Anda di halaman 1dari 116

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIKUM

KEPERAWATAN KESEHATAN KELUARGA DI


WILAYAH BINAAN PUSKESMAS PAMENGPEUK

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA NY. A


DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI RT 03 RW
06 DESA WILAYAH BINAAN PUSKESMAS
PAMENGPEUK

OLEH :

Reza Amelia
(NIM G1A160015)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALE BANDUNG
2020
Lembar Persetujuan

Laporan kegiatan praktikum keperawatan kesehatan keluarga Ny. A di RT 03 RW


06 Desa Rancamulya Wilayah binaan Puskesmas Pameungpeuk

Telah melalui proses bimbingan dan disetujui oleh pembimbing lapangan dan
pembimbing akademik pada tanggal 29 Febuari 2020.

Bandung, 29 Febuari 2020

Mengetahui

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

(Siti Solihat Holida S.Kp.,M.M) (Opi Sopiah S.Kep.,Ners)


NIK: 4104808029 NIP: 873.10.01.19

Ka. Prodi Ilmu Keperawatan

(Tri Nugroho Wismadi S.Kp.,MPH)


NIK: 1043170005

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T, karena


berkahNya dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Ny. A Dengan Diagnosa
Medis Hipertensi Rt 03 Rw 06 Desa Wilayah Binaan Puskesmas Pamengpeuk”
dapat terselesaikan.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas wajib untuk mata
kuliah Keperawatan Keluarga di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu
Kesehatan, Universitas Bale Bandung.
Penyusun menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, oleh karena itu segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat
diharapkan oleh penyusun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandung, 29 Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan..................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................3

A. Konsep Keluarga..............................................................................................3

B. Konsep Askep Keluarga.................................................................................24

C. Konsep Lansia................................................................................................56

D. Laporan Pendahuluan Hipertensi Pada Lansia...............................................63

BAB III STUDI KASUS........................................................................................76

BAB IV PENUTUP...............................................................................................96

A. KESIMPULAN...........................................................................................96

B. SARAN.......................................................................................................96

LAMPIRAN – LAMPIRAN..................................................................................98

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan adalah bentuk pelayanan yang merupakan bagian


integral dari pelayanan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan bio psiko sosial spiritual yang komprehensif ditujukan kepada
individu keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup
seluruh proses kehidupan.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah atap dalam keadaan saling ketergantungan Keperawatan
Keluarga merupakan bidang khusus spesialisasi yang terdiri dari
keterampilan berbagai bidang keperawatan praktik keperawatan keluarga
didefinisikan sebagai pemberian keperawatan yang menggunakan proses
keperawatan kepada keluarga dan anggota-anggotanya dalam situasi sehat
dan sakit penekanan praktek Keperawatan Keluarga adalah berorientasi
kepada kesehatan bersifat holistik sistemik dan interaksional
menggunakan kekuatan keluarga pemberian keperawatan yang
menggunakan proses keperawatan kepada keluarga dan anggota-
anggotanya dalam situasi sehat dan sakit tidak terlepas dari peran serta
sebagai lembaga kesehatan

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan laporan kegiatan praktik lapangan yang kami uraikan, maka
rumusan masalah yang akan di bahas dalam laporan ini adalah asuhan
keperawatan keluarga pada Ny. A yang menderita hipertensi di Kp.
Mengger Desa Rancamulya

1
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan keluarga pada Ny. A
yang menderita hipertensi di Kp. Mengger Desa Rancamulya

D. Manfaat
Melalui hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
siapa saja yang membaca laaporan ini. Semoga laporan ini bisa
bermanfaat.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Keluarga
1. Definisi keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain
dan didalam perannya masing - masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
sutau tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Depkes RI, 2014).
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan (WHO, 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari keluarga merupakan
sekumpulan orang yang tinggal satu atap rumah yang terikat oleh
ikatan perkawinan dan mempunyai ikatan darah.

2. Fungsi keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi
5 yaitu :
a. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang ertujuan untuk
menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang produktif serta
memberikan status kepada anggota keluarga.

3
c. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa
generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat
d. Fungsi Ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik - makanan, pakaian, tempat tinggal,
perawatan kesehatan (Marliyn M. Friedman, hal 86; 2010)
berdasarkan UU No. 10 Tahun 1992 PP No. 21 Tahun 1994 tertulis
fungsi keluarga dalam delapan bentuk
f. Fungsi Keagamaan
1) Membina norma ajaran – ajaran agama sebagai dasar dan tujuan
hidup seluruh anggota keluarga
2) Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari
kepada seluruh anggota keluarga.
3) Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam
pengalam ajaran agama.
4) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang
keagamaan yang kurang diperolehnya di sekolah atau di
masyarakat.
5) Membina rasa sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama
sebagai pondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
g. Fungsi Budaya
1) Membina tugas – tugas keluarga sebagai lembaga untuk
meneruskan norma – norma dan budaya masyarakat dan bangsa
yang ingin dipertahankan.
2) Membina tugas – tugas keluarga sebagai lembaga untuk
menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai.

4
3) Membina tugas – tugas keluarga sebagai lembaga yang
anggotanya mencari pemecahan masalah dari pengaruh negatif
globalisasi dunia.
4) Membina tugas – tugas keluarga sebagai lembaga yang
anggotanya dapat berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai
dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan
globalisasi.
5) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbag
dengan budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung
terwujudnya norma keluarga kecil bahagia sejahtera.
6) Fungsi Cinta Kasih
1. Menumbuhkembangkan potensi kasih saying yang telah ada
antar anggota keluarga kedalam symbol- sibol nyata secara
optimal dan terus – menerus.
2. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga
secara kuantitatif dan kualitatif.
3. Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dn
ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.
4. Mebina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu
memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup
ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
h. Fungsi Perlindungan
1. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa
tidak amanyang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.
2. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari
berbagai bentuk ancaman dan tantangan dari luar.
3. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga
sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia sejatera.

5
Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan, keluarga sesuai dengan fungsi
pemeliharaan mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami
dan dilakukan, meliputi :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti
dankarena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan
dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan
dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya sekecil
apapun perubahan tersebut.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagia keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau
dirumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan
tindakan untuk pertolongan pertama.
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga.
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
memelihara atau memodifikasi lingkungan rumah sehat (dari segi
fisik, psikis, sosial ekonomi) hal yang perlu dikaji sejauh mana
mengetahui sumber-sumber yang dimiliki keluarga, sejauh mana
keluarga memperoleh keuntungan atau manfaat pemeliharaan
lingkungan, sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya dan
sanitasi, sejauh mana keluarga mngenal upaya pencegahan
penyakit, sejauh mana sikap atau pandangan keluarga hygiene dan
sanitasi, dan sejauh mana kekompakan antara anggota keluarga.

6
e. Memanfaatkan fasilitan pelayanan kesehatan disekitarnya bagi
keluarga.
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat, hal yang
perlu dikaji : sejauh mana keluarga memahami keuntungan-
keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan, sejauh
mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan
fasilitas kesehatan, apakah keluarga mempunyai pengalaman yang
baik terhadap petugas kesehatan dan apakah fasilitas kesehatan
yang ada terjangkau oleh keluarga (Friedman, 2010).

Tipe dan Bentuk Keluarga


Tipe keluarga menurut Suprajitno (2012) yaitu sebagai berikut:
a. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal
dalam satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu
ikaan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.
b. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.
c. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan
anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil
dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja diluar
rumah.

d. Middle Age/ Aging Couple

7
Suami sebagai pencari uang. Istri dirumah/kedua-duanya bekerja
di rumah, anak - anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/perkawianan/meniti karier.
e. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak,
keduanya/salah satu bekerja dirumah.
f. Single Parent
Satu orangtua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya
dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah/diluar rumah.
g. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
h. Communer Married
Suami istri/keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada
jarak tertentu,keduanya saing mencari pada waktu-waktu tertentu.
i. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak
adanya keinginan untuk menikah.
j. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
k. Institusional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
l. Communal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami
dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
m. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di
dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah
dengan yang lain dan semua adalah orangtua dari anak-anak.

n. Unmarried Parent And Child

8
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya di
adopsi.
o. Cohibing Couple
Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa
pernikahan (Friedman,2010).

Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman di gambarkan sebagai berikut:
1) Struktur Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila
dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai
dan hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin
mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan
menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan,
memberikan umpan balik, dan valid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila
tertutup, adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal,
dan selalu mengulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi
keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak
jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima
pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat
negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid.
a. Karakter pemberi pesan
a) Yakin dalam mengemukakan suatu pendapat.
b) Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas
c) Selalu menerima dan minta timbal balik
b. Karakteristik pendegar
a) Siap mendengarkan
b) Memberikan umpan balik
c) Melakukan validasi

9
2) Struktur Peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan
sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa
bersifat formal atau informal. Posisi/status adalah posisi individu
dalam masyarakat misal status sebagai istri/suami.
3) Struktur Kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu
untuk mengontrol, memengaruhi, atau mengubah perilaku orang
lain. Hak (lagimate power), ditiru (referent power), keahlian
(experpower), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan
efektif (efektif power).
4) Struktur Nilai dan Norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat
anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah
pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu,
lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak,
dapat mempersatukan aggota keluarga. Norma, pola perilaku yang
baik menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.
Budaya, kupulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi,
dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.
(Friedman, 2010).

5) Struktur dan peran keluarga


Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang
secara relative homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari
seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran
berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran yang membatasi
apa saja yang harus dilakukan oleh individu di dalam situasi
tertentu agar memenuhi harapan diri atau orang lain terhadap
mereka. Posisi atau status didefinisikan sebagai letak seseorang dalam

10
suatu sistem sosial. Menurut Friedman (2010) peran keluarga dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a. Peran formal keluarga
Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam
struktur peran keluarga (ayah,suami dll) yang terkait dengan
masing-masing posisi keluarga
formal adalah peran terkait atau sekelompok perilaku yang kurang
lebih homogen. Keluarga membagi peran kepada anggota
keluarganya dengan cara yang serupa dengan cara masyarakat
membagi perannya: berdasarkan pada seberapa pentingnya
performa peran terhadap berfungsinya sistem tersebut. Beberapa
peran membutuhkan ketrampilan atau kemampuan khusus:
peran yang lain kurang kompleks dan dapat diberikan kepada
mereka yang kurang terampil atau jumlah kekuasaannya paling
sedikit.
b. Peran informal keluarg
Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak
pada permukaannya, dia diharapkan memenuhi kebutuhan
emosional anggota keluarga dan/atau memelihara
keseimbangan keluarga. Keberadaan peran informal diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan integrasi dan adaptasi dari kelompok
keluarga.
c. Proses dan strategi koping keluarga
Menurut Friedman (2010) Proses dan strategi koping keluarga
berfungsi sebagai proses atau mekanisme vital yang memfasilitasi
fungsi keluarga. Tanpa koping keluarga yang efektif, fungsi
afektif, sosialisasi, ekonomi, dan perawatan kesehatan tidak
dapat dicapai secara adekuat. Oleh karena itu, proses dan strategi
koping keluarga mengandung proses yang mendasari yang
memungkinkan keluarga mengukuhan fungsi keluarga yang
diperlukan.

11
a) Keluarga sebagai klien
Menurut Suprajitno (2012) keluarga dijadikan unit
pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling
berkaitan dan saling berhubungan masyarakat secara
keseluruhan. Alasan keluarga sebagai unit pelayanan :
1) Kelurga Keluarga merupakan bagian dari masyarakat
yang dapat dijadikan sebagai gambaran manusia.
2) Perilaku keluarga dapat menimbulkan masalah kesehatan,
tetapi dapat pula mencegah masalah kesehatan dan menjadi
sumber daya pencegah masalah kesehatan.
3) Masalah kesehatan di dalam keluarga akan saling
mempengaruhi terhadap individu dalam keluarga.
4) Keluarga merupakan lingkungan yang serasi untuk
mengembangkan potensi tiap individu dalam keluarga.
5) Keluarga merupakan pengambil keputusan dalam
mengatasi masalah.
6) Keluarga merupakan saluran yang efektif dalam
menyalurkan dan mengembangkan kekuatan kepada
masyarakat.
d. Siklus penyakit dan kemiskinan dalam masyarakat
Pemberian asuhan keperawatan keluarga harus lebih
ditekankan pada keluarga - keluarga dengan status sosial ekonomi
yang rendah. Alasannya adalah keluarga dengan ekonomi yang
rendah umumnya berkaitan dengan ketidakmampuan dalam
mengatasi berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi.
Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka terhadap
gizi, perubahan dan lingkungan yang sehat dan kebutuhan-
kebutuhan lainnya. Semua ini akan menimbulkan berbagai
masalah kesehatan (Suprajitno, 2012).

12
Tahap dan perkembangan keluarga
a. Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu
suami dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah
dan meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologi
keluarga tersebut membntuk keluarga baru. Suami istri yang
membentuk keluarga baru tersebut perlu mempersiapkan
kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan
penyesuaian peran dan fungsi sehari-hari. Masing-masing
pasangan menghadapi perpisahan dengan keluarga orangtuanya
dan mulai membina hubungan baru dengan keluarga dan kelompok
sosial pasangan masing-masing. Masing-masing belajar hidup
bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya. Misalnya kebiasaa makan, tidur, bangun pasi, bekerja
dan sebagainya. Hal ini yang perlu diputuskan adalah kapan waktu
yang tepat untuk mempunyai anak dan berapa jumlah anak yang
diharapkan.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain:
1) Membina hubungan intim dan memuaskan
2) Membina hubungan dengan keluarga lain teman dan kelompok
sosial.
3) Mendiskusikan rencana memiliki anak
4) Menetapkan tujuan bersama
5) Merencanakan anak (KB)
6) Menyesuaika diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk
menjadi orang tua.
Masalah Kesehatan Yang Muncul : Penyesuaian seksual
dan peran perkawinan, aspek luas tentang KB, Penyakit
kelamin baik sebelum/sesudah menikah. Konsep perkawinan
tradisional : dijodohkan, hukum adat.

13
Tugas Perawat : membantu setiap keluarga untuk agar saling
memahami satu sama lain.
b. Tahap perkembangan keluarga dengan kelahiran anak pertama (child
bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan
sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama
berusia 30 bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu
disiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas
perkembangan yang penting. Kelahiran bayi pertama memberi
perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus
beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Masalah yang sering terjadi dengan kelahiran bayi adalah pasangan
merasa diabaikan karena faktor perhatian kedua pasangan tertuju
pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya.
Tugas perkembangan pada masa ini antara lain:
1) Persiapan menjadi orangtua.
2) Membagi peran dan tanggung jawab
3) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah
yang menyenangkan
4) Mempersiapkan dana atau biaya untuk child bearing
5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga.
6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
7) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin
Masalah kesehatan keluarga : Pendidikan maternitas fokus
keluarga, perawatan bayi, imunisasi, konseling perkembangan
anak, KB, pengenalan & penanganan masalah kesehatan fisik
secara dini. Inaksesibilitas dan ketidakadekuatan fasilitas
perawatan ibu & anak.

14
c. Tahap keluarga ketiga dengan anak pra sekolah (families with
preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orangtua
beradaptasi terhadap kebutuhan- kebutuhan dan minat dari anak
prasekolah dalam meningkatkan pertumbuhannya. Kehidupan
keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak sangat bergantung
pada orangtua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya
sedemikian rupa, sehingga kebutuhn anak, suami/istri, dan
pekerjaan (punya waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi. Orangtua
menjadi arsitek keluarga dalam merancang dan mengarahkan
perkembangan keluarga agar kehidupan perkawinan tetap utuh
dan langgeng dengan cara menguatkan kerja sama antar suami
istri. Orang tua mempunyai peran untuk menstimulasi
perkembangan individual anak, khususnya kemandirian anak agar
tugas perkembangan anak pada fase ini tercapai.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai
berikut:
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman.
2) Membantu anak untuk bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan
anak yang lain juga harus terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat , baik didalam maupun
luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar.
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap
paling repot).
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang
anak.

15
Masalah kesehatan keluarga : Masalah kesehatan fisik :
penyakit menular, jatuh, luka bakar, keracunan & kecelakaan dan
lain- lain.
d. Tahap keempat keluarga dengan anak usia (families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah
pada usia 6 tahun dan beakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini
keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga
keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas di sekolah, masing-masing
anak memiliki aktifitas dan minat sendiri demikian pula orang tua
yang mempunyai aktifitas yang berbeda dengan anak. Untuk itu,
keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas
perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orangtua) perlu belajar
berpisah dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk
bersosialisasi, baik aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai
berikut:
1) Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak,
pendidikan dan semangat belajar.
2) Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam
perkawinan.
3) Mendorong anak untuk mencapai pegemabangan daya intelektual.
4) Menyediakan aktifitas untuk anak
5) Menyesuaikan pada aktifita komunitas dan mengikutsertakan
anak.
Masalah kesehatan keluarga pada tahap ini yaitu: Kecelakaan
dan injuri pada anak, Kanker terutama leukemia pada usia 1-
14 tahun, Bunuh diri, HIV-AIDS.
Peran perawat pda tahap ini adalah: diskusi keselamatan anak
dengan orangtua, melakukan screening atau pemeriksaan diri
melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan diri.

16
e. Tahap kelima keluarga dengana anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan
biasanya berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak
meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuannya keluarga melepas
anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang
lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.
Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:
1) Memberikan kebebasan yang seimang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambahdan meningkat
otonominya.
2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,
hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4) Peruahan sistem peran peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
Masalah-masalah kesehatan : Masalah kesehatan fisik keluarga
biasanya baik,tapi promosi kesehatan tetap perlu diberikan.
Perhatian gaya hidup keluarga yang sehat : penyakit jantung
koroner pada orangtua (usia 35 th ). Pada remaja kecelakaan,
penggunaan obat-obatan,alkohol, mulai menggunakan rokok
sebagai alat pergaulan, kehamilan tidak dikehandaki. Konseling
Dan pendidikan tentang sex education menjadi sangat penting.
Terdapat beda persepsi antara orangtua dengan anak remaja
tentang sex education : konseling harus terpisah antara
orangtua dengan anak Persepsi remaja tentang sex education:
uji kehamilan, AIDS, alat kontrasepsi dan aborsi.
f. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan
(lounching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah.
Lamanya tahap ini bergantung pada banyaknya anak pada
keluarga atau jika anak belum berkeluarga dan tetap tinggal
bersama orangtua. Tujuan utama pada tahap ini adalah

17
mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam
melepas anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga mempesiapkan
anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap
membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak
meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina
hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orangtua akan
merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa ksong
karena anak-anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna
mengatasi keadaan ini orangtua perlu melakukan aktifitas kerja,
meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap memelihara
hubungan dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:
1) Memperluas keluarga int menjdi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu orangtua suami atau istri yang sedang sakit
dan memasuki masa tua.
4) Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian
anak.
5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.
6) Berperan sebagai suami, istri, kakek dan nenek.
7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh
bagi anak-anaknya.
Masalah kesehatan : Masalah komunikasi anak dengan orangtua,
perawatan usia lanjut, masalah penyakit kronis, Hipertensi,
Kolesterol, Obesitas, menopause, DM dll.
g. Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan (middle age families)
Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.
Pada tahap ini semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan
berfokus untuk mempertahankan kekuatan dengan berbagai aktifitas.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain:

18
1) Mempertahankan kesehatan.
2) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti
mengolah minat sosial dan waktu santai.
3) Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua.
4) Keakraban dengan pasangan.
5) Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga.
6) Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan
keakraban pasangan.
Masalah kesehatan : Kebutuhan Promosi Kesehatan : istirahat
cukup, kegiatan waktu luang dan tidur, nutrisi, olahraga
teratur, berat badan ideal, smoking. Masalah hubungan
perkawinan, komunikasi dengan anak-anak dan teman sebaya,
masalah ketergantungan perawatan diri.
h. Tahap kedelapan keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal.
Proses usia lanjut dan pensiun merupakan ralitas yang tidak
dapat dihindari karena berbagai proses stresor dan kehilangan yang
harus dialami keuarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya
pendapatan, kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan
pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi
kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut
umumnya lebih dapat beradaptasi tinggal dirumah sendiri daripada
tinggal bersama anaknya.
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah :

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.


2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman,
kekuatan fisik, dan pendapatan.
3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.

19
4) Mempertahankan hubungan anak dan sosial masyarakat.
5) Melakukan life review.
6) Menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan
kematian. (Suprajitno, 2012).
Masalah kesehatan pada tahap ini yaitu : Menurunnya fungsi dan
kekuatan fisik, sumber-sumber financial yan tidak memadai, isolasi
sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami
lansia menunjukan adanya kerentanan psikofisiologi dari
lansia. Peran perawat pada tahap ini yaitu: memfasilitasi
perawatan kesehatan bagi lansia.

Peran Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Kesehatan


Pada Keluarga
a. Pendidikan kesehatan
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan merupakan satu dari
pendekatan intervensi keperawatan keluarga yang utama. Pendidikan
dapat mencakup erbagai bidang, isi dan fokus, termasuk promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit, masalah kesakitan/disabilitas
dan dampaknya, serta dinamika keluarga (Friedman,2010).
Walson (1985) menekankan bahwa pendidikan memberikan
informasi kepada klien, dengan demikian, membantu mereka untuk
dapat mengatasi masalah secara lebih efektif terhadap perubahan
kehidupan dan peristiwa yang menimbulkan stress. Mendapatkan
informasi yang berarti, membantu anggota keluarga lebih merasa
memegang kendali dan mengurangi stress. Hal ini juga
memungkinkan mereka untuk mengartikan lebih jelas pilihan
mereka dan lebih berhasil menelesaikan masalah mereka.
(Friedman, 2010).
b. Konseling
Konseling adalah suatu proses bantuan interaktif antara konselor
dan klien yang ditandai oleh elemen inti penerimaan, empati,

20
ketulusan, dan keselarasan. Hubungan ini terdiri dari serangkaian
interaksi sepanjang waktu tanpa konselor yang melalui berbagai
teknik aktif dan pasif, berfokus pada kebutuhan masalah atau
perasaan klien yang telah memengaruhi perilaku adaptif klien.
(Bank, 1992 dalam Friedman 2010).
Elemen inti konseling adalah empati atau menyelami atau
merasakan perasaan dan perilaku orang lain; penerimaan positif
terhadap klien; dan selaras atau tulus; tidak berpura-pura dan jujur
dalam hubungan klien-perawat (Friedman, 2010).
c. Membuat kontrak
Suatu cara efektif bagi perawat yang berpusat pada keluarga agar
dapat dengan realistik membantu ndividu dan keluarga membuat
perubahan perilaku adalah dengan cara membuat kontak.
Kontrak adalah perjuangan kerjasama yang dibuat antara dua
pihak atau lebih, misalnya antara orangtua dan anak. Agar tepat
waktu dn relevan, kontrak waktu dapat dibegoisasi secara terus
menerus dan harus mencakup area sebagai berikut: tujuan, lama
kontrak, tanggung jawab klien, langkah untuk mencapai tujuan,
dan penghargaan terhadap pencapaian tujuan (Sloan dan
Schommer, 1975; steiger dan Lispon, 1985 dalam Friedman
2010). Biasanya kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, sederhana dan
tanpa paksaan (Goldnbergh & Goldenbergh, 2000 dalam Friedman
2010).
d. Manajemen kasus
Manajemen kasus memiliki riwayat perkembangan sebagai
bagian dari peran perawat kesehatan masyarakatterakhir digunakan
di tatanan layanan kesehatan yang bersifat akut. (Cary 1996 dalam
Friedman 2010).
Pertumbuhan perawatan terkelola telah menjadi kekuatan
utama munculnya manajemen kasus. Perawatan terkelola yang
menekankan pada pengendalian biaya dan peningkatan efisiensi

21
perawatan, sementara memelihara kualitas perawatan dan
kepuasan klien. Benar-benar membentuk cara manajemen kasus
berfungsi (Jones, 1994; MacPhee & Hoffenbergh, 1996 dalam
Friedman 2010).
e. Advokasi klien
Komponen utama dari manajemen kasus adalah advokasi klien
(Smith, 1993 dalam Friedman 2010). Advokasi adalah seseorang
yang berbicara atas nama orang atau kelompok lain.
Peran sebagai advokat klien melibatkan pemberian informasi
kepada klien dan kemudian mendukung mereka apapun keputusan
yang mereka buat (Bramlett, Gueldener, dan Sowell, 1992; kohnke,
1982 dalam Friedman 2010). Perawat keluarga dapat menjadi
advokat klien dengan sedikitnya empat cara, yaitu:
1) Dengan membantu klien memperoleh layanan yang mereka
butuhkan dan menjadi hak mereka.
2) Dengan melakukan tindakan yang menciptakan sistem layanan
kesehatan yang lebih responsive terhadap kebutuhan klien.
3) Dengan memberikan advokasi untuk memasukan pelayanan yang
lebih sesuai dengan sosial – budaya.
4) Dengan memberikan advokasi untuk kebijakan sosial yang lebih
rensponsive (Canino dan Spurlock, 1994 dalam Friedman, 2010).
f. Koordinasi
Salah satu peran advokasi klien yang diterima secara luas
masalah koordinator. Karena ini dari manajemen kasus adalah juga
koordinasi, pengertian advokasi dan koordinasi pada pokoknya saling
tumpang tindih. Pada kenyataannya manajemen kasus sering kali
diartikan sebagai koordinasi (khususnya dibidang kerja sosial), dan
dirancang untuk memberikan berbagai pelayanan kepada klien
dengan kebutuhan yang kompleks di dalam suatu pengendali tunggal.
(Smeltzer, Litchfield, Lowy & Levin, 1989 dalam Friedman 2010).

22
Koordinator diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar
pelayanan yang komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat
diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari
berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih atau
pengulangan.
g. Kolaborasi
Sebagai perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayan
rumah sakit, puskesmas, dan anggota tim kesehatan yang lain untuk
mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal. Kolaborasi tidak
hanya dilakukan sebagai perawat di rumah sakit tetapi juga di
keluarga dan komunitaspun dapat dilakukan. Kolaborasi menurut
Lamb and Napadano (1984) dalam Friedman (2012) adalah
proses berbagi perencanaan dan tindakan secara berkelanjutan
disertai tanggung jawab bersama terhadap hasil dan kemampuan
bekerjasama untuk tujuan sama menggunakan tekhnik
penyelesaian masalah.
h. Konsultasi
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi
masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat pada
perawat maka hubungan perawat dan keluarga harus dibina dengan
baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. Maka
dengan demikian, harus ada Bina Hubungan Saling Percaya
(BHSP) antara perawat dan keluarga.
Konsultasi termasuk sebagai intervensi keperawatan keluarga
karena perawat keluarga sering berperan sebagai konsultan bagi
perawat, tenaga profesional, dan para profesional lainnya ketika
informasi klien dan keluarga serta bantuan diperlukan Friedman,
2010).

23
B. Konsep Askep Keluarga

Pengkajian Keperawatan Keluarga

Pengkajian Keluarga

Pengkajian adalah suatu tahapan di mana seorang perawat mengambil


informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya.
Agar dipero|eh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan
keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
yaitu bahasa yang digunakan dalam aktivitas keluarga sehari-hari.

Proses Pengkajian

Proses pengkajian dimulai dengan mengumpulkan informasi secara


terus-menerus, dalam hal ini data dikumpulkan secara sistematis (dengan
menggunakan alat pengkajian keluarga), kemudian diklasifikasikan dan
dianalisis. Jika dalam pengkajian, perawat menemukan data yang bermakna
atau berpotensi masalah maka digali lebih mendalam. Pengumpulan data
merupakan syarat utama untuk pengidentifika. sian masalah. Dalam
pelaksanaannya proses pengkajian keperawatan bersifat dinamis, interaktif
dan fleksibel

Sumber-smnber Pengkajian Data

Pengumpulan data tentang keluarga didapatkan dari berbagai sumber


di antaranya adalah: 1) Wawancara dengan klien dalam hubungannya dengan
kejadian pada waktu lalu dan sekarang. 2) Temuan-temuan yang objektif
(misal, observasi terhadap rumah dan fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya).
3) informasi-informasi tertulis atau lisan dan rujukan, berbagai lembaga yang
menangani keluarga dan anggota tim kesehatan lainnya.

Wawancara merupakan suatu pertemuan tatap muka dengan satu atau


lebih anggota keluarga. Sangat diperlukan sekaii dalam proses wawan. cara
bisa mewawancarai seluruh anggota keluarga. Hal ini bisa meminimalkan

24
distorsi infomasi, dan bisa memberikan kesempatan kepada setiap
orang/anggota keluarga untuk mengemukakan persepsinya, dan memberikan
kesempatan kepada perawat untuk melihat interaksi di antara para anggota
keluarga (Holamn, 1983). Wawancara tersebut harus terfokus, berdasarkan
tujuan wawancara dan disusun dalam berbagai struktur.

Salah satu peran penting dalam perawat kesehatan keluarga adalah


menjadi partisipasi pengawal dalam keluarga, sementara perawat bekerja
secara aktif dengan keluarga. la juga harus memiliki kemampuan ”melangkah
mundur” dan secara objektif mengobservasi kondisi dan situasi di rumah.

Selain dengan wawancara, dalam proses pengumpulan data dapat di”


gunakan pula daftar cek, inventaris, kuesioner (Hainan 1983).

Membangun Hubungan Saling Percaya

Salah satu fungsi perawat keluarga adalah menciptakan hubungan


saling percaya. Menciptakan hubungan saling percaya adalah di mana adanya
saling terbuka, saling menghormati dan komunikasi berjalan dengan efektif.
Hubungan saling percaya dapat dikembangkan dengan. menyampaikan tujuan
kunjungan, menerima dan mengakui hak-hak keluarga pada perasaan dan
keyakinan mereka sendiri tanpa keluar dari tujuan, nilai-nilai dan harapan
perawat. Diawali dengan memberi kesempatan keluarga mengungkapkan
persoalan dan masalahnya sendiri kemudian perawat memahami persoalan
berdasarkan pengalamannya, pada akhirnya bersama-sama keluarga
mendalami persoalan dan dilanjutkan dengan pemecahan persoalan secara
bersama-sama.

Persiapan untuk Kunjungan Keluarga

Ketika mengunjungi keluarga di rumah perlu ada persiapan sebelum


melakukan kunjungan yang sesungguhnya, karena sering perawat hanya
berada di rumah keluarganya sendiri tanpa membuat akses langsung ke

25
sumbernya. ASpek persiapan kunjungan ke rumah merupakan hal penting bagi
keberhasilan pengkajian keperawatan keluarga.

Cara yang efektif dalam persiapan kunjungan keluarga adalah: 1)


Membaca catatan (Medical Record) dari keluarga yang akan dikunjungi; 2)
Mendiskusikan dengan tim keperawatan yang mengenal keluarga yang
dimaksud; 3) Mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan yang mungkin muncul
pada keluarga; 4) Buat kontrak perjanjian dengan keluarga yang akan
dikunjungi (melalui telepon, lisan atau surat) dan perkenalkan diri terlebih
dahulu, utarakan maksud dan tujuan kunjungan Anda, dan buatlah persiapan
(Leahay et. al. 1977).

Setelah selesai mengumpulkan data, langkah berikutnya adalah analisis


data. Data perlu diringkas dan disusun kemudian dikelompokkan. Kemudian
kelompokkan data-data yang sama dan susun dalam bentuk yang teratur
sehingga dapat dibuat kesimpulan yang akurat dan masalah-masalah dapat
diidentifikasi.

Kekuatan-kekuatan Keluarga

Dalam menganalisis data, kekuatan-kekuatan keluarga sangat perlu


diidentifikasikan. Kekuatan-kekuatan tersebut dapat digunakan sebagai
sumber ketika dilakukan perencanaan intervensi. Berikut adalah kekuatan-
kekuatan yang dikemukakan oleh Powerdan Dell Ono (1988):

Tabel 3.1 Kekuatan-kekuatan keluarga

1. Keterampilan Komunikasi

- Kemampuan mendengar

- Kemampuan anggota keluarga berdiskusi dengan masalah mereka


(keluarga kurang ekspresif)

26
2. Keterampilan Komunikasi

- Kemampuan mendengar

- Kemampuan anggota keluarga berdiskusi dengan masalah mereka


(keluarga kurang ekspresif)

3. Paradigma keluarga yang diungkapkan

- Pengungkapan persepsi-persepsi tentang realita hidup yang sama


dalam keluarga

- Keinginan keluarga untuk memiliki harapan dan apresiasi bahwa


perubahan mungkin saja terjadi

4. Dukungan dari dalam keluarga

- Kemampuan memberikan penguatan satu sama lain

- Kemampuan anggota keluarga menciptakan suasana memiliki.

5. Kemampuan merawat diri

- Kemampuan anggota keluarga bertanggung jawab terhadap masalah-


masalah kesehatan

- Kemampuan keluarga menjaga kesehatan mereka sendiri

6. Keterangan keterampilan memecahkan masalah

- Kemampuan anggota keluarga menggunakan negosiasi dan


memecahkan persoalan dalam keluarga

- Kemampuan memusatkan perhatian pada kejadian atau kekecewaan


sekarang bukan pada kejadian kejadian atau kekecewaan yang lalu .

- Anggota keluarga memiliki kapasitas untuk menggunakan


pengalaman pengalaman setiap hari sebagai sumber.

27
Diambil dari Power et al (1988)

A. DIAGNOSIS KEPERAWATAN KELUARGA

Diagnosa keperawatan merupakan kesimpulan yang ditarik dari data


yang dikumpulkan tentang pasien. Diagnosa keperawatan berfungsi sabagai
alat untuk menggambarkan masalah pasien yang dapat ditangani oleh perawat.
Cara yang seragam dan standar untuk mengidentinkasi, memfokuskan, dan
melabel fenomena yang spesin memungkinkan perawat untuk menangani
respons pasien dengan efektif.

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respons


individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan
dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
merupakan tanggung jawab perawat.

Diagnosa keperawatan keluarga merupakan hasil dari analisis data dari


hasil pengkajian keluarga, di mana diagnosis yang diangkat berdasarkan
masalah-masalah pada fungsifungsi keluarga (afektif, sosial, fungsi perawatan
kesehatan), masalah pada struktur keluarga (komunikasi, peran, kekuatan),
masalah pada lingkungan keluarga (perumahan, risiko cedera, risiko penularan
penyakit) dan masalah koping keluarga (tidak efektif, tidak mampu).

Diagnosa-diagnosa keluarga merupakan perpanjangan dari


diagnosadiagnosa keperawatan terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil
pengkajian dan keperawatan. Diagnosa-diasnosa keperawatan keluar. ga di
dalamnya termasuk juga masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial
yang mana karena pendidikan dan pengalaman, para perawat mampu dan
diizinkan untuk menangamnya (Gordor, 1973 dan l982). Diagnosanya tersebut
digunakan untuk sebagai suatu dasar untuk memproyeksikan hasil,
merencanakan interaksi dan mengevaluasi hasil yang dicapai (Cordor 1985,
hal viii).

28
Tabel 3.2 Diagnosa-diagnosa pilihan dari NANDA yang Cocok
untuk praktik keperawatan keluarga

Kategori Diagnostik Diagnosa Keperawatan


NANDA

Persepsi kesehatan - pola  Manajemen kesehatan dapat diubah


Manajemen kesehatan
 Perilaku mencari hidup sehat
Aktivitas - pola latihan
Kerusakan penatalaksanaan
Kognitif - pola persepsi
pemeliharaan rumah

 Kekurangan pengetahuan
Peran-pola hubungan
 Konflik keputusan

 Berduka diantisipasi

 Berduka disfungsional

 Konflik orang tua

 Isolasi sosial

 Perubahan dalam keluarga

 Perubahan penampilan peran

 Potensial perubahan dalam menjadi


Koping - pola. pola
orang tua
Toleransi terhadap stres

 Potensial terhadap kekerasan

 Koping keluarga: potensi terhadap


Pertumbuhan

 Koping keluarga tak efektif:

29
Menurun

 Koping keluarga tak efektif :


Kecacatan

Diambil dari Mcfarland dan Mcfarlane (1989).

Selain diagnosa dari NANDA yang berorientasi pada keluarga,


terdapat empat masalah atau keterbatasan yang nampak jelas dari penggunaan
diagnosa NANDA dalam praktik keperawatan. Empat keterbatasan tersebut
adalah:

1. Diagnosa-diagnosa tersebut tidak bersifat teoritis, yang mana bisa jadi


merupakan kekuatan dan kelemahan, tergantung pada sudut pandang
seseorang;

2. Sebagian besar keperawatan yang berorientasi pada keluarga bersifat


sangat luas dan tidak cukup untuk mengarahkan intervensi. Akan
tetapi, dengan menspesifikasikan tanda dan gejala dari masalah atau
faktor etiologi atau penyebab, keterbatasan ini dapat dicegah;

3. Diagnosa-diagnosa tersebut lebih berorientasi pada penyakit;

4. Daftar yang ada sekarang tidak lengkap dan tidak mencakup sebagian
besar masalah/diagnosa yang potensial dan aktual dari keperawatan
keluarga.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka NANDA 1995 kembali


merumuskan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dapat digunakan dalam
praktik keperawatan keluarga sebagai berikut:

Lingkungan

1. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah (Higienis lingkungan)

30
2. Risiko terhadap edera (lingkungan)

3. Risiko terjadi penularan penyakit (lingkungan)

Struktur Komunikasi

1. Komunikasi Keluarga Disfungsional

Struktur Peran

1. Berduka dan diantisipasi

2. Berduka disfungsional

3. Isolasi sosial

4. Perubahan dalam proses keluarga (dampak adanya orang yang sakit


terhadap keluarga)

5. Potensial peningkatan menjadi orang tua

6. perubahan menjadi orang tua (krisis menjadi orang tua)

7. Perubahan penampilan peran

8. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah

9. Gangguan citra tubuh

Fungsi Afektif

1. Perubahan proses keluarga

2. Perubahan menjadi orang tua

3. Potensial peningkatan menjadi orang tua

4. Berduka yang diantisipasi

5. Koping keluarga tidak efektif, menurun

31
6. Koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan

7. Risiko terhadap tindakan kekerasan

Fungsi Sosial

1. Perubahan proses keluarga

2. Perilaku mencari bantuan kesehatan

3. Konflik peran orang tua

4. Perubahan menjadi orang tua

5. Potensial peningkatan menjadi orang tua

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan

7. Perubahan pemeliharaan kesehatan

8. Kurang pengetahuan

9. Isolasi sosial

10. Kerusakan interaksi sosial

11. Risiko terhadap tindakan kekerasan

12. Ketidakpatuhan

13. Gangguan identitas pribadi

Fungsi Perawatan Kesehatan

1. Perubahan pemeliharaan kesehatan

2. Potensial peningkatan pemeliharaan kesehatan

3. Perilaku mencari pertolongan kesehatan

4. Ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik keluarga

32
5. Risiko terhadap penularan penyakit

Strategi Koping

1. Potensial peningkatan koping keluarga

2. Koping keluarga tidak efektif, menurun

3. Koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan

4. Risiko terhadap tindakan kekerasan

Etiologi Diagnosis Keperawatan Keluarga

Menentukan etiologi atau faktor-faktor yang berhubungan dapat


mengacu pada Buku Nursing Diagnosis (NANDA), Carpenito 1995. Secara
umum faktor-faktor yang berhubungan meliputi Patofisiologis, Situasional,
Maturasional dan tindakan yang berhubungan. Secara khusus, faktor-faktor
yang berhubungan pada masalah keperawatan keluarga adalah:

1. Kesalahan interpretasi informasi

2. Kurangnya informasi yang didapatkan

3. Tidak adekuatnya penyuluhan kesehatan

4. Kurangnya motivasi

5. Sikap keluarga yang salah/tidak mendukung

6. Kurang tersedianya fasilitas yang dimiliki

7. keluarga Kurangnya/tidak adanya sistem

8. pendukung dalam keluarga

9. Kurangnya/tidak adanya dukungan finansial dari keluarga

10. Kurangnya keterampilan keluarga

33
11. Ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga

12. Kurangnya/tidak adanya pengaturan peran dalam keIUarga

13. Konflik pengambilan keputusan

14. 13.Kompleksitas aturan terapeutik yang harus dijalankan

15. Kurangnya kemampuan keluarga memilih alternatif-alternatif jalan


keluar

16. Dan lain-Iain.

Menentukan Prioritas

Masalah Menentukan prioritas masalah pada asuhan keperawatan


keluarga adalah dengan menggunakan skala menyusun pnontas atau skoring
berdasarkan Bailon dan Maglaya (1976).

Tabel 3.3 Skala Untuk Menentukan Prioritas Asuhan Keperawatan


Keluarga (Bailon dan Maglaya, 1976)

NO KRITERIA NILAI BOBOT

1. Sifat Masalah 1

Skala: Aktual 3

Risiko 2

Keadaan sejahtera 1

2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2

Skala: Mudah 2

Sebagian 1

Tidak dapat 0

3. Potensi masalah untuk dicegah 1

34
Skala: Tinggi 3

Cukup 2

Rendah 1

4. Menonjolnya masalah 1

Skala:

Masalah berat, harus segera ditangani 2

Ada masalah tetapi tidak perlu 1


ditangani

Masalah tidak dirasakan 0

Skoring:

1. Tentukan skore untuk setiap kriteria.

2. Skor dibagi dengan makna tertinggi dan kalikanlah dengan bobot.

3. Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria.

Faktor-faktor yang dapat Memengaruhi Penentuan Prioritas:

Sifat masalah: dalam menentukan sifat masalah bobot yang paling


besar diberikan kepada keadaan sakit/aktual ada pada keluarga atau masalah
yang mengancam kehidupan keluarga kemudian baru diberikan kepada hal-hal
yang berisiko mengancam kesehatan keluarga dan selanjutnya yang potensial
memengaruhi kehidupan keluarga.

Kemungkinan masalah dapat diubah: faktor-faktor yang memengaruhi


masalah dapat diubah adalah:

1. Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk


menangani masalah;

2. Sumber daya ke|uargaz dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga;

35
3. Sumber daya perawat: dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan
waktu;

4. Sumber daya masyarakat: dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam


masyarakat dan sokongan masyarakat, seperti Posyandu, Polindes.

Potensial masalah dapat dicegah: hal-hal yang perlu diperhatikan


dalam melihat potensi pencegahan masalah adalah:

1. Kepelikan dari masalah, hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit


atau masalah yang menunjukkan kepada prognosa dan beratnya masa|
ah;

2. Lamanya masalah, berhubungan dengan jangka waktu terjadinya


masalah. Lamanya masalah berhubungan erat dengan beratnya
masalah yang menimpa keluarga dan potensi masalah untuk dicegah;

3. 3.Tindakan yang sudah dan sedang di jalankan, adalah tindakan-


tindakan untuk mencegah dan memperbaiki masalah dalam
rangkameningkatkan status kesehatan keluarga;

4. Adanya kelompok ”high risk” atau kelompok risiko tinggi dalam


keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk
mencegah masalah.

Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana


keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai skor tertinggi yang terlebih
dahulu dilakukan intervensi keluarga.

B. PERENCANAAN

Penyusunan Tujuan

Pertama-tama perencanaan meliputi perumusan tujuan yang


berorientasi pada klien. Penyusunan bersama tujuan tersebut terdiri atas

36
kemungkinan sumber-sumber keluarga dalam perawatan mandiri.
Menggambarkan pendekatan-pendekatan alternatif dalam pemecahan masalah.
Menyeleksi intervensi-intervensi keperawatan dan bersifat spesifik.

Penyusunan tujuan bersama keluarga menjadi penentu perencanaan


yang efektif, hal ini sangat beralasan karena diharapkan pada akhirnya klien
mempunyai tanggung jawab akhir dalam pemecahan masalah dan mengatur
hidup mereka sendiri, selain itu juga menghormati keyakinan keluarga.

Penyusunan tujuan bersama dengan keluarga akan lebih efektif. Alasan


yang mendasarinya adalah: 1) Proses penyusunan tujuan bersama memiliki
efek positif terhadap interaksi dengan keluarga, 2) Orang nampaknya akan
menentang bila diberitahu apa yang harus dilakukan, tetapi akan bekerja bila
memilih tujuan mereka sendiri, 3) Orang akan membuat keputusan cenderung
akan bertanggung jawab terhadap keputusannya tersebut.

Ada beberapa tingkat tujuan. Tujuan dapat disusun dalam jangka


pendek (khusus) dan jangka panjang (umum). Tingkatan ini digunakan untuk
membedakan masalah yang dapat diselesaikan sendiri oleh keluarga dan
masalah yang harus diserahkan pada tim keperawatan atau kolektif. Tujuan
khusus/jangka pendek sifatnya spesifik, dapat diukur, dapat
dimotivasi/memberi kepercayaan pada keluarga bahwa kemajuan sedang
dalam proses dan membimbing keluarga ke arah tujuan jangka panjang/umum.
Tujuan jangka panjanglumum merupakan tujuan akhir yang menyatakan
maksud-maksud luas yang diharapkan oleh keluarga agar dapat tercapai.

Merencanakan Tindakan Keperawatan

Adalah menyusun alternatif-alternatif dan mengidentifikasi sumber-


sumber kekuatan dari keluarga (kemampuan perawatan mandiri, sumber
pendukung/bantuan yang bisa dimanfaatkan) yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah dalam keluarga.

Perawat perlu mengkaji:

37
1. Apakah pendekatan-pendekatan yang diajukan akan menyebabkan
meningkatnya ketergantungan atau kemandirian pada pihak keluarga?

2. Apakah tindakan ini berada dalam informasi dan tingkat keterampilan


anggota keluarga atau berada dalam sumber-sumber yang mereka
miliki?

3. Apakah tindakan ini akan menurunkan atau memperkokoh


kemampuan koping keluarga?

4. Apakah keluarga dan/atau para anggotannya memiliki komitmen dan


motivasi yang memadai sehingga memegang teguh perencanaan
tersebut?

5. Apakah ada sumber-sumber memadai untuk melaksanakan pencernaan


tersebut?

Karena keluarga mempunyai hak dan tanggung jawab untuk membuat


keputusannya sendiri maka keluarga dapat memilih tindakan yang sudah
terinformasi. Keluarga berhak untuk mengetahui konsekuensi dari masing-
masing tindakan sehingga dapat membuat keputusan yang masuk akal.
Perawat juga dapat menolak pilihan tindakan yang diputuskan keluarga bila
bertentangan dengan konsep kesehatan. Perawat dapat meminta bantuan orang
lain yang mempunyai pengalaman terhadap masalah yang sama untuk
memberikan gambaran kepada keluarga.

C. PELAKSANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA

Tahap pelaksanaan intervensi ini diawali dengan penyelesaian peren.


canaan perawatan. Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang; klien
(individu atau keluarga), perawat, dan anggota tim perawatan kesehatan yang
lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial keluarga.

38
Tipologi intervensi Keperawatan

Klasifikasi Freeman's. Freeman (1970), menglasifikasikan intervensi


keperawatan keluarga sebagai berikut:

1. Suplemental. Perawat berlaku sebagai pemberi pelayanan perawatan


langsung dengan mengintervensi bidang-bidang keluarga tidak bisa
melakukannya.

2. Fasilitatif. Dalam hal ini, perawat menyingkirkan halanganhalangan


terhadap pelayanan-pelayanan yang tidak diperlukan, seperti pelayanan
medis, kesejahteraan sosial, transportasi dan pelayanan kesehatan di
rumah.

3. Perkembangan. Perawat membantu keluarga dalam memanfaatkan


sumber-sumber keluarga dan dukungan sosial sehingga tindakan
keperawatan bersifat mandiri/bertanggung jawab atas kesehatannya
sendiri.

Klasifikasi menurut Wright dan Leahey

Wright dan Leahay (1984) menggolongkan intervensi keluarga dalam tiga


tingkatan fungsi keluarga:

Tabel 3.4 Klasifikasi Intervensi menurut Wright dan Leahay yang Diarahkan
pada Tiga Tingkat Fungsi Keluarga

Kognitif

Intetvensi diarahkan pada aspek kognitif pada fungsi keluarga, yang meliputi
pemberian informasi, gagasan baru tentang suatu keadaan dan
mengemukakan pengalaman.

Afektif

Intervensi diarahkan pada aspek afektif fungsi keluarga, dirancang untuk

39
mengubah emosi keluarga agar dapat memecahkan masalah secara efektif.
Misal: mengurangi kecemasan orang tua terhadap anaknya yang sakit.

Perilaku

Intervensi diarahkan untuk membantu keluarga berinteraksi/bertingkah laku,


berkomunikasi secara efektif dengan anggota keluarga lainnya yang sifatnya
berbeda-beda.

Adapted from Wrigh and leahey (1984)

Intervensi yang Ditujukan pada Perubahan Perilaku Keluarga

Intervensi yang ditujukan pada perubahan perilaku anggota keluarga


bertujuan untuk memperkokoh fungsi keluarga atau untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga. Perlu diingat oleh perawat bahwa perubahan ini tidak
serta merta, akan tetapi membutuhkan waktu yang lama, dan perubahan ini
akan membuahkan hasil ”setelah beberapa waktu, lewat serangkaian tindakan
intervensi”

Konsep-konsep perubahan bersifat sangat membantu dalam menolong


keluarga agar berubah. Wright dan Leahey mewarnai sejumlah konsep
perubahan yang yang mereka anggap penting dalam membantu mereka
bekerjasama dengan keluarga-keluarga yang bermasalah, sebagaimana pada
Tabel 3.5

Tabel 3.5 Konsep perubahan menurut Wright dan Leahey dalam


bekerjasama dengan Keluarga

Perubahan tergantung pada konteks.

Perubahan tergantung pada persepsi klien terhadap masalah.

Perubahan tergantung pada tuiuan-tuiuan yang realistis.

40
Pemahaman itu sendiri tidak menyebabkan perubahan.

Perubahan tidak perlu secara merata pada semua anggota keluarga.

Perubahan dapat memiliki banyak penyebab.

Wright dan Leahey, hal. 68

Intervensi keperawatan keluarga khusus

Strategi intervensi khusus yang digunakan oleh professional perawatan


kesehatan bersama dengan keluarga tergantung kepada tingkat berfungsinya
keluarga. Leavit (1982) mengklarifikasikan keluarga dalam berbagai tipe;
sangat fungsional, agak fungsional, sangat disfungsional, akut dan kronis.

Untuk keluarga yang fungsional, tindakan bersifat promotif dan


preventif (pengajaran dan penyediaan informasi), sedangkan untuk keluarga
yang disfungsional dan akut tindakan yang diberikan lebih bersifat suportif
dan promotif..

Intervensi yang diimplementasikan, tergantung kepada keluarga,


karena keluarga merupakan partisipan aktif dalam penyusunan tujuan. Secara
umum intervensi keperawatan keluarga sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 3.6 intervensi keperawatan keluarga


Modifikasi perilaku

Pembuatan kontrak

Manajemen/koordinasi kasus

Stategi-stategi kolaboratif

Konseling termasuk dukungan, penilaian kognitif dan membuat kembali


kerangka

Memberikan kuasa kepada keluarga lewat partisipasi aktif

Modifikasi lingkungan

41
Advokasi keluarga

Intervensi krisis keluarga

Membuat jaringan kerja, termasuk pemakaian kelompok bantuan diri dan


dukungan social

Memberikan informasi dan keahlian teknis

Model peran

Suplementasi peran

Pengajaran berbagai stategi, termasuk manajemen stress, modifikasi gaya


hidup, dan bimbingan antisipasi

Rintangan Terhadap Pelaksanaan Tindakan

Apatis Dan Adanya Perbedaan Nilai

Manifestasi perilaku apatis sangat tampak, ketika perawat menemukan


masalah-masalah kesehatan yang ia rasakan sangat memengaruhi keluarga dan
mendiskusikan masalah masalah ini dan rekomendasi rekomendasi. Keluarga
menanyakan kenapa hal tersebut harus diperhatikan. Keluarga tidak
menunjukan tanda-tanda melakukan tindakan atau keprihatinanya. Adanya
latar belakang keluarga yang berbeda beda dapat meyebabkan perbedaan nilai
nilai terhadap suatu masalah.

Apatis, keputusasaan dan kegagalan

Disamping berbedaan nilai, apatis bisa juga terjadi karena hasil


perasaan putus asa, bila masalah dirasakan terlalu berat dan tidak tahu
bagaimana harus memulai. Hal ini dapat diatasi dengan memecahkan suatu
tugas-tugas yang lebih kecil/sederhana

42
Ketidaktegasan

Dalam hal ini, keluarga Nampaknya tidak apatis, tetapi juga tidak
tegas. Ketidaktegasan dikibatkan oleh ketidakmampuan melihat keuntungan
dan kerugian dari suatu tindakan. Apa yang dikerjakan, keuntungan dan
kerugian tampaknya sama saja. Kondisi ini bisa jadi terjadi akibat dari
perasaan ketakutan yang tidak terpecahkan. Dalam hal, itu perawat perlu
membantu keluarga memecahkan masalah dengan mengenal alternative
pemecahan masalah yang bersifat pro dan kontra serta perasaan dan koping
keluarga.

Intervensi Keperawatan Keluarga Berdasarkan Jenis Masalah

1. Masalah tugas perkembangan keluarga


a. Perawat membantu keluarga mencapai dan mempertahankan
keseimbangan antara kebutuhan pertumbuhan pribadi dari
anggota keluarga dengan fungsi keluarga yang optimum
b. Beri penyuluhan kepada keluarga tentang tugas tugas yang
harus dijalankan sesuai dengan perkembangan keluarga.
c. Bantu keluarga mengantisipasi daan melewati transisi
perkembangan dalam keluarga.
d. Rujuk ketenaga ahli bila masalah tugas perkembangan keluarga
tidak dapat terselesaikan oleh keluarga dan perawat.
2. Masalah social budaya
a. System keluarga yang berbeda dengan budaya setempat.
1. Bantu keluarga menyeleksi system yang sesuai untuk
digunakan (system perkawinan, system hubungan orang tua-
anak, system tipe keluarga)
2. Meyediakan waktu yang lebih banyak untuk keluarga dalam
hal beraktualisasi dengan social – budaya setempat
3. Bantu keluarga mengatasi perbedaan perbedaan bahasa dengan
masyarakat setempat

43
4. Pahami norma-norma keluarga dan norma masyarakat setempat
dan anjurkan keluarga untuk meyelesaikannya.
5. Bantu keluarga untuk mendapatkan akses dengan masyarakat,
dengan memfasilitasi antara keluarga dengan tokoh-tokoh
masyarakat setempat
b. Masalah finalsial
1. Bantu keluarga dalam memperoleh informasi tentang sumber-
sumber pembiayaan kesehatan baik swasta maupun pemerintah
2. Jelaskan pada keluarga tentang tatanan pelayanan kesehatan
dan konsekuensi biayanya agar keluarga mempunyai
pertimbangan untuk mengambil keputusan.
3. Beri penyuluhan tentang cara-cara mengurangi pembiayaan
yang tidak perlu dan cara mengalokasikan biaya kesehatan
keluarga secara aman.
4. Bantu keluarga untuk melihat situasi keuangan keluarga secara
objektif dan pemecahan masalah kesehatan secara efektif.
5. Rujuk keluarga ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai.
c. Masalah rekreasi atau penggunaan waktu luang
1. Tunjukan pada keluarga bahwa perawat menjadi model bagi
keluarga dalam gaya hidup yang sehat
2. Bombing keluarga dalam meningkatkan aktivitas
rekreasi/penggunan waku luang dengan memodifikasi
perilaku/gaya hidup keluarga.
3. Masalah kesehatan lingkungan keluarga
a. Pencegahan primer : peningkatan kesehatan lingkungan.
1 Bantu keluarga untuk mampu merasakan “kerentanan”
terhadap bahaya kecelakaan, luka atau sakit.
2 Anjurkan keluarga untuk meningkatkan tanggung jawab diri
keluarga dalam mencegah stressor dan meningkatkan kesehatan
dan keselamatan lingkungan.
3 Beri penyuluhan tentang cara mencegah resiko-resiko:

44
a) Mengatur perabot, memasang pegangan pada tangga,
menempelkan kabel listrik//alat elektronik secara aman,
memasang penerangan yang memadai untuk mencegah
terjadinya kecelakaan.
b) Mencegah terjadinya kebakaran, memeriksa kabel-kabel
listrik yang beresiko konsleting, memeriksa kebocoran gas,
kompor gas dan mematikannya bila berpergian dll.
c) Menganjurkan keluarga berhati-hati dalam menggunakan
alat/mengangkat benda berat.
d) Menghindari terjadinya keracunan, memasang kabel pada
botol obat/bahan kimia, membuang obat yang sudah
kadaluarsa, menyimpan obat/bahan kimia secara aman.
e) Memastikan anak-anak tidak menggunakan alat/bahan
berbahaya untuk bermain.
f) Anjurkan keluarga memiliki kotak P3K dan ajarkan cara
penggunaannya.
b. Pencegahan sekunder pada masalah lingkungan
1. Ajarkan keluarga tentang cara mendeteksi secara dini masalah
masalah/penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat.
2. Jelaskan pada keluarga tentang prosedur pemanfaatan fasilitas
kesehatan gawat darurat (gawat darurat/IRD) dalam
penanganan masalah penyakit/kecelakaan
3. Ajarkan keluarga tentang cara penanganan/pertolongan pertama
jika timbul kecelakaan/masalah kesehatan.
c. Pencegahan tersier. Stategi modifikasi lingkungan dikhususkan
bagi keluarga yang memiliki anggota yang lansia, cacat fisik atau
kelemahan.
1. Menjaga lantai rumah, kamar mandi agar tidak licin
2. Menata perabot rumah untuk memudahkan jalan
3. Memberi pegangan pada dinding, kamar mandi untuk
membantu berjalan

45
4. Memasang penerangan yang memadai
5. Memodifikasi kamar mandi, WC dengan jenis pancuran, WC
duduk.

4. Masalah komunikasi dalam keluarga


a. Intervensi umum
1. Mengajarkan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan
fikiran
2. Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan fikiran
mereka tentang masalah komunikasi yang disfungsional
3. Bantu keluarga mengidentifikasi masalah dan factor penyebab
komunikasi yang disfungsional
4. Beri dukungan pada keluarga untuk berupaya
meyelesaikan/memperbaiki konumikasi antar mereka sendiri.
5. Fasilitasi keluarga untuk menggunakan “orang ke tiga” untuk
membantu meyelesaikan komunikasi disfungsional dalam
keluarga
b. Intervensi khusus
1 Focus tingkat kognitif
a. Bantu keluarga melihat dan merasakan masalah tersebut.
b. Bantu keluarga untuk memperoleh pandangan yang berbeda
terhadap masalah tersebut.
c. Bantu keluarga untuk memiliki pandangan positif terhadap
masalah
Contoh : bila ada anggota keluarga merasa tersinggung dan
marah, maka keluarga harus memandang respon tersebut
bila diterima daripada dengan rasa permusuhan yang
berakibat komunikasi disfungsional.
d. Memberikan pemahaman pada keluarga bahwa setiap
individu memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu

46
masalah sehingga meyelesaikan sesuatu masalah perlu
mempertimbangkan masing masing persepsi individu.
2 Focus tingkat afektif
Tujuan:
a. Membantu keluarga berbagi perasaan satu sama lain agar
kebutuhan emosional dapat tersampaikan dan direspons
dengan baik
b. Komunikasi keluarga menjadi jelas dan efektif
c. Mempermudah pemecahan masalah
 Menganjurkan orang tua untuk terbiasa
mengungkapkan perasaan positif dan negative kepada
anak-anaknya.
 Dukungan orang tua yang mendukung anak-anaknya
menjadi komunikator yang baik (bebas
mengungkapkan perasaannya dan belajar untuk
mendengar)

3 Focus tingkat perilaku


a. Menganjurkan keluarga untuk tidak saja terfokus pada mencari
penyebab timbulnya masalah tetapi juga apadan bagaimana
masalahnya
b. Memberi intruksi pada keluarga bila keluarga tidak mampu
meyelesaikan masalah yang khusus.
Contoh : intruksikan cara penanganan pada bayi yang
menangis terus menerus, intruksikan ibu untuk memeriksa
apakah bayi telah cukup makan/minum
c. Beri dukungan dan pujian pada usaha keluarga yang telah
cukup baik dalam penanganan masalah (untuk penguatan yang
lebih positif)
d. Pantau perubahan-perubahan perilaku yang telah diajarkan
sebelumnya.

47
e. Ajarkan keluarga teknik komunikasi untuk mengatasi konflik
secara produktif:
 Mencoba untuk tidak terlibat dalam percekcokan yang
sepele.
 Berbicara terhadap suatu isu-isu bukan masalah
kepribadian.
 Jadilah seorang pendengar yang baik/aktif
 Carilah jalan keluar yang menenagkan kedua belah pihak
 Ketidakbahagiaan pasangan bukan hanya masalah salah
seorang saja.
f. Anjurkan keluarga untuk memanfaatkan lembaga konseling
untuk membantu memecahkan masalah.
5. Masalah struktur kekuatan keluarga (konflik keputusan dalam
keluarga)
a. Kurangnya pengalaman dalam pengambilan keputusan yang
efektif.
1. Beri kesempatan keluarga mengungkapkan pola kebiasaan
dalam mengambil suatu keputusan
2. Fasilitasikan proses pengambilan keputusan yang logis
 Buat daftar alternative pemecahan masalah
 Bantu mengidentifiksi dampak dari masing masing
alternative (finalsial,social,nilai,kepercayaan)
 Beri kesempatan keluarga mengambil keputusan dari
beberapa alternative tersebut
3. Dorong anggota terdekat keluarga untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan.
4. Yakinkan pada keluarga bahwa keputusan yang telah
diambil akan dipatuhi/dilaksanakan.
5. Ajarkan teknik relaksasi bila keputusan yang diambil
menimbulkan kecemasan.
b. Konflik nilai

48
1. Beri kesempatan keluarga menggali nilai nilai keluarga dan
pengaruhnya terhadap suatu keputusan.
2. Bantu keluarga mengkarifikasikan nilai nilai :
 Identifikasi suatu yang berharga, kegiatan yang disukai
dalam keluarga
 Refleksikan hal tersebut pada keluarga
 Ulangi keputusan keputusan yang telah lalu dan
respons penerimaan keluarga
 Mencoba menilai kepuasan terhadap masalah
kontroversial (baik-buruknya)
 Identifikasi nilai-nilai yang membanggakan keluarga
3. Anjurkan keluarga memutuskan berdasarkan nilai yang paling
penting dalam keluarga
4. Jika masih terjadi konflik nilai, rujuk kepada ahlinya :
rohaniawan, konsultan dll
c. Takut terhadap akibat dari suatu keputusan
1. Klarifikasi tentang kemungkinan yang terjadi akibat suatu
keputusan
2. Identifikasi resiko-resiko bila keputusan tidak diambil
3. Beri kesempatan keluarga mengungkapkan rasa takutnya
kepada orag terdekat.
4. Dorong keluarga untuk yakin dan percaya diri terhadap
keputusannya/yakinkan keputusan tersebut adalah benar dan
orang lain akan meghargainya.
d. Ketidakcukupan informasi
1. Beri informasi yang memadai terhadap suatu masalah
2. Betulkan/luruskan informasi yang salah
3. Berikan kesempatan keluarga untuk mengetahui lebih banyak
tetang suatu masalah
4. Pastikan keluarga mengerti dengan jelas alternative-alternatif
dan arah keputusan yang akan diambil

49
5. Anjurkan keluarga untuk memperoleh “opini ke dua” dari ahli
yang lain.
e. Kontroversi system pendukung
1. Yakinkan keluarga bahwa integritas keluarga tidak bisa ditekan
oleh orang lain.
2. Anjurkan keluarga untuk tidak melibatkan orang lain
memengaruhi kepercayaan keluarga dalam suatu keputusan
3. Identifikasi system dukungan utama keluarga dalam
pengambilan keputusan.
6. Masalah struktur peran keluarga
a. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi ”syarat-syarat” dari
individu dan maksudnya
b. Bantu mengidentifikasi harapan-harapan keluarga terhadap suatu
peran
c. Perkuat kemampuan keluarga untuk melaksanakan peran peran
baru
d. Beri penghargaan terhadap perilaku melaksanakan peran yang
sesuai
e. Bantu memodifikasi suatu peran agar selaras dengan harapan
keluarga
f. Beri kesempatan orang lain untuk memberikan penguatan terhadap
pelaksanaan peran peran keluarga
g. Intervensi untuk konflik peran keluarga
1. Identifikasi jenis konflik peran dan sumber sumber stress dalam
keluarga
2. Beri kesempatan keluarga mengungkapkan perasaan terhadap
konflik peran
3. Diskusikan dengan keluarga tentang peran yang masih
“dipertanyakan”
4. Diskusikan tentang persepsi keluarga dalam memecahkan
masalah, alternative-alternatif pemecahannya

50
5. Bantu menyusun prioritas dari alternative-alternative
pemecahan masalah konflik peran
6. Bantu keluarga mengeksplorasi harapan-harapan terhadap
peran yang berbeda.
h. Intervensi untuk kegagalan peran
1. Mempersilahkan keluarga untuk mengungkapkan perasaan
kekecewaan terhadap peran yang telah dijalankan
2. Mendorong keluarga untuk mengajukan pertanyaan pertanyaan,
harapan harapan tentang peran yang baru
3. Identifikasi kembali potensi/kekuatan dalam keluarga untuk
mendukung peran yang baru
4. Identifikasi tugas tugas dalam peran yang baru
5. Dorong keluarga untuk konsisten terhadap tugas tugas dalam
peran yang akan dijalankan.
7. Masalah masalah fungsi afektif
a. Intervensi yang diarahkan pada pola kebutuhan respons.
1. Dorong masing masing individu dalam keluarga
mengungkapkan kebutuhan psikologisnya, kemudian keluarga
memberi respons.
2. Berikan penjelasan pada keluarga bahwa setiap individu
mempunyai kebutuhan psikologis yang berbeda sehingga
responsnya juga berbeda.
3. Anjurkan orang tua untuk lebih sensitive terhadap kebutuhan
psikologis anggota keluarga.
b. Intervensi memelihara saling asah.
1. Kaji kembali pola komunikasi dalam keluarga.
2. Ajarkan orang tua untuk menghentikan pola komunikasi yang
disfungsional : permusuhan, sering memarahi anak dll.
3. Anjurkan untuk memulai komunikasi saling menghormati
pendapat individu

51
4. Tunjukan bahwa perawat dapat berperan sebagai model
komunikator yang efektif
c. Intervensi untuk membantu keluarga pada masalah kedekatan
keterpisahan.
1. Jelaskan pada keluarga bahwa keakraban, kedekatan yang
berlebihan dapat lebih menimbulkan masalah dibanding dengan
kerenggangan hubungan.
2. Jelaskan pada keluarga proteksi yang belebihan pada anak
dapat menimbulkan gangguan dalam perkembangan anak.
3. Rujuk intervensi pada masalah tugas perkembangan keluarga
d. Intervensi untuk membantu yang berkabung.
1. Anjurkan keluarga untuk tetap melibatkan anggota keluarga
yang mendekati ajal dalam hal pengambilan keputusan
keputusan.
2. Anjurkan keluarga untuk siap menghadapi realita resiko
berpisah/kehilangan orang yang dicintai.
3. Motivasi keluarga untuk merealokasi peran yang baru
sehubungan dengan kehilangan salah satu anggotanya.
4. Jelaskan keluarga perlu meyelesaikan perasaan yang timbul
akibat kondisi anggota yang mendekati ajal/kematian
(sedih,bersalah,kenangan dll)
5. Anjurkan keluarga mempunyai persiapan seandainya ajal sudah
menjemput (kematian) dari angota angotanya : pemakaman,
keuangan yang dibutuhkan.
6. Anjurkan keluarga untuk selalu berada di dekat anggota yang
mendekati ajal dengan memberikan dukungan spiritual
7. Ajarkan keluarga untuk mengetahui tanda tanda kematian
biologis
8. Masalah pada fungsi sosialisasi keluarga
a. Intervensi untuk mendukung orang tua

52
1. Beri keyakinan pada keluarga bahwa, semua orang tua bisa
menjadi orang tua yang baik
2. Beri dukungan kepada orang tua untuk berani dalam
menghadapi anak/membesarkan anak
3. Jelaskan pada orang tua tentang tugas yang harus dijalankan
terhadap perkembangan social anak
4. Anjurkan orang tua untuk sering terlibat dalam kegiatan orang
tua-anak 9di sekolah, di lingkungan).
b. Intervensi khusus
1. Stategi suplementasi peran :
 Menganjurkan orang tua untuk mengetahui fase fase
perkembangan anak dalam mengasuh anak.
 Menganjurkan orang tua untuk menggunakan
buku/literature tentang perawatan anak untuk meningkatkan
pengetahuannya.
2. Prinsip modifikasi perilaku
 Anjurkan orang tua untuk mengetahui permasalahan
perilaku anak dan memberikan penguatan positif terhadap
perilaku anak yang ingin diubah)
 Anjurkan orang tua untuk bekerjasama dengan sekolah,
lembaga kesehatan untuk mengkoordinasikan masalah
perilaku anak.

D. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi intervensi


yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Keefektifan
ditentukan dengan melihat respons keluarga dan hasil (bagaimana keluarga
memberikan respons) bukan intervensi intervensi yang diimplementasikan.
Dengan kata lain, evaluasi merupakan tahap penilaian untuk membandingkan
kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan ole perawat.

53
Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali
seorang perawat memperbarui rencana asuhan keperawatan. Sebelum
perencanaan dikembangkan dan dimodifikasi, perawat bersama keluarga perlu
melihat tindakan tindakan keperawatan tertentu, apakah tindakan keperawatan
tersebut benar benar membantu.

Mengukur Pencapaian Tujuan Keluarga

Factor yang perlu dievaluasi dalam asuhan keperawatan keluarga bisa


meliputi beberapa ranah, meliputi :

1. Ranah kognitif (pengetahuan)


Lingkup evaluasi pada ranah kognitif ini menekankan pada
pengetahuan dan pemahaman keluarga tentang masalahnya, misalnya :
(pengetahuan keluarga tentang penyakit, tanda dan gejala yang
meyertainya, pengobatan, perilaku pencegahan, upaya meminimalkan
komplikasi, dsb)
2. Ranah afektif (emosional)
Hal ini bisa dilihat ketika perawat melakukan wawancara dengan klien.
Dalam hal ini perawat bisa mengamati ekspresi wajah, nada suara, isi
pesan yang disampaikan dsb.
3. Ranah psikomotor
Dapat dilakukan dengan melihat bagaimana keluarga melakukan
tindakan yang sudah direncanakan, apakah sesuai atu sebaliknya tidak
sesuai dengan harapan.

Penetuan Keputusan Dalam Evaluasi

Terdapat 3 (tiga) kemungkinan keputusan pada tahap evaluasi ini, yaitu :

1. Keluarga telah mencapai hasil yag ditentukan dalam tujuan sehingga


rencana mungkin dihentikan

54
2. Keluarga masih dalam proses pencapaian hasil yang ditentukan
sehingga diperlukan penambahan waktu, resources, dan intervensi
sebelum tujuan berhasil.
3. Keluarga tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan sehingga
perlu :
a. Mengkaji ulang masalah atau respoms yang lebih akurat
b. Membuat outcome yang baru, mungkin outcome yang pertama tidak
realistis
c. Evaluasi intervensi keperawatan dalam hal ketepatan untuk mencapai
tujuan

Modifikasi

Modifikasi mengikuti perencanaan evaluasi dan mulai dengan siklus


kembali ke pengkajian dan pengkajian ulang dengan memberikan informasi
yang diperoleh dari pertemuan pertemuan sebelumnya, lalu diteruskan dengan
revisi setiap fase dalam siklus bila dibutuhkan, perumusan diagnose,
perencanaan dan intervensi.

Modifikasi ini kerap sulit dilakukan, karena hanya akan mendatangkan


frustasi dan menurunkan ego serta mengakui bahwa evaluasi dan
implementasi kita tidak berjalan secara efektif.

55
C. Konsep Lansia
1. Definisi

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai


kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan
kemunduran. Menurut Badan kesehatan dunia (WHO) men etapkan 65
tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung
secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.


Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (2003) masa
tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya.

Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2004) mengatakan


bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang
yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak
berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya
sehari-hari.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa


lanjut usia merupakan periode di mana seorang individu telah
mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan
kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini
dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.

2. Ciri-Ciri Lansia

Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri orang


lanjut usia, yaitu

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik


dan faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada

56
psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat
apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki
motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

b. Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas.

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai


akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang
lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek
terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih
senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan
pendapat orang lain.

c. Perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai


mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat


lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia
lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi
buruk.

3. Cara Menjaga Hidup Sehat Pada Lansia

Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat


menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang.
Adapun cara-cara tersebut adalah:

57
a. Makan makanan yang bergizi dan seimbang.

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah


satu faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan
tambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh
cenderung turun, oleh karena itu, kebutuhan gizi bagi para lanjut
usia, perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut
usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori
dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan
istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan
sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan
dengan kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai
berikut (Depkes, 2002):

1. Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari


berbagai macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga,
pembangun dan pengatur.

2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah


hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur
– sayuranan, kacang- kacangan, biji – bijian).
3. Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama
lemak hewani.
4. Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang
besar yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati,
yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.
5. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti
susu non fat, yoghurt, ikan.
6. Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar,
seperti kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.

58
7. Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang
mengandung alkohol.
8. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.
9. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan –
bahan yang segar dan mudah dicerna.
10. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng –
gorengan.
11. Makan disesuaikan dengan kebutuhan
b. Minum air putih 1.5 – 2 liter

Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang


hilang setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air
putih 1,5 – 2 liter per hari. Air sangat besar artinya bagi tubuh kita,
karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah
timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu,
batu ginjal dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi
tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka
fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama
tulang kaki, tangan dan lengan. Padahal tulang adalah penopang
utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Manfaat lain dari
minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah
makanan di dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja
tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan
muncullah sembelit.

Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh
kental, soft drink, minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan
minuman-minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan dan harus
dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-
penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi, obesitas dan
sebagainya.

59
c. Olah raga teratur dan sesuai

Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun.


Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40
tahun, sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30 –
50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus
memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan
adanya penyakit. Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan
berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu
relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif
atau bertanding.

Olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan


kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki
misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor
kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat
diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat
laju perubahan degeneratif.

d. Istirahat, tidur yang cukup

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah


untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi
pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karna
tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas
tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada
saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus.
Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat.
Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan.

e. Menjaga kebersihan

Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan


hanya kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan

60
lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut
tinggal. Yang term asuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2
kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah
mengerjakan sesuatu dengan tangan, membersihkan atau keramas
minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap kali selesai makan,
membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga, hidung, pusar,
anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah dan
pakailah pakaian yang bersih. Kebersihan lingkungan, dihalaman
rumah, jauh dari sampah dan genangan air.

Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan


kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei,
gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus
dibersihkan secara periodik.

f. Minum suplemen gizi yang diperlukan

Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran


organ tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal
tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi
pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh
karena itu jika diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi
suplemen gizi. Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian
suplemen gizi tersebut harus dikonsultasikan dan mendapat izin
dari petugas kesehatan.

g. Memeriksa kesehatan secara teratur

Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan


merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan
lansia. Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan
kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala
penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga
pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang

61
beresiko menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk
dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-mudahan
dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat.

h. Mental dan batin tenang dan seimbang

Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik


saja yang harus diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-
cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar mental dan bathin
tenang dan seimbang adalah:

1) Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita
sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran
menjadi tenang.
2) Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan,
merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga
dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma,
darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.
3) Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan
fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan
lebih disukai orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan
positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan.
Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi kita yang
tinggi dan juga untuk melemaskan otak kita dari kelelahan.
Tertawa dan senyum murah tidak perlu membayar tapi dapat
menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat.

i. Rekreasi
Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama
seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal,
dapat disesuaikan denga kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat
dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman
rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan

62
anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat
menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah
karena aktivitas sehari-hari.

D. LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI PADA LANSIA

Definisi
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka
bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik berupa cuff air raksa (Spygmomanometer)
ataupun alat digital lainnya (Herlambang, 2013).
Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan
jantung dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi
(tekanan darah tinggi) adalah keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi
dari 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg (Wijoyo, 2011).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan
yang abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya
risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan
ginjal (Rusdi, et al, 2009).

Klasifikasi hipertensi

Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan
2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi secondary.

1) Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah


tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor

63
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi
sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-
orang yang kurang olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
2) Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita
penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem
hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan darah secara umum
meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang
berat badannya diatas normal atau gemuk (obesitas). Hipertensi sistolik
terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan
diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan
bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Etiologi

64
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada (Ritu Jain, 2011) :
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

65
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Rahmawati, 2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010)

Manifestasi klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya
berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut (Kristanti, 2013):

1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah

66
5. Sesak nafas
6. Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami
penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan
segera. Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Edward K
Chung, 2013).

a. Tidak Ada Gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.

Komplikasi

Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan


hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat alias
mematikan. Laporan Komite Nasional Pencegahan, Deteksi, Evaluasi dan
Penanganan Hipertensi menyatakan bahwa tekanan darah yang tinggi dapat
meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal
(Wahdah, 2011)

Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi kardiovaskular


dan merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang tengah mengalami
transisi sosial ekonomi. Dibandingkan dengan individu yang memiliki tekanan

67
darah normal, penderita hipertensi memiliki risiko terserang penyakit jantung
koroner 2 kali lebih besar dan risiko yang lebih tinggi untuk terserang stroke.
Apabila tidak diobati, kurang lebih setengah dari penderita hipertensi akan
meninggal akibat penyakit jantung dan sekitar 33% akan meninggal akibat stroke
sementara 10 sampai 15 % akan meninggal akibat gagal ginjal. Oleh sebab itu
pengontrolan tekanan darah merupakan hal yang sangat penting (Junaidi, 2010).

Faktor Resiko

Menurut Fauzi (2014) tekanan darah tinggi memiliki beberapa faktor resiko antara
lain:

1. Risiko tekanan darah tinggi meningkat sesuai dengan faktor usia.


2. Ras dan suku bangsa juga berhubungan dengan risiko hipertensi.
3. Latar belakang keluarga
4. Kelebihan berat badan atau obesitas
5. Tidak aktif secara fisik. Denyut jantung orang-orang yang tidak aktif
cenderung lebih tinggi. Sehingga semakin keras jantung harus bekerja
dengan setiap kontraksi dan semakin kuat gaya pada arteri. Kekurangan
aktifitas fisik juga meningkatkan risiko kelebihan berat badan.
6. Merokok, terlalu banyak garam (sodium) pada diet. Terlalu banyak
sodium pada diet dapat menyebabkan tubuh menahan caira yang
meningkatkan tekanan darah.
7. Terlalu potassium pada diet. Potassium membantu menyeimbangkan
jumlah dari sodium di sel. Jika tidak mendapat potassium yang cukup
pada diet atau menahan potassium bisa menumpuk terlalu banyak sodium
di dalam darah.
Faktor-faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak ditangani dengan baik
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah dan dapat diubah (Depkes RI, 2006).

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

68
2) Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar diatas
65 tahun.
 Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi,
dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi
dibandingkan dengan wanita, rasio sekitar 2.29 untuk
peningkatan tekanan darah sistolik.
 Keturunan
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi,
terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor
genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain,
yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi.
Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme
pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson
bila kedua orang tua menderita hipertensi maka sekitar 45%
akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke
anak-anaknya.
b. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko dapat diubah yaitu faktor risiko yang diakibatkan
perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain (Depkes RI,
2006) :

1) Status gizi

69
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk
5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya
normal.
2) Psikososial dan stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,
dendam, rasa takut, rasa (bersalah) dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih kuat dan cepat, sehingga tekanan darah akan
meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi
atau penyakit maag.
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan
mengakibatkan proses artereoskelerosis, dan tekanan darah
tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan
merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok
peda penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah arteri.
4) Olahraga
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada
orang tertentu dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur
dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan
turun.

5) Konsumsi alkohol berlebih

70
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kartisol, dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah
berperan dalam menaikkan tekanan darah.
6) Konsumsi garam berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada masyarakat yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan
darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam
sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
 Hiperlipedimea / Hiperkolestrolemi
 Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL,
dan/atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah.
Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya
ateroskelerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan
perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.

Penatalaksanaan Medis

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis


penatalaksanaan (Ni Kadek, et al, 2014):
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

b. Aktivitas

71
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat - obatan
yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik,
golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
 CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
 EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

72
 IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
 Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan menurut (Nugroho, 2010):


1. Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat.
 Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
 Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
b. Sirkulasi
 Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
 Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi
vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi
perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego
 Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan.
 Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi

73
 Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
 Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB
akhir akhir ini (meningkat/turun), riwayat penggunaan diuretik.
 Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya edema,
glikosuria.
f. Neurosensori
 Gejala : Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara
spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur, epistakis).
 Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara, efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman
tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
 Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan
jantung),sakit kepala.
h. Pernafasan
 Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
 Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
 Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j. Pembelajaran/Penyuluhan
 Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis,
penyakit jantung, DM. Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-

74
amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone lain,
penggunaan alcohol/obat.
 Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri
TD/perubahan dalam terapi obat.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Wilkinson, 2011
(Berdasarkan NANDA 2011)
1. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
hipertrofi/ rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai, dan
kebutuhan oksigen.
3. Nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen,
penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan
transport O2, gangguan aliran arteri dan vena.

75
BAB III

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA NY. A DENGAN DIAGNOSA

MEDIS HIPERTENSI DAN FIDROSEPALUS RT 03/RW 06 DESA

WILAYAH BINAAN PUSKESMAS PAMEUNGPEUK

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
a. Nama kepela keluarga (KK) : Ny. A
b. Alamat dan telepon : Kp Mengger Rw 06/Rt 03
Desa Rancamulya
c. Pekerjaan kepala keluarga : Buruh Harian Lepas
d. Pendidikan kepala keluarga : SD

A. Komposisi Keluarga

No Nama L/P Umur Hubungan Pekerjaan Pendidikan


. Keluarga

1. Tn. O L 64 thn Kepala Keluarga Buruh Harian Lepas SD

2. Ny. A P 64 thn Istri IRT SD

3. An. A L 25 thn Anak Karyawan swasta SMA

4. An. C L 19 thn Anak Belum bekerja SMA

76
B. Genogram

KET :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

: Menikah

: Tinggal Serumah

77
C. Tipe Keluarga

a. Jenis tipe keluarga : Nuclear Family

b. Masalah yang terjadi dengan tipe keluarga tersebut: keluarga saat


ini masih kurang paham tentang apa itu hipertensi yang dialami
oleh Ny. A

D. Suku Bangsa

a. Asal suku bangsa : Sunda

b. Budaya yang berhubungan dengan kesehatan: tidak ada budaya


yang mengikat dan berpantang terhadap kesehatannya.

E. Agama dan Kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan: tidak


ada kepercayaan di keluarga yang bertentangan dengan kesehatan.

F. Status Sosial Ekonomi Keluarga

a. Anggota keluarga yang mencari nafkah: Tn. O dan An. A

b. Penghasilan: Ny. O sebagai buruh harian lepas adalah 500.000


selama 1 minggu akan tetapi anaknya ikut membantu untuk
mencari nafkah penghasilan anak dalam sebulan kurang lebih
2.000.000 perbulan.

c. Upaya lain: tidak ada.

d. Harta benda yang dimiliki (perabot, transportasi, dan lain-lain):


rumah dengan perabotan yang sederhana, kendaraan bermotor satu

e. Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan: untuk memenuhi


kebutuhan primernya sendiri, Ny. O merasa cukup, untuk makan
minum bekal anak sekolah biaya listrik dan kebutuhan lainnya,
karena Ny. A tinggal bersama para cucunya juga

78
G. Aktivitas Rekreasi Keluarga

Rekreasi keluarga hanya dilakukan dengan menonton televisi di


rumah, berkumpul dengan anak dan menantu serta cucunya, yang
kadang-kadang ke rumah.

H. Riwayat Dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap perkembangan keluarga saat ini pada tahap keluarga
melepas anak dewasa
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan
kendalanya tidak ada.
c. Riwayat kesehatan keluarga inti: Hipertensi.
d. Riwayat kesehatan saat ini: pada keluarga Tn. O yang merasa ada
gangguan kesehatan adalah Ny. A. la sering merasa pusing Ny. A
sendiri mengatakan memang memiliki penyakit darah tinggi
(hipertensi) sejak melahirkan anak ketiga hingga saat ini, Ny. A
sering memeriksakan kesehatannya ke Puskesmas atau Rumah
Sakit terdekat dengan diantar oleh anggota keluarganya. Saat ini
Ny. A mengkonsumsi obat antihipertensi (amlodipine 10mg)
e. Riwayat penyakit keturunan: ia mengatakan tidak tahu apakah ada
keturunan dari orang tuanya yang menderita tekanan darah tinggi
atau penyakit lain. Ia hanya tahu bahwa orang tua mereka juga
meninggal karena usila. Waktu itu tidak ada sakit atau dirawat di
rumah sakit.
f. Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga :

No. Nama Umur BB Keadaan Imunisasi Masalah Tindakan


Kesehatan Kesehatan yang telah
dilakukan
1. Tn. O 64 - Sehat - Tidak ada Tidak ada

79
2. Ny. A 64 - Tidak Sehat - Ada Berobat
An. A 25 - Sehat Lengkap Tidak ada Tidak ada
An. C 19 - Sehat Lengkap Tidak ada Tidak ada

g. Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan: puskesmas, rumah


sakit
Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya:
Tn. O : Menurut pengakuanya Tn. O tidak pernah memiliki
penyakit apapun sebelumnya
Ny. A : Menurut pengakuanya Ny. A selama ini tidak menderita
riwayat peyakit tetapi saat mempunyai anak ketiga Ny. A langsung
memiliki penyakit hipertensi karena sering mengeluh pusing
pundak berat dan mata berkunang-kunang, ditambah memiliki
penyakit gastritis.
An. A : tidak memiliki penyakit apapun saat ini
An. C : tidak memiliki penyakit apapun saat ini

I. Pengkajian Lingkungan
A. Karakteristik Rumah

1. Luas rumah kira-kira 0126m2. Dengan 3 kamar tidur, 1 ruang


tamu, 1 ruang tengah/keluarga, 1 dapur, tempat untuk mencuci,
dan ada ruang untuk mandi serta WC.

2. Sumber air menggunakan sanyo yang digunakan untuk mencuci,


WC bentuk leher angsa, dengan septic tang kira-kira berjarak 10
cm dari sumber air, ventilasi di rumah kurang terpapar sinar
matahari kalau pagi ataupun siang karena terhalang oleh rumah
tetangga yang berada didepannya, semua jendela selalu dibuka
pada siang hari. Untuk malam hari penerangan menggunakan
listrik dan cukup terang. Pengelolaan sampah dibakar, karena tidak

80
ada petugas kebersihan yang dating ke tempat tersebut untuk
mengambil sampah setiap minggu atau bulannya.

3. Type rumah: permanen.

a. Kepemilikan sendiri.

b. Jumlah dan ratio kamar/ruangan 1 banding 1.

c. Ventilasi/jendela cukup, 20% dari luas rumah.

d. Pemanfaatan ruangan baik, sesuai dengan pembagian dan


penggunaan ruangan oleh Ny. A

e. Septic tank: ada.

f. Sumber air minum: air isi ulang.

g. Kamar mandi/WC: bentuk leher angsa.

h. Sampah dibakar.

i. Kebersihan lingkungan cukup, pekarangan bersih karena


kadang dua hari sekali disapu dan tidak ada aliran air yang
mampet.

4. Karakteristik tetangga dan komunitas RW

a. Kebiasaan masyarakat di sekitar: tidak ada kesepakatan


masyarakat yang bertentangan dengan kesehatan

b. Aturan/kesepakatan: tidak ada yang bertentangan dengan


kesehatan

c. Budaya sunda yang dianut turun temurun: tidak ada yang


bertentangan dengan kesehatan.

5. Mobilitas geografis keluarga: asli orang sana

81
6. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat: Ny. O
rajin mengikuti pertemuan di masyarakat, yaitu pengajian setiap
hari Minggunya.

7. Sistem pendukung: meski ada yang sudah menikah tetapi cucunya


dan keluarga (anak yang telah menikah) sering mengunjungi Tn. O
dan Ny. A akan tetapi ada beberapa cucu yang memang tinggal
bersama dengan Ny. A karena salah satu anak Ny. A ada yang
meninggal gara-gara penyakit paru.

8. Struktur keluarga:

a. Pola/cara komunikasi keluarga dengan sistem terbuka. Anak


yang paling dekat dengannya adalah anak bungsu yang masih
sekolah SMA. Kalau ada masalah ia bicarakan dengannya.

b. Struktur kekuatan keluarga: Tn. O masih dianggap yang


dominan untuk memutuskan kalau ada masalah dalam keluarga,
dengan menasihati dan memberinya petunjuk, sedangkan
keputusan diserahkan pada anak-anaknya.

c. Struktur peran (peran masing-masing anggota keluarga): peran


formal dan informal masing-masing anak sesuai, dan Tn. O
sebagai kepala keluarga untuk semua keluarganya.

d. Nilai dan norma keluarga sesuai dengan nilai dan norma


masyarakat setempat, tidak ada norma yang bertentangan.

2. Fungsi Keluarga

1. Fungsi afektif: Ny. A mengatakan bahwa anggota keluarga saling


menyayangi dan menghormati. Apabila ada anggota keluarganya
yang kesulitan maka akan saling membantu.

82
2. Fungsi sosialisasi:

a. Kerukunan hidup dalam keluarga baik.

b. Interaksi dan hubungan dalam keluarga baik, jarang ada


masalah/percekcokan.

c. Anggota keluarga yang dominan dalam pengambilan keputusan


kepala keluarga Tn. O

d. Kegiatan keluarga waktu senggang: menonton televisi di rumah


dan berkumpul dengan cucu dan anak mereka.

e. Partisipasi dalam kegiatan sosial: baik.

3. Fungsi perawatan kesehatan:

Keluarga mengenal masalah kesehatan, hanya sebatas mengerti


penyakitnya, yaitu tekanan darah tinggi.

4. Fungsi reproduksi:

a. Perencanaan jumlah anak : sudah tidak merencanakan lagi.

b. Akseptor: tidak.

c. Akseptor: tidak. Alasannya = sudah lansia.

d. Keterangan lain: -

5. Fungsi Ekonomi:

a. Upaya pemenuhan sandang pangan dipenuhi dengan bekerja.

b. Pemanfaatan sumber di masyarakat : tidak ada.

3. Stres dan Koping Keluarga

1. Stressor jangka pendek: Ny. A mengatakan bagaimana melakukan


perawatan pada penyakitnya agar tidak sampai stroke.

83
2. Stressor jangka panjang ingin sembuh dari penyakit darah tinggi
tersebut.

3. Respons keluarga terhadap stressor: menjalani dengan tenang dan


pasrah serta tetep berusaha untuk berobat dan berdoa.

4. Strategi koping: memandang sakitnya karena pola makannya dan


gaya hidup yang kurang baik.

5. Strategi adaptasi disfungsional: Ny.A lebih memfokuskan kepada


kegiatan sehari-hari dengan banyak berdoa juga, serta
memeriksakan sakitnya ke puskesmas, mencari tahu obat
tradisional yang bisa untuk mengatasi sakitnya.

4. Keadaan Gizí Keluarga

Pemenuhan gizi: cukup.

Upaya lain: tidak ada

5. Harapan Keluarga

a. Terhadap masalah kesehatannya: berusaha menjaga pola makan


dengan diet hipertensi yang ia tahu, yaitu mengurangi garam

b. Terhadap petugas kesehatan yang ada: minta diberi tahu mengenai


perawatan hipertensi, terutama pengobatan tradisional.

6. Pemeriksaan Fisik Ny. A

NO. VARIABLE

1. Riwayat penyakit saat Tekanan darah tinggi, terakhir diperiksa di


ini puskesmas satu bulan yang lalu

2. Keluhan yang dirasakan Saat ini sering mengeluh pusing.

3. Tanda dan gejala Kadang mata tidak jelas/kabur untuk melihat

84
4. Riwayat penyakit Tidak ada
sebelumnya

5. Tanda-tanda vital TD = 160/100 mmHg, N = 83x/mnt Rr =


24x/mnt, Sh = 36

6. System kardiovaskuler Jantung berdebar-debar

7. Kepala : mesochepal, bentuk simetris dengan bentuk


tubuh, tidak ada pembesaran, dan tidak ada
nyeri, serta tidak teraba pembengkakan.

Mata : konjungtiva tidak anemis, slera tidak ikterik,


belum pernah periksa visus, tidak menggunakan
kacamata

Hidung : simetris, bersih, tidak terdapat polip, tidak


beringus. Tidak ada pembengkakan. Rangsang
terhadap stimulus bau masih baik.

: aurikel normal, bersih, tidak ada peradangan,


Telinga
bersih, respon terhadap bunyi dan ambang
dengar masih baik.

: mukosa bibir tidak pucat, tidak kering, tidak


Mulut
pecah-pecah, kelenjar air liur tidak ada masalah,
tidak ada pembengkakan, maupun rasa nyeri.
Gigi tidak utuh, gusi tidak bengkak, lidah tidak
kotor, rasa terhadap pengecapan masih baik.

Leher : kadang terasa kaku, saat pusing dan tekanan


darahnya naik, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.

85
: simetris, tidak terdapat nyeri dada, auskultasi
Dada
tidak terdapat bunyi nafas yang abnormal.

Abdomen : datar, supel, tidak ada nyeri tekan, tidak ada


pembesaran.

: tidak ada cyanosis, tidak bengkak, dan rentang


Ekstremitas atas dan gerak sendi baik, tidak terdapat baal, dan
bawah berjalan masih baik, tidak ada kaku sendi
maupun nyeri tulang.

: bersih, tidak bersisik, dan tidak gatal,


Kulit
kebersihan diri

ANALISA DATA:

NO. DATA FOKUS MASALAH


1. DS : Gangguan rasa nyaman nyeri
Ny. T mengatakan sering merasa pusing. pada Ny. A
P : Nyeri pada kepala
Q : Terasa seperti ditusuk tusuk.
R : nyeri terasa pada kepala menyebar
sampai pundak.
S : skala nyeri 6 (1-10).
T : saat banyak melakukan aktivitas.

DO :

Ny. A terlihat agak cemas memegang


kepalanya dan tampak kesakitan
- Kesadaran : composmetis
- TTV :
TD 160/100 MmHg

86
N: 90 x/mnt
R 24 x/ mnt
S 36 C

Ketidaktahuan keluarga
2. DS = Ny. A mengatakan belum banyak tau
dalam mengenal penyakit
obat tradisional yang digunakan untuk
hipertensi pada Ny. A
mengatasi penyakit tekanan darah
tingginya.

Ny. A menanyakan makanan apa saja yang


perlu dikonsumsi diet hipertensi dan
perawatan

DO = Ny. A nampak kebingungan dalam


mengonsumsi makanan setiap harinya hari

DIAGNOSIS KEPERAWATAN:

- Gangguan rasa nyaman nyeri pada Ny. A


- Ketidaktahuan keluarga dalam mengenal penyakit hipertensi pada Ny. A

Skoring dan Prioritas Masalah

Gangguan rasa nyaman nyeri pada Ny. A

NO KRITERIA SKOR PEMBENARAN


.
1. Sifat masalah : 3/3x1 = 1 Masalah actual, Ny. A sudah
actual mengalami hipertensi dan perlu
dilakukan tindakan pengobatan dan
perawatan agar tekanan darahnya

87
stabil.
2. Kemungkinan 2/2x2 -2 Kemungkinan masalah dapat diatasi,
masalah dapat karena Ny.A ada kemauan dan dekat
diubah = mudah dengan akses puskesmas serta
pelayanan kesehatan.
3. Potensial 2/3x1 = 2/3 Ny.A mengganggap pusingnya sebagai
masalah untuk tanda kalau tekanan darahnya naik,
dicegah = dan malam yang kurang istirahat atau
cukup/sedang kecapaian
4. Menonjolnya 2/2x1 = 1 Ny.A menganggap masalah ini dapat
masalah = segera mengganggu aktivitasnya dan tidak
ditangani menginginkan terjadi komplikasi
Jumlah 4 2/3

Ketidaktahuan keluarga dalam mengenal penyakit hipertensi pada Ny. A

NO KRITERIA SKOR PEMBENARAN


.
1. Sifat masalah : 3/3x1 = 1 Ny. A mengatakan belum mengetahui
actual tentang makanan yang perlu dihindari.
2. Kemungkinan 2/2x2 -2 Kemungkinan masalah dapat diubah
masalah dapat dengan peran serta keluarga (Suami
diubah = mudah anak dan menantunya) yang perhatian
terhadap sakitnya.
3. Potensial 3/3x1 = 1 Ny.A sudah menderita hipertensi sejak
masalah untuk melahirkan anak bungsunya. tidak
dicegah = tinggi menginginkan terjadi komplikasi
sampai stroke.
4. Menonjolnya ½ x1 = ½ Ny.A dan keluarga merasa keadaan
masalah = tidak tersebut berlangsung lama.

88
perlu segera
ditangani
Jumlah 4½

INTERVENSI

No. Tujuan Rencana Tindakan


DX

Umum Khusus Kriteria Standar Evaluasi


Evaluasi

1. Pusing tidak Setelah dilakukan Ny. A menunjukan - Identifikasi pusing


terjadi atau tindakan keluarga : pusing berkurang. penyebab, factor
berkurang pemicu dan
a. Mampu
Keluarga aktif pendukung rasa
mengontrol
Afektif nyaman, factor
mengikuti beberapa
nyeri/pusing
alternative tindakan presipitasi.
yang terjadi
dari perawat.
padanya. - Bantu keluarga dan
b. Keluarga klien untuk mencari
Keluarga
mampu dan menemukan
Psikomotor melakukan
merawat Ny.A dukungan mengurangi
relaksasi seperti
saat pusing / pusing.
yang diajarkan
manajemen
perawat. - Kurangi factor
nyeri. Afektif
presipitasi nyeri
Keluarga
meningkatkan - Ajarkan teknik non
tingkat istirahat farmakologi : napas
pada Ny. A dengan dalam, relaksasi,
nyaman. distraksi. Dan
pemberian obat herbal

89
Vital sign stabil. - Beri analgetik untuk
mengurangi nyeri
Keluarga sikap
sesuai dengan terapi
kerjasama yang
yang ada (kolaborasi
baik, saat
dengan dokter)
dianjurkan untuk
Respon
membuat - Tingkatkan istirahat
verbal
lingkungan tenang dan beri lingkungan

dan nyaman. yang nyaman.

- Anjurkan untuk
Keluarga menyebut
minum obat secara
pengertian
Respon teratur dari petugas
hipertensi,
afektif kesehatan.
penyebab,
perawatannya.
Repson
Keluarga akan
psikomotor
merubah pola
hidup sehat dan
mendampingi Ny.A

Respon Keluarga
verbal mendemonstrasika
n kembali
perawatan yang
diajarkan perawat.

Keluarga
menyebutkan pola

90
hidup sehat untuk
Ny.A
2. Keluarga a. Keluarga Respon Keluarga - Memberikan
mengerti mamahami afektif menyikapi dengan pendidikan kesehatan
penyakit pengertian, antusias adanya seputar hipertensi
klien dan penyebab, dan pelayanan
- Mengidentifikasi
perawatann akibat lanjut kesehatan
tingkat pengetahuan
ya. pennyakit klien
klien dan keluarga,
apabila tidak
serta hal-hal yang
segera
sudah diketahui
ditangani.
tentang penyakitnya.
b. Keluarga
- Menjelaskan
mampu
pengertian, factor
memahami dan
penyebab, dan
memutuskan
perawatan hipertensi,
tindakan
serta komplikasi.
perawatan
penyakit klien.
c. Keluarga
mampu
merawat klien
dengan tepat.
d. Keluarga
memanfaatkan
pelayanan
kesehatan yang
ada.

91
IMPLEMENTASI

No Diagnosa Tujuan khusus Tgl Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Keluarga
1 Gangguan rasa Setelah dilakukan 25/01/ - Identifikasi S : klien mengatakan
nyaman nyeri 2020
tindakan keluarga : pusing penyebab, kepalanya pusing dan
pada Ny. A
 Mampu factor pemicu dan nyeri
mengontrol pendukung rasa
nyeri/pusing nyaman, factor O : klien tampak
yang terjadi presipitasi. cemas, memegang
padanya. - Tingkatkan kepalanya dan tampak

 Keluarga istirahat dan beri kesakitan

mampu lingkungan yang - Kesadaran :

merawat Ny.A nyaman. composmetis

saat pusing / - TTV :

manajemen TD:160/100mmHg

nyeri. R :24 x/menit


N :90 x/menit
S :36.5 C
A : Masalah gangguan
rasa nyaman nyeri
belum teratasi

P : lanjutkan
intervensi

- Menguragi factor
presipitasi nyeri
- mengajarkan teknik
non farmakologi :
napas dalam,

92
relaksasi, distraksi.
Dan pemberian obat
herbal
- meningkatkan
istirahat dan beri
lingkungan yang
nyaman.
2 Ketidaktahuan Setelah dilakukan 25/01/ - Mengidentifikasi S : klien mengatakan
2020
keluarga dalam tindakan keluarga : tingkat kurang mengetahui
mengenal Keluarga pengetahuan pantangan makan apa
penyakit mamahami klien dan saja yang tidak boleh
hipertensi pada pengertian, keluarga, serta dikonsumsinya, klien
Ny. A penyebab, dan hal-hal yang juga mengatakan tidak
akibat lanjut sudah diketahui mengetahui tanda
pennyakit klien tentang gejala yang pasti pada
apabila tidak segera penyakitnya. hipertensi
ditangani.
O: klien tampak
kebingungan

A: masalah belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Memberikan
pendidikan
kesehatan seputar
hipertensi
- Menjelaskan
pengertian, factor
penyebab, dan
perawatan

93
hipertensi, serta
komplikasi.

2 Ketidaktahuan Setelah dilakukan 28/01/ - Memberikan S : klien mengerti dan


2020
keluarga dalam tindakan keluarga : pendidikan mampu menjawab apa
mengenal  Keluarga kesehatan seputar yang sudah dijelaskan
penyakit mamahami hipertensi perawat.
hipertensi pada pengertian, O : Nampak antusias
Ny. A penyebab, dan - Menjelaskan dan kerja sama yang
akibat lanjut pengertian, factor baik dalam
pennyakit klien penyebab, dan penyuluhan dan
apabila tidak perawatan demonstrasi yang
segera ditangani hipertensi, serta dilakukan perawat.
komplikasi. A : masalah teratasi.
P:hentikan intervensi
koordinasi dengan
puskesmas untuk
kunjungan tindak
lanjut
1 Gangguan rasa  Keluarga 28/01/ - Menguragi factor S : klien mengatakan
nyaman nyeri mampu 2020
presipitasi nyeri kepalanya sedikit
pada Ny. A merawat klien
dengan tepat - mengajarkan berkurang
teknik non
farmakologi : O : klien tampak tidak
napas dalam, cemas, tampak
relaksasi, antusias untuk
distraksi. Dan intervensi selanjutnya
pemberian obat - Kesadaran :
herbal composmetis
- meningkatkan - TTV :
istirahat dan beri TD:140/90mmHg

94
lingkungan yang R :20 x/menit
nyaman. N :85 x/menit
S :36 C
A : Masalah gangguan
rasa nyaman nyeri
teratasi

P : hentikan intervensi

EVALUASI

NO. DX Evaluasi (SOAP)

1. I S : klien mengatakan kepalanya sedikit berkurang


O : klien tampak tidak cemas, tampak antusias untuk intervensi selanjutnya
- Kesadaran : composmetis
- TTV :
TD:140/90mmHg
R :20 x/menit
N :85 x/menit
S :36 C
A : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
P : hentikan intervensi, koordinasi dengan puskesmas untuk kunjungan tindak lanjut
2. II S : klien mengerti dan mampu menjawab apa yang sudah dijelaskan perawat.
O : Nampak antusias dan kerja sama yang baik dalam penyuluhan dan demonstrasi
yang dilakukan perawat.
A : masalah teratasi.
P:hentikan intervensi, koordinasi dengan puskesmas untuk kunjungan tindak lanjut

95
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah atap dalam keadaan saling
ketergantungan Keperawatan Keluarga merupakan bidang khusus
spesialisasi yang terdiri dari keterampilan berbagai bidang
keperawatan praktik keperawatan keluarga didefinisikan sebagai
pemberian keperawatan yang menggunakan proses keperawatan
kepada keluarga dan anggota-anggotanya dalam situasi sehat dan
sakit penekanan praktek Keperawatan Keluarga adalah berorientasi
kepada kesehatan bersifat holistik sistemik dan interaksional
menggunakan kekuatan keluarga pemberian keperawatan yang
menggunakan proses keperawatan kepada keluarga dan anggota-
anggotanya dalam situasi sehat dan sakit tidak terlepas dari peran
serta sebagai lembaga kesehatan

B. SARAN

1. Petugas Kesehatan
Dengan adanya penulisan ini pada pasien hipertensi ini
disarankan petugas kesehatan lebih peka dengan masalah
kesehatan yang diderita pasien dan memberikan pelayanan yang
terbaik pada setiap pasien.
2. Mahasiswa

96
Diharapkan mampu memahami tentang pengelolahan kasus
Keperawatan pada pasien hipertensi dari mulai tahap pengkajian
hingga ke tahap akhir evaluasi.

3. Instutusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas
tentang Asuhan keperawatan dan lebih banyak menyediakan
referensi-referensi buku tentang kasus-kasus beserta asuhannya
salah satunya tentang kasus penyakit hipertensi yang penulis

97
LAMPIRAN – LAMPIRAN

98
SATUAN ACARA PENYULUHAN

HIPERTENSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga

Oleh :

Reza Amelia (G1A160015)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

BANDUNG

2020

99
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal,
hipertensi termasuk dalam masalah global yang melanda dunia. Menurut
data WHO (World Health Organization) pada tahun 2012 jumlah kasus
hipertensi ada 839 juta kasus. Kasus ini diperkirakan akan semakin tinggi
pada tahun 2025 dengan jumlah 1,15 milyar kasus atau sekitar 29% dari
total penduduk dunia. Secara global.
Penderita hipertensi di dunia saat ini diperkirakan mencapai lebih
dari 800 juta orang. Sebanyak 10-30 % dari jumlah penduduk dewasa
hampir di setiap Negara. Berdasarkan data Lancet (dalam McMarthy,
2010), jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat. Di
India, penderita hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan
diperkirakan 107,3 juta orang pada tahun 2025. Di China, 98,5 juta orang
dan bakal jadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di bagian lain di Asia,
tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diperkirakan
menjadi 67,4 juta orang tahun 2025. Di Indonesia, mencapai 17-21% dari
populasi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi.(wir-
nursing.blogspot.com/2011/04/antara-kopi-rokok-dan-tekanan-darah.html)
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang
tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15%
pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita
hipertensi sehingga mereka  cenderung untuk menjadi hipertensi berat
karena tidak menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan 90%
merupakan hipertensi esensial.
Hari hipertensi di dunia diperingati setiap tanggal 17 Mei. Tanggal
ini ditetapkan oleh WHO sejak 2005.

100
B. Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
1. Tujuan
a. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang Hipertensi
di harapkan masyarakat mampu mengidentifikasi tentang penyakit
dan sebab Hipertensi serta dampak hipertensi.
.
b. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit
diharapkandapat :
1. Menjelaskan tentang pengertian Hipertensi
2. Menjelaskan tentang gejala Hipertensi
3. Menjelaskan tentang penyebab Hipertensi
4. Menjelaskan pengobatan pengobatan hipertensi

2. Manfaat
Diharapkan masyarakat dapat menambah pemahaman dan wawasan
tentang Hipertensi dan sebab Hipertensi serta dampak hipertensi

3. Pokok Bahasan
Pentingnya memahami tentang kesehatan Hipertensi penyakit dan
sebab Hipertensi serta dampak hipertensi pada kehamilan.

4. Sub Pokok Bahasan


a. Pengertian Hipertensi
b. Penyebab Hipertensi
c. Gejala Hipertensi
d. Pengobatan Hipertensi

5. Sasaran
 Keluarga Ny. A

101
6. Metode
 Ceramah
 Tanya Jawab

7. Waktu dan tempat penyuluhan


Hari/Tanggal : Selasa, 28 Januari 2020
Waktu : 10.30 s/d 12.05
Tempat Penyuluhan : Kp. Mengger RT/RW 03/06
Tata Ruang : Berhadapan

8. Media Penyuluhan
 Leaflet / Brosur

9. Susunan Panitia

No Nama Divisi
1 Reza Amelia Pemateri

10. Kegiatan Penyuluhan

Tahap Kegiatan
Kegiatan Peserta Waktu
Kegiatan Pemateri/Penyuluh
Pembukaan  Memberi salam dan  Memperhatikan,
memperkenalkan diri mendengarkandan
membalas salam
3 Menit
 Menyampaikan tujuan  Memperhatikan dan
mendengarkan

 Menyampaikan kontrak  Memperhatikan dan


waktu mendengarkan

 Menyampaikan pokok  Memperhatikan dan


bahasan mendengarkan

102
Kegiatan  Membagikan leaflet /  Menerima, melihat dan
Inti brosur membaca leaflet/
brosur

 Menggali  Memperhatikan, 15 menit


pengetahuan peserta mendengarkan dan
tentang kesehatan mengeluarkan
hipertensi pendapat

 Menjelaskan pengertian  Memperhatikan dan


Hipertensi mendengarkan

 Menjelaskan Penyebab
Hipertensi  Memperhatikan dan
mendengarkan
 Menjelaskan Gejala
Hipertensi  Memperhatikan dan
mendengarkan
 Menjelaskan
pengobatan/pencegahan  Memperhatikan dan
Hipertensi mendengarkan

Evaluasi  Memberikan  Peserta mengajukan 10 menit


kesempatan kepada pertanyaan
peserta untuk bertanya

Penutup  Mengucapkan  Memperhatikan dan 2 menit


terimakasih mendengarkan

 Mengucapkan salam  Memperhatikan,


penutup mendengarkan dan
menjawab salam

103
Referensi

Utami.Deni (2012). Hipertensi [Internet]. Tersedia :


http://www.academia.edu/7117217/Hipertensi [2019, Januari
25]

11. Lampiran Materi


A. Pengertian hipertensi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah kondisi saat
tekanan darah berada pada nilai 140/90 mmHg atau lebih
terjadi peningkatan tekanan darah didalam arteri. Arteri adalah
pembuluh darah yang mengangkut darah dari jantung dan dialirkan
ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Tekanan darah tinggi
(hipertensi) bukan berarti emosi yang berlebihan, walaupun emosi
dan stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara
waktu.
Seseorang dikatakan terkena hipertensi mempunyai tekanan
dara sistolik ≥140mmHg dan tekanan darah diastoltik ≥90mmHg.
Seseorang dikatakan terkena hipertensi tidak hanya dengan 1 kali
pengukuran, tetapi 2 kali atau lebih pada waktu yang berbeda.
Waktu yang paling baik saat melakukan tekanan darah adalah saat
istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring. Klasifikasi
tekanan darah menurut WHO                                        
                                                
Klasifikasi Sistolik Diastolik (mmHg)
(mmHg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95

104
Hipertensi sedang dan >180 >105
berat
Hipertensi sistolik >14 0 <90
terisolasi
Hipertensi sistolik 140-160 <90
perbatasan

sedangkan berdasarkan The Sixth Report Of the Joint National


Committee on Preventation,Detection,Evaluation and Treatment of High
Bload Pressure,1997 klafisikasi hipertensi yaitu

Kategori Sistolik Diastolik Rekomendasi


(mmHg) (mmHg)
Normal <130 <85 Periksa ulang dalam 2
tahun
Perbatasan 130-139 85-89 Periksa ulang dalam 1
tahun
Hipertensi 140-159 90-99 Konfirmasi dalam 1/2
tingkat 1 bulan.
Anjurkan modifikasi gaya
hidup
Hipertensi 160-179 100-109 Evaluasi/rujuk dalam 1
tingkat 2 bulan
Hipertensi ≥180 ≥110 Evaluasi/rujuk segera
tingkat 3 dalam 1 minggu
berdasarkan kondisi medis

Hipertensi adalah salah satu faktor resiko untuk terjadinya stroke,


serangan jantung,gagal jantung, dan merupakan penyebab utama
terjadinya gagal jantung kronis.

105
Sejalan dengan bertambahnya usia hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai
usia 80 tahun, sedangkan tekanan darah diastolic terus meningkat sampai
usia 55-60 tahun,kemudian berkurang secara perlahan/bahkan menurun
drastis.

B. Gejala Hipertensi
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan
gejala. Meskipun demikian secara tidak sengaja beberapa gejala
terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan hipertensi
(padahal sebenarnya tidak). Gejala yang di maksud adalah sakit
kepala, pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan
kelelahan Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati
bisa timbul gejala berikut :
- Gelisah
- kepala pusing
- Jantung berdebar – debar
- Tekanan darah lebih dari 140 / 90 mmHg
- Gangguan penglihatan
- Sulit konsentrasi
- Mual

Kadang penderita hipertensi berat penurunan kesadaran dan


bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini
disebut ensefalopoti hipertensif yang memerlukan penanganan
segera.

C. Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi primer/esensial adalah hipertensi yang tidak atau
belum di ketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi
idiopaik. Tedapat 95% kasus. Banyak faktor yang

106
mempengaruhi seperti genetik,lingkungan,hiperativitis
susunan simpatis,system renin-angiotensis,defek dalam
ekskresi Na,peningkatan Na dan Ca intraselular,dan factor-
faktor yang meningkatkan risiko,seperti obesitas,
alcohol,merokok serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder . Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen,penyakit
ginjal,hipertensi vascular renal,hiperaldosteronisme
primer,dan sindrom cushing,feokromositomo,koarktasio
aorta, hipertensi yang berhubung dengan kehamilan, dan
lain-lain
 Gaya hidup tak sehat
 Konsumsi garam berlebih
 Merokok
 Minum-minuman beralkohol
 Kurang olahraga
 Kegemukan
 Stres / banyak pikiran
 Stroke
 Gagal jantung
 Kerusakan gagal ginjal
 Kerusakan jaringan otot
 Kebutaan/penglihatan menurun
 Kematian

e. Komplikasi Hipertensi
 Stroke
 Gagal jantung
 Kerusakan gagal ginjal
 Kerusakan jaringan otot
 Kebutaan/penglihatan menurun

107
 Kematian

f. Cara Mencegah Komplikasi


 Makan makanan yang bergizi: seperti sayur-sayuran, buah
–buahan(pisang, papaya timun dll),
 Olahraga teraturMengubah kebiasaan hidup (kurangi
merokok, minum kopi)
 Kurangi makan berlemak tinggi dan tinggi bergaram
 Kontrol teratur ke puskesmas/ Fasilitas kesehatan
 Hindari stress 

D. Pengobatan Alami Hipertensi

1. Dua buah timun dimakan pagi dan sore atau diparut,


diperas, diambil airnya diminum pagi dan sore.
2. Dua buah belimbing dimakan pagi dan sore atau diparut,
diperas dan diambil airnya diminum pagi dan sore
3. Sepuluh lembar daun salam direbus dalam 2 gelas air
sampai rebusannya tinggal 1 gelas, diminum pagi dan sore
hari
4. Sepuluh lembar daun alpukat direbus dalam 2 gelas air
sampai airnya tinggal satu gelas
5. Satu genggam daun seledri ditumbuk dengan sedikit air
diperas lalu diminum pagi dan sore
6. Petiklah daun sirsak dalam jumlah yang genap setelah itu
rebus daun sirsak untuk jumlah daun 7 helai aturannya
dicampur dengan air sebanyak 3 gelas

108
Saran :
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih baik dalam pembuatan Satuan
Acara Penyuluhan dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
Penulis memberikan saran yang sangat bermanfaat dan
dapat dijadikan acuan bagi pembaca (peserta) agar mampu
memberikan edukasi terhadap masyarakat.
Kritik dan saran dari pembaca (peserta) sangat diharapkan
demi kesempurnaan penulisan Satuan Acara Penyuluhan.

Bandung, 28 Januari 2020

109
110
111
112

Anda mungkin juga menyukai