Anda di halaman 1dari 31

Meningitis dan Ensefalitis

Oleh:
dr Ni Nym Ayu Susilawati, M.Biomed, Sp.S
 Meningitis  peradangan pada selaput otak
(meningen)
 Etiologi: bakteri, viral, TB, kriptokokus
Meningitis bakterial akut
 Meningitis bakterialis akut adalah infeksi meningitis yang terjadi
kurang dari 3 hari dan umumnya disebabkan oleh bakteri banal
Penyebab:
 Neonatus: Streptokokus grup B, Listeria monocytogenes,

Escherichia coli
 2 bl-18 th: Neisseria meningitidis, Streptokokus pneumoniae,

Hemophilus influenzae
 18-50 th: S.pneumoniae, N.meningitidis
 >50 th: S.pneumoniae, L.monocytogenes, bakteri gram negatif

Penyebaran bakteri ke otak melalui:


 Hematogen
 Ekstensi suatu tempat dekat otak yang terinfeksi spt otitis media,

mastoiditis, sinusitis, fraktur terbuka


.
Patogenesis
 Otak dan medula spinalis dilindungi oleh 3 selaput
otak/meningen: duramater, arakhnoidmater dan
piamater dan secara kimiawi oleh sawar darah otak.
 Bakteri mencapai struktur intrakranial melalui:
penyebaran hematogen dari infeksi nasofaring,
perluasan infeksi struktur intrakranial: sinusitis atau
infeksi telinga tengah, trauma kepala yang dapat
merobek duramater dan akibat tindakan bedah saraf
 Meningitis bakteri bermula kolonisasi bakteri di nasofaring 
menghasil Ig A protease bisa merusak barier mukosa dan bakteri
bisa menempel pada sel epitel nasofaring, lalu menyelinap melalui
celah antar sel dan masuk aliran darah  mencapai kapiler SSP
masuk ruang subarakhnoid  bermultiplikasi dan lisis bakteri di
R.subarakhnoid pelepasan komponene dinding sel bakteri 
produksi sitokin proinflamasi (TNFa, IL-1,MIP)  PMN masuk ke
R. subarakhnoid  peningkatan permeabelitas vaskular (edema
vasogenik, eksudat R.subarakhnoid), migrasi PMN ke CSS,
degranulasi, pelepasan metabolit (edema sitotoksik), eksudat di
R.subarakhnoid menimbulkan gangguan aliran dan resorbsi CSS 
edema interstitial dan peningkatan volume CSS  TIK meningkat
Diagnosis
 Gejala klinis diawali infeksi saluran nafas atas, demam tinggi, nyeri
kepala dan fotofobia, penurunan kesadaran, kejang, pada keadaan
lanjut dapat ditemukan tanda hidrosefalus berat (nyeri kepala berat,
mual, muntah, kejang), hemiparesis, diplopia, tinitus, edema papil,
pada Meningitis Mengingokokus seringkali diawali dengan gejala
septikemia dan syok septik, seperti demam, nyeri pada lengan dan/atau
tungkai. riwayat berpergian haji atau ada orang lain yang mengalami
hal sama karena penyakit ini dapat menyebabkan epidemi meningitis
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan kesadaran, tanda
perangsangan meningeal spt kaku kuduk, Kernig, Brudzinski (+), papil
edema (tanda hidrosefalus), pada Meningitis Meningokokus sering
diawali dengan tanda septicemia dan syok septik, seperti kulit teraba
dingin atau kebiruan pada bibir, terdapat papul sampai ekimosis pada
ekstremitas
 Pemeriksaan penunjang  pungsi lumbal, hasilnya:
warna keruh, jumlah sel meningkat/pleositosis sampai
puluhan ribu, dominan PMN/neutrofil, kadar glukosa
CSS rendah <40 mg/dL dari gula darah
(perbandingannya <0,4), protein >200 mg/dL, pada
pewarnaan gram dan kultur ditemukan kuman penyebab
 Darah lengkap, Kimia klinik (SE, SGOT, SGPT, BUN,
SK,Albumin), kadar elektrolit urine bila di curigai
komplikasi SIADH pada penderita meningitis.
 Diagnosis banding: Meningitis Viral, Meningitis TB
 Pemeriksaan latex aglutinasi atau PCR untuk 3
kuman penyebab, Kultur darah dan likuor serta
tes kepekaan antibiotika
 Pengecatan gram pada darah dan likuor.
 EEG bila didapatkan riwayat kejang
 CT scan kepala + kontras
 • MRI kepala + Kontras
 Kriteria diagnosis:
 Gejala dan tanda meningitis
 + CSS abnormal; predominan PMN, rasio glukosa CSS:
