Anda di halaman 1dari 21

ASKEP MENINGITIS

Ns. Diana Irawati.M.Kep.Sp.Kep.MB


DEFINISI
Meningitis: Peradangan pada jaringan piamater, arakhnoid dan cairan serebrospinal
(CSF) dari ruang subarachnoid (Isselbacher et al., 2013).

Meningitis: Proses inflamasi pada meningen yakni membran yang melapisi otak dan
saraf tulang belakang (Black & Hawks, 2014; Smeltzer & Bare, 2008).

Meningitis : Peradangan pada meningen yang merupakan selaput dari otak dan
sumsum tulang belakang (WHO, 2016)
ETIOLOGI
q Disebabkan oleh adanya virus, bakteri, jamur, dan parasit lainnya. Akan tetapi
bakterilah yang paling banyak menyebabkan terjadinya meningitis (Hickey, 2014).

q Jenis-jenis bakteri yang dominan menyebabkan meningitis pada orang dewasa yaitu
meningokokus (Neisseria Meningitides), pneumokokus (streptokokus pneumoniae), dan
Haemophilus influenza. N Meningitides dan s Pneumoniae (Black & Hawks, 2014;
Mardjono & Sidharta, 2009)
KLASIFIKASI
q Terdapat 2 jenis meningitis yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
q Meningitis serosa (meningitis viral atau aspetik), ditandai dengan jumlah sel
protein yang tinggi dan cairan cerebrospinalis yang jernih, penyebab yang paling
sering dijumpai dalah kuman tuberculosis dan virus.
q Meningitis purulenta (meningitis bacterial), ditandai dengan eksudat berupa pus.
Penyebab dari meningitis purulenta antara lain adalah Meningococcus, Pneumococcus,
Stafilococcus, Gonococcus, Actynomyces, H influenza dan Entamoeba coli. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering ditemukan.
PATOFISIOLOGI
— Invasi dapat terjadi melalui pleksus koroidalis (melewati sawar darah otak) atau
langsung melalui bukaan di dura. Organisme akan berkolonisasi di LCS,
menyebabkan inflamasi di meningen yang mengandung koloni tersebut. Setelah itu
akan terbentuk eksudat dan meningen menebal, lalu terjadi adhesi yang
menyebabkan hidrosefalus. Arteri – arteri yang menyuplai rongga subarachnoid
mungkin juga menjadi terkena infeksi, sehingga menyebabkan rupture atau
thrombosis dari pembuluh darah tersebut. Jika cukup parah, otak dibawahnya akan
ikut terinfeksi, sehingga menyebabkan edema serebral dan peningkatan Tekanan
intracranial (TIK). (Black & Hawks, 2014).
MANIFESTASI KLINIS
1. Trias meningitis : Demam, sakit kepala dan meningeal sign
2. Fotofobia
3. Mual. Muntah
4. Hemiparise dan deficit neurologis fokal
5. Kejang, bingung
6. Perubahan status mental
7. Penurunan kesadaran
PEMERIKSAAN FISIK
1. Rangsang meningeal positif
2. Perubahan tingkat kesadaran
3. Kejang, peningktan TIK disfungsi saraf kranial
4. Hemiparise, demensia, paralisis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Hematologi : Leukositosis, kultur darah, CRP meningkat dan prokalsitonin meningkat
o Pemeriksaan LCS :
1. Tekanan saat opening > 100 – 200 mmHg
2. Leukosit <5 atau >100 mm3
3. Predominan neutrophil >80%
4. Pewarnaan gram dr LCS : + pada 60-90% pasien
5. Protein LCS >50 mg/dL
6. Glukosa LCS < 40mg/dL
7. Kultur positif pada 65% - 90% pasien
8. Antigen bakteri LCS : sensitivitas 50% - 100%
9. Pemeriksaan Radiologi jika terdapat peningkatan tanda TIK, koma, dan deficit
neurologis
MENINGITIS TUBERCULOSIS
q Merupakan radang selaput otak yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
q 5.2% dari seluruh kasus Tb ekstra pulmoner dan 0.7% dari seluruh kasus Tb.
Sering pada anak-anak dibandingkan dewasa.

ETIOLOGI :
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri aerob gram positif berbentuk
batang dengan hematoxylin dan eosin (H&E), memiliki dinding yang tebal berisi
lipid, peptidoglikan.
MANIFESTASI KLINIS
q Gejala prodromal : Fatique, malaise, myalgia, dan demam (2-4 minggu)
q Nyeri kepala, muntah, demam, fotofobia
q Kelainan nervus kranialis II, IV, VI, VII, VIII
q Kadang muncul hemiparise atau kejang
q Penurunan kesadaran dan hidrosefalus
KLASIFIKASI
Ø Stadium 1
Gejala prodromal nonspesifik: apatis, iritabilitas, nyeri kepala ringan, malaise,
demam, anoreksia, muntah dan nyeri abdomen

