Anda di halaman 1dari 41

ASKEP MENINGITIS, EPILEPSI,

MYASTENIA GRAVIS & PARKINSON

BY : Ns. FENY MARLENA, S.Kep


MENINGITIS
1.Pengertian
a. Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
b.Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

2.Etiologi
•Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
•Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
•Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
•Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
•Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
•Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan.
C. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi
otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.
D. Patofisiologi
Agen penyebab

Invasi ke SSP melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarahnoid

Respon inflamasi di piamatter, arachnoid,CSF dan
ventrikuler

Exudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologis
E. Manifestasi Klinis
• Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
• Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi
letargik, tidak responsif, dan koma.
• Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb :
– Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
– Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha
dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
– Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan
yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
• Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan
pada cahaya.
• Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan
peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema
serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik
tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
• Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada
meningitis meningokokal.
• Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia :
demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata.
F. Pemeriksaan Diagnostik
 Analisis CSS dari fungsi lumbal
 Glukosa serum
 LDH serum
 Sel darah putih
 Elektrolit darah
 Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine
 MRI/ CT scan
 Rontgen dada/kepala/ sinus
G. Komplikasi

• Hidrosefalus obstruktif
• MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
• Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan
adrenal bilateral)
• SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
• Efusi subdural
• Kejang
• Edema dan herniasi serebral
• Cerebral palsy
• Gangguan mental
• Gangguan belajar
• Attention deficit disorder.
Askep Meningitis
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pengkajian Psikososiospiritual
g. Pemeriksaan fisik
h. Pengkajian saraf kranial
• N I : Tdk ada kel pd fgsi penciuman
• N II : Papiladema (+) yg m’nyebabkan trjdinya
peningkatan TIK
• N III, IV, VI : pemeriksaan fgsi & reaksi pupil, fotofobia
(sensitif yg b’lbihan thd chya)
• N V : Tdk d’dptkn paralisis pd otot wajah & refleks kornea
tdk ada kelainan
• N VII : Persepsi pengecapan dlm bts normal, wjh simetris
• N VIII: Tdk ditemukn tuli konduktif & persepsi
• N IX &X : Kemampuan menelan baik
• N XI : Tdk ada atrofi otot sternokleidomastoideus &
trapezius, kaku kuduk (+)
• N XII : Lidah simetris, indra pengecapan normal
i. Pengkajian sistem motorik
K’kuatan otot menurun, kontrol
keseimbangan dan koordinasi tahap lanjut
m’alami perub
j. Pengkajian sistem sensorik
Sensasi raba, nyeri, suhu yang normal
k. Pengkajian refleks
Babinski (+)
Didapatkan kaku kuduk (+), tanda kernig (+),
tanda brudzinski (+)
2. Diagnosa & Intervensi Keperawatan
a.Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata
hematogen dari patogen.
Intervensi :
Mandiri
• Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
• Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
• Pantau suhu secara teratur
• Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
• Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas
dalam
• Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau)
Kolaborasi
• Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol,
gentamisin.
b.Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan
sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Intervensi :
Mandiri
• Tirah baring dengan posisi kepala datar.
• Pantau status neurologis.
• Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
• Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu,
masukan dan haluaran.
• Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi
• Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
• Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
• Pantau BGA.
• Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.
c. Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam
sirkulasi.
Intervensi :
Mandiri
• Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas
mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi
sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage
otot leher.
• Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala
agak tingi).
• Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
• Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.
Kolaborasi
• Berikan anal getik, asetaminofen,  codein
Epilepsi
a. Pengertian
• Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan
karekteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007)
• Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri
timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000)
b. Etiologi
• Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
• Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
• Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
• Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hiponatremia)
• Tumor Otak
• Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
c. Patofisiologi

Virus kulit, sal nafas& sal cerna virus


m’nyebar k’sluruh tbuh scr lokal m’infeksi selaput
lendir p’mukaan/organ ttt m’nyebar m’lalui
sistem persyarafan Epilepsi
d. Manifestasi Klinis
• Kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
• Kelainan gambaran EEG
• Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
• Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda
sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium
bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
e. Klasifikasi Kejang
 Kejang parsial sederhana
 Kejang parsial kompleks
 Kejang umum

f. Pemeriksaan Diagnostik
 CT scan
 EEG
 MRI
 Kimia darah
Askep Epilepsi

Diagnosa & Intervensi Keperawatan


a.Resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi
Intervensi:
Mandiri
• Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi
palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari
rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
• Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala
selama serangan kejang.
• Tanggalkan pakaian pada daerah leher/abdomen.
• Masukkan spatel lidah atau gulugan benda lunak sesuai dengan indiksi.
• Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Kolaborasi
• Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan pada fase posiktal.
• Siapkan untukmelakukan intubasi, jika ada indikasi
b. Resiko cidera yg b’hub dgn kejang b’ulang, ketidaktahuan
tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejang
Intervensi :
• Kaji tingkat pengetahuan klien & kelrg ttg cara penanganan
saat kejang
• Ajarkan klien & kelrg ttg metode mengontrol demam
• Anjurkan utk kontrol pasca cidera kepala
• Anjurkan kelrg agar m’prsiapkn lingk yg aman, sprti btasan
ranjang, pa2n p’ngaman & alat suction di dkt klien
• Anjurkan utk mghndari rgsang chya yg b’lbihan
• Anjurkan m’prthankn tirah baring total slm fase akut
• Kolaborasi dlm p’berian terapi fenitoin (delantin)
Myasthenia Gravis
a. Pengertian
 Myastenia gravis merupakan gangguan yang
mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh
yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter) .
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang
berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-
otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf
cranial (Brunner and Suddarth 2002)

 Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang


mempengaruhi transmisi impuls pada otot-otot volunter
tubuh (Sandra M. Neffina 2002).
b. Etiologi
Penyebab gangguan ini tidak diketahui, tetapi kemungkin
terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin
pada persimpangan neoromuskular akibat reaksi autoimun.
Kontraksi otot mengalami kerusakan menyebabkan
kelemahan otot.

c. Manifestasi klinis
• Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami kelelahan
• Diplobia (penglihatan ganda)
• Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
• Disfonia (gangguan suara)
• Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progresif
menyebabkan gawat napas.
d. Patofisiologi
Ggn autoimun yg mrusak reseptor asetilkolin

Jmlh reseptor asetilkolin b’(-) pd membran postsinap

Kerusakan pd transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot


karna kehilangan k’mampuan/hlgny reseptor normal
membran post sinaps pd sambungan neuromuskular

P’nurunan hub neuro-muskular

Kelemahan otot-otot
e. Test Diagnostik
1. Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada
90% pasien.
2. Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon
motorik sementara dan menurunkan gejala pada
krisis miastenik untuk sementara waktu
memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.
3. Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan
respon rangsangan saraf berulang.
4. CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang
dianggap menyebabkan respon autoimun.
Askep Myasthenia Gravis

1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pengkajian Psikososiospiritual
g. Pemeriksaan fisik
Pengkajian saraf kranial
• N I : Tdk ada kel pd fgsi penciuman
• N II : Penurunan ketajaman pglihatan, adanya
pglihatan ganda
• N III, IV, VI : ptosis, oftalmoplegia
• N V : Paralisis pd otot wjh
• N VII : Persepsi pengecapan t’ggu (ggn motor pd lidah)
• N VIII: Tdk ditemukn tuli konduktif & persepsi
• N IX &X : Ketdkmampuan dlm menelan
• N XI : Tdk ada atrofi otot sternokleidomastoideus &
trapezius
• N XII : Lidah tdk simetris (kelemahan otot motor pd
lidah)
2. Diagnosa Keperawatan

• Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan


kelemahan otot pernafasan
• Deficit peraatan diri yang berubungan dengan
kelemahan otot, keletihan umum
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis
otot.
3. Intervensi Keperawatan
Dx I :
• Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi
alternative jika klien menggunakan ventilator
• Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan
aktifitas
• Ukur parameter pernafasan dengan teratur
• Kolaborasi dengn dokter untuk pemberian obat
antikolinergik
• Suction sesuai kebutuhan (obat-obatan antikolinergik
meningkatkan sekresi bronkial)
Dx II :
Intervensi :
• Buat jadwal perawatan diri dengan interval
• Berikan waktu istirahat diantara aktivitas
• Lakukan perawatan diri untuk pasien selama
kelemahan otot yang sangat berlebihan atau
sertakan keluarga
• Peragakan tehnik-tehnik penghematan energi
Dx III
Intervensi :
• Kaji reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum
pemberian peroral
• Hentikan pemberian makan peroraljika pasien tidak dapat
mengatasi sekresi oral atau jika reflek gangguan menelan
atau batuk tertekan
• Pasang selang makan kecil dan berikan makan perselang jika
terdapat disfagia.
• Catat intake dan output
• Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori
Timbang pasien setiap hari.
Parkinson
a. Pengertian
• Penyakit Parkinson adalah penyakit saraf progresif yang berdampak
terhadap respon
mesenfalon dan pergerakan regulasi.
• Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif
yang berkaitan erat dengan usia.

b. Etiologi
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan
neurotransmitter di otak faktor-faktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan
respon gejala penyakit Parkinson,
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus,
genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
c. Patofisiologi

Faktor predisposisi lesi di substansia nigra : fx usia,


aterosklerotik, post ensefalitis, induksi obat &
keracunan logam berat Dopamin menipis
dalam substansia nigra & korpus striatum
Kehilangan kelola dari substansi nigra Globus
palidus m’ngeluarkan impuls yg abnormal (Impuls ini
tdk m’lakukn inhibisi t’hdp korteks piramidalis &
ekstra piramidalis) Kerusakn kontrol gerakan
voluntar yg m’miliki ketangkasan s’suai & gerakn
otomatis.
d. Tanda dan Gejala
• Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang
secara spontan,
• Tremor yang menetap ,
• Tindakan dan pergerakan yang tidak
terkontrol,
• Gangguan saraf otonom (sulit tidur,
berkeringat, hipotensi ortostatik,
• Depresi, demensia,
• Wajah seperti topeng.
e. Pemeriksaan Diagnostik
o EEG
o CT scan

f. Komplikasi
Komplikasi terbanyak dan tersering dari penyakit
Parkinson yaitu demensia, aspirasi, dan trauma
karena jatuh.
Askep Parkinson

1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pengkajian Psikososiospiritual
g. Pemeriksaan fisik
Pengkajian saraf kranial
• N I : Tdk ada kel pd fgsi penciuman
• N II : Penurunan ketajaman pglihatan
• N III, IV, VI : Gerakan bola mata konvergen (gerakn
ke 2 bola mata ke arah nasal)
• N V : Perub pada otot wjh, saat bicara wjh sprti
topeng (sring m’ngedipkn mata)
• N VII : Persepsi pengecapan dlm bts normal
• N VIII: Ditemukn tuli konduktif & persepsi
• N IX &X : Kesulitan dlm menelan makanan
• N XI : Tdk ada atrofi otot sternokleidomastoideus &
trapezius
• N XII : Lidah simetris, indra pengecapan normal
2. Diagnosa Keperawatan

• Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


kekakuan dan kelemahan otot.
• Defisit parawatan diri berhubungan dengan
kelemahan neuromuskular,menurunya
kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.
• Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan
dengan penurunan kemampuan bicara dan
kekakuan otot wajah
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Dx I :
• Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap
peningkatan kerusakan
• Lakukan program latihan meningkatkan kekuatan
otot.
• Anjurkan mandi hangan dan masase otot
• Bantu klien melakukan latihan ROM,perawatan diri
sesuai toleransi
• Kolaborasi ahli fisioterapi untuk latihan fisik
Intervensi Dx II :
•Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dan skala 0 – 4 untuk melakukan
ADL
•Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
•Kolaborasi pemberian pencahar dan konsul ke dokter terapi okepasi
•Ajarkan dan dukung klien selama klien aktifitas
•Modifikasi lingkungan
•Harga didri yang negatif.
Intervensi Dx III :
•Jaga komplikasi pengobatan.
•Rujuk ke terapi wicara.
•Ajarkan klien latihan wajah dan menggunakan metoda bernafas untuk
memperbaiki kata-kata, volume, dan intonasi.
•Nafas dalam sebelum berbicara untuk meningkatkan volume suara dan jumlah
kata dalam kalimat setiap bernafas.
•Latih berbicara dalam kalimat pendek, membaca keras di depan kaca atau ke
dalam perekam suara (tape recorder) untuk memonitor kemajuan.
THANK YOU………

Anda mungkin juga menyukai