Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN LANSIA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 9

1. RAYNALDI 20210910170086
2. SALLY SAVITRI 20210910170058
3. SEPTI DWI WAHYUNI 20210910170019
4. SILVIA NOVALIA 20210910170043
5. WIWIK PUJI RAHAYU 20210910170087

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami

panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah, dan

hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Lansia”

telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,

sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa

menyampaikan banyak terima kasih semua yang telah membantu dan membimbing kami

dalam pemyusunan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari

sepenuhnya bahwa dalam makalah ini ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya

maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka

selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga

kami dapat memperbaiki makalah ini dikemudian hari.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat diambil hikmah dan

manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta, Juni 2022

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................ 3

BAB I : PENDAHULUAN................................................................ 3

A. Latar Belakang .................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ............................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................. 6
D. Sistematika Penulisan……………………………………… 6

BAB II : TINJAUAN TEORI........................................................... 7

A. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga ............................... 7


B. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga Lansia .................... 14

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN ........................................... 28

A. Pengkajian .......................................................................... 29
B. Diagnosa Keperawatan........................................................ 36
C. Intervensi Keperawatan....................................................... 37
D. Implementasi....................................................................... 40
E. Evaluasi .............................................................................. 41

BAB VI : PENUTUP......................................................................... 42

A. Kesimpulan ........................................................................ 42
B. Saran ................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu berhubungan
dengan kita. keadaan ini perlu kita sadari sepenuhnya bahwa setiap individu
merupakan bagiannya dari keluarga juga semua dapat diekspresikan tanpa hambatan
yang berarti. Keperawatan keluarga merupakan tingkat keperawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu
kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan dan perawatan sebagai penyalur.

Sasaran keperawatan keluarga yaitu individu, family atau keluarga dan


community atau masyarakat. Prinsip utama dalam perawatan kesehatan masyarakat
mengatakan bahwa keluarga adalah unit atau kesatuan dari pelayanan kesehatan.
Berbagai ilmu ini tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia (lansia), yaitu gerontologi,
geriatri serta keperawatan gerontik, dan keperawatan geriatric.

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisisk yang ditandai dengan
kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang
jelas, penglihatan semakin buruk gerakan lambat, dn figur tubuh yang tidak
proporsional. Saat ini, diseluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629
juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025, lanjut
usia akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju, pertambahan populasi/penduduk
lansia telah diantisipasi sejak awal abad ke 20. Tidak heran bila masyarakat di negara
maju sudah lebih siap menghadapi pertambahan populasi lansia dengan aneka
tantangannya.

Namun, saat ini negara berkembang pun mulai menghadapi masalah yang
sama. Fenomena diatas jelas mendatangkan sejumlah konsekuensi, antara lain
timbulnya masalah fisik, mental, sosial, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan

4
keperawatan, terutama kelainan degeneratif. Sering kali keberadaan lansia
dipersepsikan secra negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitar.
Lansia cenderung dipandang masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang
sakit-sakitan.

Kurangnya perhatian yang memadai terhadap populasi lansia ini menciptakan


ruang kosong, yang kemudian diisi oleh dunia medis. Disatu sisi, perhatian besar dari
kalangan kedokteran ini harus disambut secara positif oleh dunia keperawatan
sehingga masalah kesehatan lansia dapat teratasi. Kesehatan merupakan aspek sangat
penting yang perlu diperhatikan pada kehidupan lansia. Semakin tua seseorang,
cenderung semakin berkurang daya tahan fisik mereka. Dalam kaitan ini, kelompok
kami tertarik mengambil judul makalah Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Keluarga Lansia.

B. Tujuan Penulisan

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui, memahami, dan menguasai konsep dasar keperawatan


keluarga dengan lansia.

2 Tujuan Khusus

Setelah mempelajari makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu :

a. Konsep dasar keperawatan kesehatan keluarga

b. Konsep keperawatan keluarga lansia

c. Asuhan keperawatan keluarga lansia

d. Memahami masalah keperawatan keluarga lansia

5
C. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriftif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi keperpustakaan dari
literatur yang ada baik di perpustakaan maupun dimedia internet sebagai pelengkap.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari IV Bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan teoritis yang terdiri dari konsep dasar keperawatan keluarga,
konsep dasar keperawatan keluarga lansia
Bab III : Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Bab IV : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

6
BAB II

TINJUAN TEORI

A. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga

1. Pengertian

Keluarga didefinisikan dalam berbagai cara. Definisi keluarga berbeda-


beda, tergantung kepada orientasi teoritis “pendefinisi” yaitu dengan menggunakan
menjelaskan yang penulis dari untuk menghubungkan keluarga. Burgess dkk
(2005) membuat definisi yang berorientasi pada tradisi dan dingunakan sebagai
referensi secara luas:

a. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah
dan ikatan adopsi.
b. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah
tangga, atau jika mereka hidup secra berpisah, mereka tetap menggangap
rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.
c. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran
peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan
perempuan, saudara dan saudari
d. Keluarga sama-sma menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang di ambil
dari masyarakat dengan beberpa ciri unik tersendiri.

Meskipun definisi-definisi ini sering digunakan, namun terbatas kepada


kemapuan aplikasinya dan sifat komprehensifnya definisi apa saja tentang keluarga
harus menggambarkan bentuk-bentuk keluarga yang ada sekarang, dan definis
tradisional seperti diats bisa memberikan gambaran tentang definisi yang
dimaksud.

Whall (2006) dalam analisa konsep tentang keluarga sebagai unit yang perlu
dirawat dalam perawatan, ia mendefiniskan keluarga sebagai ”kelompok yang
mendefinisikan diri” dengan anggota sendiri terdiri dua individu atau lebih, yang
asosiasinya dicirikan oleh istilah istilah khusus, yang boleh jadi tidak di ikat oleh

7
hubungan darah atau hukum, tapi yang berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka
menganggap diri meraka sebagai sebuah keluarga. Mengingat siapakah individu-
individu yang diindetifikasikan sebagai anggota keluarga merupakan sebuah
komponen yang sangat penting dari definisi ini.

Bozett (2005) menyatukan definisi individu dengan merujuk keluarga


sebagai “siapa yang disebut pasien itulah keluarga”. Family service Amerika
(tahun 2000) mendefisikan keluarga dalam suatu cara yang komprehensif yaitu
sebagai “2orang” atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan
keintiman.

2. Tipe keluarga

Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuwan dan orang


yang mengelompokan. Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi lima,
yaitu:

a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu,
dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek/nenek,
paman/bibi) Tipe-tipe keluarga secara umum yang dikemukakan untuk
mempermudah pemahaman terhadap literatur tentang keluarga.
c. Keluarga inti (konjugal) merupakan keluarga yang menikah, sebagai orang
tua, atau pemberian nafkah. Keluarga inti terdiri dari sumi, istri, dn ank
mereka-anak kandung, anak adopsi atau keduanya.
d. Keluarga orientasi (keluarga asal) merupakan unit keluarga yang di dalamnya
seseorang dilahirkan
e. Keluarga besar merupakan keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan
(oleh darah) yang paling lazim menjadi anggota keluarga orientasi yaitu salah
satu teman keluarga inti, berikut ini termasuk “sanak keluarga” seperti kakek
atau nenek, tante, paman, dan sepupu.

8
Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa
individualisme, pengelompokn tipe keluarga selain tipe diatas berkembang
menjadi:

a. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adlah keluarga baru yang


terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
Keadaan ini di indonesia juga menjadi tren karena adanya pengaruh gaya
hidup barat yang pada zaman dahulu jarang sekali ditemui sehingga seorang
yang telah cerai atau ditinggal pasangan cenderung hidup sendiri untuk
membesarkan anak-anaknya.
b. Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari
salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal
pasangannya.
c. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)
d. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (the single adult living alone). Kecenderungan di indonesia juga
meningkat dengan dalih tidak mau direpotkan oleh pasangan atau anaknya
kelak jika telah menikah.
e. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non-marital
heterosexual cohabiting family). Biasanya dapat dijumpai pada daerah kumuh
perkotaan (besar), tetapi pada akhirnya mereka dinikahkan oleh pemerintah
daerah (kabupaten atau kota) meskipun usia pasangan tersebut telah tua demi
status anak-anaknya.
f. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and
lesbian family).

3. Fungsi keluarga

a. Fungsi keluarga terdiri dari fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi,
fungsi ekonomi, fungsi perawatan kesehatan.
b. fungsi afektif berhubungan dengan fungsi-fungsi internal keluarga yaitu
sebagai perlindungan dan dukungan psikososial bagi para anggotanya.
Keluarga melakukan tugas-tugas yang menunjang pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat bagi anggotanya dengan memenuhi kebutuhan-

9
kebutuhan sosioemosional anggotanya, Mulai dari tahun-tahun awal
kehidupan individu dan terus berlangsung sepanjang hidupnya. Pemenuhan
fungsi afektif merupakan basis sentral bagi pembentukan dna kelanjutan dari
unit keluarga.
c. Komponen fungsi afektif meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan
kebutuhan- kebutuhan psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan
fungsi ini,. Maka keluarga menjalankan tujuan-tujuan psikososial yang utama,
yaitu membentuk sifat-sifat kemanusiaan dalam diri mereka, stabilisasi
kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin berhubungan secara lebih
akrab dan harga diri.
d. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement
function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
e. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dn menjaga kelangsungan keluarga.
f. Fungsi ekonomi (the economic function) yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
g. Fungsi perawatan kesehatan (the health care function) yaitu fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di
bidang kesehatan.

4. Tugas Perkembangan Keluarga


Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan adalah tugas
keluarga lansia yang paling penting. Walaupun sebagian besar lansia memiliki
rumah sendiri, sebagian besar rumah tersebut sudah tua dan sering mengalami
kerusakan dan berlokasi diarea yang tingkat kriminalitasnya tinggi sehingga
lansiamemiliki kemungkinan untuk menjadi korban.
Penataan kehidupan seseorang merupakan suatu predictor berharga dalam
memprediksi kesejahteraan lansia (berriesi,Ferraro &Hobey,1984). Relokasi
merupakan pengalaman traumatic bagi lansia, baik perpindahan yang disengaja

10
maupun yang tidak disengaja. Relokasi berarti meninggalkan ikatan dan
persahabatan dilingkungan sekitar rumah yang telah memberikan rasa aman dan
stabilitas pada lansia, perpisahan dari warisan dan isyarat yang mendukung
ingatan/memori lama pada lansia (Lawton, 1980).
Lansia dengan angka harapan hidup meningkat akan meluangkan lebih
banyak waktu dengan masalah medis yang sangat banyak. Pasangan yang
memberikan asuhan dibandingkan pasangan yang tidak memberikan asuhan
cenderung merasa kesepian dan mengalami defresi ringan, kekhawatiran finansial,
dan kepuasan hidup yang rendah.
Menurut lindgreen (1993) perjalanan pasangan pemberi asuhan yang
merawat anggota keluarga mengidentifikasi tiga tahap :
1. Tahap menghadapi
Pemberi asuhan menyesuaikan terhadap dampak diagnosis, mempelajari
keterampilan, dan membuat perubahan gaya hidup
2. Tahap pertengahan yang sedang berlangsung
Ditandai dengan beratnya pekerjaan dan gangguan pekerjaan rutin
3. Tahap akhir

Tahap kehidupan keluarga inti dengan dua orang tua ( keluarga dalam tahun terakhir)
1. Tugas Perkembangan
a. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
b. Menyesuaikan terhadap penghasilan yang berkurang
c. Mempertahankan hubungan pernikahan
d. Menyesuaikan terhadap kehilangan pasangan
e. Mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi
f. Melanjutkan untuk merasionalisasi kehilangan keberadaan anggota
2. Perhatian pelayanan kesehatan
a. Disabilitas fungsional meningkat
b. Gangguan mobilitas
c. Penyakit kronik
d. Kekuatan dan fungsi fisik menghilang
e. Layanan perawatan dalam jangka panjang
f. Berduka/ depresi
g. Gangguan kognitif

11
5. Dimensi struktur dasar keluarga

Struktur keluarga dapat menggambar bagaimana keluarga melaksanakan


fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. Parad dan caplan (2005) yang diadopsi
oleh friedman mengatakan ada empat struktur keluarga yaitu:

a. Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing-masing anggota


keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya dilingkungan masyarakat atau
peran formal dan informal.
b. Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari
dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.
c. Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan pola
komunikasi ayah- ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan anak,
dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.
d. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota keluarga
untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku
keluarga yang mendukung kesehatan.

Berdasarkan kemampuan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan dasar,


kebutuhan psikososial, kemampuan memenuhi ekonominya dan aktualisasi
keluarga dimasyarakat, serta memperhatikan perkembangan negara indonesia
menuju negara industri, indonesia menginginkan keluarga dikelompokan menjadi
lima tahap yaitu sebagai berikut .

a. Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan


dasar secara minimal yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang,
papan, dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu
atau lebih indikator Keluarga Sejahtera Tahap I.
b. Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan sosial psikologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, keluarga
berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan liungkungan
tempat tinggal, dan transportasi.
c. Keluarga Sejahtera Tahap II (KS II) adalah keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh

12
kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan
pengembangan, yaitu kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
d. Keluarga Sejahtera Tahap III (KS III) adalah keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologisnya, dan
kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan
(konstribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur(dalam waktu
tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarkatan,
juga berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga
kemasyarakatan atau yayasasn sosial, keagamaan, kesenian, olahraga,
pendidikan dan lain sebagaianya.
e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus (KS III Plus) adalah keluarga yang telah
dapat memenuhhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial
psikologis, maupun pengembangan, serta telah mampu memberikan
sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

6. Peran perawat keluarga

Perawatan kesehatan masyarakat, sejak dahulu sampai sekarang, keluarga


sudah dianggap sebagai kesatuan dari pemeliharaan kesehatan. Perananan perawat
keluarga membantu keluarga untuk mengatasi dengan baik masalah-masalah
kesehatan dengan meningkatkan kesanggupan mereka untuk melaksanakan tugas-
tugs kesehatan. Proses membantu keluarga meningkatkan kesanggupan untuk
menyelesaikan masalah kesehatan, perawat dapat berperan sebagai :

a. Pengenal kesehatan (health monitor)


b. Pemberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
c. Koordinator pelayanan kesehatan keluarga
d. Facilitator
e. Educator
f. Advocat

13
B. Konsep Keperawatan Keluarga Lansia
1. Pengertian

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. WHO dan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia pada Bab I Pasal 1 Ayat 2
menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan
kematian.

Dalam buku ajar geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi
Martono (2004) mengatakan bahwa “menua” (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaikikeruskan
yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia secara
perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat
mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lansia, termasuk kehidupan seksualnya.

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau berkelanjutan


secara alamiah dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Proses menua
merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang sling berkaitan. Sampai saat
ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang tidak
seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang terkit
waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan tersebut
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan
untuk dapat bertahan hidup berikut akan dikemukakan bermacam-macam teori
proses menua yang penting. Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai
dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung
hingga salah satu pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain
meninggal (Duvall dan Miller, 1985). Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002,

14
h.190), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu
menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang
tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun
keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah
lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur
lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai
sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.

Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga


lanjut usia. Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal
ini merupakan tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka
tergantung pada sumber- sumber finansial yang adekuat, kemampuan memelihara
rumah yang memuaskan, dan status kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi
mandiri karena sakit, umumnya memiliki moral yang rendah dan keadaan fisik
yang buruk sering merupakan anteseden penyakit mental dikalangan lansia
(Lowenthal, 1972). Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap aktif
dan memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi
orang-orang yang lebih tua dan substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap
kehidupan ini.

2. Teori proses menua

Proses menua bersifat individual

 Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda


 Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda
 Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.

a. Teori biologis
1) Teori genetik

Teori genetic lock. Teori ini merupakan teori instrinsik yang


menjelskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen
dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah

15
terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies di dalam inti
selnya memiliki suatu jam genetik/ jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi
tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, ia akan mati. Manusia
mempunyai umur harapan hidup nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara
teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa
waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.

Teori mutasi somatik. Menurut teori ini penuaan terjadi krena adanya
mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan
dalam proses transkripsiu DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan
terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau
penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang
khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel (Suhana, 1994: Constantinides, 1994)

2) Teori nongenetik

Auto-immune theory. Mutasi yang berulang dapat menyebabkan


berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Jika mutasi yang merusak membran sel, akan menyebabkan
sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang
mendasari peningkatan penyakit auto-imun pad lansia (Goldstein, 1989).
Dalam proses metabolisme tubuh, diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan
tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus pada usia
dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan auto-imun.

Free radical theory. Dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh
karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam
mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak
stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat
reaktif mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai
kerusakan atau peruibahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas

16
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat
bergenerasi (Halliwel, 1944). Radikal bebas dianggap sebagai penyebab
penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat di
lingkungan seperti: asap kendaraan bermotor, asap rokok, zat pengawet
makanan, radiasi, sinal ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pigmen dan kolagen pada proses menua.

Cross link theory. Menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat,


dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi,
mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membran
plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis,
dan hilangnya fungsi pada proses menua.

Teori fisiologis. Teori ini merupakan teori instrinsik dan ekstrinsik.


Terdiri atas teori oksidasi stres, dan teori dipaki-aus (wear and tear theory).
Disini terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai
(regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal)

b. Teori sosiologis

Teori sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain:

1) Teori interaksi sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu


situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan
lansia untuk terus menjalin interaksi sosial meruipakan kunci mempertahankan
status sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi. Pokok-pokok social
exchange theory antara lain:

a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya


masing-masing.
b) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu

17
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor mengeluarlkan
biaya
2) Teori aktivitas atau kegiatan
a) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan banyak ikut-serta dalam kegiatan sosial
b) Lansia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
c) Pola hidup dilanjutkan pada cara hidup lansia
d) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan sampai lansia.
3) Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori
ini merupakan gabungan teori yang disebabkan pada seorang lansia sangat
dipengaruhi oleh tipe personalisa yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan
adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Dengan demikian,
pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak
pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lansia.
4) Teori pembebasan penarikan diri (disangagement theory)
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Teori yang
pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961). Teori ini menyatakan
bahwa dengan bertambah lansia, apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan,
lansia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering lansia mengalami kehilangan ganda (triple loss) :
a) Kehilangan peran (loss of role)
b) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship)
c) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and
values).

18
3. Tipe Lansia
Mangkunegoro IV dalam surat Werdatama, yang dikutip oleh H.L
Widyapratama menyebutkn bahwa (lansia) dalam literatur lama (Jawa) dibagi dua
golongan, yaitu :
a) Wong sepuh : orang tua yang sepi hawa nfsu, menguasai ilmu”dwi tunggal”,
yakni mampu membedakan antra baik dan buruk, sejati dan palsu, gusti
(Tuhan) dan kaula nya atau hambanya.
b) Wong Sepah : Lansia yang kosong, tidak tau rasa, bicaranya muluk-muluk
tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat dan berlebihan serta memalukan.
Hidupnya menjadi hambar (kehilangan romantika dan dinamika hidup). Di
zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam
tipe lansia, antara lain :
c) Tipe arif bijaksana : lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap
ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
d) Tipe mandiri : lansia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
e) Tipe tidak puas: lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang
disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung menuntut, sulit dilayani
dan pengkritik.
f) Tipe pasrah : lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (habis gelap datang terang), mengikuti kegiatan
beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja yang dilakukan.
g) Tipe bingung : lansia yng kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

19
Lansia dapat pula dikelompokan dalam beberapa tipe yang bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya. Tipe ini antara lain :

a) Tipe optimis : lansia santai dan periang, penyesuain cukup baik, mereka
memandang masalah lansia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan
sebagai kesemptan untuk menuruti kebutuhan pasifnya. Tipen ini sering
disebut juga lansia tipe kursi goyang (the rock king chairman)
b) Tipe konstruktif : lnsia ini mempunyai intregits baik, dapat meniukamti
hidup, mempunyi tolernsi yang tinggi, humoristik, fleksibel dan tahu diri.
Biasanya, sift ini terlihat sejak muda. Mekeka dengan tenang menghadapi
proses menua dan menghadapi akhir.
c) Tipe ketergantungan : lansia ini masih dapat diterim ditengah msyarakat,
tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyi inisitif
dn bila bertindak yang tidak praktis. Ia senang pensiun tidak suka berkerja
dan senang berlibur, banyak makan, banyak minum.
d) Tipe defensif : lansia biasnya mempunyai riwayat pekerjaan tau jbatn yang
tidak terkontrol, memegang teguh kebiasan, bersifat komplusif, anehnya
mereka tkut menghadapi menjadi tua dan menyenangi masa pensiun.
e) Tipe militan dan serius : lansia yang tidak mudah menyerah, serius senang
berjuang, bisa menjadi pnutan.
f) Tipe pemarah frustasi: lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian
yang buruk. Lansia sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g) Tipe bermusuhan: lansia yang selalu menganggap orang lain yang
menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga.
Biasanya, pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap menjadi tua itu
bukan hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang
mengadu untung pekerjaan, aktif menghindari masa yang buruk.
h) Tipe putus asa: membenci dan menyalahkan diri sendiri. Lansia ini bersifat
kritis dan menyalahkan diri sendiri. Tidak mempunyai ambisi, mengalami
penurunan sosio- ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri. Lansia tidak
hanya mengalami kemerahan, tetapi juga depresi, memandang lansia
sebagai tidak berguna karena masa yang tidak menarik. Biasanya

20
perkawinan tidak bahagia, merasa menjadi korban keadaan, membenci diri
sendiri dan ingin cepat mati.

Ciri-ciri Lansia :

a) Adanya periode penurunan atau kemunduran yang disebabkan oleh


faktor fisik dan psikologis.
b) Perbedaan individu dalam efek penuaan ada yang menganggap periode
ini sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang
menganggapnya sebagai hukuman.
c) Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut.
Yang menggambarkan masa tua tidaklah menyenangkan.
d) Sikap sosial terhadap usia lanjut.
Kebanyakan masyarakat menganggap orang berusia lanjut tidak begit
dibutuhkan katena energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga
masyarakat yang masih menghormati orang yang berusia lanjut
terutama yang dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar
e) Mempunyai status kelompok minoritas.
Adanya sikap sosial yang negatif tentang usia lanjut.
f) Adanya perubahan peran.
Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok yang lebih muda.
g) Penyesuaian diri yang buruk.
Timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang disebabkan oleh
sikap sosial yang negatif.
h) Ada keinginan untuk menjadi muda kembali.
Mencari segala cara untuk memperlambat penuaan.

Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Keluarga Lansia

Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi suatu


kenyataan, maka ada berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan
yang dialami oleh mayoritas lansia dan pasangan-pasangan yang mengacaukan
transisi peran mereka. Hal ini meliputi :

21
a) Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara
substansial, mungkin kemudian menyesuaikan terhadap ketergantungan
ekonomi (ketergantungan pada keluarga atau subsidi pemerintah).
b) Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan
kemudian dipaksa pindah ke tatanan institusi.
c) Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.
d) Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan
perasaan produktifitas.
e) Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan kognitif ; memberikan
perawatan bagi pasangan yang kurang sehat.

4. Perkembangan Lansia
a. Perkembangan Fisik
Pada masa lansia terlihat pada perubahan perubahan fisiologis yang bisa
dikatakan mengalami kemunduran, perubahan perubahan biologis yang dialami
pada masa lansia yang terlihat adanya kemunduran tersebut sangat berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan dan terhadap kondisi psikologis. Kebanyakan
perubahan fisik pada lansia mengalami hal yang sama, misalnya rambut yang
memutih, kulit keriput, dan gigi yang tunggal. Pada periode ini penurunan fungsi
organ tampak jelas.

Sistem peredaran darah

Tidak lama berselang terjadi penurunan jumlah darah yang dipompa oleh
jantung dengan seiringnya pertambahan usia sekalipun pada orang dewasa yang
sehat. Bagaimanapun, kita mengetahui bahwa ketika sakit jantung tidak muncul,
jumlah darah yang dipompa sama tanpa mempertimbangakan usia pada masa
dewasa. Kenyataannya para ahli penuaan berpendapat bahwa jantung yang sehat
dapat menjadi lebih kuat selama kita menua dengan kapasitas meningkat bukan
menurun (Fozard, 1992). Meningkatnya tekanan darah yang terjadi akibat
bertambah kerasnya dinding pembuluh arteri aorta dan pusat merupakan gejala
umum bagi orang yang berusia lanjut.

Sistem pernafasan

22
Kapasitas paru-paru akan menurun pada usia 20 hingga 80 tahun sekalipun
tanpa penyakit. Paru paru kehilangan elatisitasnya, dada menyusut, dan diafragma
melemah. Meskipun begitu, berita baiknya adalah bahwa orang dewasa lanjut
dapat memperbaiki fungsi paru paru dengan latihan-latihan memperkuat
diafragma.

Seksualitas

Penuaan menyebabkan beberapa perubahan penurunan dalam hal


seksualitas manusia, dan terdapat perubahan yang lebih banyak pada laki laki dari
pada perempuan. Rubin (Harlock) mengatakan bahwa hubungan seksual tidak
mungkin berhenti secara otomatis pada usia berapapun. Mereka yang tidak
melakukan hubungan seksual pada usia lanjut, biasanya disebabkan oleh penyakit
yang diderita pasangannya.

b. Perkembangan Psikis dan Intelektual


Otak dan Sistem syaraf berubah dengan tanda adanya penurunan kecepatan
belajar sesuatu yang diikuti dengan menurunnya kemampuan intelektual. Beberapa
peneliti memperkirakan 5 sampai 10% neuron akan berhenti tumbuh sampai kita
mencapai usia 70 tahun, setelah itu hilangnya neuron menjadi dipercepat. Aspek
yang signifikan dari proses penuaan adalah pada neuron-neuron yang tidak
mengganti dirinya sendiri yang menyebabkan hilangnya sebagian kecil kemampuan
pada masa dewasa akhir.
c. Perkembangan Emosional
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan
menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat
menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000).
Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima
kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan,
merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus
dihadapi lanjut usia. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan
fungsional, keadaan depresi dan ketakutan akan mengakibatkan lanjut usia
semakin sulit melakukan penyelesaian suatu masalah. Sehingga lanjut usia yang
masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin sulit
penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya.

23
d. Perkembangan spiritual
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan
optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan) sangat berperan memberikan
ketenangan batiniah, khususnya bagi para Lansia. Rasulullah bersabda “semua
penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau
penghayatan keagamaan besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun
kesehatan mental.

Masalah-Masalah Kesehatan Lansia

Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan fisik, sumber-


sumber finansial yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak
kehilangan lainnya yang dialami oleh lansia menunjukkan adanya kerentanan
psikofisiologi dari lansia (Kelley et al, 1977). Oleh karena itu, terdapat
masalah-masalah kesehatan yang multipel. Pasangan atau individu lansia
dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase rehabilitasi
sangat membutuhkan bantuan. Baik fungsi-fungsi yang terkait secara medis
(pengkajian fisik, reaksi-reaksi yang buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan
(mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan serta kemampuan
koping) adalah relevan disini. Promosi kesehatan tetap menjadi hal yang
sangat penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan cidera,
penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti
merokok. Semakin tua, kemungkinan terkena beberapa penyakit atau
penurunan kondisi tubuh semakin meningkat. Penyakit yang biasanya
menyerang usia lanjut adalah radang sendi dan osteoporosis.

Keseahatan mental tidak hanya dilihat dari ketidakhadiran gangguan-


gangguan mental, berbagai kesulitan dan frustasi, tetapi juga merefleksikan
kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan dengan
cara efektif dan memuaskan. Depresi yang dimaksud adalah suatu gangguan
suasana hati dimana individu merasa sangat tidak bahagia., kehilangan
semangat, dan bosan. Orang yang menderita depresi seperti ini mudah
kehilangan stamina, tidak merasa sehat, nafsu makan kurang, lesu, dan kurang

24
bergairah. Gangguan kecemasan adalah gangguan psikologis yang dicirikan
dengan ketegangan motorik (seperti gelisah dan gemetar), hiperaktivitas
(pusing, jantung berdebar, atau berkeringat), dan pikiran yang mencemaskan.
Penelitian membuktikan bahwa orang usia lanjut memiliki kemungkinan yang
lebih tinggi untuk mengalami gangguan kecemasan daripada depresi (George
dkk, 1988)

Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif (yang mungkin berkaitan


dengan sejumlah masalah termasuk penyakit (Alzheimer), dan masalah-
masalah psikologis adalah masalah kesehatan yang serius, khususnya bila
bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan penggunaan sistem
dukungan sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian integral dari
perawatan kesehatan keluarga.

Proses menua dan menurunnya kesehatan menyebabkan betapa


pentingnya pasangan menikah saling menolong satu sama lain. Karena wanita
hidup lebih lama dari pada pria, dan biasanya mereka orang yang membantu
suami yang sakit atau yang tidak berdaya. Dalam kebanyakan kasus, penyakit
bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya, sehingga perlu waktu
untuk menyesuaikan terhadap situasi terakhir. Suami menemukan tugas
merawat istri sebagai suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat,
memelihara dan menjadi ibu rumah tangga semata-mata masih sebagai peran
wanita. Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi secara luas dan menimbulkan
banyak masalah yang berkaitan dengan penuaan (lemah, bingung, depresi,
konstipasi, dan ada beberapa lagi).

5. Tugas perkembangan lansia


a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat penting
dalam mendukung kesejahteraan lansia missal : perpindahan tempat tinggal
lansia
b. Penyesuaian terhadap pendapatan menurun

25
Ketika lansia memasuki pensiun, pendapatan menurun secara tajam dan
semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara
tabungan/pendapatan berkurang
c. Mempertahankan hubungan perkawinan
Hal ini menjadi penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga.
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang
berlangsung dari pasangan. Contoh: mitos tentang aseksualitas
d. Penyesuaian terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan ini secara umum:tugas yang pali traumatis. Lansia
menyadari bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan normal, tetapi
kesadaran akan kematian tidak ada. Hal ini akan berdampak pada reorganisasi
fungsi keluarga secara total.
e. Pemeliharaan ikatan keluarga antar generasi
Ada kecenderungan lansia untuk menjauhkan diri dari hub.sosial, namun
keluarga menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan sosial.

6. Mitos lansia dan kenyataanya

a. Mitos konservatif

Ada pandangan bahwa lansia pada umumnya:

1) Konservaatif
2) Tidak kreatif
3) Menolak inovasi
4) Berorientasi ke masa silam
5) Merindukan masa lalu
6) Kembali ke masa kanak-kanak
7) Susah menerima ide baru
8) Susah berubah
9) Keras kepala
10) Cerewet Faktanya : tidak semua lansia bersikap, berfikiran, dan
berperilaku demikian.

b. Mitos berpenyakit dan kemunduran

26
Lansia sering kali dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang
disertai dengan berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai
proses menua (lansia merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran).
Faktanya : memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh
dan metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi, saat ini telah
banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.

c. Mitos senilitas

Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh adanya


kerusakan sel otak. Faktanya: banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar
bugar, daya pikirnya masih jernih dan cenderung cemerlang, bnyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.

d. Mitos ketidakproduktifan

Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan menjadi
beban keluarganya. Faktanya: tidak demikian, banyak individu yang mencapai
kebenaran, kematangan, kemantapan, serta produktifitas mental dan material
dimas lanjut usia.

e. Mitos asektualitas

Ada pandangan bahwa pada lansia, minat, dorongan, gairah, kebutuhan,


dan daya seks menurun. Faktanya: kehidupan seks pada lansia berlangsung
normal, dan frekuensi hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia,
tetapi masih tetap tinggi.

f. Mitos tidak jatuh cinta

Lansia sudah tidak lagi jatuh cinta, tidak tertarik atau bergairah kepada
lkawan jenis. Faktanya: perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa,
perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lansia.

g. Mitos kedamaian dan ketenangan

27
Lansia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di masa
muda dan dewasanya. Badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan
telah berhasil dilewatinya. Faktanya: lebih sering ditemukan stres karena
kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit, kecemasan,
kekhawatiran, depresi, paranoid, dan psikotik.

Jadi, ada keanekaragaman yang besar dalam proses menua, oleh karena itu
secara tipologi, lansia dikelompokan dalam berbagai tipe dalam menghadapi atau
menerima proses menua.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN LANSIA

Proses Keperawatan Sebagai Kerangka Kerja


Dalam Melakukan Asuhan Keperawatan Keluarga

Pengkajian keluarga a) Pengumpulan data


1) Identifikasi data b) Validasi data Pengkajian anggota keluarga
demografi dan c) Pengorganisasian data
sosiokultural 1) Pengkajian fisik
2) Lingkungan rumah d) Pencatatan data 2) Pengkajian mental
3) Struktur keluarga 3) Pengkajian emosional
4) Fungsi keluarga 4) Pengkajian sosial
5) Perkembangan keluarga 5) Pengkajian spiritual
6) Strategi dan mekanisme
koping yang digunakan
keluarga bila stres.

Diagnosis
keperawatan
keluarga
 Analisis data • Validasi diagnosis
 Merumuskan diagnosis • Prioritas

Perencanaan
1) Menetapkan tujuan
2) Identifikasi sumber daya keluarga
3) Memilih intervensi yang sesuai
kemampuan keluarga
4) Prioritas intervensi

28
Implementasi rencana melalui
pemanfaatan sumber-sumber
yang dimiliki keluarga

Evaluasi Keberhasilan
1) Kemampuan keluarga melakukan
lima tugas kesehatan keluarga
A. PENGKAJIAN 2) Tingkat kemandirian keluarga
3) Budaya hidup sehat keluarga
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dimana seorang
perawat mulai mengumpulkan informasi tentang keluarga yang dibinanya. Tahap
pengkajian ini merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan keluarga
(Lyer et al, 1996).
Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif, akurat, dan
sistematis. Informasi yang dikumpulkan selama pengkajian harus dapat dipahami dan
didiskusikan dengan anggota tim, keluarga klien, dan pemberi pelayanan
interdisipliner. Tujuan dari melakukan pengkajian adalah untuk menentukan
kemampuan klien dalam memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk
membuat rencana keperawatan, serta memberi waktu pada klien untuk
berkomunikasi.
Pengkajian ini meliputi aspek fisik, psikis, social, dan spiritual dengan
melakukan kegiatan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, studi
dokumentasi, dan pemeriksaan fisik. Melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang
mengetahui tentang masalah kesehatan lansia. Untuk itu, format pengkajian yang
digunakan adalah format pengkajian pada lansia yang dikembangkan sesuai dengan
keberadaan lansia. Format pengkajian yang dikembangkan minimal terdiri atas : data
dasar (identitas, alamat, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa); data
biopsikososialspiritual; lingkungan; status fungsional; fasilitas penunjang kesehatan
yang ada; serta pemeriksaan fisik.

Pengkajian fokus
Keluarga lansia:

29
1) Bagaimana perasaan setelah tidak bekerja atau ditinggal pasangannya ?
2) Bagaimana kegiatan di rumah dan diluar rumah ?
3) Bagaimana kunjungan anak ke orang tua, bagaimana frekuensi, dan berapa
frekuensi kunjungan anak ?
4) Adakah orang yang menemani setiap hari ?
5) Bagaimana pemenuhan kebutuhan individu setelah dikategorikan usia tua ?
6) Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga ?

PENGKAJIAN KELUARGA MENURUT FRIEDMAN


1. Data Umum
a) Nama kepala keluarga
b) Alamat dan nomor telepon
c) Komposisi keluarga:

No Nama Jenis Hubungan Umur Pendidikan Pekerjaan


Kelamin dengan
KK
1.
2.

Genogram :

d) Tipe keluarga
Apakah tipe keluarga termasuk keluarga inti, keluarga besar (extended family),
single parent, dsb.
e) Suku bangsa
 Latar belakang budaya
 Bahasa sehari-hari yang digunakan
 Pelayanan dan praktek kesehatan yang biasa digunakan oleh keluarga,
apakah menggunakan pelayanan kesehatan tradisional atau meyakini
budaya kesehatan tradisional.

30
f) Agama
 Apakah agama atau kepercayaan yang dianut oleh keluarga
 Adakah perbedaan dalam keyakinan agama dan prakteknya
 Sejauhmana keaktifan keluarga dalam kegiatan keagamaan terutama lansia
g) Status sosial ekonomi
Penghasilan yang rendah dan sulit memungkinkan adanya konflik dalam
keluarga termasuk kebutuhan akan biaya perawatan dan pengobatan anggota
keluarga lansia yang sakit.

h) Aktivitas rekreasi keluarga


Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas dan waktu senggang keluarga, pengunaan
waktu senggang yang ada menggali perasaan dari anggota keluarga tentang
aktifitas rekreasi.
i) Kebiasaan aktifitas sehrai-hari
Kebiasaan aktifitas yang berat dapat menimbulkan stress pada lansia, kerja
tanpa waktu istirahat yang cukup dan seimbang mempunyai efek yang
signifikan terjadinya penyakit pada lansia.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga ini berada pada tahap perkembangan dengan usia lanjut . keluarga
yang rentan mengalami penyakit pada usia lanjut, dimana terjadi degenerasi
dari organ tubuh dan fungsinya.
b) Tahap perkembangan yang belum terpenuhi
Bandingkan kesenjangan tahap perkembangan yang seharusnya telah dilalui
pada anggota keluarga khususnya pada lansia.
c) Riwayat keluarga inti
Riwayat perkembangan keluarga, status kesehatan yang dialami lansia
maupun anggota keluarga lainnya, seperti keluhan yang biasa dialami lansia
yaitu nyeri sendi dll.
d) Riwayat keluarga sebelumnya
1) Riwayat keturunan dan penyakit menular di keluarga

31
2) Riwayat kebiasaan/gaya hidup yang mempengaruhi kesehatan

3. Lingkungan
a) Tipe rumah, ruangan, status kepemilikan
b) Kondisi rumah
Faktor lingkungan rumah yang kurang aman dan membahayakan dapat
memperbesar peningkatan risiko jatuh pada lansia. Misalnya penggunaan
keset yang licin, lantai yang licin, pencahayaan yang kurang memadai, tangga
rumah yang teralu curam, tidak menggunakan alas kaki, tempat tidur yang
terlalu tnggi, tidak menggunakan alat bantu mobilitas yang tepat, tidak ada
pengaman atau pegangan dari lokasi-lokasi yang tepat, seperti kamar mandi.
c) Fasilitas dan pelayanan kesehtan
Ketidakefektifan keluarga dalam mengunjungi pelayanan kesehatan yang ada
dapat menimbulkan berbagai macam masalah yang dialami pada lansia. Dan
ketiadaan sarana transportasi menjadikan masyarakat enggan berkunjung ke
pelayanan kesehatan sehingga memperburuk kondisi lansia.
d) Mobilitas geografis keluarga
Berapa lama keluarga tinggal di tempat tersebut, adakah sejarah pindah
rumah, dan darimana pindahnya.
e) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
 Apakah anggota keluarga mengetahui penggunaan pelayanan di
komunitas
 Bagaimana frekuensi dan fasilitas apa yang didapat
 Apakah keluarga memiliki perhatian terhadap pelayanan komunitas yang
sesuai dengan kebtuhan mereka
 Apa perasaan keluarga terhadap kelompok atau organisasi yang memberi
bantuan dan bagaimana keluarga memandang komunitas.

4. Struktur Keluarga
a) Pola komunikasi
Observasi dari seluruh anggota keluarga dalam berkomunikasi dan apakah
komunikasi berfungsi dengan baik. Dalam berkomunikasi biasanya lansia
cenderung ingin selalu didengarkan dan di pahami.

32
b) Struktur kekuatan keluarga
Siapa pembuat keputusan, yang mempunyai hak dalam menentukan masalah
dan kebutuhan dalam mengatasi masalah kesehatan di dalam keluarga.
c) Struktur peran
Gambarkan bagaimana anggota keluarga melaksanakan perannya masing-
masing. Peran antar keluarga menggambarkan perilaku interpersonal yang
berhubungan dengan masalah kesehatan dalam posisi dan situasi tertentu.
d) Nilai – nilai keluarga
Nilai-nilai kebudayaan yag dominan dianut oleh keluarga, nilai inti seperti
siapa yang berperan dalam mencari nafkah, bagaimana nilai-nilai
mempengaruhi kesehatan keluarga.

5. Fungsi Keluarga
a) Fungsi afektif
 Pola kebutuhan respon keluarga: apakah anggota keluarga merasakan
kebutuhan individu lain dalam keluarga. Bagaimana sensitifnya anggota
keluarga dengan melihat tanda-tanda yang berhubungan dengan perasaan
dan kebutuhan di dalam keuarga.
 Saling memperhatikan; sejauh mana anggota keluarga memberikan
perhatian satu sama lain dan bagaimana mereka saling mendukung.
b) Fungsi sosialisasi
 Kaji bagaimana keluarga dalam merawat anggota keluarganya yang
terdapat lansia baik yang sehat maupun sakit
 Bagaimana lansia dihargai dalam keluarga
 Apakah keluarga merupakan faktor risiko tinggi mendapat masalah dalam
perawatan lansia yang sakit, apakah lingkungan memberikan dukungan
dalam kesehatan lansia.
c) Fungsi perawatan kesehatan, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan perilaku
keluarga
 Nilai yang diberikan keluarga untuk kesehatan : apakah ada konsistenan
anggota keluarga terhadap nilai-nilai kesehatan yang dianut, apakah
keluarga selalu terlibat dalam kegiatan peningkatan kesehatan di
keluarga.

33
 Bagaimana keluarga mendefinisikan sehat sakit bagi anggota keluarga
yang sakit, tanda-tanda yang menandakan sakit terutama pada lansia,
apakah keluarga dapat melaporkan tanda dan perubahan yang terjad pada
anggota keluarganya yang sakit.
 Praktik diet keluarga: apakah diet keluarga memadai dan sesuai. Apakah
anggota keluarga memperhatikan diet makanan pada anggota keluarga
yang sakit terutama lansia.
 Kebiasaan tidur dan istirahat: apakah jumlah jam tidur sesuai, biasanya
lansia mengalami sulit tidur
 Peran keluarga dalam praktek perawatan diri; apakah yang dilakukan
keluarga untuk memperbaiki status kesehatannya, apa yang dilakukan
keluarga untuk mencegah terjadinya suatu penyakit, apa yang dilakukan
keluarga dalam merawat lansia yang sakit
d) Fungsi reproduksi
Kaji tahap status keluarga dalam sistem reproduksi, pada tahap ini keluarga
dengan tahap usia lanjut yang terdapat kemunduran dalam fungsi seksualitas.

6. Stress dan Koping Keluarga


a) Stressor – stressor yang dialami keluarga berkaitan dengan sosial ekonomi,
apakah keluarga dapat mengatasi stressor biasa dan ketegangan sehari-hari.
b) Apakah keluarga mampu bertindak berdasarkan penilaian yang obyektif dan
realistis terhadap situasi yang mengandung stress
c) Bagaimana keluarga bereaksi terhadap situasi yang penuh dengan stress.
Strategi koping bagaimana yang diambil kelurga. koping keluarga
dipengaruhi oleh situasi emosional keluarga, sikap dan pandangan hidup,
hubungan kerja sama antara anggota keluarga serta adanya support system
dalam keluarga.

7. Pemeriksaan Fisik
NAMA ANGGOTA
KOMPONEN
KELUARGA
Riwayat penyakit saat ini
Keluhan yang dirasakan

34
Riwayat penyakit sebelumnya
Tanda – tanda vital
Sistem kardiovaskuler
Sistem respirasi
Sistem pencernaan
Sistem persarafan
Sistem muskuloskeletal
Kesimpulan

8. Harapan Keluarga
Apakah harapan keluarga yang belum terpenuhi, dan bagaimana agar harapan
tersebut tercapai.

9. Fungsi Perawatan Kesehatan (Penjajakan Tahap II)


Pengkajian yang tergolong dalam penjajakan II diantaranya pengumpulan data-
data yang berkaitan dengan ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah
kesehatan sehingga dapat ditegakan diagnosa keperawatan keluarga, adapun
ketidak mampuan keluarga dalam menghadapi masalah diantaranya:
a) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
b) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
c) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
d) Ketidak mampuan keluarga memodifikasi lingkungan
e) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.

35
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi tiga diagnosis keperawatan aktual,
potensial dan risiko.
1) Aktual
Menggambarkan respon manusia terhadap kondisi kesehatan / proses kehidupan
yang benar nyata pada individu, keluarga, komunitas.
2) Potensial (mencakup promosi kesehatan/sejahtera/wellness)
Penilaian kinis dari motivasi seseorang, keluarga atau komunitas dan keinginan
untuk meningkatkan kesejahteraan mewujudkn potensi kesehatan manusia dan
menguatkan perilaku sehat secara khusus.
3) Risiko
Menggambarkan respon manusia terhadap kondisi kesehatan / proses kehidupan
yang mungkin berkembang dalam kerentanan individu, keluarga atau komunitas.

Masalah keperawatan yang dijumpai pada lansia antara lain:


1) Gangguan nutrisi : kurang / lebih dari kebutuhan
2) Gangguan persepsi sensorik : pendengaran atau penglihatan
3) Kurangnya perawatan diri : intoleransi aktivitas
4) Gangguan pola tidur
5) Gangguan pola eliminasi
6) Gangguan mobilitas fisik
7) Risiko cedera
8) Isolasi social : menarik diri, harga diri rendah, cemas, reaksi berduka, marah, serta
penolakan proses menua

PRIORITAS MASALAH
NO. KRITERIA BOBOT SKOR PEMBENARAN
Sifat masalah Sesuai label
Aktual (3)
1 1
Risiko (2)
Potensial (1)
2 Pengetahuan keluarga,
2 Kemungkinan masalah sumber daya yang

36
dapat diubah : dimiliki keluarga dan
Mudah (2) masyarakat, fasilitas
Sebagian (1) kesehatan yang
Tidak dapat diubah (2) tersedia
Potensi masalah dapat Tingkat keparahan
dicegah masalah : lamanya
3 Tinggi (3) 1 masalah terjadi,
Cukup (2) tindakan yang sedang
Rendah (1) dilakukan
Menonjolnya masalah Persepsi keluarga
Segera (2) dalam melihat
4 Tidak perlu diatasi 1 masalah.
segera (1)
Tidak dirasakan (0)
Total skor

Rumus : Skor yang didapat x Skor tertinggi


Bobot

C. INTERVENSI
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan keluarga yang meliputi penentuan tujuan perawatan (jangka
panjang/pendek), penetapan standart dan kriteria serta menentukan perencanaan untuk
mengatasi masalah keluarga.
Perawat mengembangkan rencana pelayanan yang berhubungan dengan lansia dan
hal-hal lain yang berkaitan. Tujuan, prioritas, serta pendekatan keperawatan yang
digunakan dalam rencana perawatan termasuk di dalamnya kepentingan terapeutik,
promotif, preventif, dan rehabilitative.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana keperawatan:
1) Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik dimana diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan dasar
2) Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan

37
3) Kolaborasi dengan profesi kesehatan yang terkait
4) Tentukan prioritas. Klien mungkin sudah puas dengan kondisinya, bangkitkan
perubahan tetapi jangan dipaksakan, rasa aman dan nyaman adalah yang utama
5) Rencana tindakan disesuaikan dengan seberapa daya dan dana yang dimiliki oleh
keluarga dan mengarah kemandirian sehingga tingkat ketergantungan dapat
diminimalkan.
6) Dokumentasikan rencana keperawatan yang telah dibuat.
Rencana tindakan keluarga diarahkan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan
tindakan keluarga, sehingga pada akhirnya keluarga mampu memenuhi kenutuhan
kesehatan anggota keluarganya dengan bantuan minimal dari perawat.

Intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa prioritas yang muncul pada lansia :


1) Gangguan nutrisi : kurang / lebih dari kebutuhan
Intervensi :
a. Manajemen nutrisi
b. Edukasi diet
c. Pemantauan nutrisi
d. Manajemen gangguan makan
e. Konseling nutrisi
2) Gangguan persepsi sensorik : pendengaran atau penglihatan
Intervensi :
a. Manajemen perilaku
b. Dukungan pengungkapan kebutuhan
c. Edukasi teknik mengingat
d. Manajemen mood
3) Kurangnya perawatan diri : intoleransi aktivitas
Intervensi :
a. Manajemen lingkungan
b. Dukungan perawatan diri
c. Manejemen program latihan
d. Promosi dukungan keluarga
e. Edukasi latihan fisik
4) Gangguan pola tidur
Intervensi :

38
a. Manajemen lingkungan
b. Dukungan perawatan diri : BAB/BAK
c. Terapi relaksasi
d. Terapi aktivitas
e. Manajemen nutrisi
5) Gangguan pola eliminasi
Intervensi :
a. Dukungan perawatan diri : BAB/ BAK
b. Latihan otot panggul
c. Manejemen eliminasi urine
d. Manajemen cairan
6) Gangguan mobilitas fisik
Intervensi :
a. Dukungan mobilisasi
b. Dukungan perawatan diri
c. Edukasi latihan fisik
d. Manajemen lingkungan
e. Manajemen program latihan
7) Risiko cedera
Intervensi :
a. Manejemen keselamatan lingkungan
b. Identifikasi risiko
c. Pencegahan cidera
d. Pemasangan alat pengaman
e. Pengenalan fasilitas
8) Isolasi social : menarik diri, harga diri rendah, cemas, reaksi berduka, marah, serta
penolakan proses menua
Intervensi :
a. Promosi sosialisasi
b. Terapi aktivitas
c. Dukungan proses berduka
d. Edukasi manajemen stress
e. Promosi dukungan keluarga

39
D. IMPLEMENTASI
Ada 3 tahap dalam tindakan keperawatan keluarga yaitu:
1) Tahap 1 : Persiapan
2) Tahap 2 : Intervensi
3) Tahap 3 : Dokumentasi
Perawat memberikan pelayanan kesehatan untuk memelihara kemampuan fungsional
lansia dan mencegah komplikasi serta menigkatkan ketidakmampuan. Tindakan
keperawatan berdasarkan rencana keperawatan dari setiap diagnosis keperawatan
yang telah dibuat.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada lansia :


1) Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya
2) Memberikan penyuluhan kesehatan mengenai penyakit yang diderita klien serta
mengubah pola prilaku klien kearah yang lebih sehat
3) Menyediakan penerangan yang cukup: cahaya matahari, ventilasi rumah,
hindarkan dari cahaya yang silau, penerangan di kamar mandi, dapur, dan ruangan
lain sepanjang waktu
4) Meningkatkan rangsangan pancaindera melalui buku-buku yang dicetak besar dan
berikan warna yang dapat dilihat
5) Mempertahankan dan melatih daya orientasi realita: kalender, jam, foto-foto, serta
banyaknya jumlah kunjungan
6) Memberikan perawatan pernapasan: beri informasi tentang membersihkan hidung,
ajarkan keluarga untuk meningkatkan latihan napas dalam (latihan batuk efektif).
7) Memberikan perawatan pada organ pencernaan: memberikan informasi tentang
makan porsi kecil tapi sering, beri makan yang menarik dan dalam keadaan
hangat, sediakan makanan yang disukai, makanan yang cukup cairan, banyak
makan sayur dan buah, berikan makanan yang tidak membentuk gas.
8) Memberikan perawatan kulit. Mandi: gunakan sabun yang mengandung lemak,
hindari mengosok kulit dengan keras, serta berikan pelembap (lotion) untuk kulit.
9) Memberikan perawatan psikososial: jelaskan dan motivasi untuk sosialisasi, bantu
dalam memilih dan mengikuti aktivitas, sentuhan pada tangan untuk memelihara
rasa percaya, berikan penghargaan, serta bersikap empati.

40
10) Memelihara keselamatan: usahakan agar lantai rumah tidak licin, cukup
penerangan, bantu untuk berdiri, serta berikan penyangga pada waktu berdiri jika
diperlukan.

E. EVALUASI
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistimatis dan terencana
tentang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai tujuan.
Tahap evaluasi:
a. Evaluasi berjalan (sumatif)
b. Evaluasi akhir (formatif)
Metode evaluasi:
a. Observasi langsung
b. Wawancara
c. Memeriksa laporan
d. Latihan simulasi
Mengukur pencapaian tujuan keluarga
a. Kognitif (pengetahuan)
b. Afektif (status emosional)
c. Psikomotor

41
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam


meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Keluarga dengan tahap perkembangan
usia lanjut merupakan tahap perkembangan dari keluarga yang merupakan tahap akhir
dari sebuah tahapan keluarga.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap perkembangan keluarga dengan
lansia adalah mempertahankan pengaturan, menyesuaikan diri, mempertahankan
hubungan, meneruskan upaya memahami eksistensi mereka/penelaahan dan integrasi
hidup serta melakukan life review masa lalu.
Peran perawat keluarga dalam asuhan keperawatan berpusat pada keluarga
sebagai unit fungsional terkecil dan bertujuan memenuhi kebutuhan dasar manusia
pada tingkat keluarga sehingga tercapai kesehatan yang optimal untuk setiap anggota
keluarga.
Asuhan keperawatan keluarga dengan tahap usia lanjut merupakan salah satu
dari proses keperawatan dimana dalam hal ini dapat mengoptimalkan peran dan
fungsi lansia. Jadi, semakin tinggi tingkat pengetahuan lansia terhadap masalah-
masalah yang terjadi, maka dapat diminimalisir masalah itu terjadi.

B. Saran

Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat keluarga perlu memfokuskan dalam


menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, unit terkecilpun perlu perhatian khusus.
Maka untuk memberikan asuhan keperawatan kerja sama dan pemahaman konsep
tidak bisa diabaikan agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan yang profesional.

42
DAFTAR PUSTAKA

Friedman. 2005. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC Nugroho


Maryam, Siti, dkk. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Edisi Pertama. Yogyakarta:
Graha Ilmu

Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan Keperawatan


Transkultural. Jakarta: EGC

Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I.
Jakarta. DPP PPNI.

Wahyudi.2008.Asuhan Keperawatan Gerontik.Jakarta : EGC

Zaidin Ali, Haji. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

43

Anda mungkin juga menyukai