Ø Stadium 2
Adanya perubahan mental, tanda iritasi meningen dan kelumpuhan saraf III, IV dan VI

Ø Stadium 3
Mengalami penurunan kesadaran (stupor) atau koma, kejang dan hemiparise
Assessment and Diagnostic Findings
— When the clinical presentation points to meningitis, diagnostic testing to identify
the causative organism is conducted. Bacterial culture and Gram staining of CSF and
blood are key diagnostic tests (Fischbach, 2002). The presence of polysaccharide
antigen in CSF further supports the diagnosis of bacterial meningitis (Rosenstein et
al., 2001).
PENATALAKSANAAN
— Pemberian antibiotic yang melalui sawar darah otak ke dalam ruang subarachnoid
dengan konsentrasi yang cukup untuk menghentikan multiplikasi bakteri, antibiotik
penisilin (misalnya, ampisilin, piperacillin) atau salah satu dari sefalosporin
(misalnya, ceftriaxone sodium, cefotaxime sodium) dapat digunakan. Vankomisin
hidroklorida sendiri atau dalam kombinasi dengan rifampisin dapat digunakan jika
resistan terhadap bakteri diidentifikasi. Dosis tinggi dari antibiotik yang sesuai
diberikan secara intravena (Smeltzer & Bare, 2008). Deksametason telah terbukti
bermanfaat sebagai terapi tambahan dalam pengobatan meningitis bakteri akut dan
meningitis pneumokokus jika diberikan 15 sampai 20 menit sebelum dosis pertama
antibiotik dan setiap 6 jam selama 4 hari berikutnya.
MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif
4. Hipertermia
5. Resiko tinggi injury
INTERVENSI KEPERAWATAN
Ø NYERI AKUT
Tujuan : Pasien mempu mengontrol nyeri dan tingkat nyeri.
Intervensi Keperawatan: Manajemen nyeri, pemberian analgetik.
Manajemen nyeri yaitu lakukan pengkajian nyeri, gunakan strategi komunikasi
terapeutik, ajarkan prinsip-prinsip manjemen nyeri.
Pada pemberian analgetik adalah tentukan lokasi dan keparahan nyeri, cek perintah
pengobatan, cek adanya riwayat alergi obat.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Ø PENURUNAN KAPASITAS ADAPTIF INTRAKRANIAL
Intervensi: Manajemen edema serebral yaitu kaji adanya kebingungan, perubahan mental,
keluhan dan atau pusing, monitoring status neurologis, Kurangi stimulus lingkungan pasien,
berikan ketenangan, catat perubahan respon pasien terhadap rangsangan, pantau status
pernafasan: rentang, irama dan kedalaman pernapasan; PaO2, pCO2, pH dan kadar
bikarbonat, rencanakan perawatan untuk menyediakan waktu pasien untuk istrahat, kaji
pendengaran pasien melalui percakapan, Hindarkan fleksi leher dan pinggul/lutut yang
ekstrim, hindari valsalva manuver, berikan pelunak feses (laxadin), posisikan
pasiendenganketinggiankepala 30 derajat atau lebih, anjurkankeluarga/orang terdekat untuk
berbicara dengan pasien, hindarkan penggunaan cairan intra vena yang hipotonik, Pantau
cairan serebrospinal, pantau hasil laboratorium: osmolalitas serum dan urin, sodium dan
kadar kalium, pantau asupan dan pengeluaran cairan, pertahankan suhu normal.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Ø RESIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF
Tujuan : Perfusi jaringan dan perfusi jaringan efektif.
Intervensi : Manajemen edema serebral dan monitor Tekanan Intra Kranial (TIK).
Adapun aktifitas pada manajemen edema serebral yaitu monitor adanya keluhan
pusing atau pingsan, monitor status neurologi, monitor karakteristik serebrospinal,
monitor status pernapasan, posisikan ringgi kepala 30 derajat atau lebih, berikan
pelunak feses. Sedangkan aktivitas pada monitor TIK adalah monitor suhu dan jumlah
WBC, periksa ada tidaknya kaku kuduk, monitor tingkat CO2.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Ø HIPERTERMI
Tujuan kontrol suhu. NIC yang dilakukan antara lain perawatan demam.
Intervensi : Pantau suhu, monitor asupan dan keluaran, dorong konsumsi cairan, berikan
obat atau cairan Intra Vena (IV).

Ø RESIKO INJURY
Tujuan : Injury tidak terjadi
Intervensi : Manajemen lingkungan: kelamatan, pencegahan jatuh, identifikasi risiko. Aktifitas
manajemen lingkungan: keselamatan yang dilakukan antara lain identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, identifikasi hal-hal yang membahayakan, gunakan peralatan perlindungan.
Sedangkan aktifitas pencegahan jatuh adalah identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik,
bantu ambulasi, monitor kemampuan berpindah, tempatkan pagar tempat tidur.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai