumah                     :    Kayu Ulin
Kondisi lantai                           :    Kering
Tangga rumah                           :    -
Penerangan                               :    Cukup
Tempat tidur                             :    Aman
Alat dapur                                :    Berserakan
WC                                           :    Cukup baik, lumayan bersih, tapi agak licin
Kebersihan lingkungan             :    Kurang bersih
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah: 2 orang
Derajat privasi                          :
Tetangga terdekat                     :    Ny.K
Alamat dan telepon                  :    Jl. Basuki Rahmat No.11

E.   RIWAYAT REKREASI
Hobbi/Minat                             :    Berkebun dan Menyulam
Keanggotaan Organisasi           ;    Organisasi Wanita Wredatama
Liburan/Perjalanan                    :    -

F.    SISTEM PENDUKUNG
Perawat                                     : Ny.N
Jarak dari rumah                       :  2 Km
Rumah Sakit                             :    RSUD  M Yunus    Jarak 3,5 km
Klinik                                        :    -           Jarak
Pelayanan Kes. Dirumah          :    -
Makanan yg dihantarkan          :    -
Perawatan sehari-hari yang dilakukan di rumah:  -
Lain-lain                                   :    -
G.  DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual                      :    Shalat wajib 5 waktu, shalat sunat
Yang Lainnya                           :    mengaji setiap shalat magrib berakhir

H.  STATUS KESEHATAN
§  Status Kesehatan Umum Selama Setahun Yang Lalu   :
Setahun yang lalu klien sempat dirawat di RS karena mengalami kecelakaan lalu lintas
dengan anak klien. Klien mengalami luka lecet di pergelangan tangan dan kaki klien.
§  Status Kesehatan Umum Selama 3Tahun Yang lalu    :
Klien sering melamun,nangis dan terkadang kurang berinteraksi dengan para tetangganya..
§  Keluhan Utama                :  Gangguan Spikology
1. Provocative/Paliative      :   Klien Mengalami Depresi Karena ditinggal suaminya
2. Quality/Quantity            :    Merenung,Diam diri
terkadang terasa sakit berkisar antara 10-15 menit
§  Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan     :
klien menyadari dirinya sudah lansia dan sering sakit-sakitan. Klien tergolong orang
yang peduli terhadap kesehatannya, kalau sakit klien akan segera berobat. Klien juga tahu
kalau dia menderita arthritis gout atau umumnya dikenal oleh orang awam (termasuk klien)
dengan asam urat.semenjak ditinggal suaminya klien mengalami depresi karena klien merasa
kesepian.

§  Obat-obatan:
Menurut klien obat yang diminumnya adalah paracetamol dan vitamin (karena sampel sudah
tidak ada)

Alergi (Catatan Agent dan Reaksi Spesifik)


Obat-obatan                              :    -
Makanan                                   :    -
Faktor Lingkungan                   :    -

Penyakit Yang Diderita


Arthritis Gout (Asam Urat)

I.      AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)


Indeks KATZ                           :    A
Oksigenisasi                              :    Baik, tanpa alat bantu
Cairan & Elektrolit                   :    Klien minum ±4-6 gelas/hari, klien suka minum kopi
Nutrisi                                       :    Baik, klien terkadang makan nasi lunak. Sayur-sayuran
terutama kangkung, dan ikan
Eliminasi                                   :    BAB kadang lancar kadang tidak, BAK dalam sehari 3-5
kali
Aktivitas                                   :    Terbatas, klien sering merasa sedih, dan lebih mengurung
diri dirumah.
Istirahat & Tidur                       :    Tidur siang kadang-kadang, tidur malam dari pukul 21.00
WIB dan terbangun pukul 03.00 WIB
Personal Hygiene                      :    Terkadang dibantu sama anak tertuanya
Seksual                                     :    -
Rekreasi                                    :    Klien tidak pernah rekreasi selain mengunjungi anaknya
J.     PSIKOLOGI, KOGNITIF DAN PERSEPTUAL
Konsep Diri                              :    Baik, positif, klien menyadari dirinya sudah lansia
Emosi                                        :    Tidal Labil dan mudah tersinggung
Adaptasi                                   :    kurang karena Pasien tidak terlalu berbaur dengan
masyarakat sekitarnya
Mekanisme pertahanan diri      :    Baik
Status mental                         
Tingkat kesadaran                    :    Composmentis
Afasia                                       :    -
Demensia                                  :    iya
Orientasi                                   :    Tidak Normal
Bicara                                       :    Tidak Normal
Bahasa yang digunakan            :    Jawa
Kemampuan membaca             :    Bisa
Kemampuan interaksi               :    Sesuai
Vertigo                                     :    iya
Short Portable Mental Status Quistionaire (SPMSQ)       :  6 (Kerusakan Intelektual Sedang)
Mini-Mental State Exam (MMSE)                                   :  6 (Gangguan Intelektual Sedang)
Geriatrik Depression Scale                                                :  Skor 4
APGAR                                                                            :  6 (Sedang)

