Anda di halaman 1dari 6

BAB I

Latar Belakang

Umat hindu mengenal ajaran Tri Hita Karana. Tri Hita Karana pada
hakikatnya adalah sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan
mengabdi pada sesama manusia, serta mengembangkan kasih- sayang pada
sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam lingkungan.
Konsep Tri Hita Karana menjiwai napas kehidupan orang Bali (Hindu) dan
menjadikan Bali Harmonis baik secara makro kosmos maupun secara mikro
kosmos. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam kitab Sarasamuscaya (135)
dengan istilah Prihen Tikang Bhuta Hita, yaitu usahakan kesejahteraan semua
mahkluk itu akan menjamin tegaknya Catur Marga atau empat tujuan hidup yang
terjalin satu sama lainnya. Maka dari itu mahasiswa dianggap perlu untuk
mengetahui tentang ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui ajaran Tri Hita Karana.


2. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan Tri Hita Karana dalam kehidupan
sehari-hari

Manfaat

1. Mahasiswa mengtahui apa itu Tri Hita Karana


2. Mahasiswa memahami ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-
hari
BAB II
Landasan Teori

Adanya konsep Tri Hita Karana yang menjiwai nafas kehidupan orang
Bali (Hindu) menjadikan Bali harmonis secara makro kosmos maupun mikro
kosmos. Dalam perkembangannya, Bali mengalami perubahan-perubahan sejalan
dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi membawa orang Bali menjadi manusia cerdas spiritual dan kebajikan
menjadi meningkat, membawa konsekuensi terhadap kehidupan sosial, budaya,
dan keagamaan, terlebih-lebih terhadap kehidupan adat Bali yang
merupakan pelaksanaan agama Hindu Bali yang terwjud dalam kebiasaan-
kebiasaan perilaku masyarakat baik kelompok maupun individu dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam Kitab Suci Bhagawad Gita III. 10 telah tercantum falsafah hidup
berdasarkan Tri Hita Karana. Tri Hita Karana bukanlah sekedar tata ruang.
Tidaklah tepat kalau ada seseorang telah mendirikan tempat pemujaan apakah
pura, marajan, sanggah sudah melaksanakan Tri Hita Karana. Demikian juga
seorang dagang bakso Bali di tempat dagangannya telah diisi “Pelangkiran” bukan
berarti ia telah melaksanakan Tri Hita Karana. Tri Hita Karana pada
hakikatnya adalah “sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan
mengabdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada sesama
manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam lingkungan”

Istilah Tri Hita Karana saat ini begitu populer sekaligus bersifat polemik.
Konsepsi dasar Tri Hita Karana tercantum dalam Kitab Suci Bhagawad Gita III.
10 dinyatakan bahwa yadnyalah yang menjadi dasar hubungan Tuhan Yang Maha
Esa (Prajapati), manusia (praja) dan alam (kamaduk. Berdasarkan pernyataan itu
dapat dinyatakan bahwa Tri Hita Karana adalah dasar untuk mendapatkan
kebahagiaan hidup apabila mampu melakukan hubungan yang harmonis
berdasarkan yadnya (ritual, korban suci) kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam
wujud bakti (tulus) kepada sesama manusia dalam wujud pengabdian dan kepada
alam lingkungan dalam wujud pelestarian alam dengan penuh kasih. Harmonisasi
dan dinamisasi berdasarkan yadnyanya dari tiga unsur sebagai sebab (karana)
datangnya kebahagiaan hidup (hita) atau “tiga penyebab kedatangan
kebahagiaan”. Berdasarkan rumusan dalam Bhagawad Gita III.10 di atas
dapat dinyatakan bahwa, secara filosofis Tri Hita Karana adalah membangun
kebahagiaan dengan mewujudkan sikap hidup yang seimbang antara berbakti
kepada Sang Hyang Widhi, mengabdi kepada sesama umat manusia dan
menyayangi alam lingkungan berdasarkan yadnya.

Pada kehidupan sehari hari dalam pengimplementasian dari Tri Hita


Karana dapat dilakukan dengan ajaran Panca Yadnya. Yadnya sendiri berasal dari
bahasa sansekerta yaitu dari kata “yaj” yang memiliki arti memuja kemudian dari
kata “yaj” tersebut berubah menjadi kata “yajna” yang memiliki arti korban suci .
Panca sendiri memiliki makna lima . Jadi panca yadnya adalah lima korban suci
yang di tunjukan kehadapan sang pencipta atau yang biasa kita kenal di dalam
hindu yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Adapun bagian - bagiannya antara lain ;
Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusia Yadnya dan Butha Yadnya.

Dewa yadnya adalah suatu bentuk persembahan atau korban suci dengan
tulus iklas yang di tujukan kepada sang pencipta (Ida Sang Hyang Widhi Wasa)
beserta dengan manifestasinya dalam bentuk Tri Murti. Dewa Brahma sebagai
pencipta alam semesta , Dewa Wisnu sebagai pemelihara isi dari alam semesta,
dan Dewa Siwa sendiri sebagai pelebur atau praline dari alam semesta.Contoh-
contoh pelaksanaan Dewa Yadnya dalam kehidupan :

1) Melaksanakan puja Tri Sandhya setiap hari .


2) Melaksanakan persembahyangan pada hari purnama dan tilem .
3) Melaksanakan persembahyangan pada hari raya di pura seperti
piodalan , hari saraswati , siwaratri , galungan dan kuningan .
4) Selalu berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan
5) Menjaga kesucian tempat suci / pura
6) Mempelajari dan mempraktekan ajaran agama dalam kehidpan
sehari-hari.
Pitra Yadnya adalah suatu bentuk persembahan atau korban suci yang di
tujukan kepada roh-roh para leluhur dan bhatara-bhatara karena mereka lah yang
membuat kita ada di dunia hingga kita dewasa . Pitra yadnya ini bertujuan
menyucikan roh-roh para leluhur agar mendapatkan tempat yang layak di
kahyangan.Contoh-contoh pelaksanaan Pitra Yadnya

1) Menghormati orang tua


2) Menuruti nasehat orang tua
3) Merawat orang tua ketika orang tua kita sedang sakit
4) Melaksanakan upacara pengabenan bagi orang tua atau leluhur kita
yang telah meninggal .

Rsi Yadnya adalah suatu bentuk persembahan karya suci yang di tujukan
kepada para rsi , orang suci , pinandita , pandita , sulinggih , guru , dan orang suci
yang berhubungan dengan agama hindu .Rsi adalah orang-orang yang bijaksana
dan berjiwa suci . Sulinggih maupun guru juga termasuk orang suci karena beliau
orang bijaksana yang memberikan arahan kepada siswa-siswi nya.Contoh-contoh
pelaksanaan Rsi Yadnya

1) Menghormati guru dan perintah yang diberikannya .


2) Menjaga kesehatan dan kesejahteraan orang suci .
3) Membangun tempat-tempat pemujaan untuk orang suci.
4) Memberi sesari atau punia kepada orang suci.

Manusa Yadnya adalah suatu upacara suci yang bertujuan untuk


memelihara hidup , mencapai kesempurnaan dalam kehidupan dan kesejahteraan
manusia selama hidupnya.Contoh-contoh pelaksanaan Manusa Yadnya :

1) Upakara/upacara bayi selama didalam kandungan (Garbha Wadana


/ pagedong-gedongan )
2) Upakara/upacara bayi yang baru lahir kedunia
3) Upakara/upacara bayi kepus puser
4) Upakara/upacara bayi berumur 42 hari (Tutug Kambuhan)
5) Upakara/upacara bayi berumur 105 hari (nyambutin) atau biasanya
di sebut telu bulan karena lama nya hari itu 3 bulanan wuku bali
6) Upakara/upacara oton (otonan) yang biasanya di rayakan setiap 6
bulan sekali di dalam kalender wuku bali .
7) Upakara/upacara potong gigi (Mepandas , metatah , mesangih)
8) Upakara/upacara perkawinan (Pawiwahan)

Bhuta yadnya adalah suatu upakara/upacara suci yang ditujukan kepada


bhuta kala atau makluk bawah . Bhuta kala adalah kekuatan yang ada di alam
yang bersifat negative yang perlu dilebur agar kembali kesifat positif agar tidak
mengganggu kedamaian hidup umat manusia yang berada di bumi dalam
menjalankan aktifitasnya. Contoh-contoh pelaksanaan Bhuta Yadnya :

1) Upacara Mecaru (Membersihkan area baik itu pura maupun natah


di rumah)
2) Ngaturang segehan untuk menetralkan sifat-sifat negative yang
berada di bumi
3) Upacara panca wali krama (10 tahun sekali) di laksanakan di pura
agung besakih
4) Upacara eka dasa rudra (100 tahun sekali) dilaksanakan di pura
agung besakih.

Penerapan Tri Hita Karana dalam umat Hindu dapat dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut :

 Hubungan Manusia dengan Tuhan yang diwujudkan dengan Dewa


Yadnya.
 Hubungan Manusia dengan alam lingkungan yang dapat diwujudkan
dengan Bhuta Yadnya.
 Hubungan Manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra Yadnya,
Rsi Yadnya dan Manusia Yadnya.
BAB II

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas, dalam hal kaitan menjaga kebersihan dan kesucian
Pura dengan Tri Hita Karana dapat dilakukan dengan cara membangun hubungan
yang baik antara Manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dan Manusia dengan alam
lingkungan (Palemahan) yang diimplementasikan dengan cara Dewa Yadnya dan
Manusia Yadnya, contohnya yaitu :

1) Menjaga kesucian tempat suci / pura


2) Melaksanakan persembahyangan pada hari purnama dan tilem.
3) Melaksanakan persembahyangan pada hari raya di Pura seperti
piodalan , hari saraswati , siwaratri , galungan dan kuningan.
4) Upacara Mecaru (Membersihkan area baik itu pura maupun natah
di rumah)
5) Ngaturang segehan untuk menetralkan sifat-sifat negative yang
berada di bumi
6) Upacara panca wali krama (10 tahun sekali) di laksanakan di pura
agung besakih
7) Upacara eka dasa rudra (100 tahun sekali) dilaksanakan di pura
agung besakih.

Jika hubungan antara Manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dan Manusia


dengan alam lingkungan (Palemahan) yang diimplementasikan dengan cara diatas
tersebut dilaksanakan dengan baik, niscaya kebersihan dan kesucian dari Pura
akan selalu terjaga.

Anda mungkin juga menyukai