2.Etiologi
•Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
•Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
•Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
•Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
•Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
•Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan.
C. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi
otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.
D. Patofisiologi
Agen penyebab
↓
Invasi ke SSP melalui aliran darah
↓
Bermigrasi ke lapisan subarahnoid
↓
Respon inflamasi di piamatter, arachnoid,CSF dan
ventrikuler
↓
Exudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal
↓
Kerusakan neurologis
E. Manifestasi Klinis
• Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
• Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi
letargik, tidak responsif, dan koma.
• Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb :
– Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
– Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha
dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
– Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan
yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
• Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan
pada cahaya.
• Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan
peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema
serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik
tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
• Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada
meningitis meningokokal.
• Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia :
demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Analisis CSS dari fungsi lumbal
Glukosa serum
LDH serum
Sel darah putih
Elektrolit darah
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine
MRI/ CT scan
Rontgen dada/kepala/ sinus
G. Komplikasi
• Hidrosefalus obstruktif
• MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
• Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan
adrenal bilateral)
• SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
• Efusi subdural
• Kejang
• Edema dan herniasi serebral
• Cerebral palsy
• Gangguan mental
• Gangguan belajar
• Attention deficit disorder.
Askep Meningitis
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pengkajian Psikososiospiritual
g. Pemeriksaan fisik
h. Pengkajian saraf kranial
• N I : Tdk ada kel pd fgsi penciuman
• N II : Papiladema (+) yg m’nyebabkan trjdinya
peningkatan TIK
• N III, IV, VI : pemeriksaan fgsi & reaksi pupil, fotofobia
(sensitif yg b’lbihan thd chya)
• N V : Tdk d’dptkn paralisis pd otot wajah & refleks kornea
tdk ada kelainan
• N VII : Persepsi pengecapan dlm bts normal, wjh simetris
• N VIII: Tdk ditemukn tuli konduktif & persepsi
• N IX &X : Kemampuan menelan baik
• N XI : Tdk ada atrofi otot sternokleidomastoideus &
trapezius, kaku kuduk (+)
• N XII : Lidah simetris, indra pengecapan normal
i. Pengkajian sistem motorik
K’kuatan otot menurun, kontrol
keseimbangan dan koordinasi tahap lanjut
m’alami perub
j. Pengkajian sistem sensorik
Sensasi raba, nyeri, suhu yang normal
k. Pengkajian refleks
Babinski (+)
Didapatkan kaku kuduk (+), tanda kernig (+),
tanda brudzinski (+)
2. Diagnosa & Intervensi Keperawatan
a.Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata
hematogen dari patogen.
Intervensi :
Mandiri
• Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
• Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
• Pantau suhu secara teratur
• Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
• Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas
dalam
• Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau)
Kolaborasi
• Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol,
gentamisin.
b.Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan
sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Intervensi :
Mandiri
• Tirah baring dengan posisi kepala datar.
• Pantau status neurologis.
• Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
• Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu,
masukan dan haluaran.
• Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi
• Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
• Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
• Pantau BGA.
• Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.
c. Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam
sirkulasi.
Intervensi :
Mandiri
• Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas
mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi
sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage
otot leher.
• Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala
agak tingi).
• Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
• Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.
Kolaborasi
• Berikan anal getik, asetaminofen, codein
Epilepsi
a. Pengertian
• Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan
karekteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007)
• Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri
timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000)
b. Etiologi
• Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
• Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
• Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
• Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hiponatremia)
• Tumor Otak
• Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
c. Patofisiologi
f. Pemeriksaan Diagnostik
CT scan
EEG
MRI
Kimia darah
Askep Epilepsi
c. Manifestasi klinis
• Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami kelelahan
• Diplobia (penglihatan ganda)
• Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
• Disfonia (gangguan suara)
• Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progresif
menyebabkan gawat napas.
d. Patofisiologi
Ggn autoimun yg mrusak reseptor asetilkolin
Kelemahan otot-otot
e. Test Diagnostik
1. Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada
90% pasien.
2. Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon
motorik sementara dan menurunkan gejala pada
krisis miastenik untuk sementara waktu
memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.
3. Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan
respon rangsangan saraf berulang.
4. CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang
dianggap menyebabkan respon autoimun.
Askep Myasthenia Gravis
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pengkajian Psikososiospiritual
g. Pemeriksaan fisik
Pengkajian saraf kranial
• N I : Tdk ada kel pd fgsi penciuman
• N II : Penurunan ketajaman pglihatan, adanya
pglihatan ganda
• N III, IV, VI : ptosis, oftalmoplegia
• N V : Paralisis pd otot wjh
• N VII : Persepsi pengecapan t’ggu (ggn motor pd lidah)
• N VIII: Tdk ditemukn tuli konduktif & persepsi
• N IX &X : Ketdkmampuan dlm menelan
• N XI : Tdk ada atrofi otot sternokleidomastoideus &
trapezius
• N XII : Lidah tdk simetris (kelemahan otot motor pd
lidah)
2. Diagnosa Keperawatan
b. Etiologi
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan
neurotransmitter di otak faktor-faktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan
respon gejala penyakit Parkinson,
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus,
genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
c. Patofisiologi
f. Komplikasi
Komplikasi terbanyak dan tersering dari penyakit
Parkinson yaitu demensia, aspirasi, dan trauma
karena jatuh.
Askep Parkinson
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pengkajian Psikososiospiritual
g. Pemeriksaan fisik
Pengkajian saraf kranial
• N I : Tdk ada kel pd fgsi penciuman
• N II : Penurunan ketajaman pglihatan
• N III, IV, VI : Gerakan bola mata konvergen (gerakn
ke 2 bola mata ke arah nasal)
• N V : Perub pada otot wjh, saat bicara wjh sprti
topeng (sring m’ngedipkn mata)
• N VII : Persepsi pengecapan dlm bts normal
• N VIII: Ditemukn tuli konduktif & persepsi
• N IX &X : Kesulitan dlm menelan makanan
• N XI : Tdk ada atrofi otot sternokleidomastoideus &
trapezius
• N XII : Lidah simetris, indra pengecapan normal
2. Diagnosa Keperawatan