PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi dari gangguan tidur.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari gangguan tidur.
3. Untuk mengetahui gejala klinis yang dapat timbul pada penderita
gangguan tidur.
4. Untuk mengetahui pathogenesis pada penderita gangguan tidur.
5. Untuk mengetahui tatalaksana dari kasus gangguan tidur.
1.3 Manfaat
2. Agar mahasiswa mengetahui definisi dan klasifikasi dari gangguan
tidur.
3. Agar mahasiswa mengetahui epidemiologi kasus gangguan tidur.
4. Agar mahasiswa mengetahui gejala klinis pada penderita gangguan
tidur.
5. Agar mahasiswa mengetahui patogenesis pada penderita gangguan
tidur.
6. Agar mahasiswa mengetahui tatalaksana dari kasus gangguan tidur.
PEMBAHASAN
Penuh Masalah
Diagnosis Banding
Parasomnia Disomnia
Sleep Walking; Teror
Tidur; Mimpi Buruk Insomnia;
Hipersomnia;Narkolepsi
; Gangguan tidur terkait
pernafasan; Gangguan
tidur irama sirkardian;
Diagnosis Kerja Disomnia YTT
epidemiologi etiopatogenesis
komplikasi
dan prognosis
2.3.6 Referensi
Selama malam hari, seseorang melalui dua stadium tidur yang saling
bergantian, yaitu tidur paradoksikal atau tidur Rapid Eye Movement(REM) dan
tidur gelombang lambat atau tidur Non-Rapid Eye Movement(NREM).
Keseluruhan tidur yang terjadi ialah tidur gelombang lambat yang dialami pada
jam pertama tidur setelah bangun selama berjam-jam sedangkan tidur
paradoksikal terjadi pada 25% dari waktu tidur yang berulang secara periodik
setiap 90 menit. Tipe tidur ini umumnya disertai dengan mimpi (Guyton, 2014).
2. Tahap 2 atau tidur ringan adalah tahap pertama orang dalam keadaan
benar-benar tertidur.
3. Tahap 3 adalah periode tidur dalam yang sedang. Suhu tubuh dan
tekanan darah menurun, dan menjadi sulit untuk membangunkan orang
pada tahap ini. Tahap ini berlangsung kira-kira 20 menit setelah tertidur.
Setelah tahap keempat tidur NREM, maka tidur akan memasuki tahap
tidur REM, demikian yang akan terus berlangsung secara bergantian dan terus-
menerus sepanjang tidur berlangsung, Satu siklus berlangsung selama 90 menit,
dengan tidur REM hanya berlangsung sekitar 20-30 menit saja. Normalnya
tidur REM harus didahului oleh tidur gelombang lambat. Gambaran EEG tidur
REM mirip dengan gambaran EEG tahap 1 tidur NREM, hanya saja selain
terdiri dari aktifitas theta seperti pada tahap 1 tidur NREM, pada tidur REM
juga dijumpai adanya aktivitas beta pada EEG. Aktifitas beta adalah aktifitas
listrik iregular 13-30 Hz yang direkam dari otak, yang biasanya dijumpai pada
keadaan sadar (awake). Apabila orang sudah memasuki tidur REM, orang
tersebut bahkan sudah tidak berespon terhadap suara bising terhadapnya, tetapi
dapat dengan mudah dibangunkan dengan rangsangan yang bermakna, seperti
memanggil nama orang tersebut. Dan, ketika orang tersebut bangun, akan
terlihat dalam keadaan waspada dan sadar sepenuhnya (Sayekti,2015).
Fungsi dari tidur gelombang lambat adalah untuk memberi waktu kepada
otak untuk beristirahat, sedangkan fungsi dari tidur REM adalah untuk
perkembangan otak dan proses pembelajaran (Sayekti,2015).
Tidur adalah proses aktif, bukan sekedar tidak terjaga. Tingkat aktivitas
otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama stadium-stadium tidur
tertentu, penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat
terjaga normal. Siklus tidur-jaga adalah variasi siklis normal dalam kesadaran
mengenai keadaan sekitar. Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang
tidur tidak secara sadar waspada akan dunia luar, tetapi tetap memiliki
pengalaman kesadaran dalam batin seperti mimpi. Selain itu, mereka dapat
dibangunkan oleh rangsangan eksternal, misalnya bunyi alarm (Sherwood,
2014).
Pedoman Diagnostik
2) Hipersomnia
Hipersomnia adalah suatu kondisi yang membuat seseorang
merasakan kelelahan berlebih disiang hari. (Kaplan & Sadock.
2010)
Pedoman Diagnostik
3) Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf yang mempengaruhi
kendali terhadap aktivitas tidur. Penderita narkolepsi
mengalami rasa kantuk pada siang hari dan bisa tiba-tiba
tertidur tanpa mengenal waktu dan tempat. (Kaplan & Sadock.
2010)
Pedoman Diagnostik
Pedoman Diagnostik:
Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode
bangun dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga
awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan;
(kesadaran berubah).
Selama satu episode, individu menunjukkan wajah
bengong (blank, staring face), relatif tak memberi
respons terhadap upaya orang lain untuk
memengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasi
dengan penderita, dan hanya dapat
disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah
payah.
Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau
besok paginya), individu tidak ingat apa yang
terjadi.
Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun
dari episode tersebut, tidak ada gangguan aktivitas
mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit
bingung dan disorientasi dalam waktu singkat.
Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
Pedoman Diagnostik:
Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun
dari tidur, mulai dengan berteriak karena panik.,
disertai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar,
dan hiperaktivitas otonomik seperti jantung
berdebar-debar, napas cepat, pupil melebar, dan
berkeringat,
Episode ini dapat berulang, setiap episode lamaya
berkisar 1-10 menit dan biasanya terjadi pada
sepertiga awal tidur malam;
Secara relatif tidak bercaksi terhadap berbagai
upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan
teror tidurnya, dan kemudian dalam beberapa menit
setelah bangun biasanya terjadi disorientasi dan
gerakan-gerakan berulang;
Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat
minimal biasanya terbatas pada satu atau dua
bayangan-bayangan yang terpilah-pilah,
Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
Pedoman Diagnostik:
Terbangun dari tidur malam atau tidur siang
berkaitan dengan mmimpi yang menakutkan yang
dapat diingat kembali dengan rincidan jelas (vivid),
biasanya perihal ancaman kelangsungan hidup,
keamanan atau harga periode tidur, tetapi yang khas
adalah pada paruh kedua masa tidur.
Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan,
individu segera sadar penuh dan mampu mengenali
lingkungannya.
Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang
terganggu, menyebabkan penderitaan cukup berat
bagi individu.
B. Diagnosis Definitif.
DX: Dari apa yang dikeluhkan pasien A.n. Ibu Titin, yang berusia
40 tahun, kami mengambil kesimpulan bahwa Pasien mengalami
Gangguan Tidur Non-Organik. Gangguan Tidur Non-Organik
adalah gangguan tidur yang tidak berdasarkan suatu penyakit
tertentu.
C. Diagnosis multiaksial
Didapatkan diagnosis multiaksial
a. Aksis I : F.51. Gangguan Tidur Non Organik
b. Aksis II : -
c. Aksis III : -
d. Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan lain
e. Aksis V : 80-71 Gejala sementara dan dapat diatasi disabilitas
ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll.
Faktor Biologis
Non farmakologik
a. Higene tidur
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif
untuk tidur merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur.
Jadual tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur
perlu dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak
nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat
sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk
menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan
lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang
higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak
memerlukan biaya.
b. Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang
sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur.
Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang
sering ditemukan pada insomnia. Ada beberapa instruksi yang
harus diikuti oleh penderita insomnia:
1) Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.
2) Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
b. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
Dorland N. 2011. Kamus Saku Kedoketran Dorland. Edisi ke 28. Mahode AA,
editor. Jakarta : EGC
Dr.dr. Rusdi Maslim., Sp.KJ, M.Kes. 2013. “Buku Saku Diagnosis Gangguan
Kejiwaan Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5”. Jakarta :
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Nur’aini, Sofyani S, Lubis IZ. 2014. Comparing sleep disorders in urban and
suburban adolescents. PaediatriIndonesia.
Radityo, Wayan Eko. 2016. Depresi dan Ganggu.Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Sayekti, Nilam PI., Luciya Y. 2015. Analisis Resiko Depresi, Tingkat Sleep
Hygiene Dan Penyakit Kronis Dengan Kejadian Insomnia Pada
Lansia. Departemen Epidemiologi Fakultas Kedokteran Masyarakat.
Universitas Airlanggga.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: dari sel k sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Willy F.M, Albert A.M. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi-2.
Surabaya: Airlangga University Press.