Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering


ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat
dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi
dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia
lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologik, menurunnya
daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi,
kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
keselamatan diri sendiri atau orang lain (Sayekti,2015).

Diperkirakan 50 hingga 70 juta orang di Amerika menderita gangguan


tidur kronis sehingga mempengaruhi kesehatan serta aktivitas keseharian.
Akumulasi dari gangguan tidur yang berkepanjangan sangat erat dengan
timbulnya gangguan somatis seperti hipertensi, diabetes, obesitas, depresi,
serangan jantung, serta stroke. Dari sejumlah individu yang mengalami
gangguan tidur, 3-4 juta diantaranya mengalami obstructive sleep apnea, yakni
gangguan yang ditandai dengan kesulitan bernapas yang disebabkan oleh
karena adanya obstruksi jalan napas dengan konsekuensi yang fatal, hingga
dapat mengakibatkan kematian. Insomnia kronik menyerang lebih dari 10%
penduduk Amerika Serikat (Gupta, 2017)

Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan


didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan
pada orang yang tidurnya cukup. Diperkirakan jumlah penderita akibat
gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga
menimbulkan masalah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari, kecenderungan
untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab

LBM 3 PENUH MASALAH 1


yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru
akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa
gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada
tahun-tahun yang akan datang (Sayekti,2015).

1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi dari gangguan tidur.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari gangguan tidur.
3. Untuk mengetahui gejala klinis yang dapat timbul pada penderita
gangguan tidur.
4. Untuk mengetahui pathogenesis pada penderita gangguan tidur.
5. Untuk mengetahui tatalaksana dari kasus gangguan tidur.

1.3 Manfaat
2. Agar mahasiswa mengetahui definisi dan klasifikasi dari gangguan
tidur.
3. Agar mahasiswa mengetahui epidemiologi kasus gangguan tidur.
4. Agar mahasiswa mengetahui gejala klinis pada penderita gangguan
tidur.
5. Agar mahasiswa mengetahui patogenesis pada penderita gangguan
tidur.
6. Agar mahasiswa mengetahui tatalaksana dari kasus gangguan tidur.

LBM 3 PENUH MASALAH 2


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Data Tutorial

Hari/Tanggal Sesi 1 : Senin, 2 Desember 2019.

Hari/Tanggal Sesi 2 : Rabu, 4 Desember 2019.

Tutor : dr. Eko Oktapranata, S.Ked

Moderator : I Dewa Ayu Krisna Junita

Sekertaris : Nadia Siska Agustini

2.2. Skenario LBM 3

Penuh Masalah

Ibu Titin, 40 tahun datang memeriksakan diri dengan keluhan sulit


tidur. Akan tetapi, menurut suaminya, pasien tertidur cukup lelap hingga pagi
hari. Kondisi ini mengakibatkan Ibu Titin selalu merasa tubuhnya tidak fresh
dan berat badannya mengalami penurunan dari 52 kg menjadi 47 kg. Pasien
juga terlihat sering marah-marah.

2.3 Pembahasan LBM


2.3.1 Klarifikasi Istilah
 Tidak ada terminologi yang kami dapatkan pada skenario
LBM III

LBM 3 PENUH MASALAH 3


2.3.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana fisiologi tidur?
2. Bagaimana pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap keluhan pasien?
3. Apa yang mempengaruhi penurunan berat badan pada pasien?
4. Mengapa suami dari Bu Titin menganggap tidur Bu Titin lelap
sementara bu Titin mengeluh sulit tidur?
5. Bagaimana hubungan sulit tidur dengan kondisi pasien yang sering
marah-marah?
6. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi sulit tidur?

2.3.3 Brain Storming


1. Bagaimana fisiologi tidur?
Jawab :
Fisiologi tidur merupakan pengaturan tidur yang melibatkan
hubungan mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan
menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas
tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis. Sistem tersebut
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk
pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan
tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Dalam keadaan
sadar, neuron dalam reticular activating sistem (RAS) Akan melepaskan
katekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS yang dapat
memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga
dapatmenerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan
emosi dan proses pikir. Pada saat tidur, terdapat pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah,
yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan saat bangun
bergantung pada keseimbangan impuls yangditerima dipusat otak dan
sistem limbic. Dengan demikian, sistem batang otakyang mengatur

LBM 3 PENUH MASALAH 4


siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR. (Maramis,
2009)
Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan kumpulan
parameterfisiologis. NREM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi
pernafasaan yang stabil dan lambat serta tekanan darah yang rendah.
NREM adalah tahapan tidur yang tenang. REM ditandai dengangerakan
mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan saraf otonom danmimpi.
Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah,denyut nadi
dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan tonus otot
dan peningkatan aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas
otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atautidur paradoks.
(Maramis, 2009)
Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20
menit,rata-rata timbul setiap 90menit dengan periode pertama terjadi 80-
100menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola
EEGyang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang
beta,disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung
dannafas tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata
yangcepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit dibangunkan
daripada tidur gelombang lambat atau NREM. Pengaturan mekanisme
tidur danbangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang disebut Reticular
Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat
makaorang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular
ActivitySystem menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.
AktivitasReticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh
aktivitasneurotransmitter seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik,kolinergik, histaminergik (Maramis, 2009)
a. Sistem serotoninergik
Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil
metabolisme asamamino triptofan. Dengan bertambahnya

LBM 3 PENUH MASALAH 5


jumlah triptofan, makajumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkankeadaan mengantuk/ tidur. Bila
serotonin dalam triptofan terhambatpembentukannya, maka
terjadi keadaan tidak bisa tidur/ jaga.Menurut beberapa peneliti
lokasi yang terbanyak sistemserotoninergik ini terletak pada
nucleus raphe dorsalis di batang otak,yang mana terdapat
hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphedorsalis dengan
tidur REM (Potter & Perry, 2005).
b. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin
terletak dibadan sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan
sel neuron padalokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan
atau hilangnya REMtidur. Obat-obatan yang mempengaruhi
peningkatan aktivitas neuronnoradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidurREM dan peningkatan keadaan
jaga (Potter & Perry, 2005).
c. Sistem Kolinergik
Menurut Sitaram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002)
membuktikandengan pemberian prostigimin intravena dapat
mempengaruhiepisode tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini,
mengakibatkanaktivitas gambaran EEG seperti dalam kedaan
jaga. Gangguanaktivitas kolinergik sentral yang berhubungan
dengan perubahantidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga
terjadi pemendekanlatensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yangmenghambat pengeluaran kolinergik dari
lokus sereleus makatampak gangguan pada fase awal dan
penurunan REM (Japardi,2002).
d. Sistem Histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
(Japardi,2002).

LBM 3 PENUH MASALAH 6


e. Sistem Hormon
Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti
Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH),
Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon(LH)
.Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh
kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini
secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitte
rnorepinefir, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur
mekanisme tidur dan bangun (Potter & Perry, 2005).

2. Bagaimana pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap keluhan pasien?


Jawab :
Insomnia lebih sering diderita wanita daripada pria, orang tua,
tidak bekerja atau sosial ekonomi rendah telah dilaporkan lebih banyak
menderita insomnia. Prevalensi pada orang dewasa 15-40%,
meningkat pada lansia. Insomnia lebih sering menyerang wanita
dikarenakan adanya perubahan hormone selama menstruasi dan dalam
masa menopause dapat menganggu pola tidur. Selain itu insomnia juga
dapat diderita pada masa kehamilan. Sekitar 145 dapat terjadi pada
anak usia 3 tahun. Sekitar 40% insomnia memiliki kelainan psikiatrik
(anxietas, depresi, atau kesalahan substansi). (Kaplan, 2010)

3. Apa yang mempengaruhi penurunan berat badan pada pasien?


Jawab :
Keluhan pasien yang mengatakan kondisi sulit tidur pada saat
datang memeriksakan diri merupakan suatu kondisi gangguan tidur
yang akan berdampak pada kondisi tubuh atau kebugaran fisik pasien
yang salah satunya akan mengalami kondisi mudah lelah di siang hari
akibat istirahat yang kurang pada malam hari, kondisi mudah lelah ini
akan berdampak pada aktivitas pasien yang akan mengalami penurunan,

LBM 3 PENUH MASALAH 7


penurunan aktivitas akan menyebabkan penumpukan lemak pada tubuh
akibat proses pembakarannya yang berkurang seiring dengan
pengurangan aktivitas tubuh, selain itu terjadi juga penurunan massa
otot. Massa otot lebih berat dari pada massa lemak untuk ukuran yang
sama, hal ini menyebabkan jika seseorang bercermin mungkin terlihat
menggemuk atau tetap sama meskipun berat badan menurun, hal ini
terjadi akibat massa otot yang digantikan oleh lemak yang salah satunya
bisa terjadi pada penurunan aktivitas tubuh akibat gangguan tidur yang
dialami pasien. ( Willy F.M, Albert A.M. 2009 )

4. Mengapa suami dari Bu Titin menganggap tidur Bu Titin lelap


sementara bu Titin mengeluh sulit tidur?
Jawab:
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan
jasmani dan kelelahan mental seseorang, Tidur merupakan kebutuhan,
bukan suatu keadaan istirahat yang tidak bermanfaat, tidur merupakan
proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh
yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak (natural healing
mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun
untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh.
( Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014 )
Fisiologi tidur terbagi menjadi 2 tipe yaitu tipe Rapid Eye
Movement (REM) dan tipe Non Rapid Eye Movement (NREM). Fase
awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan
REM terjadi secara bergantian antara 4-6 siklus semalam. ( Guyton, A.
C., Hall, J. E., 2014 )
Terkait kondisi ibu titin yang mengeluhkan sulit tidur yang
bertolak belakang dengan pernyataan suami pasien yang mengatakan
bahwa pasien tertidur cukup lelap hingga pagi hari, ini dapat

LBM 3 PENUH MASALAH 8


diakibatkan karena adanya gangguan tidur yang terjadi atau yang
dialami oleh ibu titin, gangguan ini dapat terjadi akibat adanya
gangguan pada siklus tidur antara pase NREM dan REM, seperti yang
diketahui bahwa pada tipe NREM yang terdiri dari 4 fase yang berbeda
sesuai dengan kondisi tubuh atau kedalam tidur seseorang, masing-
masing tipe dan stadium memiliki distribusi fase tidur yang berbeda
yaitu NREM 75% yang terdiri dari stadium 1 = 5%, stadium 2 = 45%,
stadium 3 = 12 %, stadium 4 = 13 % dan REM 25 %. Gangguan yang
terjadi pada salah satu tipe atau stadium ini dapat menyebabkan
terjadinya gangguan tidur, boleh saja jika suami pasien melihat mata
pasien tertutup atau tubuh yang tidak banyak berintraksi seperti
layaknya seseorang yang sedang tidur terlelap, namun tidak menutup
kemungkinan bahwa pasien meamang mengalami gangguan kedalam
tidur atau terlelap yang tidak dapat dinilai oleh orang lain dari mata
yang tertutup atau tubuh yang tidak banyak berintraksi sehingga pasien
dapat mengeluhkan kondisi sulit tidur yang dialaminya. (Guyton, A. C.,
Hall, J. E., 2014)

5. Bagaimana hubungan sulit tidur dengan kondisi pasien yang sering


marah-marah?
Jawab:
Kurang tidur bisa menyebabkan banyak hal. Dari rasa lelah,
penat, hingga emosi yang bergejolak .Namun, belum ada yang bisa
mengatakan apa penyebab pasti atau kaitan antara kurang tidur
dengan emosi. Mencari tahu penyebab mendasar kurang tidur
membuat seseorang mudah marah. Kurang tidur bisa menyebabkan
banyak hal. Dari rasa lelah, penat, hingga emosi yang bergejolak tak
keruan. Namun, belum ada yang bisa mengatakan apa penyebab
pasti atau kaitan antara kurang tidur dengan emosi.

LBM 3 PENUH MASALAH 9


Dalam Journal of Applied Social Psychology, para peneliti
menjelaskan bahwa kurang tidur akan menyebabkan kontrol diri dan
kemampuan berpikir jernih berkurang. Selain itu, kurang tidur juga
akan mengurangi kemampuan tubuh menghadapi stres. Makin sedikit
waktu istirahat, makin sulit bagi Anda untuk menilai mana yang benar
dan salah. Tak heran jika orang yang sering kurang tidur menjadi lebih
rentan depresi. Saat kurang tidur, proses berpikir, mengingat, dan
belajar menjadi terganggu. Hal ini akan menyebabkan suasana hati
seseorang menjadi kacau sehingga perilaku yang muncul jadi mudah
tersinggung. Mereka juga menjadi sulit membuat keputusan. "Saat
tidur, tubuh sebenarnya sedang menabung energi.
Pada level sel, terjadi proses perbaikan. Penelitian menunjukkan
adanya peningkatan aktivitas amigdala saat waktu tidur berkurang.
Amigdala adalah bagian otak yang mengatur emosi, seperti rasa
marah. "Cara otak berkomunikasi dengan amigdala setelah kurang
tidur dalam jangka panjang bukan hanya mendorong munculnya emosi
negatif, tapi juga membuat kita tak mampu mengendalikan perasaan
buruk (Sadock, 2010).

6. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi sulit tidur?


Jawab:
Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur
diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup,
stresemosional, stimulan dan alkohol, diet, merokok, dan motivasi.
a. Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik
yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang
sakitmembutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari pada
biasanya. Siklus bangun-tidur selama sakit juga dapat
mengalami gangguan.

LBM 3 PENUH MASALAH 10


b. Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus
menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau
adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur.
Contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk
dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seiring waktu individu
bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi
tersebut.
c. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur
seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur
REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM
akan kembali memanjang.
d. Gaya hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur
aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
e. Stres emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur
seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar
norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis.
Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM
tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
f. Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat
merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur.
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus
tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang dapat
menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk.
g. Diet

LBM 3 PENUH MASALAH 11


Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan
waktu tidur dan seringnya terjaga di malam hari. Penambahan
berat badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan
sedikitnya periode terjaga di malam hari.
h. Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek
stimulasi pada tubuh. Perokok sering kali kesulitan untuk tidur
dan mudah terbangun di malam hari.
i. Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur
NREM, betablocker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin hidroklorida
dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan
menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
j. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi
perasaan lelah seseorang. Perasaan bosan atau tidak adanya
motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk
(Sadock, 2010).

LBM 3 PENUH MASALAH 12


2.3.4 Rangkuman Permasalahan

LBM 3 PENUH MASALAH 13


Penuh Masalah

Keluhan : sulit tidur; sering marah marah; tubuh


tidak fresh; berat badan penurun.

Gangguan Tidur Organik

Diagnosis Banding

Parasomnia Disomnia
Sleep Walking; Teror
Tidur; Mimpi Buruk Insomnia;
Hipersomnia;Narkolepsi
; Gangguan tidur terkait
pernafasan; Gangguan
tidur irama sirkardian;
Diagnosis Kerja Disomnia YTT

epidemiologi etiopatogenesis

faktor resiko penatalaksanaan

komplikasi
dan prognosis

2.3.5 Learning Issue

LBM 3 PENUH MASALAH 14


1. Bagaimana diagnosis banding pada kasus dalam skenario?
2. Bagaimana penegakan diagnosis dalam skenario?
3. Bagaimana epidemiologi kasus pada skenario?
4. Bagaimana etiopatogenesis kasus pada skenario?
5. Bagaimana tatalaksana kasus pada skenario?
6. Bagaimana komplikasi dan prognosis yang dapat terjadi pada kasus
dalam skenario?

2.3.6 Referensi

Tidur adalah keadaan dimana terjadi perubahan kesadaran atau


ketidaksadaran parsial dimana seorang individu dapat dibangunkan (Tortora
dan Derrickson, 2012). Tidur juga dapat diartikan sebagai periode istirahat
untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini kemauan dan kesadaran
ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dan fungsi-fungsi tubuh sebagian
dihentikan. Selain itu,tidur juga telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku
yang ditandai dengan posisi tak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel
yang menurun, tapi siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2011).

Selama malam hari, seseorang melalui dua stadium tidur yang saling
bergantian, yaitu tidur paradoksikal atau tidur Rapid Eye Movement(REM) dan
tidur gelombang lambat atau tidur Non-Rapid Eye Movement(NREM).
Keseluruhan tidur yang terjadi ialah tidur gelombang lambat yang dialami pada
jam pertama tidur setelah bangun selama berjam-jam sedangkan tidur
paradoksikal terjadi pada 25% dari waktu tidur yang berulang secara periodik
setiap 90 menit. Tipe tidur ini umumnya disertai dengan mimpi (Guyton, 2014).

Tidur NREM terdiri dari 4 tahap yaitu :

1. Tahap 1 adalah tahap transisi antara keadaan bangun (terjaga) dan


tidur, yang dalam keadaaan normal berlangsung antara 1-7 menit, Dalam
tahap ini, orang ini dalam keadaan relaksasi dengan mata tertutup dan
pikiran yang belum tidur sepenuhnya. Apabila orang ini dibangunkan

LBM 3 PENUH MASALAH 15


pada tahap ini, maka mereka akan mengatakan bahwa mereka belum
tertidur.

2. Tahap 2 atau tidur ringan adalah tahap pertama orang dalam keadaan
benar-benar tertidur.

3. Tahap 3 adalah periode tidur dalam yang sedang. Suhu tubuh dan
tekanan darah menurun, dan menjadi sulit untuk membangunkan orang
pada tahap ini. Tahap ini berlangsung kira-kira 20 menit setelah tertidur.

4. Tahap 4 adalah level terdalam dari tidur. Meskipun metabolisme otak


menurun secara significant dan suhu tubuh menurun sedikit pada tahap
ini, kebanyakan refleks masih terjadi, dan hanya terjadi sedikit penurunan
tonus otot (Tortora dan Derrickson, 2009). Pada tahap ini orang akan
sangat sulit dibangunkan, hanya suara yang sangat keras yang dapt
membangunkan orang tersebut .Apabila pada tahap keempat orang ini
dibangunkan, maka orang tersebut akan terlihat grogi dan bingung
(Sayekti,2015).

Tahap 1 ditandai dengan aktivitas theta pada EEG


(electroencephalogram). Aktivitas theta adalah aktivitas EEG dgn frekuensi
3,5-7,5 Hz yang terjadi secara intermitten selama tahap awal tidur NREM dan
tidur REM. Setelah kira-kira 10 menit, maka akan memasuki tahap 2 tidur
NREM yang ditandai dengan aktivitas theta, sleep spindles dan K kompleks.
Sleep spindles adalah gelombang pendek dengan frekuensi 12-14 Hz yang
berlangsung sekitar dua hingga lima kali per menit yang ditemukan selama
tahap 1 hingga tahap 4 tidur NREM. Sleep spindles ini diyakini merepresentasi
aktifitas dari mekanisme yang terlibat menjaga orang agar tetap dalam keadaan
tertidur. K kompleks adalah gelombang tajam, tejadi secara tiba-tiba, terjadi
kira-kira satu kali dalam semenit, biasanya dipicu oleh suara bising, dan hanya
terdapat pada tahap kedua tidur NREM dan tidak ditemukan pada tahap tidur
lainnya. Tahap tidur ketiga dan keempat ditandai oleh aktivitas delta
beramplitudo tinggi serta berfrekuensi lebih kecil dari 3,5 Hz. Perbedaan tahap

LBM 3 PENUH MASALAH 16


ketiga dan keempat tidur NREM hanya ditentukan dari jumlah gelombang
delta, pada tahap ketiga, aktifitas delta yang ditemukan sekitar 20-50 persen,
sedangkan pada tahap keempat lebih dari 50 persen. Oleh karena ditemukan
gelombang delta pada tahap ketiga dan keempat tidur NREM, maka tahap
ketiga dan keempat inilah yang sering disebut sebagai tidur gelombang lambat
(Carlson, 2005).