K.  TINJAUAN SISTEM
Keadaan umum                        :    Baik
Tingkat kesadaran                    :    Composmentis
Tanda-tanda vital                     :    TD: 130/70 mmHg                  N: 68x/m
                                                      RR: 20x/m                               T: 36,3oC
                                                      TB: 152 cm                             BB: 48 Kg

L.   PENGKAJIAN PERSISTEM
§ PERNAFASAN (B1: BREATHING)
1.      Bentuk Dada                                 :    Simetris
2.      Sekresi dan Batuk                         :    Tidak Ada
3.      Pola Nafas                                   
a.       Frekuensi nafas                       :    20x/m dan teratur
4.      Bunyi Nafas
b.      Normal                                    :    Vesikuler di semua lapang paru
c.       Abnormal                                :    -
d.      Resonen lokal                          :    -
5.      Pergerakan dada                           :    -
6.      Tractil Fremitus/Fremitus Lokal    :    -
7.      Alat Bantu Pernafasan                  :    -
§ CARDIOVASCULAR (B2: BLEEDING)
1.      Nadi
Frekuensi                                       :    68x/m dan reguler    
2.      Bunyi jantung                               :    Normal
3.      Letak jantung                                :    Ictus cordis teraba pada ICS 5 kira-kira satu jari
medial dari garis midclavicula
4.      Pembesaran jantung                      :    Tidak
5.      Nyeri dada                                    :    Tidak
6.      Edema                                           :    Tidak
7.      Clubbing finger                             :    Tidak

§ PERSARAFAN (B3: BRAIN)


Tingkat Kesadaran: Composmentis
1.      GCS
Total GCS: 14
2.      Refleks                                          :    Normal         
3.      Koordinasi gerak                           :    Ya
4.      Kejang                                           :    Tidak
5.      Lain-lain                                        :    -

§ PENGINDERAAN (PERSEPSI SENSORI)


1.      Mata (Penglihatan)
a.       Bentuk                                    :    Normal
b.      Visus                                       :    -
c.       Pupil                                        :    Isokor
d.      Gerak bola mata                      :    Normal
e.       Medan penglihatan                 :    Menyempit
f.       Buta warna                              :    Tidak
g.      Tekanan Intra Okuler              :    Tidak
2.      Hidung (Penciuman)
a.       Bentuk                                    :    Normal
b.      Gangguan Penciuman             :    Tidak
3.      Telinga (Pendengaran)
a.       Aurikel                                    :    Normal
b.      Membran tympani                   :    Keruh
c.       Otorrhae                                  :    Tidak
d.      Gangguan Pendengaran          :    Ya
e.       Tinitus                                     :    Ya
4.      Perasa                                            :    Normal
5.      Peraba                                           :    Normal

§ PERKEMIHAN-ELIMINASI URI (B4: BLADDER)


Masalah kandung kemih                     :    Sering
Produksi urine                                     :    250ml/hari
Frekuensi                                             :    2-6x/hari
Warna                                                  :    Kuning Jernih
Bau                                                      :    Amoniak
§ PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI (B5: BOWEL)
1.      Mulut dan Tenggorokan
a.       Mulut                                      :    Selaput lendir mulut lembab
b.      Lidah                                       :    Hiperemik
c.       Kebersihan Rongga Mulut      :    Tidak berbau
d.      Tenggorokan                           :    Sakit Menelan
e.       Abdomen                                :    Kenyal
f.       Pembesaran Hepar                  :    Tidak
g.      Pembesaran Lien                     :    Tidak
h.      Asites                                      :    Tidak
2.      Masalah Usus Besar dan Rectum/Anus
BAB                                              :    2X/hari, Tidak ada masalah
Obat pencahar                               :    Tidak
Lavemen                                       :    Tidak

§ OTOT, TULANG, DAN INTEGUMEN (B6: BONE)


1.      Otot dan Tulang
Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai (ROM): Bebas
Kemampuan kekuatan otot:
-       Tidak ada fraktur
-       Tidak ada dislokasi
-       Tidak ada haematom
2.      Integumen
Warna kulit                                   :    Hiperpigmentasi
Akral                                             :    Hangat
Turgor                                           :    Tidak Elastik
Tulang belakang                            :    Kiposis

M. REPRODUKSI
Perempuan:
Payudara                        :    Bentuk simetris, Tidak ada benjolan
Kelamin                          :    Bentuk normal, tidak ada keputihan, klien menopause

N.   ENDOKRIN
Klien tidak memiliki kelainan endokrin

O.  PENGETAHUAN
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien menyadari dirinya sudah lansia
dan akan ren
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)
Nama klien     :
No.Reg           :
Ruang             :
MINI MENTAL SKORE
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1. Tanggal berapa hari ini? (dd/mm/hh) √
2. Hari apa hari ini? √
3. Apakah nama tempat ini? √
4. Berapa no.telp,bila tidak ada,no. rumah √
/jalan
5. Berapakah usia anda? √
6. Kapan anda lahir? (tanggal/bulan/tahun) -
7. Siapa nama presiden Indonesia sekarang? √
8. Siapa nama presiden sebelumnya? -
9. Siapa nama ibumu sebelum menikah? √
10. 20 dikurang 3 dan seterunya? √

JUMLAH KESALAHAN
0-2 Kesalahan                        : Baik
3-4 kesalahan             :Gangguan Intelektual Ringan
5-7 kesalahan             : Gangguan Intelektual Sedang      
8-10 kesalahan           : Gangguan Intelektual Berat
HASIL :0 – 2 kesalahan : baik
                               INDEKS KATZ ( AKS)
Katz A Mandiri dalam :
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Ke Toilet,
4. Berpindah
5. Kontinen BAK/BAB
6. Makan
Katz B Mandiri, untuk 5 fungsi diatas
Katz C Mandiri,kecuali mandi
Katz D Mandri, kecuali mandi, Berpakaian,& 1 fungsi diatas
Katz E Mandri, kecuali mandi, Berpakaian,Ke Toilet & 1 fungsi
diatas
Katz F Mandri, kecuali mandi, Berpakaian,Ke Toilet,
Berpindah& 1 fungsi diatas
Katz G Ketergantungan untuk semua 6 fungsi diatas
GERIATRIC DEPRESSION SCALE (SKALA DEPRESI)
NO PERTANYAAN JAWABAN
1. APAKAH ANDA SEBENARNYA PUAS TIDAK   √
DENGAN KEHIDUPAN ANDA?
2. APAKAH ANDA TELAH MENINGGALKAN √ YA
BANYAK KEGIATAN DAN MINAT /
KESENANGAN ANDA?
3. APAKAH ANDA MERASA KEHIDUPAN √ YA
ANDA KOSONG?
4. APAKAH ANDA MERASA SERING BOSAN? √ YA
5. APAKAH ANDA MEMPUNYAI SEMANGAT TIDAK √
YANG BAIK SETIAP SAAT?
6. APAKAH ANDA MERASA TAKUT SESUATU √ YA
YANG BURUK AKAN TERJADI PADA
ANDA?
7. APAKAH ANDA MERASA BAHAGIA UNTUK TIDAK √
SEBAGIAN BESAR HIDUP ANDA?
8. APAKAH ANDA MERASA SERING TIDAK √ YA
BERDAYA?
9. APAKAH ANDA LEBIH SERING DIRUMAH YA
DARI PADA PERGI KELUAR DAN
MENGERJAKAN SESUATU HAL YANG
BARU?
10. APAKAH ANDA MERASA MEMPUNYAI √ YA
BANYAK MASALAH DENGAN DAYA INGAT
ANDA DIBANDINGKAN KEBANYAKAN
ORANG?
11. APAKAH ANDA PIKIR BAHWA HIDUP TIDAK√
ANDA SEKARANG MENYENANGKAN?
12. APAKAH ANDA ME RASA TIDAK √ YA
BERHARGA SEPERTI PERASAAN ANDA
SAAT INI?
13. APAKAH ANDA MERASA PENUH TIDAK√
SEMANGAT?
14. APAKAH ANDA MERASA BAHWA √ YA
KEADAAN ANDA TIDAK ADA HARAPAN?
15. APAKAH ANDA PIKIR BAHWA ORANG √ YA
LAIN LEBIH BAIK KEADAANNYA DARI
PADA ANDA?
*) SETIAP JAWABAN YANG SESUAI MERUPAKAN SKOR “ 1”
( SATU)KETERANGAN :
SKOR 5-9                              : KEMUNGKINANA DEPRESI
SKOR 10 ATAU LEBIH     : DEPRESI
HASIL : skor 5 – 9 = kemungkinan depresi
NO KEADAAN PASIEN SKOR
1. KONDISI FISIK UMUM
         Baik 4     √
         Lumayan 3
         Buruk 2
         Sangat Buruk 1
2. KESADARAN
         Komposmentis 4    √
         Apatis 3
         Konfus/spoor 2
         Stupor/koma 1
3. AKTIVITAS
         Ambualan 4   √
         Ambualan dengan bantuan 3
         Hanya bisa duduk 2
         Tiduran 1
4. MOBILITAS
         Bergerak bebas 4   √
         Sedikit terbatas 3
         Sangat terbatas 2
         Tiduran 1
5. INKONTINENSIA
         Tida ada 4
         Kadang-kadang 3   √
         Sering inkontinensia urine 2
         Inkontinensia alvi dan urine 1

KATEORI SKOR
16-20   : kecil sekali /tidak terjadi
12-15   :kemungkinan terjadi kecil
< 12     :kemungkinan besar terjadi
HASIL : 19, kecil sekali / tidak terjadi
C. Diagnosa Keperawatan
1.    Mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2.    Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
3.    Ketidak berdayaan
4.    Risiko bunuh diri
5.    Gangguan pola tidur

D. Rencana Tindakan Keperawatan


1.    Dx 1 : Mencederai diri berhubungan dengan depresi.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak
mencederai diri.
    Kriteria Hasil:
    Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.
    Lansia tampak lebih bahagia.
    Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.

2.    Dx 2 : Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif


     Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa tidak
stres dan depresi.
      Kriteria Hasil :
1.  Klien dapat meningkatkan harga diri
2.  Klien dapat menggunakan dukungan sosial
3.  Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

1.Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.


2.Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu
3.Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan,
hal-hal untuk diselesaikan).
           
E. Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
1. Ketidakberdayaan,
Kemampuan pasien:
a. Berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri
b. Melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah
Kemampuan keluarga:
a. mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
b. Membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki

2. Risiko bunuh diri


Kemampuan pasien:
a. Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
b. mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
c. Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga dapat mengenali tanda dan gejala awal perilaku bunuh diri
b. Keluarga menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
c. Keluarga mampu membantu pasien dalam menetapkan cara-cara yang positif untuk
mengatasi masalah

3. Gangguan pola tidur


Kemampuan klien:
a. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur
b. Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab gangguan tidur yang dialami pasien
b. Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang nyaman untuk memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan tidur pasien
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang cukup
sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor penyebab
dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh orang usia lanjut. Di lain
pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya
tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan
psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula.

4.2 Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan
komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada lansia.
Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek yang lain,
olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan psikososial harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat jasmani dan rohani.
DAFTAR PUSTAKA

http://abiums.blogspot.com/2007/05/askep-lansia-depresi.html
http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi
http://pinkersaya.wordpress.com/2012/11/24/askep-lansia-dengan-gangguan-psikologis-
depresi
http://mklh12depresi.blogpot.com
http://id.wikipedia.org/wiki.Depresi
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/Depresi-pada-lansia
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC
Muhibbinsyah. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai