Vedānta Darśana
Yang pertama, ia sama sekali impersonal, ia bukan dari seseorang atau Nabi. Istilah
Vedānta berasal dari kata Veda-anta, artinya bagian terakhir dari Veda atau inti sari
atau akhir dari Veda, yaitu ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab Upaniṣad.
Kitab Upaniṣad juga disebut dengan Vedānta, karena kitab-kitab ini merupakan
jñana kāṇda yang mewujudkan bagian akhir dari Veda setelah Mantra, Brāhmaṇa
dan Āraṇyaka yang bersifat mengumpulkan. Di samping itu ada tiga faktor yang
menyebabkan Upaniṣad disebut dengan Vedānta yaitu:
b. Sifat Ajarannya
Sistem filsafat Vedānta juga disebut Uttara Mīmāmsā kata ‘Vedānta’ berarti akhir
dari Veda. Sumber ajarannya adalah kitab Upaniṣad. Oleh karena kitab Vedānta
bersumber pada kitab-kitab Upaniṣad, Brahma Sūtra dan Bhagavad Gītā, maka sifat
ajarannya adalah absolutisme dan teisme. Absolutisme maksudnya adalah aliran
yang meyakini bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah mutlak dan tidak berpribadi
(impersonal God),sedangkan teisme mengajarkan Tuhan yang berpribadi (personal
God). Uttara-Mīmāmsā atau filsafat Vedānta dari Bādarāyaṇa atau Vyāsa
ditempatkan sebagai terakhir dari enam filsafat orthodox, tetapi sesungguhnya ia
menempati urutan pertama dalam kepustakaan Hindu.
Brahma Sūtra atau Vedānta Sūtra dan Bhagavad Gītā. Brahma Sūtra mengandung
556 buah Sūtra, yang dikelompokkan atas 4 bab, yaitu Samanvaya, Avirodha,
Sādhāna, dan Phala. Pada Bab I, pernyataan tentang sifat Brahman dan
hubungannya dengan alam semesta serta roh pribadi. Pada Bab II, teori-teori
Sāṁkya, Yoga, Vaiśeṣika dan sebagainya yang merupakan saingannya dikritik, dan
jawaban yang sesuai diberikan terhadap lontaran pandangan ini. Pada Bab III,
dibicarakan tentang pencapaian Brahmavidyā. Pada Bab IV, terdapat uraian tentang
buah (hasil) dari pencapaian Brahmavidyā dan juga uraian tentang bagaimana roh
pribadi mencapai Brahman melalui Devayana. Setiap bab memiliki 4 bagian (Pāda).
Sūtra-sūtra pada masing-masing bagian membentuk Adikaraṇa atau topik-topik
pembicaraan. Lima Sūtra pertama sangat penting untuk diketahui karena berisi
intisari ajaran Brahma Sūtra, yaitu:
Sūtra terakhir dari Bab IV adalah Anāvṛṭṭiḥ Śabdāt Anāvṛṭṭiḥ Śabdāt – tak ada
kembali bagi roh bebas, disebabkan kitab suci menyatakan tentang akibat itu.
Masing-masing buku tersebut memberikan ulasan isi filsafat itu berbeda-beda. Hal
ini disebabkan oleh sudut pandangannya yang berbeda. Walaupun objeknya sama,
tentu hasilnya akan berbeda. Sama halnya dengan orang buta yang meraba gajah
dari sudut yang berbeda, tentu hasilnya akan berbeda pula.
Demikian pula halnya dengan filsafat tentang dunia ini, ada yang memberikan
ulasan bahwa dunia ini maya (bayangan saja), dilain pihak menyebutkan dunia ini
betul-betul ada, bukan palsu sebab diciptakan oleh Tuhan dari diri-Nya sendiri.
Karena perbedaan pendapat ini dengan sendirinya menimbulkan suatu teka-teki,
apakah dunia ini benar-benar ada ataukah dunia ini betul-betul maya. Hal ini
menyebabkan timbulnya penafsiran yangg bermacam-macam pula. Akibat dari
penapsiran tersebut menghasilkan aliran-aliran filsafat Vedānta. Sūtra-sūtra atau
Aphorisma dari Vyāsa merupakan dasar dari filsafat Vedānta dan telah dijelaskan
oleh berbagai pengulas yang berbeda-beda sehingga dari ulasan-ulasan itu muncul
beberapa aliran filsafat, yaitu:
1) Kevala Advaita dari Śrī Ṣaṇkarācārya
2) Viśiṣṭādvaita dari Śrī Rāmānujācārya
3) Dvaita dari Śrī Madhvācārya
4) Bhedābedhā dari Śrī Caitanya
5) Śuddha Advaita dari Śrī Vallabhācarya, dan
6) Siddhānta dari Śrī Meykāṇdar.
Masing-masing filsafat tersebut membicarakan tentang 3 masalah pokok yaitu,
Tuhan, alam, dan roh. Dvaita, Viśiṣṭādvaita, dan Advaita adalah tiga aliran utama
dari pemikiran metafisika, yang kesemuanya menapak jalan yang menuju kebenaran
terakhir, yaitu Para Brahman. Dvaita, Viśiṣṭādvaita, dan Advaita adalah tiga aliran
utama dari pemikiran metafisika, yang kesemuanya menapak jalan menuju
kebenaran terakhir, yaitu Para Brahman. Mereka merupakan anak-anak tangga
pada tangganya Yoga, yang sama sekali tidak saling bertentangan, bahkan
sebaliknya saling memuji satu sama lainnya. Tahapan ini disusun secara selaras
dalam rangakaian pengalaman spiritual berjenjang, yang dimulai dengan Dvaita,
Viśiṣṭādvaita, dan Advaita murni yang semuanya ini akhirnya memuncak pada
Advaita Vedāntis perwujudan dari yang mutlak atau Triguṇatītā Ananta Brahman
transcendental.