Setelah tahap keempat tidur NREM, maka tidur akan memasuki tahap
tidur REM, demikian yang akan terus berlangsung secara bergantian dan terus-
menerus sepanjang tidur berlangsung, Satu siklus berlangsung selama 90 menit,
dengan tidur REM hanya berlangsung sekitar 20-30 menit saja. Normalnya
tidur REM harus didahului oleh tidur gelombang lambat. Gambaran EEG tidur
REM mirip dengan gambaran EEG tahap 1 tidur NREM, hanya saja selain
terdiri dari aktifitas theta seperti pada tahap 1 tidur NREM, pada tidur REM
juga dijumpai adanya aktivitas beta pada EEG. Aktifitas beta adalah aktifitas
listrik iregular 13-30 Hz yang direkam dari otak, yang biasanya dijumpai pada
keadaan sadar (awake). Apabila orang sudah memasuki tidur REM, orang
tersebut bahkan sudah tidak berespon terhadap suara bising terhadapnya, tetapi
dapat dengan mudah dibangunkan dengan rangsangan yang bermakna, seperti
memanggil nama orang tersebut. Dan, ketika orang tersebut bangun, akan
terlihat dalam keadaan waspada dan sadar sepenuhnya (Sayekti,2015).

Tidur REM , ditandai dengan hilangnya ketegangan otot batang tubuh,


dan EEG desinkronisasi (cepat dan gelombang tidak teratur). Aktivitas serebral
(misalnya, konsumsi oksigen, aliran darah, dan perangsangan neural)
meningkat pada banyak struktur otak, dan secara umum terjadi peningkatan
pada aktivitas sistem saraf otonom (misalnya pada tekanan darah, denyut nadi
dan pernafasan). Selain itu, selalu dijumpai juga ereksi klitoris atau penis
dengan tingkatan tertentu, serta ditemukan juga pergerakan bola mata secara
cepat dengan kondisi mata tertutup (bola mata di bawah kelopak mata). Juga

LBM 3 PENUH MASALAH 17


ditemukan korelasi yang sangat kuat antara tidur REM dengan mimpi
(Sayekti,2015).

Fungsi dari tidur gelombang lambat adalah untuk memberi waktu kepada
otak untuk beristirahat, sedangkan fungsi dari tidur REM adalah untuk
perkembangan otak dan proses pembelajaran (Sayekti,2015).

Tidur adalah proses aktif, bukan sekedar tidak terjaga. Tingkat aktivitas
otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama stadium-stadium tidur
tertentu, penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat
terjaga normal. Siklus tidur-jaga adalah variasi siklis normal dalam kesadaran
mengenai keadaan sekitar. Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang
tidur tidak secara sadar waspada akan dunia luar, tetapi tetap memiliki
pengalaman kesadaran dalam batin seperti mimpi. Selain itu, mereka dapat
dibangunkan oleh rangsangan eksternal, misalnya bunyi alarm (Sherwood,
2014).

2.3.7 Pembahasan Learning Issue

1. Bagaimana diagnosis banding pada kasus dalam skenario?


Jawab :
Gangguan Siklus Tidur Non-Organik
Yaitu: gangguan tidur yang tidak berdasarkan suatu penyakit tertentu
A. Disomnia
Disomnia merupakan kondisi psikogenik primer dimana gangguan
utamanya adalah jumlah, kualitas, atau waktu tidur yang
disebabkan oleh hal-hal emosional, misalnya : insomnia,
hipersomnia dan gangguan jadwal tidur-jaga. (Maslim,R. 2013)
1) Insomnia

LBM 3 PENUH MASALAH 18


Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan
tidur, meruopakan suatu keadaan yang lazim ditemui dan dapat
bersifat sementara atau menetap. (Kaplan & Sadock. 2010)

Pedoman Diagnostik

 Hal dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis


pasti :
a. Adanya keluhan kesulitan masuk tidur yang
buruk atau mempertahankan tidur, atau kualitas
tidur yang buruk,
b. Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu
selama minimal 1 bulan.
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur
(sleepless-ness) dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan
sepanjang hari
d. Ketidak-puasan terhadap kuantitas dan atau
kualitas tidur menyebabkan penderita yang cukup
berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan
pekerjaan.
 Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi,
anxietas, atau obsesi tidak menyebabkan diagnosis
insomnia diabaikan.
 Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak digunakan untuk
menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya
variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi
kriteria diatas (seperti pada “transient insomnia”) tidak

LBM 3 PENUH MASALAH 19


di-diagnosis disini, dapat dimasukkan dalam Reaksi Stres
Akut (F43.0) atau Gangguan Penyesuaian (F43.2).
(Maslim,R. 2013)

2) Hipersomnia
Hipersomnia adalah suatu kondisi yang membuat seseorang
merasakan kelelahan berlebih disiang hari. (Kaplan & Sadock.
2010)

Pedoman Diagnostik

 Gambaran klinis dibawah iniuntuk diagnosis pasti :


a. Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau
adanya serangan tidur / “sleep attacks” (tidak
disebabkan oleh jumlah tidur yang kuarang), dan
atau transisi yang memanjang dari saat mulai
bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep
drunkenness)
b. Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih
dari 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu
yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi
dalam sosial dan pekerjaan.
c. Tidak ada gejala tambahan “narcolepsy”
(cataplexy, sleep paralysis, hypnagogic
hallucination) atau bukti klinis untuk “sleep
apnoe” (nocturnal breath cessation, typical
intermittent snoring sounds, etc)
d. Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang

LBM 3 PENUH MASALAH 20


menunjukan gejala rasa kantuk pada siang hari.
 Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari
gangguan jiwa lain, misalnya Gangguan Afektif, maka
diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang
mendasarinya. Diagnosis hipersomnia psikogenik harus
ditambahkan bila hipersomnia merupakan keluhan yang
dominan dari penderita dengan gangguan jiwa lainnya.
(Maslim,R. 2013)

3) Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf yang mempengaruhi
kendali terhadap aktivitas tidur. Penderita narkolepsi
mengalami rasa kantuk pada siang hari dan bisa tiba-tiba
tertidur tanpa mengenal waktu dan tempat. (Kaplan & Sadock.
2010)

Pedoman Diagnostik

 Serangan tidur yang tidak dapat ditahan yang terjadi


setiap hari selama sedikitnya 3 bulan
 Adanya satu atau dua hal berikut :
a. Katalepsi (episode singkat hilangnya tonus otot
bilateral tiba-tiba, paling sering berkaitan dengan
emosi yang intens)
b. Gangguan unsur tidur rapid eye movement (REM)
berulang kedalam transisi antara tidur dan
bangun, seperti yang ditunjukan dengan
halusinasi hipnagogik atau hipnapompik atau
paralisis tidur di awal atau akhir episode tidur

LBM 3 PENUH MASALAH 21


 Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung
suatu zar (penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan
medis umum. (Maslim,R. 2013)
4) Gangguan Tidur Terkait dengan pernapasan
Gangguan tidur terkait dengan pernapasan ditandai dengan
penghentian tidur yang menyebabkan rasa mengantuk yang
berlebihan atau insomnia yang disebabkan gangguan
pernapasan terkait tidur. Gangguan pernapasan yang dapat
terjadi selama tidur mencakup apnea, hipopnea, dan desaturasi
oksigen. Gangguan ini selalu menyebabkan hipersomnia. Dua
gangguan sistem pernapasan yang dapat menyebabkan
hipersomnia adalah apnea tidur dan hipoventilasi alveolar
sentral. Kedua gangguan juga dapat menyebabkan insomnia
tetapi lebih sering menyebabkan hipersomnia.
Pedoman Diagnostik:
 Penghentian tidur, yang menyebabkan rasa
mengantuk berlebih atau insomnia yang dinilai
disebabkan oleh keadaan pernapasan terkait tidur
(contoh: sindrome apnea tidur sentral atau
obstruktif maupun sindrome hipoventilasi alveolar
sentral).
 Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan gangguan
jiwa lain dan tidak disebabkan efek fisiologis
langsung suatu zat (contoh: penyalahgunaan obat,
suatu obat) atau keadaan medis umum lain ( selain
gangguan terkait-pernapasan). (Sadock, 2010).

5) Gangguan Irama Tidur Sirkadian


Gangguan tidur irama sirkadian mencakup suatu kisaran luas
keadaan yang melibatkan ketidaksejajaran antara periode tidur

LBM 3 PENUH MASALAH 22


yang sebenarnya dengan periode tidur yang diinginkan. DSM
IV TR mendaftarkan empat jenis gangguan tidur irama
sirkadian: tipe fase tidur tertunda, tipe jet lag, tipe kerja
bergiliran, dan tidak tergolongkan. (Sadock, 2010)

a) Tipe fase tidur tertunda


Gangguan irama tidur sirkadian tipe fase tidur tertunda
ditandai dengan waktu tidur dan waktu bangun yang lebih
lambat dari yang diinginkan, waktu tidur yang sebenarnya
hampir pada jam yang sama setiap harinya, tidak dilaporkan
adanya keluhan mempertahankan tidur saat tidur sudah
mulai dan ketidakmampuan mendahului fase tidur dengan
mendorong tidur serta waktu bangun seperti biasanya.
Sering keluhan utama pasien adalah kesulitan jatuh tidur
pada waktu yang diinginkan seperti biasa, dan gangguan
pasien mungkin sampai menyerupai onset tidur insomnia.
Rasa mengantkerja gilira teruk di siang hari sering terjadi
akibat tidak tidur.
Tipe fase tidur tertunda dapat diterapi dengan menunda
waktu tidur selama periode waktu beberapa hari secara
bertahap sampai waktu tidur yang diinginkan tercapai.
Strategi ini berhasil jika dengan memajukan waktu tidur
tidak berhasil. Proses penyesuaian fase tidur dapat dibantu
oleh penggunaan singkat agen hipnotik dengan waktu paruh
pendek, seperti triazolam, untuk mendorong tidur.
Pendekatan lain untuk menerapi tipe fase tidur tertunda
adalah penggunaan terapi cahaya. Terapi cahaya sore
cenderung menunda tidur, pajanan cahaya pagi secara
teratur cenderung memajukan waktu tidur.
b) Tipe jet lag

LBM 3 PENUH MASALAH 23


Bergantung pada lama perjalanan dari Timur ke Barat dan
sensitivitas individu, tipe jet lag biasanya hilang spontan
dalam 2 hingga 7 hari, tidak ada terapi spesifik yang
diperlukan. Beberapa orang merasa bahwa mereka dapat
mencegah gejala ini dengan mengubah waktu makan dan
waktu tidur dengan arah yang tepat sebelum berpergian.
Orang lain merasakan bahwa tipe jet lag sebenarnya
berkaitan dengan kurangnya tidur yang cukup akan
membantu. Melatonin yang dikonsumsi secara oral sesuai
waktu yang diresepkan berguna untuk beberapa orang.
c) Tipe kerja giliran
Gangguan tidur irama sirkadian tipe kerja giliran terjadi
pada orang yang berulang kali mengubah jadwal kerja
mereka dengan cepat dan kadang – kadang pada orang
dengan jadwal tidur yang kacau yang dibuat sendiri. Gejala
yang paling sering adalah oeriode campuran insomia dan
somnolen, tetapi banyak gejala dan masalah somatik lain,
termasuk ulkus lambung, diakibatkan pola ini setelah
beberapa waktu. Beberapa remaja dan dewasa muda tampak
bertahan dengan baik terhadap perubahan tersebut dan
menunjukkan bebrapa gejala, tetapi lansia dan orang orang
yang sensitif terhadap perubahan jelas terpengaruh.
Gejala umumnya memburuk beberapa hari pertama
setelah berganti ke jadwal baru, tetapi pada beberapa orang
gangguan pola tidur bangun berlangsug untuk waktu yang
lama. Pendorongan jam tidur baru dan terapi cahaya dapat
membantu pekerjaan menyesuaikan diri dengan jadwal baru
mereka. Banyak orang tidak pernah benar benar beradaptasi
dengan jadwal giliran yang tidak biasa karena
mempertahankan perubahan pola hanya 5 hari dalam

LBM 3 PENUH MASALAH 24


seminggu dan kembali ke pola awal populasi pada hari lepas
kerja dan saat liburan.
Jadwal kerja giliran adalah area penting yang belum
sepenuhnya diteliti, terutama mengenai pembagian jadwal
yang tidak biasa dan berubahnya penggiliran jadwal yang
dialami sebagian besar pekerja saat ini. Sensitivitas
seseorang terhadap penggantian jadwal sangat beragam
tetapi tubuh kebanyakan orang biasanya tidak dapat
beradaptasi dengan kerja giliran, dengan demikianorang –
orang ini sebaiknya tidak bekerja berdasarkan giliran
tersebut.
d) Tak tergolongkan
Sindrom memajukan fase tidur. Sindrom memajukan fase
tidur ditandai dengan onset tidur dan waktu bangun yang
lebih awal dari yang diinginkan, jumlah jam setiap hari
sebenarnya sama saja, tidak laporan mengenai kesulitan
untuk mempertahankan tidur begitu tidur dimulai, dan
ketidakmampuan menunda fase tidur dan bangun seperti
biasanya. Tidak seperti fase tidur tertunda, keadaan ini tidak
mengganggu pekerjaan atau hari – hari sekolah. Keluhan
utamanya adalah ketidakmampuan untuk tetap terjaga di
sore hari dan tidur di pagi hari sampai waktu biasa yang
diinginkan.
Pola tidur-bangun kacau. Pola tidur-bangun kacau
didefinisikan sebagai perilaku tidur dan bangun yang tidak
teratur dan beragam serta yang mengganggu pola tidur-
bangun biasa. Keadaan ini dikaitkan dengan seringnya tidur
siang pada waktu yang tidak teratur dan istirahat di tempat
tidur yang berlebihan. Tidur di malam hari lamanya tidak
adekuat dan keadaan ini dapat tampat seperti insomnia,

LBM 3 PENUH MASALAH 25


meskipun jumlah total tidur dalam 24 jam normal untuk
pasien.
6) Disomnia Yang Tak Tergolongkan
Menurut DSM IV TR, disomnia yang tak tergolongkan
mencakup insomnia, hipersomnia dan gangguan irama
sirkadian yang tidak memenuhi kriteria disomnia apapun.
(Sadock, 2010)

a) Mioklonus Nokturnal. Mioklonus nokturnal terdiri atas


kontraksi mendadak yang sangat stereotipik pada otot –
otot tungkai saat tidur. Pasien secara subjektif tidak
menyadari kedutan tungkai tersebut. Keadaan ini dapat
terjadi kira kira 40 persen orang berusia ditas 65 tahun.
Gerakan tungkai berulang ini terjadi setiap 20 hingga 60
detik, dengan ekstensi ibu jari kaki dan fleksi mata kaki,
lutut, dan pinggul. Sering bangun tidur, tidur yang tidak
menyegarkan dan rasa mengantuk disiang hari adalah
gejala utamanya. Tidak ada terapi untuk mioklonus
nokturnal yang secara universal efektif. Terapi yang
mungkin berguna mencakup benzodiazepine, levodopa,
quinine dan pada kasus jarang opioid.
b) Restless Legs Syndrome. Pada sindrom ini penderita
merasakan sensasi dalam berupa adanya rasa merayap di
dalam betis baik saat duduk ataupun saat tidur. Disestesia
ini jarang menimbulkan rasa nyeri tetapi merupakan
penderitaan berat dan menyebabkan dorongan yang
hampir tidak dapat ditahan untuk menggerakkan tungkai,
sehingga sindrom ini mengganggu waktu tidur dan jatuh
tertidur. Sindrom ini memuncak pada usia pertengahan
dan terdapat pada 5 persen pasien populasi.

LBM 3 PENUH MASALAH 26


c) Sindrome Kleine-Levin. Keadaan yang relative jarang
dan terdiri atas episode berulang tidur yang lama (pasien
dapat dibangunkan) dengan menyelingi periode tidur
normal dan bangun. Selama periode hipersomnia periode
bangun biasanya ditandai dengan penarikan diri dari
kontak sosial dan berusaha kembali ke tempat tidur
secepat mungkin pasien juga menunjukkan apati,
iritabilitas, kebingungan, hendaya daya ingat.
d) Sindrom yang terkait menstruasi. Sejumlah perempuan
mengalami hipersomnia nyata yang intermitten,
perubahan pola perilaku, dan makan dengan rakus pada
saat atau segera sebelum onset menstruasi mereka.
e) Gangguan Tidur Saat Hamil. Terdapat beberapa faktor
hormonal yang berperan didalam ganguan ini, termasuk
perubahan kadah estrogen, progesteron, kortisol, dan
melatonin. Sehingga dapat terjadi pengurangan kualitas
dan kuantitas waktu tidur.
f) Tidur yang tidak cukup. Keluhan yang sungguh –
sungguh akan adanya rasa mengantuk di siang hari
disertai gejala terbangun pada seseorang yang terus
menerus gagal memperoleh tidur setiap yang cukupuntuk
menyokong keadaan tubuh yang penuh siaga.
g) Sleep Drunkness. Keadaan ini merupakan bentuk
abnormal bangun berupa tidak adanya kesadaran jernih
pada transisi dari tidur menjadi benar – benar bangun
yang berlebihan dan lama.
B. Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau
muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada
anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antaralain sering terjaga

LBM 3 PENUH MASALAH 27


(misalnya: sleep walking, night terror), gangguan transisi bangun-
tidur (misalnya: mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur
REM (misalnya: mimpi buruk), dan lainnya (misalnya:
bruksisme).
1) Somnabulisme (Sleep Walking)
Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan, yang
merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam tahap
mimpi dari tidur.

Pedoman Diagnostik:
 Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode
bangun dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga
awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan;
(kesadaran berubah).
 Selama satu episode, individu menunjukkan wajah
bengong (blank, staring face), relatif tak memberi
respons terhadap upaya orang lain untuk
memengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasi
dengan penderita, dan hanya dapat
disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah
payah.
 Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau
besok paginya), individu tidak ingat apa yang
terjadi.
 Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun
dari episode tersebut, tidak ada gangguan aktivitas
mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit
bingung dan disorientasi dalam waktu singkat.
 Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.

LBM 3 PENUH MASALAH 28


2) Night Teror (Teror Tidur)

Teror malam atau teror tidur adalah gangguan tidur di mana


orang tiba tiba bisa terbangun ketakutan, panik, atau
kecemasan yang tidak dapat dijelaskan.

Pedoman Diagnostik:
 Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun
dari tidur, mulai dengan berteriak karena panik.,
disertai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar,
dan hiperaktivitas otonomik seperti jantung
berdebar-debar, napas cepat, pupil melebar, dan
berkeringat,
 Episode ini dapat berulang, setiap episode lamaya
berkisar 1-10 menit dan biasanya terjadi pada
sepertiga awal tidur malam;
 Secara relatif tidak bercaksi terhadap berbagai
upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan
teror tidurnya, dan kemudian dalam beberapa menit
setelah bangun biasanya terjadi disorientasi dan
gerakan-gerakan berulang;
 Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat
minimal biasanya terbatas pada satu atau dua
bayangan-bayangan yang terpilah-pilah,
 Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.

3) Night Mare (Mimpi Buruk)

LBM 3 PENUH MASALAH 29


Suatu gangguan tidur yang ditandai dengan adanya mimpi
yang buruk.

Pedoman Diagnostik:
 Terbangun dari tidur malam atau tidur siang
berkaitan dengan mmimpi yang menakutkan yang
dapat diingat kembali dengan rincidan jelas (vivid),
biasanya perihal ancaman kelangsungan hidup,
keamanan atau harga periode tidur, tetapi yang khas
adalah pada paruh kedua masa tidur.
 Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan,
individu segera sadar penuh dan mampu mengenali
lingkungannya.
 Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang
terganggu, menyebabkan penderitaan cukup berat
bagi individu.

2. Bagaimana penegakan diagnosis dalam skenario?


A. Diagnosis Banding.
Adapun rencana diagnosis kerja yang kami ambil, dapat kami
simpulkan dari korelasi manifestasi klinis pada scenario dan pada

LBM 3 PENUH MASALAH 30


diagnosis differential yang sudah kami ajukan. Untuk lebih jelasnya
dapat di lihat pada table dibawah ini.

Tabel Penegakan Diagnosis

Keluhan Gangguan Tidur Non Organik


Dyssomnia Parasomnia
Inso Hipersom Narkolep Ganggua Ganggu Disom Sleep Ter Mim
mnia nia si n Tidur n Tidur nia Walki or pi
Terkait Irama YTT ng Tid Buru
Pernafas Sirkadi ur k
an an
Sulit + - - + + + - - -
Tidur
Tubuh + + +/- + + + +/- +/- +/-
tidak
fresh
Berat +/- - - +/- +/- +/- +/- +/- +/-
badan
menurun
Sering + +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
marah -
marah

LBM 3 PENUH MASALAH 31


Berdasarkan kriteria diagnosis di atas sehingga kami menggambil
kesimpulan bahwa kasus pada skenario mengarah pada Gangguan
Tidur Non Organik.

(PPDGJ-III dan DSM-5, 2013)

B. Diagnosis Definitif.
DX: Dari apa yang dikeluhkan pasien A.n. Ibu Titin, yang berusia
40 tahun, kami mengambil kesimpulan bahwa Pasien mengalami
Gangguan Tidur Non-Organik. Gangguan Tidur Non-Organik
adalah gangguan tidur yang tidak berdasarkan suatu penyakit
tertentu.
C. Diagnosis multiaksial
Didapatkan diagnosis multiaksial
a. Aksis I : F.51. Gangguan Tidur Non Organik
b. Aksis II : -
c. Aksis III : -
d. Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan lain
e. Aksis V : 80-71 Gejala sementara dan dapat diatasi disabilitas
ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll.

(PPDGJ-III dan DSM-5, 2013)

3. Bagaimana epidemiologi kasus pada skenario?

Keluhan gangguan tidur cukup umum. Bixler et al adalah yang


pertama yang melakukan studi epidemiologi komprehensif
menggunakan sampel yang mewakili populasi umum. Mereka

LBM 3 PENUH MASALAH 32


menemukan bahwa keluhan insomnia saat ini dilaporkan oleh 32,2%
responden. Selain itu, 7,1% dari responden menderita tidur berlebihan,
baik saat ini atau masa lalu, 11,2% memiliki masalah dengan mimpi
buruk dan 2,5% melaporkan mengalami tidur berjalan, baik saat ini
atau masa lalu. (Bixler, 1979)

Diagnosis psikiatrik bersamaan sering terjadi pada individu


dengan gangguan tidur. Dalam studi 1989 mereka, Ford dan Kamerow
menunjukkan bahwa 40% responden dengan insomnia dan 46,5%
responden dengan hipersomnia memiliki gangguan kejiwaan,
dibandingkan dengan 16,4% individu tanpa keluhan tidur. Gangguan
kecemasan ditemukan menjadi gangguan mental yang paling umum,
baik di insomnia dan hipersomnia (masing-masing 23,9% dan 27,6%).
Prevalensi depresi berat, penyalahgunaan alkohol, atau
penyalahgunaan zat lain juga meningkat. (Kamerow, 1989)

Di Indonesia, penelitian epidemiologi mengenai gangguan tidur


masih sangat jarang. Penelitian oleh Nur aini et al melaporkan
prevalensi gangguan tidur pada remaja di Indonesia adalah 38% untuk
remaja di daerah urban dan 37,7% di daerah suburban. Namun
penelitian ini menggunakan instrument selfreport dan metode cross
sectional. Penelitian lanjutan untuk mengetahui epidemiologi
gangguan tidur secara nasional masih dibutuhkan. (Nur’aini, 2014)

4. Bagaimana etiopatogenesis kasus pada skenario?

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh banyak hal atau bersifat


holistik. Hal yang mempengaruhi adalah biopsikososial yaitu dari
faktor genetik, biologis , psikologis, dan lingkungan. Sehingga bisa
dikatakan penyebabnya sangat kompleks dan memerlukan investigasi
yang cermat.

Faktor Biologis

LBM 3 PENUH MASALAH 33


Pola tidur, yang mencakup durasi dan waktu tidur, diatur oleh
banyak gen dan bersifat diwariskan. Sehingga terdapat individu-
individu yang secara genetik rentan mengalami gangguan tidur.
Perubahan jam biologis, misalnya karena perubahan shift kerja atau
bepergian ke zona waktu yang berbeda, juga bisa memicu timbulnya
gangguan tidur.Irama sirkadian fisiologis juga bisa berubah seiring
bertambahnya usia sebagaimana yang terjadi pada lansia.
Faktor Psikologis
Gangguan tidur merupakan gejala yang umum ditemukan pada
berbagai gangguan psikiatri, misalnya gangguan afektif, gangguan
cemas, gangguan makan, penyalahgunaan zat, danschizophrenia.
Insomnia juga sering berhubungan dengan gangguan fisik yang
menimbulkan nyeri dan ketidaknyamanan. Stressor psikologis juga
bisa menjadi pemicu timbulnya gangguan tidur.
Faktor Sosiodemografik dan Lingkungan
Biasanya gangguan tidur timbul ketika seseorang sedang
mengalami stressor, misalnya masalah pekerjaan atau perkawinan.
Selain itu, gangguan tidur lebih sering ditemukan pada jenis kelamin
perempuan, pasien usia lanjut. Serta faktor lingkungan sangat
mempengaruhi pola tidur , lingkungan yang nyaman dan aman
menciptakan suasana tidur yang tenang namun apabila lingkungan
sekitar berisik atau kacau maka akan menyebabkan gangguan tidur
pada seseoang yang sensitive terhadap keributan. ( Radityo , 2016)

5. Bagaimana tatalaksana kasus pada skenario?


Farmakologi
 Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan
pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun
sekunder.

LBM 3 PENUH MASALAH 34


 Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak
disalahgunakan.
 Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan
noradrenergic and specific serotonin antidepressant (NaSSA).
Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang, dan
meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur,
kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian
mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita depresi dengan
insomnia tidur . ( katzung , 2004)

Non farmakologik

a. Higene tidur
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif
untuk tidur merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur.
Jadual tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur
perlu dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak
nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat
sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk
menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan
lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang
higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak
memerlukan biaya.
b. Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang
sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur.
Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang
sering ditemukan pada insomnia. Ada beberapa instruksi yang
harus diikuti oleh penderita insomnia:
1) Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.
2) Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

LBM 3 PENUH MASALAH 35


3) Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di
tempat tidur.
4) Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa
bertambah frustrasi jika tidak bisa tidur.
5) Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun,
pergi ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang tidak membuat
terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk datang kembali.
6) Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan
waktu tidur, total tidur, atau hari (misalnya hari Minggu).
7) Menghindari tidur di siang hari.
8) Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-
6 jam sebelum tidur.
Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan
pertama. Bila kebiasaan ini terus dipraktikkan, gangguan tidur
akan berkurang baik frekuensinya maupun beratnya.

c. Sleep Restriction Therapy


Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu
mengkonsolidasikan tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien
yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Misalnya, bila
pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima jam dari
delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di
tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus
dihindari. Lansia dibolehkan tidur sejenak di siang hari yaitu
sekitar 30 menit. Bila efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-
rata setelah lima hari), waktu di tempat tidurnya boleh ditambah
15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-angsur,
dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari.

d. Terapi relaksasi dan biofeedback

LBM 3 PENUH MASALAH 36


Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik.
Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas
dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk
memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan
serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan
fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat
meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang
didapat. Teknik ini dapat dikombinasi dengan higene tidur dan
terapi pengontrolon tidur.

e. Terapi apnea tidur obstruktif


Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari
tidur telentang, menggunakan perangkat gigi (dental appliance),
menurunkan berat badan, menghindari obat-obat yang menekan
jalan nafas, menggunakan stimulansia pernafasan seperti
acetazolamide (Diamox), nasal continuous positive airway
pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS). Nasal
continuous positive airway pressure ditoleransi baik oleh
sebagian besar pasien. Metode ini dapat memperbaiki tidur
pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang hari, dan
keletihan serta perbaikan fungsi kognitif.

Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah


satu teknik pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea
tidur. Efikasi metode ini kurang. Trakeostomi juga merupakan
pilihan terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan kedua bentuk
terapi bedah ini sangat terbatas karena risiko morbiditas dan
mortalitas. Keputusan untuk mengobati apnea tidur didasarkan
atas frekuensi dan beratnya gangguan tidur, beratnya derajat
kantuk di siang hari, dan akibat medik yang ditimbulkannya
(abnormalitas kardiorespirasi) ( Vania Y,2017)

LBM 3 PENUH MASALAH 37


6. Bagaimana komplikasi dan prognosis yang dapat terjadi pada kasus
dalam skenario?
a. Komplikasi

Pasien yang mempunyai gangguan tidur sering kali


mempunyai kualitas hidup yang buruk. Pasien juga mempunyai
kerentanan yang lebih tinggi untuk mengalami depresi, kecemasan,
dan defisit kognitif. Umumnya pasien yang mengalami gangguan
tidur akan mengkhawatirkan kesulitan tidurnya dan memicu
timbulnya gangguan psikiatri. (Gupta, 2017)

b. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

Bila tidak mendapatkan penanganan yang baik, gangguan


tidur bisa berkembang menjadi gangguan kronik dan memicu
berkembangnya gangguan psikiatri (seperti kecemasan, depresi, dan
gangguan kognitif). Rapid Eye Movement Sleep Behavior Disorder
dilaporkan dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami
penyakit neurodegeneratif. (Gupta, 2017)

LBM 3 PENUH MASALAH 38


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi SGD kelompok 5 mengenai LBM 3 yang
berjudul “Penuh Masalah” dapat disimpulkan bahwa keluhan – keluhan yang
dialami pasien A.n. Ibu Titin menunjukkan kriteria diagnosis dari kasus
Gangguan Tidur Non-Organik. Tetapi belum diketahui jenis klasifikasi
Gangguan Tidur Non- Organik apa yang dialami, karena pada skenario tidak
dicantumkan waktu dari gejala gejala yang dikeluhkan pasien.
Ibu Titin disarankan untuk melakukan pengobatan atau terapi baik terapi
farmakologis maupun non farmakologis. Terapi non farmakologis seperti
Higene tidur, terapi pengontrolan stimulus, sleep restriction therapy, terapi
relaksasi dan biofeedback, atau terapi apnea tidur obstruktif

LBM 3 PENUH MASALAH 39


DAFTAR PUSTAKA

Bixler EO, Kales A, Soldatos CR et al. 1979. Prevalence of sleep disorders in


the Los Angeles metropolitan area. Am J Psychiatry.
Carlson, N.R. 2005. Foundation of Physiological. Ed 6. Permision Department,
MA: 502-506

Dorland N. 2011. Kamus Saku Kedoketran Dorland. Edisi ke 28. Mahode AA,
editor. Jakarta : EGC

Dr.dr. Rusdi Maslim., Sp.KJ, M.Kes. 2013. “Buku Saku Diagnosis Gangguan
Kejiwaan Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5”. Jakarta :
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Ford DE, Kamerow DB. Epidemiologic study of sleep disturbances and


psychiatric disorders. An opportunity for prevention? JAMA
1989;262:1479-84.
Gupta R, Das S, Gujar K, Mishra KK, Gaur N, Majid A. 2017. Clinical Practice
Guidelines for Sleep Disorders. Indian J Psychiatry.
[https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5310097/]
Guyton, A. C., Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022

LBM 3 PENUH MASALAH 40


Kaplan, H.I., Sadock, B.J, (2010) Sinopsis Psikiatri, Jilid 2 (Dr. Widjaja
Kusuma, Trans.). Ciputat - Tanggerang: Binarupa Aksara. (Buku asli
diterbitkan 1991)

Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi XIII

Nur’aini, Sofyani S, Lubis IZ. 2014. Comparing sleep disorders in urban and
suburban adolescents. PaediatriIndonesia.
Radityo, Wayan Eko. 2016. Depresi dan Ganggu.Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

Sayekti, Nilam PI., Luciya Y. 2015. Analisis Resiko Depresi, Tingkat Sleep
Hygiene Dan Penyakit Kronis Dengan Kejadian Insomnia Pada
Lansia. Departemen Epidemiologi Fakultas Kedokteran Masyarakat.
Universitas Airlanggga.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: dari sel k sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiologi 13 th


Edition. UnitedcStates of America: John Wiley & Sons, Inc

Vania Y. 2017. Terapi Tambahan pada Gangguan Tidur Non-Farmakologi.


Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi

Willy F.M, Albert A.M. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi-2.
Surabaya: Airlangga University Press.

LBM 3 PENUH MASALAH 41

Anda mungkin juga menyukai