Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai makhluk individu memilik beberapa kebutuhan baik
kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani contohnya istirahat dan terapi
relaksasi lainnya. Sedangkan kebutuhan rohaninya yaitu kedekatan diri dengan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa sehingga kita harus mempelajari tentang konsep
ketuhanan. Dimana dengan mempelajari ajaran ketuhanan ini diyakini kita sebagai
manusia dapat mencapai moksa, dimana ajaran-ajaran ketuhanan itu ditulis di
dalam veda, dimana veda itu Veda adalah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang
didalamnya merupakan bahasa Sansekerta yang disebut Sruti, artinya yang
terdengar atau yang didengar oleh orang-orang suci yakni para Maharsi. Setiap
ajaran terdapat dalam kitab suci yaitu Veda yang dijadikan pedoman dan patokan
umat.
Hindu dalam menjalankan hidup dimana Veda merupakan ajaran tertinggi
agama Hindu. Selainitu terdapat juga sumber- sumber lainnya. Setiap pengikut
veda harus meyakini dan semestinya juga mempercayai bahwa veda wahyu tuhan
yang diturunkan melalui ketajaman dan kedalama olah Tapa, Vrata, dan Yoga para
maha rsi. Tidak cukup itu saja, diperlukan usaha dan upaya untuk
mempelajarinya, memahaminya, sekaligus menguji kebenarannya. Dari pencarian
dan pendalaman ini lahir pengetahuan tentang ketuhanan(brahma vidya). Dimana
Brahmavidya dapat mengantarkan kita untuk melakukan pencarian kedalam diri,
menyadari kesejatiannya, dan kembali kepada kemurniannya. Dimana dengan
mempelajari brahma vidya diyakini kita dapat memahami tentang konsep
ketuhanan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan brahma vidya dalam agama Hindu?
2. Bagaimana konsep ketuhanan (brahman) dalam kitab Upanisad?
3. Apa yang dimaksud dengan Sradha ?
4. Apa bagian-bagian Catur Marga ?
1.3 Tujuan Penulisan
1

1.
2.
3.
4.

Berdasarkan permasalahan tersebut tujuan dari penulisaan ini yaitu:


Untuk mengetahui mengenai brahma vidya dalam agama Hindu.
Untuk mengetahui konsep ketuhanan dalam ajaran Upanisad.
Untuk mengetahui pengertian Sraddha
Untuk mengetahui bagian bagian Catur Marga.

1.4 Manfaat Penulisan


Berdasarkan tujuan dari penulisan diharapkan mendapat manfaat sebagai
berikut:
Bagi Penulis Penulisan makalah ini bermanfaat untuk melatih penulis dan
menambah pengalaman penulis untuk membuat makalah Agama Hindu
dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Memalui makalah
ini penulis juga dapat memperoleh pengetahuan baru tentang manusia dalam
perspektif manusia Hindu. Selain itu, makalah ini juga dapat dijadikan bahan
evaluasi pembuatan makalah-makalah selanjutnya, agar menjadi lebih baik

dan lebih bermanfaat.


Bagi Pembaca melalui makalah ini, pembaca dapat menambah, memperdalam
pengetahuannya mengenai manusia dalam perspektif manusia Hindu serta
dapat mengamalkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. bagi
para pendidik dan calon pendidik khususnya, dapat menerapkan konsep
manusia Hindu ini dalam proses pembelajaran.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Ketuhanan
Tuhan dipahami sebagai zat Mahakuasa dan asas dari suatu kepercayaan.
Tidak ada kesepakatan bersama mengenai konsep ketuhanan, sehingga ada
berbagai konsep ketuhanan meliputi teisme, deisme, panteisme, dan lain-lain.
Dalam pandangan teisme, Tuhan merupakan pencipta sekaligus pengatur segala
kejadian di alam semesta. Menurut deisme, Tuhan merupakan pencipta alam
semesta, namun tidak ikut campur dalam kejadian di alam semesta. Menurut

panteisme, Tuhan merupakan alam semesta itu sendiri. Para cendekiawan


menganggap berbagai sifat-sifat Tuhan berasal dari konsep ketuhanan yang
berbeda-beda. Yang paling umum, di antaranya adalah Mahatahu (mengetahui
segalanya), Mahakuasa (memiliki kekuasaan tak terbatas), Mahaada (hadir di
mana pun), Mahamulia (mengandung segala sifat-sifat baik yang sempurna), tak
ada yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal abadi. Penganut monoteisme
percaya bahwa Tuhan hanya ada satu, serta tidak berwujud (tanpa materi),
memiliki pribadi, sumber segala kewajiban moral, dan "hal terbesar yang dapat
direnungkan".Banyak filsuf abad pertengahan dan modern terkemuka yang
mengembangkan argumen untuk mendukung dan membantah keberadaan Tuhan.
Ada banyak nama untuk menyebut Tuhan, dan nama yang berbeda-beda
melekat pada gagasan kultural tentang sosok Tuhan dan sifat-sifat apa yang
dimilikinya. Atenisme pada zaman Mesir Kuno, kemungkinan besar merupakan
agama monoteistis tertua yang pernah tercatat dalam sejarah yang mengajarkan
Tuhan sejati dan pencipta alam semesta, yang disebut Aten. Kalimat "Aku adalah
Aku" dalam Alkitab Ibrani, dan "Tetragrammaton" YHVH digunakan sebagai
nama Tuhan, sedangkan Yahweh, dan Yehuwa kadangkala digunakan dalam
agama Kristen sebagai hasil vokalisasi dari YHVH. Dalam bahasa Arab, nama
Allah digunakan, dan karena predominansi Islam di antara para penutur bahasa
Arab, maka nama Allah memiliki konotasi dengan kepercayaan dan kebudayaan
Islam. Umat muslim mengenal 99 nama suci bagi Allah, sedangkan umat Yahudi
biasanya menyebut Tuhan dengan gelar Elohim atau Adonai (nama yang kedua
dipercaya oleh sejumlah pakar berasal dari bahasa Mesir Kuno, Aten). Dalam
agama Hindu, Brahman biasanya dianggap sebagai Tuhan monistis. Agamaagama lainnya memiliki panggilan untuk Tuhan, di antaranya: Baha dalam agama
Baha'i, Waheguru dalam Sikhisme, dan Ahura Mazda dalam Zoroastrianisme.
Banyaknya konsep tentang Tuhan dan pertentangan satu sama lain dalam
hal sifat, maksud, dan tindakan Tuhan, telah mengarah pada munculnya
pemikiran-pemikiran seperti omniteisme, pandeism, atau filsafat Perennial, yang
menganggap adanya satu kebenaran teologis yang mendasari segalanya, yang
diamati oleh berbagai agama dalam sudut pandang yang berbeda-beda, maka

sesungguhnya agama-agama di dunia menyembah satu Tuhan yang sama, namun


melalui konsep dan pencitraan mental yang berbeda-beda mengenai-Nya.
Kata Tuhan dalam bahasa Melayu kini berasal dari kata tuan. Arti kata
Tuhan

ada

hubungannya

dengan

kata

Melayu

tuan

yang

berarti

atasan/penguasa/pemilik. Kata "tuan" ditujukan kepada manusia, atau hal-hal lain


yang memiliki sifat menguasai, memiliki, atau memelihara. Digunakan pula untuk
menyebut seseorang yang memiliki derajat yang lebih tinggi, atau seseorang yang
dihormati. Penggunaannya lumrah digunakan bersama-sama dengan disertakan
dengan kata lain mengikuti kata "tuan" itu sendiri, dimisalkan pada kata "tuan
rumah" atau "tuan tanah" dan lain sebagainya. Kata ini biasanya digunakan dalam
konteks selain keagamaan yang bersifat ketuhanan.
Di dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia, dua konsep atau nama
yang berhubungan dengan ketuhanan, yaitu: Tuhan sendiri, dan dewa. Penganut
monoteisme biasanya menolak menggunakan kata dewa, karena merujuk kepada
entitas-entitas dalam agama politeistis. Meskipun demikian, penggunaan kata
dewa pernah digunakan sebelum penggunaan kata Tuhan. Dalam Prasasti
Trengganu, prasasti tertua di dalam bahasa Melayu yang ditulis menggunakan
huruf Arab (huruf Jawi) menyebut Sang Dewata Mulia Raya. Dewata yang
dikenal orang Melayu berasal dari kata devata, sebagai hasil penyebaran agama
Hindu-Buddha di Nusantara. Bagaimanapun, pada masa kini, pengertian istilah
Tuhan digunakan untuk merujuk Tuhan yang tunggal, sementara dewa dianggap
mengandung arti salah satu dari banyak Tuhan sehingga cenderung mengacu
kepada politeisme.
2.2 Agama Hindu
Kata Agama berasal dari kata a dan gam. A berarti tidak dan gam berarti pergi.
Jadi kata agama berarti tidak pergi atau kekal abadi. Yang kekal dalam hal ini
adalah nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama yang sering disebut
dengan Dharma. Ajaran agama sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia karena
dapat sebagai pedoman/pegangan bagi manusia/masyarakat penganutnya dalam
kehidupannya

mencapai tujuan yaitu Moksha. Tujuan hidup menurut agama


4

Hindu adalah Mokshartam Jagaditta Ya Ca Iti Dharma. Agama ibarat obor yang
memberi penerangan bagi manusia dalam kegelapan dalam menjalani kehidupan
di masyarakat
Agama Hindu, dahulu juga dikenal dengan nama agama Tirtha, juga agama
Sanatana Dharma yang berarti agama yang kekal abadi (Ardhana, 2002:3)
Penyebaran Agama Hindu dipercaya berasal dari Hindia dan menyebar
melalui pendekatan proses Asosiasi, integrasi, komplementasi dan sublimasi.

Assosiasi yaitu melalui proses persamaan-persamaan atau pertautanpertautan budaya dengan budaya setempat

Intergrasi yaitu proses dapat menyatunya ajaran agama Hindu dengan


budaya setempat karena adanya kesejajaran atau persamaan

Komplementasi yaitu proses terjadinya saling lengkap melengkapi


antara ajaran Hindu dengan budaya setempat secara dinamis.

Sublimasi yaitu proses pemuliaan kebudayaan setempat melalui


peningkatan kwalitas kejiwaan dari budaya setempat dengan jiwa agama Hindu.
Bertemunya agama Hindu dan kebudayaan setempat menjadi sangat harmonis
dan dinamis melalui proses asosiasi, intergrasi, komplementasi dan sublimasi
tersebut secara evolusi. Proses ini menyebabkan penampilan kebudayaan Hindu
selalu berbeda-beda bentuk luarnya, namun kalau dibedah maka akan nampak
hakekat Hindunya yang universal
Konsep penerapan/pengamalan ajaran Hindu sebagaimana disebutkan
dalam Manawa Dharmasastra VII.10, ada 5 (lima) dasar pertimbangan yaitu: Iksa,
Sakti, Desa, Kala dan Tattwa.

Iksa artinya pandangan atau cita-cita seseorang atau masyarakat tertentu.


Penerapan ajaran Hindu tidak boleh menghilangkan jati diri seseorang atau
masyarakat, justru ajaran Hindu harus dapat memperkuat pandangan dan citacita seseorang yang benar dan baik.

Sakti artinya kemampuan. Dalam mengamalkan ajaran,

Agama Hindu

menyajikan banyak pilihan sesuai dengan kemampuan.

Desa artinya ketentuan-ketentuan setempat yang dianut oleh suatu masyarakat


dalam suatu wilayah tertentu. Ini berarti melaksanakan ajaran agama hendaknya
disesuaikan dengan norma-norma spiritual yang sudah berlaku baik di suatu
tempat tertentu.

Kala artinya waktu. Melaksanakan ajaran agama hendaknya memperhitungkan


wktu atau kala agar dapat berhasil dengan baik.
Tattwa artinya hakekat kebenaran weda yang kekal abadi. Maksudnya
pelaksanaan agama boleh disesuaikan dengan iksa, sakti, desa dan kala, namun
tidak boleh menyimpang dengan hakekat kebenaran Weda yang disebut Tattwa.
Kebenaran weda tertinggi adalah Satya.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Brahmavidya dalam Agama Hindu


Theologi dalam terminologi agama Hindu disebut Brahma Vidya yaitu

pengetahuan tentang Brahma (Tuhan). Kesadaran para Rsi dan tokoh agama
Hindu akan keterbatasan bahasa definisi Tuhan, menimbulkan adagium atau term
yang menyatakan bahwa Tuhan itu Neti, Neti, Neti (bukan ini, bukan ini, bukan
ini). Karena dalam Brahmasutra dinyatakan bahwa Tuhan itu sesungguhnya Tuhan
tidak terkatakan. Dalam keyakinan agama Hindu, Brahman atau Tuhan hanyalah
satu, esa, tidak ada duanya, namun karena kebesaran dan kemuliaanNya, para rsi
dan orang-orang yang bijak menyebutnya dengan beragam nama.
Kitab Veda juga membicarakan wujud Brahman. Di dalamnya menjelaskan
bahwa Brahman sebenarnya adalah energi, cahaya, sinar yang sangat cemerlang

dan sulit sekali diketahui wujudnya. Dengan kata lain Abstrak, Kekal, Abadi, atau
dalam terminologi Hindu disebut Nirguna atau Nirkara Brahman (Impersonal
God) artinya Tuhan tidak berpribadi dan Transenden. Meski Brahman tidak
terjangkau pemikiran manusia atau tidak berwujud, namun jikalau Brahman
menghendaki dirinya terlihat dan terwujud, hal itu sangat mudah dilakukan.
Brahman yang berwujud disebut Saguna atau Sakara Brahman (personal God),
Tuhan yang berpribadi atau immanent.
Kedua konsep Tuhan yang impersonal dan personal tersebut di atas
dapatlah ditemukan dalam mantra Bhagavadgita IV.6,7,8 dan Bhagavadgita XII,1
dan 3 dengan sebutan sebagai berikut :
1. Paranamam; Tuhan Maha Tinggi dan Abstrak, Kekal Abadi tidak
berpribadi impersonal, nirkara (tak berwujud), nirguna (tanpa sifat guna)
dan Brahman. Tuhan atau Brahman dalam bentuk yang abstrak tersebut di
Bali disebut Sang Hyang Suung, Sang Hyang Embang, Sang Hyang Sunya.
Karena tidak berbentuk, sulit dibayangkan dan dipikirkan (acintya, Bali).
2. Vyuhanaama; Tuhan berbaring pada ular di lautan susu. Gambaran Tuhan
seperti ini hanya bisa dilihat oleh para dewa. Di Bali penjelasan seperti itu
disebut Hana Tan Hana (Ada tidak Ada), artinya Tuhan itu diyakini ada,
namun tidak bisa dilihat.
3.

Vibhawanaama; Tuhan dalam bentuk ini disebut Avatara (turun


menyebrang). Tuhan. Ia juga biasa disebut Saguna atau Sakara Brahman
(personal god). Visualisasinyapun dapat:
a. Tumbuhan/binatang (Unanthropomorphes): tumbuhan Soma, Ikan,
Kura-kura, Babi Hutan, Garuda.
b. Setengah Manusia-binatang (semi-antropomorphes): Hayagrva
yaitu manusia berkepala kuda , Natrasimha yaitu manusia
berkepala singa.
c. Bentuk manusia dengan segala kelebihannya (anthro-pomorphes)
seperti Vamana, Sri Raama, Kresna, Bhagawan Sri Sathya
Narayana.

4. Antaraatmanama; Tuhan meresapi segalanya dalam bentuk atma atau zat


ketuhanan. Segalanya adalah Brahman (monisme).
5. Archananaama; Tuhan yang terwujudkan dalam bentuk archa atau pertima
(replika mini) seperti patung dalam berbagai bahan dan wujud.
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa ketuhanan dalam agama
Hindu adalah perpaduan dari monoteisme transenden, monoteisme imanen, dan
monisme. Sekali lagi, ditegaskan dalam agama Hindu apapun wujud dan rupanya
Tuhan diyakinain hanya satu (esa).
3.2

Konsep Brahman dalam Kitab Upanisad

3.2.1 Pengertian Brahman dalam Kitab Upanisad


Brahman berasal dari kata brh berarti yang memberi hidup,
menjadikan kembang, meluap. Kata brahman ini menunjukan pada pengertian
aktif yang membawa pada suatu pertumbuhan yang tidak henti-hentinya. Kata
Brahman berasal dari bahasa sansekerta, akar kata brha atau brhi yang
berarti meluap/mengembang, pengetahuan atau yang meresapi segala. Kata ini
selalu dalam jenis kelamin neutrum (banci), hal ini menunjukan bahwa Tuhan
(kebenaran mutlak) berada diluar konsep jenis kelamin laki-laki (masculinum) dan
wanita (feminium) dari segala sesuatu yang bersifat dualitas. Brahman hadir
dimana-mana, maha tahu, maha kuasa, itulah sifat dasar dari satu kebenaran
mutlak. Ia adalah kebenaran sejati, kesadaran tertinggi, yang tidak pernah
dipengaruhi oleh perubahan sifat duniawi, adalah Brahman itu. Ia yang
menjadikan diri-Nya sendiri dan memenuhi seluruh alam semesta untuk
menampakan diri-Nya itulah Brahman.
Dari uraian tersebut diatas maka pengertian brahman adalah Tuhan
Yang Maha Esa, Maha Ada, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, tidak berjenis
kelamin laki-laki ataupun perempuan, yang meresapi seluruh alam semesta dan
merupakan hakikat Sang Diri dan seluruh umat manusia. Brahman adalah asas
alam semesta, Ia yang menggunakan alam semesta sesuai dengan kuasa dan
hukum-Nya.
3.2.2

Wujud Brahman dalam Agama Hindu


Tuhan ( Brahman ) dalam agama hindu memiliki 2 wujud , yaitu :

a.

Personal God ( Saguna Brahman )


Dalam konsep Teologi ketuhanan Saguna Brahman inilah Tuhan

dihadirkan dengan berbagai macam manifestasi yang disebut dewa. Inilah yang
menjadi alasan mengapa bagi kebanyakan orang, sosok dewa harus dihadirkan
dalam pemujaan kepada Tuhan. Bagi kebanyakan orang kehadiran Tuhan dalam
manifestasi-Nya sebagai para dewa juga masih dianggap belum mampu dihayati
secara nyata, karena masih mengandung unsur simbol yang abstrak. Dikatakan
demikian karena kehadiran Tuhan dalam manifestasi sebagai sosok dewa hanya
mengandung simbol satu dimensi (niskala) saja, yang sulit dibayangkan. Untuk
membantu kepentingan manusia dalam memuja Tuhan, maka para dewa lebih
dikongkritkan lagi dalam bentuk simbol dua dimensi, yakni dimensi sakala dan
niskala. Berdasarkan alasan itulah, maka kemahakuasaan Tuhan dimanifestasikan
ke dalam segmen-segmen alam seperti :
1. Dewa Surya adalah manifestasi Tuhan sebagai planet matahari,
2. Dewa Soma (Chandra) manifestasi Tuhan sebagai bulan,
3. Dewa Vayu (Bayu) manifestasi Tuhan sebagai udara,
4. Dewa Agni manifestasi Tuhan sebagai api,
5. Dewa Marut manifestasi Tuhan sebagai angin,
6. Dewa Sangkara manifestasi Tuhan sebagai pohon atau tumbuhan,
7. Dewa Varuna manifestasi Tuhan sebagai samudera,
8. Akasa merupakan manifestasi Tuhan sebagai Sang Ayah sebagai angkasa, dan
9. Prthivi merupakan manifestasi Tuhan sebagai planet bumi ini, dan Dewa-dewa
lainnya.
Inilah yang mendasari filosofi teologi Saguna Brahma sehingga
kehadiran para dewa dalam sistem pemujaan sangat populer dalam Agama Hindu.
Dalam teologi Saguna Brahma-lah tersedia berbagai metodologi-teologis, hal
tersebut secara metodologis dirancang untuk membantu setiap manusia
bagaimanapun adanya dapat sampai kepada Tuhan. Itulah sebabnya teologi Hindu
lebih tepat disebut Teologi Kasih Semesta (Donder, 2006).
b. Impersonal God ( Nirguna Brahman )
Tuhan dalam agama Hindu sebagai nirguna brahman sebagaimana yang
disebutkan dalam Veda adalah Tuhan tidak berwujud dan tidak dapat

digambarkan, bahkan tidak bisa dipikirkan. Dalam bahasa Sansekerta keberadaan


ini disebut Acintya rupa yang artinya: tidak berwujud dalam alam pikiran
manusia. Tidaklah mudah untuk memberikan penjelasan tentang Tuhan karena
keterbatasan akal manusia, hal itu menunjukkan begitu kecilnya manusia
dihadapanNya. Nirguna Brahman yang disebut juga sebagai paramasiwa, dalam
kitab suci Weda mempunyai definisi sebagai berikut:

Apramaya, yaitu kemahakuasaan yang sulit dibayangkan melalui panca indra

karena beliau sangat halus dan sempurna.


Ananta, yaitu kemahakuasaan dilukiskan tiada terbatas, beliau ada di mana-

mana, dan beliau mampu merubah segala sesuatu yang diingini olehNya.
Aupamya, yaitu kemahakuasaan Hyang Widhi yang sangat sulit mencari
bandingannya. Karena semua makhluk yang ada di alam semesta tidak ada

menyamai kemahakuasaan-Nya.
Anamaya, yaitu yang Mahasuci. Beliau sangat mulia, tidak pernah menderita

suatu penyakit.
Maha Suksme, yaitu Mahagaib yang sangat halus.
Sarwagata, yaitu Mahaada, Mahabesar meliputi seluruh jagad raya.
Dhruwa, yaitu sangat tenang, tiada bergerak, stabil namun Ia berada di mana

mana.
Awyayam, yaitu Mahasempurna, walaupun Ia mengisi seluruh alam raya

semesta, kesempurnaan beliau tiada berkurang.


Iswara, yaitu Raja alam semesta. Ia mengatur alam raya semesta, dan tiada

satupun kekuatan yang mampu mengatur beliau.


Swayambhu, yaitu Absolut dalam segala-galanya, tidak dilahirkan karena
Beliau ada dengan sendirinya
Definisi tentang Tuhan sebagai Nirguna Brahman diatas, meskipun

telah berusaha menggambarkan Tuhan semaksimal mungkin, tetap saja sangat


terbatas. Oleh karena itu kitab-kitab Upanisad menyatakan definisi atau
pengertian apapun yang ditujukan untuk memberikan batasan kepada Tuhan Yang
Tidak Terbatas itu tidaklah menjangkau kebesaranNya. Sehingga kitab-kitab
Upanisad menyatakan tidak ada definisi yang tepat untuk-Nya, yaitu Neti-Neti
(Na + iti, na + iti), yang artinya bukan ini, bukan ini.
Paramaiva yang merupakan bagian dari Tri Purusha juga adalah
Cetana/Purusa atau kejiwaan/kesadaran yang tertinggi (Tuhan), suci, murni, sama

10

sekali belum kena pengaruh maya (Acetana/Pradhana/Prakrti) ,tenang, tentram,


tanpa aktivitas, kekal abadi, tiada berawal tiada berakhir, ada di mana-mana, maha
Tahu, tidak pernah lupa, maka dari itu diberi gelar Nirguna Brahman (Para
Brahman).
Untuk memahami Tuhan, maka tidak ada jalan lain kecuali mendalami
ajaran agama, memohon penjelasan para guru yang ahli di bidangnya yang
mampu merealisasikan ajaran ketuhanan dalam kehidupan pribadinya. Sedangkan
kitab suci Veda dan temasuk kitab-kitab Vedanta (Upanisad) adalah sumber yang
paling diakui otoritasnya dalam menjelaskan tentang Brahman (Tuhan Yang Maha
Esa). Brahman memiliki 3 aspek:
a. Sat ( Maha Ada Satu-satunya )
Tidak ada keberadaan yang lain di luar beliau. Dengan kekuatan-Nya
Brahman telah menciptakan bermacam-macam bentuk, warna, serta sifat banyak
di alam semesta ini. Planet, manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan serta benda
yang disebut benda mati berasal dari Tuhan dan kembali pada Tuhan bila saatnya
pralaya tiba. Tidak ada satupun benda-benda alam semesta ini yang tidak bisa
bersatu kembali dengan Tuhan, karena tidak ada barang atau zat lain di alam
semesta ini selain Tuhan.
b.

Cit ( Maha Tahu )


Beliaulah sumber ilmu pengetahuan, bukan pengetahuan agama, tetapi
sumber segala pengetahuan. Dengan pengetahuan maka dunia ini menjadi
berkembang dan berevolusi, dari bentuk yang sederhana bergerak menuju bentuk
yang sempurna.
c. Ananda
Ananda adalah kebahagiaan abadi yang bebas dari penderitaan dan suka
duka. Maya yang diciptakan Brahman menimbulkan illusi, namun tidak
berpengaruh sedikitpun terhadap kebahagiaan Brahman. Pada hakikatnya semua
kegembiraan, kesukaran, dan kesenangan yang ada, yang ditimbulkan oleh materi
bersumber pula pada Ananda ini bersumber pula pada Ananda ini, bedanya hanya
dalam tingkatan. Kebahagiaan yang paling rendah ialah berwujud kenikmatan
instingtif yang dimiliki oleh binatang pada waktu menyantap makanan dan
kegiatan sex. Tingkatan yang lebih tinggi ialah kesenangan yang bersifat

11

sementara yang kemudian disusul duka. Tingkatan yang tertinggi adalah suka tan
pawali duhka, kebahagian abadi, bebas dari daya tarik atau kemelekatan terhadap
benda-benda duniawi.
Alam semesta ini adalah fragmen-Nya Tuhan. Brahman memiliki
prabawa sebagai asal mula dari segala yang ada. Brahman tidak terbatas oleh
waktu tempat dan keadaan. Waktu dan tempat adalah kekuatan Maya (istilah
sansekerta untuk menamakan sesuatu yang bersifat illusi, yakni keadaan yang
selalu berubah baik nama maupun bentuk bergantung dari waktu, tempat dan
keadaan) Brahman. Jiwa atau atma yang menghidupi alam ini dari makhluk yang
terendah sampai manusia yang tersuci adalah unsur Brahman yang lebih tinggi.
Adapun bnda-benda (materi) di alam semesta ini adalah unsur Brahman yang
lebih rendah. Walaupun alam semesta merupakan ciptaan namun letaknya bukan
di luar Brahman melainkan di dalam tubuh Brahman.
3.2.3

Brahman dalam Upanisad


Diantara pokok permasalahan yang penting dan mendasar yang

dibahas dalam upanisad adalah Brahman. Brahman dalam Upanisad adalah


pengada segala yang ada atau yang mendasari semua keberadaan ini. Brahman
adalah realitas tunggal yang benar-benar ada. Dalam hal ini, upanisad mengenal
dua konsep ketuhanan yaitu:
a

Monoteisme
Taittiriya Upanisad memberikan sebuah pengertian tunggal tentang istilah

Brahman. Sebagai jawaban atas permintaan dari Bhrgu kepada ayahnya Varuna
agar mengajarkan kepadanya tentang Brahman, Varuna menawarkan pengertian
sebagai berikut, Yang daripada-Nya segala mahluk dilahirkan, Yang oleh-Nya
dan kepada-Nya mereka hidup, ketika berangkat mereka masuk, mencari tahu itu,
yang adalah Brahman. Menurut Upanisad, Brahman adalah yang menjadi sebab
utama dan fungsi kosmis utama yakni asal mula (srsti), kehidupan (sthiti), dan
kematian (pralaya) alam semesta. Badarayana juga mengambil pengertian yang
sama tentang Brahman yang jelasnya dan bacaan Vedantastra yaitu sebagai
janmady-asya-yatah, yang artinya, yang daripadanya berasal dan lain-lain, dan
jagat raya yang dihasilkan. Sutra ini berdasarkan bacaan pada Taittiriya Upanisad.

12

Pada pendapat Badarayana, jagat-kraiiatva atau yang menjadi penyebab


utama dan tiga kali lipat fungsi kosmis adalah suatu sifat yang berbeda dan
Brahman dan hal itu diterima sebagai sebuah kriteria penting untuk menentukan
apakah itu atau bukan istilah semacam kasa dan prana yang terdapat dalam
Chandogya Upanisad menunjukkan Brahman. Ketika menjelaskan tentang
Brahman, tidak Upanisad dan tidak juga Badaryana menyebutkan bahwa
pengertian ini dapat digunakan hanya untuk Brahman yang lebih rendah (apara)
dan tidak untuk Brahman yang lebih tinggi (para). Kedua Upanisad tersebut dan
Vedntasutra mengacu kepada satu Brahman yang lebih tinggi (para). Kedua
Upanisad tersebut dan Vedantastra mengacu kepada satu Brahman yaitu hanya
sebagai penyebab utama jagat-raya.
b

Panteisme
Panteisme atau pantheisme dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu :

(pan) adalah semua dan theos adalah Tuhan. Jadi secara harafiah artinya
adalah Tuhan adalah Semuanya dan Semua adalah Tuhan. Ini merupakan
sebuah pendapat bahwa segala barang merupakan Tuhan abstrak imanen yang
mencakup semuanya; atau bahwa Alam Semesta, atau alam, dan Tuhan adalah
sama. Upanisad mengandung ajaran paham panateisme dimana dalam upanisad
menyatakan tuhan adalah segala-galanya yang maha tahu yang mendasari semua
keberadaan alam semesta dan tidak terbatasadanya ( Tuhan bersifat absolut ).
3.3 Sraddha
3.3.1 Pengertian Sraddha
Sebelum secara khusus membahas pendalaman sradhha terlebih dahulu
dikaji pengertian istilah sradhha ini secara sematik dan aplikatif. Ada 2 jenis kata
yang sangat dekat dengan bunyi kata ini, namun maknanya berbeda, yakni kata
sradhha, yang berarti upacara terakhir bagi seseorangsetelah upacara pembakaran
jenasah yang disebut antyesti atau mrtyusamskara dan penyucian roh yang disebut
pitrapinda atau sapindikarana (Klostermeier, 1990:180). Upacara sraddha ini
berdasarkan uraian kitab Nagarakrtagama dilaksanakan pula pada jaman kemasan
Majapahit, saat itu Raja Hayam Wuruk melakukan upacara sraddha untuk
neneknya yang bernama Dyah Gayatri. Upacara Sraddha dilaksanakan pula di
Bali yang kini disebut nuntun atau ngalinggihang Dewahyang atau upacara
atmasiddhadewata.
13

Kata sraddha yang merupakan topik tulisan ini mengandung makna yang
sangat luas, yakni keyakinan atau keamanan. Untuk itu, dalam rangka memperluas
wawasan kita tentang istilah ini, maka dikutipkan beberapa pengertian tentang
kata sraddha seperti diungkapkan Yaska dalam bukunya Nighantu (III.10),
sebagai berikut : Kata Sradhha dari akar kata srat yang berarti kebenaran
(satyanamani). Kata sraddha sering dikaitkan dengan Panca yang artinya lima.
Panca sraddha dapat diartikan dengan lima dasar kepercayaan agama Hindu.
3.3.2 Bagian bagian Panca Sraddha
Bagian-bagian dari Panca Sraddha ada lima, yaitu :
1. Widhi Tatwa atau Widhi Sraddha
Tujuan agama Hindu adalah mencapai kesejahteraan duniawi dan
kebahagiaan rohani. Untuk mencapai tujuan itu dapat ditempuh melalui empat
jalan yang disebut Catur Marga. Diantara keempat jalan itu, bhakti marga atau
bhakti yoga yaitu sujud kepada Tuhan adalah jalan yang termudah. Dengan jalan
bhakti tidak memerlukan kebijaksanaan yang tinggi atau jnana. Oleh sebab itu
sebagian besar umat manusia dapat melakukannya.
Adapun bagian bagian Widhi Sraddha antara lain :
a.

Guna dari Tuhan (sadaiwa)


Guna atau sifat mulia dari Tuhan (sadaiwa) ada tiga macam, antara lain:
1.
Durasrawana artinya berpendengaran serba jauh.
2.
Durasarwajna artinya berpengetahuan serba sempurna.
3.
Duradarsaana artinya berpandangan serba luas.
b.

1.
2.
3.
4.
c.

akti dari Tuhan (sadaiwa)


akti dari Tuhan (sadaiwa)ada empat yang disebut adhu-akti yang
terdiri dari:
Wibhu akti artinya Tuhan bersifat mahaada
Prabu akti artinya tuhan bersifat mahakuasa
Jnana akti artinya Tuhan bersifat mahatahu
Kriya akti artinya Tuhan bersifat mahakarya
Swabhawa dari Tuhan (sadaiwa)
Ada delapan swabhawa (kewibawaan/kemaha-adaan atau kemaha-muliaan)

Tuhan (sadaiwa) yang disebut dengan Astaiswarya yang terdiri dari:


1. Anima berarti sekecil-sekecilnya (lebih kecil dari atom)
2.
Laghima berarti ringan seringan-ringannya (lebih ringan dari udara)
3.
Mahima berarti mahabesar (dapat memenuhi ruangan)
4.
Prapti berarti serba sukses (dapat mencapai segala sesuatu yang
dikehendaki)

14

5.
6.
7.
8.

Prakamya berarti segala keinginannya dapat tercapai


Isitwa berarti maharaja atau Raja diraja
Wasitwa berrti Mahakuasa dengan mengatasi segala-galanya
Yatrakamawasayitwa berarti segala kehendak tak ada dapat menentang.

2. Atma tatwa atau Atma Sraddha


Atma adalah hidupnya hidup dari manusia, asalnya adalah dari Sang Hyang
Widhi Waa / Tuhan Yang Maha Esa. Atma yang bersemayam dalam tubuh
manusia disebut jiwatman. Dalam filsafat bagian yang menguraikan tentang
atma disebut atma Tattwa.
Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan Yang
Maha Esa dan prabhawabawanya sebagai Brahma (Dewa Pencipta). Tuhan
Yang Maha Esa bersifat Mahaada, Mahakekal, tanpa awal dan akhir disebut
Wiyapaka Nirwikara. Wiyapaka berarti meresap, mengatasi, berada disegala
tempat, pada semua makhluk, juga pada manusia. Sedangkan nirwikara berarti
mengatasi sifat yang berubah-ubah. Ini menunjukkan, bahwa Tuhan berada
dimana-mana berada dan meresapi semua makhluk termasuk manusia. Alam
semesta ciptaan-Nya disebut dengan nama Bhuwana Agung (makrokosmos) dan
jasmani manusia disebut Bhuwana Alit (mikrokosmos).
Adapun sifat-sifat atma itu adalah sebagai berikut:
1. Acchedya berarti tak terlukai oleh senjata
2. Adahya berarti tak terbakar oleh api
3. Akledya berarti tak terkeringkan oleh angin
4. Asesya berarti tak terbasahkan oleh air
5.
Nitya berarti abadi
6.
Sarwagatah berarti ada dimana-mana
7.
Sthanu berarti tak berpindah-pindah
8. Acala berarti tak bergerak
9.
Sanatana berarti selalu sama
10. Awyakta berarti tak dilahirkan
11. Acintya berarti tak terpikirkan
12. Awikara berarti tak berobah
3. Karmaphala tatwa atau Karmaphala Sraddha
Tiada sebab tanpa akibat dan tiada karma tanpa phala. Setiap perbuatan pasti
ada phalanya, perbuatan baik pasti berakibat baik dan perbuatan buruk pasti
berakibat buruk. Hasil dari pada perbuatan pasti seimbang dengan perbuatan tiaptiap manusia itu sendiri.Kata karma berasal dari bahasa sansekerta, dari kata kri
yang artinya berbuat, bekerja ; sehingga segala kegiatan kerja adalah karma. Kata
phala berarti buah, jadi karmaphala dapat diartikan hasil daari perbuatan. Hukum

15

rantai sebab kibat perbuatan (karma) dan phala perbuatan (karmaphala) ini disebut
dengan Hukum Karma.
Mungkinkah suatu perbuatan tiada sebab dan akibatnya di dalam lingkaran
samsara lahir dan mati disini. Hukum Karma yang mempengaruhi seseorang
bukan saja akan diterimanya sendiri, akan tetapi juga akan diwarisi oleh anak cucu
atau keturunannya juga. Adapun segala bekas-bekas atau kesan-kesan dari segala
gerak atau perbuatan yangtercatat atau melekat pada suksma sarira disebut dengan
karma wasana. Karma berarti perbuatandan wasana berarti bekas-bekas atau sisasisa yang masih melekat. Karma wasana artinya bekas-bekas atau sisa-sisa
perbuatan yang masih melekat.
Berdasarkan cepat lambatnya untuk menikmati hasil dari karmanya,
maka karmaphala dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Sancita Karmaphala adalah phala perbuatan yang terdahulu yang belum
habis dinikmati dan masih merupakan benih untuk menentukan kehidupan
sekarang. Jadi orang lahir kedunia ini sudah membawa phala dari karmanya
b.

yang lampau.
Prarabda Karmaphala adalah karma yang dilakukan pada saat hidup
sekarang ini dan hasilnya telah habis pula dinikmati dalam masa penjelmaan

c.

hidup ini.
Kryaman Karmaphala adalah karma yang hasilnya belum sempat dinikmati
dalam waktu berbuat dan akan dinikmati kelak dalam penjelmaan yang akan
datang.

4.

Samsara tatwa atau Samsara Sraddha


Kelahiran berulang-ulang ke dunia ini membawa akibat suka dan duka.

Punarbhawa atau samsara ini terjadi karena jiwatman masih dipengaruhi oleh
karma wasana. Bekas-bekas perbuatan (karma wasana) itu ada bermacam-macam.
Jika bekas-bekasitu hanya bekas-bekas keduniawian, maka jiwatman itu lahir
kembali. Kelahiran dan hidup ini adalah samsara yang digambarkan sebagai
hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan atau karma di masa kelahiran lampau.
Jangka waktu dari samsara tergantung dari perbuataan baik buruk kita pada
masa lampau (atita), yang akan datang (nagata), dan yang sekarang (wartamana).
Selama kita terikat pada unsur-unsur keduniawian dan jiwa masih terikat oleh
unsur-unsur duniawi, maka jiwa akan terus menerus menjelma dari suatu tubuh
ketubuh yang lainnya.
5. Moksa tatwa atau Moksa Sraddha.

16

Moksa adalah suatu istilah untuk menyebutkan atma manusia telah kembali
dan menjadi satu dengan Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa, dimana ia tidak
mengalami kelahiran kembali, bebas dari punarbhawa atau samsara, serta
mencapai kebahagiaan tertinggi.
Moksa adalah tujuan akhir bagi penganut agama Hindu. Umat Hindu
menghendaki agar bisa hidup hanya sekali saja didunia ini, demikian ia dapat
mengenyam kehidupan yang abadi dengan kebahagiaan yang langgeng.
3.4 Bagian Bagian Catur Marga
Catur Marga ialah empat jalan atau cara mengamalkan agama Hindu (Veda)
dalam kehidupan dan dalam bermasyarakat. Oleh karena keadaan dan kemampuan
lahir-batin umat Hindu tidak semua sama maka Veda mengajarkan Catur Marga
(empat jalan) agar semua umat dapat beragama sesuai kemampuannya.
Bagian-bagian Catur Marga antara lain :
1. Bhakti Marga Yoga
Kata Bhakti marga sebenarnya adalah perpaduan antara kata Bhakti Marga
dan Bhakti Yoga. Istilah Bhakti Marga Yoga dimaksudkan untuk lebih
menekankan bahwa Bhakti adalah jalan dan sekaligus juga sarana mempersatukan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
2.

Karma Marga Yoga


Karma marga berarti usaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang

Maha Esa melalui usaha atau kerja yang tulus ikhlas, demikian pula karma Yoga
mempunyai makna yang sama sebagai usaha untuk menghubungkan diri dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Karma Marga Yoga menekankan kerja sebagai bentuk
pengabdian dan bentuk pengabdian dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ajaran karma Yoga merupakan etos kerja atau budaya kerja bagi umat Hindu di
dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin. Di dalam
Landasan filosofis ajaran karma, doa seorang karmayogin adalah untuk memohon
kesehatan dan kekuatan, badan yang sempurna dan umur panjang, kebaikan di
dunia, serta kekuatan untuk menghadapi segala bentuk kejahatan.
3.

Jnana Marga Yoga


Jnana Marga Yoga adalah jalan dan usaha untuk menghubungkan diri

dengan Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai kebahagiaan sejati melalui
pengetahuan. Jnana menuntun manusia untuk bekerja tidak terikat oleh hawa

17

nafsu, tanpa motif kepentingan pribadi, rela melepaskan hak milik, sadar bahwa
badan bukan atma yang bersifat abadi. Ada tiga jalan untuk merealisasikan ajaran
jnana

yaitu:

Sravana

(studi),

Manana

(perenungan),

dan

Nididhysa

(mempraktekkan) untuk mencapai tujuan tertinggi.


4.

Raja Marga Yoga


Raja Marga Yoga berarti jalan atau usaha tertinggi untuk menghubungkan diri

dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui jalan Yoga yang tertinggi. Bila dua jalan
sebelumnya, yakni Bhakti Marga Yoga dan Karma Marga Yoga disebut Prvrtti
Marga, yakni jalan yang umum dan mudah dilaksanakan oleh umat awam pada
umumnya, maka dua jalan yang lain, yakni Jnana Marga Yoga dan Raja Marga
Yoga disebut Nivrtti Marga, yang artinya jalan yang tidak umum atau
bertentangan. Raja Yoga Marga memerlukan pengendalian diri, disiplin diri,
pengekangan dan penyangkalan terhadap hal keduniawian. Drs. I Gusti Made
Ngurah dkk berpendapat: Bhakti Marga Yoga dan Karma Yoga di satu sisi dan
Jnana Marga Yoga dan Raja Marga Yoga pada sisi yang lain sebenarnya sangat
baik bila berjalan seimbang ibarat sepasang sayap dari seekor burung,
seimbangnya burung menjadikan burung mampu terbang tinggi. (Ngurah, 2006 :
93) Sumber ajaran hatha Yoga secara terperinci dapat dijumpai dalam Gheranda
Samhita karya maharsi Geranda.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan

18

Adapun simpulan dari pembahasan antara lain :


1. Theologi dalam terminologi agama Hindu disebut Brahma Vidya
yaitu pengetahuan tentang Brahma (Tuhan). Dalam keyakinan agama
Hindu, Brahman atau Tuhan hanyalah satu, esa, tidak ada duanya,
namun karena kebesaran dan kemuliaanNya, para rsi dan orang-orang
yang bijak menyebutnya dengan beragam nama.Kitab Veda juga
membicarakan wujud Brahman. Di dalamnya menjelaskan bahwa
Brahman sebenarnya adalah energi, cahaya, sinar yang sangat
cemerlang dan sulit sekali diketahui wujudnya. Dengan kata lain
Abstrak, Kekal, Abadi, atau dalam terminologi Hindu disebut
Nirguna atau Nirkara Brahman (Impersonal God) artinya Tuhan tidak
berpribadi dan Transenden.
2. Brahman berasal dari kata brh berarti yang memberi hidup,
menjadikan kembang, meluap. Kata brahman ini menunjukan pada
pengertian aktif yang membawa pada suatu pertumbuhan yang tidak
henti-hentinya. Kata Brahman berasal dari bahasa sansekerta, akar
kata brha atau brhi yang berarti meluap/mengembang,
pengetahuan atau yang meresapi segala. Brahman memiliki 2 wujud
yaitu : Saguna Brahman dan Nirguna Brahman. Brahman adalah yang
mahakuasa atas segala sesuatu yang ada di dalam semesta ini yang
menguasai alam semesta ini yang bersifat tidak terbatas.
3. Kata sraddha sering dikaitkan dengan Panca yang artinya lima. Panca sraddha
dapat diartikan dengan lima dasar kepercayaan agama Hindu. Bagian-bagian
dari Panca Sraddha ada lima, yaitu : Widhi Sraddha, Atman Sraddha, Samsara
Sraddha, Kharma Phala Sraddha, dan Moksa Sraddha.
4. Catur Marga ialah empat jalan atau cara mengamalkan agama Hindu (Veda)
dalam kehidupan dan dalam bermasyarakat. Oleh karena keadaan dan
kemampuan lahir-batin umat Hindu tidak semua sama maka Veda
mengajarkan Catur Marga (empat jalan) agar semua umat dapat beragama
sesuai kemampuannya. Adapun bagian Catur Marga yaitu : Bhakti Marga
Yoga, Raja Marga Yoga, Jnana Marga Yoga, dan Karma Marga Yoga.
4.2 Saran

19

Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan sebagai umat hindu yang
baik kita sebaiknya memahami konsep ketuhanan dalam agama hindu secara
teoritis maupun konseptual sehingga kita lebih memaknai ajaran-ajaran tersebut
serta implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

20

Anda mungkin juga menyukai