darah<0.4
 + didapatkan bakteri penyebab dalam CSS atau hasil kultur
+
 Dapat pula kultur CSS -, namun kultur darah + dan tes
antigen, atau PCR CSS+
 dengan/ tanpa riwayat infeksi saluran nafas baru, faktor
predisposisi misalnya pneumonia, sinusitis, otitis media,
gangguan imunologi tubuh, alkoholisme, dan DM
Terapi
Diagnosis banding: meningitis viral, TB, kriptokokus
Terapi:
 Antibiotika :
 Ceftriaxon 2g/12 jam iv/im maksimum 4g/hari (dewasa), pada anak 100 mg/kg/hari
dosis terbagi 12 jam (maksimum 2g/hari)
 Cefotaxim 2g/4-6 jam (maksimal 12g/hari), pada anak 200mg/kgBB/hari iv terbagi
tiap 6 jam
 Vankomisin: 1 g/12 jam, anak 60 mg/kgBB/hari terbagi tiap 6 jam
 Ampisilin 2g/4 jam (maksimum 12g/hari), anak 200-400 mg/kgBB/hari terbagi tiap 4
jam
 Deksametason 0,15 mg/kgBB (10 mg perpemberian) setiap 6 jam selama 2-4 hari
 Simptomatis:
 Pemberian antipiretika (paracetamol, metamizole) sesuai dengan kebutuhan penderita
 H2 bloker injeksi setiap 12 jam
 Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
 Penatalaksanaan kejang dengan anti konvulsan sesuai dengan protocol
status epileptikus
 Pada kondisi status epilepsi refrakter pasien dirawat di ICU dengan
menggunakan ventilator dan obat – obatan anestesi
 Sedatif dapat diberikan bila pasien gelisah dengan clobazam 2x10 mg
 Apabila didapatkan tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat maka
dapat diberikan manitol 20%, diberikan dengan dosis awal 1-1,5 g/kgBB
selama 20 menit, dilanjutkan dosis 0,25-0,5 g/kgBB setiap 4-6 jam atau
dengan menggunakan cairan hipertonik saline NaCl 3% 2 ml/KgBB
selama 30 menit atau Natrium - laktat 1,2 ml/kgBB selama 15 menit
 Hemikraniektomi dekompresi, pemasangan EVD atau VP shunt dapat
dilakukan pada kondisi malignant intracranial hypertension
 Pemasangan lumbal drain dapat dilakukan sebagai alternative yang kurang
 invasive dibandingkan dengan EVD
Meningitis Viral (meningitis aseptik)
 Derajat penyakit tidak seberat meningitis bakteri
 Perjalanan klinis lebih pendek
 Etiologi  virus parotitis, coxsackie dan ECHO virus
 Gejala  mirip dengan meningitis bakteri: demam, nyeri kepala.
 Pemeriksaan fisik kaku kuduk dan Kernig (+)
 Penunjang  LP: warna jernih, jumlah leukosit 50-500 sel/uL,
predominan mononuklear (90% limfosit), glukosa CSS normal
>40 mg/dL, protein sedikit meningkat <100 mg/dL
 Pengecatan gram dan kultur CSS negatif
 Pemeriksaan virologis dari feses, urine dan CSS
 Terapi  simptomatis
 Prognosis  baik
Meningitis TB
 Termasuk salah 1 TB ekstrapulmoner dan penyakit
infeksi SSP subakut dari fokus primer di paru
 Definisi  radang selaput otak akibat komplikasi
tuberkulosis primer
 Penyebab  Mycobacterium tuberculosis
 Fokus primer  paru-paru, kelenjar getah bening,
tulang, sinus nasalis, GIT, ginjal dsb
 Penyebaran  perkontinuitatum proses di nasofaring,
pneumonia, endokarditis, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus atau spondilitis
Patofisiologi
 Meningitis TB terjadi sekunder dari proses TB, fokus primernya di luar otak (paru-
paru, kelenjar getah bening, tulang, sinus nasalis, GIT, ginjal dsb)
 Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa mm-1cm) warna putih, di
permukaan otak, sumsum tulang belakang  melunak, pecah, masuk ke
R.subarakhnoid dan ventrikel  peradangan difus
 Penyebaran dapat terjadi perkontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di
selaput otak (proses di nasofaring, pneumonia, endokarditis, otitis media,
mastoiditis, trombosis sinus kavernosus, spondilitis
 Penyebaran kuman di R.subarakhnoid reaksi radang pada piamater dan
arakhnoid, CSS, R.subarakhnoid, ventrikel  terbentuk eksudat kental,
serofibrinosa, gelatinosa oleh kuman-kuman serta toksin yang mengandung sel-sel
mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblas
 Eksudat terdapat di R subarakhnoid, dasar tengkorak, menyebar melalui pembuluh
darah piamater, menyerang jaringan otak di bawahnya  meningoensefalitis,
menyumbat akuaduktus, fissura Sylvii, foramen Magendi dan Luschka 
hidrosefalus, edema papil akibat TIK meningkat, kongesti PD R.subarakhnoid,
peradangan dan penyumbatan  arteritis, flebitis, infark otak terutama di korteks,
medula oblongata dan ganglia basalis
Diagnosis
 Gejala  2-8 minggu: malaise, anoreksia,
demam, nyeri kepala semakin memburuk,
perubahan mental, penurunan kesadaran,
kejang, kelemahan 1 sisi
 Pemeriksaan GCS, ditemukan kaku kuduk,
paresis nervus kranial II, II, IV, VI, VII,VIII,
hemiparesis, papil edema dan tuberkel pada
khoroid (funduskopi)
 Diagnosis banding: meningitis bakterial
Pemeriksaan penunjang
 Lab rutin  DL, ureum/kreatinin, GDS, natrium,
LED meningkat, sedikit leukositosis, tes HIV,
 LP warna jernih/xantokrom, protein 150-200
mg/dl, glukosa menurun <40 mg/dl, perbandingan
glukosa CSS dan darah <0,4, jumlah sel 300-
400/mm3 dominan PMN dan limfosit
 Mikrobiologi  kultur CSS: M. tuberculosis (+)
 Uji tuberkulin pada anak (+)
 PCR TB
 Foto thoraks PA TB paru
 CT scan kepala dan MRI kontras  penebalan
meningen di basal, hidrosefalus, infark
Terapi
OAT:
Regimen A:
 INH 300 mg/hari 6 bulan
 Rifampisin 600 mg/hari 6 bulan
 Pirazinamid 15-30 mg/kg/hari 2 bulan
Regimen B:
 INH 300 mg/hari 9 bulan
 Rifampisin 600 mg/hari 9 bulan
 Etambutol 25 mg/kg BB/hari atau streptomisin 1g/hari 2 bulan
Regimen C:
 INH 300 mg/hari 1 bulan lalu 900 mg/2x seminggu 8 bulan
 Rifampisin 600 mg/hari 1 bulan lalu 600 mg/2x seminggu 8 bulan
Resistensi obat tinggi:
 INH 300 mg/hari 1 tahun
 Rifampisin 600 mg/hari 1 tahun
 Penderita sebaiknya dirawat di perawatan intensif
 Perawatan penderita meliputi kebutuhan cairan dan
elektrolit, kebutuhan gizi, posisi penderita, perawatan
kandung kemih, dan defekasi
 Kortikosteroid: prednison 2-3 mg/kgBB/hari (20 mg/hari
terbagi 3 dosis) selama 2-4 minggu, lalu 1 mg/kgBB/hari
selama 1-2 minggu atau deksametason 10 mg/4-6 jam iv
bila ada edema otak
 Simptomatis
 Operatif: jika terdapat tanda hidrosefalus, pemasangan VP
shunt atau EVD
Komplikasi dan prognosis
 Hemiparesis spastik
 Ataksia
 Paresis n. kranialis permanen
 Kejang
 Atrofi n optikus
 Penurunan visus
 Buta
 Prognosis buruk pada anak <3 tahun dan
dewasa >40 tahun
Meningitis kriptokokus
 Meningitis kriptokokus adalah infeksi Cryptococcus neoformans pada
jaringan otak dan ruang subaraknoid.
 Etiologi  jamur Cryptococcus neoformans
 Gejala prodromal 2-4 minggu demam, sakit kepala, tanda klasik meningitis
tidak selalu dijumpai, tanda peningkatan TIK(+), gangguan kognitif, keluhan
defisit neurologi fokal
 Pemeriksaan  penurunan kesadaran, tanda rangsang meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial , demam, kejang, defisit neurologis fokal
 Pemeriksaan penunjang: lumbal Pungsi dengan dilakukan pemeriksaan CSS
tinta India dan kultur, CT kepala dengan kontras sebelum dilakukan drainase
lumbar , LP  mirip viral
 Pemeriksaan CSS didapatkan Kriptokokus pada pengecatan Tinta India atau
kultur didapatkan C. neoformans
 Diagnosis banding: Meningitis TB, meningitis Bakterial dan meningitis viral
 Penatalaksanaan:
 Umum: ditujukan terhadap fungsi vital paru-paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
 Khusus: pengobatan kausatif, pencegahan dan pengobatan
komplikasi
 Rehabilitasi
 Drainase lumbal untuk menurunkan TIK
 Terapi:
 Minggu 1-2  amfoterisin B 0,7-1 mg/kg/hari dalam D5% selama 4-
6 jam ditambah flukonazol 800mg/hari po
 Minggu 3-10  flukonazol 800 mg/hari po
 Setelah fase akut  terapi rumatan flukonazol 200 mg/hari hingga
sel CD4>200 sel/UL
Ensefalitis virus
 Ensefalitis  suatu proses inflamasi akut pada jaringan otak
yang disebabkan viral
 Insiden 3,5-7,4 per 100.000 orang pertahun
 Etiologi:
 Virus herpes simpleks (HSV)  penyebab utama infeksi virus
di negara maju, HSV1 (oral herpes), HSV2 (herpes genetalis)
 Arbovirus transmisi melalui gigitan serangga nyamuk dan
kutu
 Enterovirus  berbagai virus yang masuk ke tubuh melalui
GIT
 Rabies (rhabdovirus)  transmisi melalui saliva terinfeksi 
gigitan hewan atau luka terbuka
Patomekanisme
 Ensefalitis bermanifestasi cepat begitu terjadi infeksi virus atau baru
berkembang ketika virus yang semula dorman menjadi reaktif, virus sangat
sederhana namun memiliki kemampuan menginfeksi yang kuat
 Virus meninfeksi sel hospes dengan mempenetrasi membran sel lalu memasukan
material genetiknya ke dalam sel (DNA dan RNA virus
 DNA/RNA virus mengambil alih kontrol berbagai proses dalam sel untuk
produksi lebih banyak virus
 Sel lalu ruptur terlepaslah partikel-partikel virus baru yang akan menginfeksi sel
lain
 Mekanisme virus menginfeksi otak:
 Invasi secara perlahan: virus dibawa ke aliran darah  sel saraf otak 
berkumpul dan menggandakan diri  menyebar secara luas di dalam otak 
ensefalitis difusa
 Virus menginfeksi jaringan lain lalu invasi ke sel otak  infeksi fokal 
kerusakan berat area kecil di otak
 HSV1: transmisi virus dari seseorang terinfeksi ke orang
lain melalui kontak personal melalui mukosa /kulit
terkelupas, infeksi primer di mukosa orofaring  HSV1
ditransportasikan ke SSP melalui aliran retrograde akson
n.trigeminus, infeksi laten virus di ganglion trigeminal 
reaktivasi infeksi laten ganglion disertai repilkasi virus
ensefalitis, infeksi pada korteks temporal, struktur
limbik
 Atau infeksi primer: inokulasi virus intranasal  invasi
bulbus olfaktorius, menyebar via alur olfaktorius 
orbitofrontal dan lobus temporal
 Arbovirus diinokulasi ke dalam hospes secara subkutan melalui
gigitan nyamuk/kutu, replikasi lokal di kulit  viremia 
inokulasi virus cukup luas  invasi dan infeksi SSP
 Infeksi awal sel endotel kapiler serebral  infeksi neuron,
pleksus khoroid  CSS intraventrikular dan infeksi sel ependim
ventrikular  jaringan subependimal periventrikular otak
 Virus menyebar sepanjang dendrit/prosesus akson
 Lokasi lesi arbovirus: korteks gray matter, batang otak, nukleus
talamikus
 Ensefalitis japanese virus, West Nile Virus, Eastern Equine di
basal ganglia
Diagnosis dan komplikasi
 Gejala klinis  gejala mirip flu: demam, mengantuk,
malaise dan mialgia, nyeri kepala, muntah, perubahan
tingkat kesadaran, fotofobia, bingung, kadang kejang,
gangguan bicara, pergerakan dan perubahan tingkah
laku (kepribadian), hemiparesis, hilang ingatan
 Pemeriksaan fisik: kesadaran menurun, demam,
perubahan keperibadian, kejang, dapat didapatkan
kaku kuduk ataupun defisit neurologis fokal
 Pemeriksaan penunjang:
 LP  warna jernih, pleositosis sel <500/mm3
dominan mononuklear (limfosit), total protein sedikit
meningkat <100 mg/dl, glukosa normal
 Laboratorium  mencari etiologi, PCR, antibodi Ig M, darah
lengkap, kimia klinik.
 Serologi darah untuk HSV, CMV, Japanesse encephalitis
 Serologi CSF untuk HSV dan CMV
 PCR HSV, CMV, HHV-6.
 EEG (high voltage periodic spike wave dan kompleks slow
wave di temporal menunjukkan infeksi HSV)
 CT scan kepala/MRI dengan kontras
 Diagnosis banding: meningoensefalitis bakterial,
meningoensefalitis TB
 Komplikasi sistemik  syok, kadar O2, gula darah dan natrium
rendah
Terapi
Antimikroba:
HSV:
 Asiklovir 10 mg/kg/8jam selama 3 minggu (sensitif) iv
 Foscarnet 60 mg/kg/8jam, 3 minggu (resisten asiklovir)

Varisella zoster/epstein barr: asiklovir 10 mg/kg/8 jam minimal 2 minggu


Sitomegalovirus:
 Terapi induksi 2-3 mg (gansiklovir 5 mg/kg/12 jam, foscarnet 60

mg/kg/8jam),
 Pemeliharaan (gansiklovir 5 mg/kg/hari, foscarnet 60-120 mg/kg/hari)

HHV (human herpes virus) varian A: foscarnet 60 mg/kg/8 jam


HHV varian B: foscarnet/gansiklovir 5 mg/kg/12 jam
Rocky mountain spotted fever: doxycycline 100 mg/12 jam
 Kejang  anti kejang, lorazepam iv
 Gelisah  sedatif clobazam 2x10 mg
 Nyeri  anti nyeri metamizole 3x1 g iv
 Apabila didapatkan tanda-tanda tekanan intrakranial yang
meningkat maka dapat diberikan manitol 20%, diberikan
dengan dosis awal 1-1,5 g/kgBB selama 20 menit, dilanjutkan
dosis 0,25-0,5 g/kgBB setiap 4-6 jam atau NaCl 3% 2 ml/KgBB
selama 30 menit atau Natrium-laktat 1,2 ml/kgBB selama 15
menit
 Hemikraniektomi dekompresi, pemasangan EVD atau VP shunt
dapat dilakukan pada kondisi malignant intracranial
hypertension
 Pemberian IVIG dengan dosis 0.4 mg/kgBB selama 5 hari
dapat dipertimbangkan pasien ensefalitis viral yang mengalami
status epileptikus super refrakter
Daftar pustaka
 Kelompok studi Neuroinfeksi. 2011. Infeksi
pada sistem saraf. Surabaya: Airlangga
university press.hal 1-20,67-68,75-89
 Ngoerah, IGNG. 2017. Dasar-dasar Ilmu
Penyakit Saraf. Denpasar: Udayana university
press.hal 348-394
 Perdossi. 2016. PPK Neurologi.hal 181-192
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai