Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama Hindu mengenal adanya sistem filsafat Sad Darsana, yaitu enam sistem filsafat
orthodox, yang merupakan enam cara mencari kebenaran. Keenam filsafat Darsana itu adalah
Nyaya, Vaisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Vedanta, yang merupakan pandangan spiritual
terhadap Jiva, Jagat dan Siva atau Brahman. Makalah ini akan membahas secara khusus sistem
filsafat Mimamsa.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas secara khusus salah satu dari
enam bagian sistem filsafat Sad Darsana, yaitu sistem filsafat Mimamsa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendiri Purva Mimamsa Darsana


Pendiri dari Purva Mimamsa adalah Rsi Jaimini (400 SM) yang merupakan murid dari
Maha Rsi Vyasa. Beliau menulis kitab Mimamsa Sutra yang menjadi sumber pokok ajaran
Mimamsa. Dalam perkembangannya, muncullah kitab komentar terhadap Mimamsa Sutra yang
ditulis oleh Sabaraswamin. Komentar ini diterangkan dengan cara berbeda oleh Kumarila Batta
dan pengikut Prabhakara, dimana pokok ajaran mereka pada prinsipnya tidak berbeda. Mimamsa
dibedakan menjadi dua, yaitu Purva Mimamsa dan Uttara Mimamsa yang disebut juga dengan
Vedanta.
Purva Mimamsa atau Karma Mimamsa adalah penyelidikan ke dalam bagian yang lebih
awal dari kitab suci Veda, suatu pencarian ke dalam ritual-ritual Veda atau bagian Veda yang
hanya berurusan dengan masalah mantra dan Brahmana saja. Disebut Purva Mimamsa karena ia
lebih awal (purva) dari pada Uttara Mimamsa (Vedanta), dalam pengertian logika , dan tidak
demikian banyak dalam pengertian kronologis. Sistem filsafat Mimamsa merupakan system
filsafat India yang secara langsung berkaitan dengan Veda. Kata Mimamsa berarti menganalisa
dan memahami seluruhnya.
Bagi Jaimini, kitab suci Veda secara praktis hanyalah Tuhan semata, dan Veda yang abadi
tersebut tidak memerlukan dasar apapun untuk sandarannya. Tak ada pewahyu Ilahi, karena Veda
itu sendiri merupakan otoritasnya, yang merupakan satu-satunya sumberpengetahuan Dharma
kita. Dalam sistem Mimamsa tak diperlukan adanya Tuhan. Sutra pertama dari Mimamsa sutra
berbunyi: Athato Dharmajijnasa, yang menyatakan keseluruhan tujuan dari sistemnya yaitu:
satu keinginan untuk mengetahui Dharma atau kewajiban, yang terkandung dalam pelaksanaan
upacara-upacara dan kurban-kurban yang diuraikan oleh kitab suci Veda. Dharma itu sendiri
memberikan ganjarannya.

2
2.2 Pokok-Pokok Ajaran Mimamsa
Sistem filsafat Mimamsa termasuk dalam kelompok astika yang ajarannya didasarkan
sepenuhnya pada kitab suci Veda. Mimamsa mengakui kewenangan Veda sebagai kitab suci yang
mengandung kebenaran sejati. Sebagai filsafat, Mimamsa mencoba menegakkan keyakinan
keagamaan Veda. Kesetiaan atau kejujuran yang mendasari keyakinan keagamaan Veda terdiri
dari bermacam-macam unsur, yaitu: 1). Percaya dengan adanya roh yang menyelamatkan dari
kematian dan menikmati hasil dari ritual di sorga, 2). Percaya tentang adanya kekuatan atau
potensi yang melestarikan dampak dari ritual yang dilaksanakan, dan 3). Percaya bahwa dunia
adalah suatu kenyataan dan semua tindakan yang kita lakukan dalam hidup ini bukanlah suatu
ilusi. Pengikut Buddha tidak mengakui adanya roh dan kenyataan dunia.
Pokok pembicaraan pada sistem Mimamsa ialah pengukuhan kewibawaan Veda bagian
Brahmana yang menekankan pada upacara keagamaan, maka dari itu Mimamsa juga disebut
dengan Karma Mimamsaatau Dharma Mimamsa, karena kitab Brahmana merupakan karma
kanda dari Veda. Pembicaraan mengenai upacara keagamaan sudah ada pada jaman Brahmana
dan sebagai hasilnya sudah termuat dalam kitab Kalpasutra, Mimamsa juga membahas ilmu
tentang suara dan mantra, tetapi perhatian pokok Mimamsa adalah penggunaan meditasi dengan
ritual.
Ajaran Mimamsa adalah ajaran yang bersifat pluralistik dan realistik dalam artian jiwa itu
berjumlah banyak atau jamak, sedangkan alam semesta adalah nyata dan berbeda dengan jiwa.
Tujuan utama sistem filsafat Mimamsa adalah untuk mempertahankan dan memberikan
landasan filsafat ritualisme bagi kitab suci Veda. Dukungan diberikan dalam dua cara, yaitu :
1) dengan memberikan sebuah metodologi interpretasi agar ajaran-ajaran Veda yang
rumit mengenai ritual-ritual bisa dipahami, diharmoniskan dan diikuti tanpa suatu
kesulitan, dan
2) dengan menyediakan suatu justifikasi filsafat ritualisme. Dukungan ini
dikembangkan berdasarkan nalar untuk memperkuat posisi Veda sebagai kitab suci sabda
Tuhan. Selain itu, tujuan Mimamsa adalah menyusun aturan-aturan cara menerangkan isi
Veda yang sebenarnya atau untuk menegakkan dharma.

3
2.3 Metafisika Mimamsa
1. Pandangan Umum
Ajaran Mimamsa bersifat pluralistis dan realistis, artinya sistem filsafat ini menerima adanya
kejamakan jiwa dan pengadaan asas benda yang menyelami alam semesta ini, serta
mengetahui bahwa objek-objek pengamatan ini adalah maya. Mimamsa menolak pandangan
Budha dan advaita yang menyatakan bahwa dunia ini maya. Mimamsa juga percaya adanya
jiwa, sorga, neraka dan para dewa yang semuanya ini dapat dicapai melalui upacara yang
tepat menurut kitab suci Veda. Jiwa dan unsur-unsur materi pembentukan dunia ini menurut
Mimamsa bersifat permanen atau kekal. Semua benda yang ada di dunia ini ditentukan oleh
hukum karma. Ada tiga komposisi di dunia ini, yaitu:
(1) Kehidupan jasmani sebagai tempat jiwa untuk menikmati akibat perbuatannya
dari masa-masa kehidupan yang silam (bhogayatana).
(2) Indriya yang dipergunakan sebagai alat oleh jiwa untuk menikmati adanya rasa
suka dan duhka dalam hidup ini (bhoga sadana).
(3) Objek-objek yang merupakan buah dari suka dan duka (bhogya sadana).
Mimamsa tidak mengakui adanya Tuhan, sedangkan mengenai teori tentang atom sama
dengan yang dikemukakan oleh Vaisesika, akan tetapi berbeda mengenai atom-atom tersebut.
Menurut Mimamsa atom-atom tidak membutuhkan pengaturan dari Tuhan, melainkan diatur oleh
hukum karma. Tidak ada penciptaan dan penghancuran dunia ini, karena keberadaan dunia ini
adalah kekal.
Metafisika Mimamsa bersifat prularistis dan realistis, artinys peecaya adanya jumlah jiwa
yang tak terhitungdan dunia yang nyata, tetapi keduanya berbeda. Mimamsa percaya dengan
hanya realitas seperti kenyataan adanya energi, moral, sorga, neraka dan sebagainya yang tidak
dapat diketahui melalui pengalaman indriya.

2. Teori dari Kekuatan Sakti dan Apurva


Menurut Mimamsa bahwa setiap benda di dunia ini memiliki suatu kekuatan tertentu
yang ada di dalamnya. Kekuatan itu disebut sakti, yang tidak dapat dilihat dengan mata.
Contohnya: sebuah benih (kacang hijau) yang memiliki suatu kekuatan di dalamnya sehingga
benih tersebut dapat tumbuh kecambah. Kecambah tersebut tidak dapat tumbuh apabila ada yang
mengganggu biji tersebut sehingga rusak. Ini berarti ada hubungan erat antara benda (biji kacang

4
hijau) dengan kekuatan atau sakti. Selain pada benih, kekuatan yang tidak tampak itu juga dapat
kita lihat pada api dangan kekuatan sinar membakarnya, dan kekuatan yang ada pada air.
Dharma secara umum menurut Mimamsa adalah upacara-upacara keagamaan yang
bersumber dari Veda atau kebajikan-kebajikan yang bersifat keagamaan yang mengandung
tuntunan-tuntunan kesusilaan yang mutlak. Dharma tidak akan mendatangkan pahalanya secara
langsung melainkan dengan perantaraan, artinya walaupun seseorang telah melakukan upacara
keagamaan dengan benar dan berdasarkan kemurnian kesusilaan, ia tidak akan secara langsung
memetik buah dari perbuatannya itu. Sebab semua tindakan mengenai upacara hanya bersifat
sementara, tidak abadi. Oleh karena itu upacara tidak mungkin mempunyai hubungan langsung
dengan hasilnya. Pelaksanaan upacara adalah suatu kelompok tindakan yang akan berakhir bila
tindakan telah selesai dilakukan, sehingga pahala itu tidak akan diperoleh setelah upacara itu
dikerjakan, melainkan harus menunggu beberapa waktu. Terlebih untuk mencapai sorga, sebab
sorga akan diperoleh bila orang itru telah meninggal dunia.
Timbul pertanyaan apa yang dapat mengantarkan pahala tersebut sehingga tepat sasaran?
Mimamsa mengemukakan suatu ajaran yang disebut Apurva. Kata Apurva berarti tenaga yang
tidak tampak. Suatu acara yang telah dilakukan seseorang akan melahirkan tenaga atau daya
yang tidak tampak di dalam jiva orang yang melakukan ritual tersebut. Tenaga atau daya ini akan
terus bertahan, sehingga pahala yang sesuai dengan perbuatan itu menjadi masak. Dengan
demikian dapat dikatakan Apurva adalah suatu jembatan yang menghubungkan ritual dengan
buahnya. Pahala tersebut dapat dinikmati dalam hidup di dunia ini dan juga di alam akhirat.
Dharma menurut ajaran Veda ada dua jenis, yaitu: tindakan yang diwajibkan dan tindakan yang
tidak diwajibkan. Tindakan yang diwajibkan meliputi ritual yang berlaku setiap hari dan berkala.
Sedangkan tindakan yang tidak diwajibkan adalah ritual yang dilakukan secara fakultatif.

3. Pandangan Mimamsa tentang Jiva


Dalam ajaran Mimamsa dinyatakan ada 4 katagori, yaitu: substansi, kualitas, aktivitas dan
sifat umum. Ada 9 substansi, yaitu: tanah, air, api, udara, akasa, akal, waktu, ruang dan jiwa.
Kumarila Bhatta menambahkan 2 substansi lagi yaitu: tamas atau kegelapan dan sabda atau
suara. Substansi dalam ajaran Mimamsa dapat diamati, umpamanya debu yang tampak dalam
sinar matahari.

5
Substansi, kualitas, sifat umum dan sifat khusus tidak boleh dibeda-bedakan secara
mutlak, karena jika kategori ini dapat dibedakan secara mutlak tentulah yang satu dapat
dipisahkan dari yang lain. Umpama kita hendak memisahkan mawar dengan merahnya tentulah
merupakan suatu pekerjaan yang mustahil.
Sesungguhnya katagori-katagori tidak dapat dipisah-pisahkan. Dapat dikatakan bahwa
semuanya mewujudkan kesamaan di dalam perbedaan atau benda-benda. Adanya kesamaan
kualitas dengan substansi, maka kita dapat menyebutkan kualitas dari substansi itu, misal: unga
mawar adalah merah. Bila direnungkan tentulah substansi tidak sama secara mutlak, umpama
bunga mawar tidak sama dengan merah, akan tetapi tidak benar juga bahwa substansi berbeda
mutlak dengan kualitas, umpama mawar tidak dapat dibedakan secara mutlak dengan merahnya.
Keduanya secara bersama-sama mewujudkan suatu satu-kesatuan, yaitu di mana ada mawar
disana ada merah.
Menurut Mimamsa jiva berbeda dengan tubuh, indriya dan budhi. Jiva jumlahnya sangat
banyak dan tak terhitung, tiap tubuh ada satu jiva. Semua jiva memiliki kesadaran bersifat kekal,
berada dimana-mana dan meliputi segala sesuatu. Disamping menjadi subjek pengetahuan, jiva
juga menjadi objek pengetahuan, artinya kesadaran akan adanya objek mengandung di dalamnya
kesadaran akan adanya pribadi. Pribadi itu segera dinyatakan oleh objek yang dikenal,
umpamanya di dalam ucapan Aku melihat sebuah meja. Ucapan ini bermaksud menyatakan
adanya meja dan sekaligus menyatakan adanya Aku. Demikianlah pribadi sekaligus menjadi
subjek dan objek pengetahuan, hal ini disebabkan karena dalam pribadi ada dua unsur yaitu:
unsur substansi dan unsur kesadaran.
Yang dimaksud unsur substansi adalah pribadi yang menjadi objek pengetahuan,
sedangkan unsure kesadaran ialah pribadi yang menjadi subjek pengetahuan. Menurut Mimamsa
yang mengemudikan tubuh adalah jiva. Pada mulanya tujuan hidup manusia menurut Mimamsa
adalah mencapai sorga, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya Mimamsa menyatakan
bahwa tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah kelepasan.
Veda menurut Mimamsa tanpa memiliki penyusun, baik manusia maupun Tuhan.
Mimamsa tidak memberikan tempat kepada Tuhan didalam sistemnya. Dunia bukan diciptakan
oleh Tuhan, sebab dunia tidak berawal dan berakhir. Tidak ada penciptaan dan peleburan,
alasannya adalah seandainya dunia ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan Maha
Pengasih, maka tidak mungkin di dunia ini ada penderitaan. Namun Mimamsa bukan bersifat

6
atheis, karena Mimamsa percaya dengan adanya Veda yang bersifat kekal yang di dalamnya
terdapat deva-deva sebagai manifestasi Tuhan.

2.4 Epistemologi Mimamsa


Dalam usaha membuktikan kewenangan Veda, Mimamsa membahas secara berhati-hati
tentang alam dari ilmu pengetahuan, dunia, dan kriteria dari kebenaran dan kesalahan, dan
sumber ilmu pengetahuan yang dapat dipercaya. Tujuan Mimamsa tentang sumber, alam dan
keterbatasan dari ilmu pengetahuan terkait dengan beberapa hal atau masalah yang sangat
menarik akan dibahas di bawah ini :
1. Alam dan Sumber dari Ilmu Pengetahuan
Sistem Mimamsa seperti sistem filsafat India lainnya menerima dua jenis pengetahuan,
yaitu: immediate dan mediate. Immediate ialah pengetahuan yang terjadi tiba-tiba, langsung dan
tak terpisahkan, sedangkan mediate ialah pengetahuan yang diperoleh melalui perantara atau
media. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang lain dan tidak dipengaruhi oleh
keadaan yang salah.
Objek pengetahuan immediate haruslah sesuatu yang ada atau zat, bila objek pengetahuan
itu dikaitkan dengan indriya-indriya kita, maka dalam jiva kita akan muncul pengetahuan kita,
maka dalam jiva kita muncul pengetahuan immediate tentang hal tersebut. Bila objek ini
dikaitkan dengan indriya, mula-mula muncul kesadaran tentang objek itu. Yang kita ketahui
bahwa objek itu sendiri adalah benda, seperti apa adanya, tetapi belum dapat dimengerti.
Pengetahuan yang berdasarkan apa yang tidak dapat ditentukan terlebih dahulu serta
datangnya secara tiba-tiba disebut Nirvikalpa pratyaksa atau alocana-jnana. Bila pada tingkatan
berikutnya kita menginterpretasikan arti dari objek itu berdasarkan pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki sebelumnya, sampai kita mengerti benar mengenai benda itu, itulah persepsi yang
sudah kita tentukan yang dinyatakan dengan pertimbangan-pertimbangan, pengetahuan semacam
ini disebut Savikalpa pratyaksa.
Pengetahuan yang didapat dari indriya adalah pengetahuan yang sebenarnya tentang dunia
yang dibentuk oleh bermacam-macam benda. Walaupun tahap pertama tidak dikenal secara
tegas, yang kemudian pada tahap kedua dikenal secara lengkap walaupun masih dalam tahap
awal. Dalam tahap kedua, pikiran hanya memperkirakan dengan mempergunakan bantuan
pengalaman sebelumnya, apa yang muncul, tapi bukan berasal dari khayalan. Selanjutnya

7
hendaklah diakui bahwa semua bentuk penglihatan berisi interpretasi pikiran di dalamnyadan
tidak diperlukan suatu khayal atau ilusi terhadap apa yang dilihat. Demikian pula dengan objek
dunia yang bervariasi ini memiliki sifat yang berbeda-beda yang telah memberikan gerak
pertama kepada pikiran bila kita menyadarinya.

2. Sumber Pengetahuan yang Tidak berasal Dari Pengenalan Indriya


Kumarila Bhatta mengajarkan hanya enam alat pengetahuan untuk mendapatkan
pengetahuan (pramana), sedangkan Prabhakara hanya mengakui lima. Enam alat pengetahuan itu
adalah: pratyaksa (pengamatan), anumana (penyimpulan), upamana (perbandingan), sabda
(kesaksian), arthapatti (perkiraan tanpa bukti), dan anupalabdhi (tanpa persepsi). Anupalabdhi
hanya diakui oleh Kumarila Bhatta. Pengamatan dan penyimpulan dalam Mimamsa sama dengan
yang dikemukakan oleh Nyaya.

a. Upamana (perbandingan)
Pandangan Mimamsa mengenai perbandingan berbeda dengan pandangan Nyaya. Nyaya
mengakui perbandingan adalah sumber pengetahuan yang unik, tetapi Mimamsa selain
menerima perbandingan sebagai sumber yang berdiri sendiri, menerima pula perbandingan
sebagai perasaan atau hal yang sangat berbeda. Menurut Mimamsa, pengetahuan muncul dari
perbandingan bila kita tahu bahwa objek yang diingat adalah persis seperti yang diterima.
Pengetahuan seperti ini tidak dapat diklasifikasikan dalam persepsi, karena objek yang dikenal
sama. Sabaraswanin mendefinisikan upamana sebagai pengetahuan tentang suatu objek yang
tidak diterima sama dengan objek lain yang dikenalnya.

b. Sabda (kesaksian)
Bagi Mimamsa alat pengetahuan yang terpenting adalah kesaksian atau sabda, yaitu sabda kitab
suci Veda. Veda dipandang bukan sebagai hasil karya manusia dan juga hasil karya Tuhan,
karena Veda tidak disusun oleh manusia dan juga oleh Tuhan. Veda adalah kekal.
Aliran Mimamsa memberikan perhatian yang besar kepada sabda sebagai sumber pengetahuan,
karena sabda harus membuktikan kekuasaan dari Veda, yaitu:

1) Yang bersifat pribadi, dan

8
2) Yang tidak bersifat pribadi
Yang pertama terdapat dalam bentuk tertulis atau lisan dari seseorang, sedangkan yang kedua
menyatakan kekuatan dari pada pada itu sendiri. Kekuatan atau kekuasaan memberikan
informasi tentang adanya suatu objek (siddharta-wakya) atau memberikan arah untuk
penampilan suatu perbuatan (widhayaka-wakya). Mimamsa tertarik pada kekuatan Veda yang
tidak bersifat pribadi, karena Veda memberikan arah untuk melakukan upacara keagamaan. Veda
dipandang sebagai kitab yang mengandung perintah untuk melakukan kewajiban dan bersifat
kekal.
Kata-kata yang ada di dalam Veda bukan disusun oleh manusia, dan Tuhan, karena susunan kata-
kata itu bersifat khas dan tetap. Inilah yang membedakan Veda dengan hasil tulisan manusia.
Veda menyatakan dirinya sendiri dan memiliki kebenaran di dalam dirinya sendiri, oleh karena
itu apa yang dikatakan Veda adalah benar. Veda juga tidak bertentangan dengan alat-alat
pengetahuan yang lain. Alat-alat pengetahuan yang lain berhubungan dengan dunia yang dapat
diamati, sedangkan Veda berhubungan dengan dunia yang tidak dapat diamati.

c. Arthapatti (perkiraan tanpa bukti)


Arthapatti adalah suatu bentuk perkiraan yang sangat diperlukan terhadap sesuatu yang sulit
dipahami melalui beberapa penjelasan yang berlawanan satu dengan yang lainnya. Bila kita
memberikan suatu penjelasan tentang suatu benda yang belum pernah dilihat wujudnya kepada
seseorang, hendaklah kita menjelaskan benda yang dimaksud itu dengan benda lain yang sudah
dikenal, sehingga orang itu mudah dapat mengartikannya. Pengetahuan yang diperoleh dari
peristiwa ini bukanlah merupakan suatu kesimpulan dan bukan pula merupakan suatu bentuk
perbandingan.

d. Anupalabdhi (tanpa persepsi)


Anupalabdhi adalah cara untuk mendapatkan pengetahuan mengenai tidak adanya pengamatan
terhadap suatu objek dikarenakan bendanya memang tidak ada. Misalnya ada orang yang
bertanya bagaimana saya tahu tentang ketidakadaan itu, maka jawabannya adalah cobalah lihat
dan katakana apakah ada meja di kamar itu. Orang itupun tidak dapat mengatakan tentang hal
itu karena benda itu memang tidak ada. Oleh Mimamsa dikatakan bahwa ketidakadaan meja di

9
kamar itu diketahui karena tidak adanya pengamatan terhadap benda itu, sehingga ia tidak dapat
memahami mengenai benda tersebut.

2.5 Etika Mimamsa


1. Kedudukan Veda di Dalam Agama
Mimamsa tidak percaya dengan adanya penciptaan atas dunia ini. Mimamsa tidak percaya
dengan adanya Tuhan yang kekuasaannya berada diatas atau minimal setara denagan Veda.
Menurut Mimamsa Veda itu sendiri mendasari kebenaran yang abadi atau hukum-hukum tentang
adanya perintah Veda. Veda itu sendiri menyiapkan ciptaan dari apa yang baik dan apa yang
salah. Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang mengabdi pada kesetiaan terhadap perintah-
perintah Veda.

2. Kewajiban yang Mendasar


Ritual atau upacara yadnya harus dilaksanakan karena berkaitan dengan Veda, bukan
dengan tujuan-tujuan yang lain. Pengorbanan yang dilakukan jaman Veda dikalkulasi untuk
menyanangkan Dewi Matahari, Dewa Hujan dan dewa-dewa yang lain, atau untuk
memenangkan perang dan mengusir penyakit. Mimamsa merupakan kelanjutan dari pada sistem
keagamaan yang bersumber dari Veda, maka dari itu upacara keagamaan secara detail lebih
mendapat tempat daripada dewa-dewa itu sendiri, yang secara perlahan-lahan menjauh dan
menghilang ke dalam atau menjadi objek dari struktur. Dewa itu penting hanya sebagai sesuatu,
yang namanya harus diberikan, dimana dilakukan upacara. Tetapi tujuan dasar daripada
melakukan upacara yadnya itu adalah bukan persembahan untuk menyenangkan dewa apapun.
Ritual juga bukan untuk menyucikan jiwa atau memperbaiki moral. Upacara keagamaan
dilaksanakan hanya karena Veda memerintahkan demikian atau untuk kewajiban. Beberapa dari
upacara ini diperuntukkan menikmati sorga atau memperoleh keuntungan-keuntungan duniawi,
seperti air hujan. Mimamsa mencapai puncaknya yang tertinggi yaitu antara lain melaksanakan
kewajiban demi untuk kewajiban itu sendiri.
Mimamsa percaya bahwa perbuatan yang wajib untuk dilakukan bukan untuk memberikan
keuntungan kepada pelakunya tetapi karena kita harus melakukan. Mimamsa percaya suatu
kewajiban tidak harus dilakukan dengan tujuan yang menarik, tetapi alamlah yang menganjurkan
agar seseorang melakukan tugasnya. Seorang filsuf barat yang bernama Kant menganggap benar

10
adanya Tuhan, dan menurut Kant pemujaan kepada Tuhan adalah kewajiban yang tertinggi,
sedangkan menurut Mimamsa kewajiban adalah kekuasaan Veda secara pribadi yang berkaitan
dengan tugas.

3. Kebaikan yang Tertinggi


Pada awalnya kebaikan menurut Mimamsa adalah pencapaian sorga atau suatu keadaan
dimana ditemukannya kebahagiaan sejati. Sorga dianggap sebagai akhir dari suatu upacara
keagamaan, akan tetapi pada akhirnya Mimamsa menerima kelepasan sebagai tujuan tertinggi
setelah penulis-penulis Mimamsa mendapat pengaruh dari pemikir-pemikir dari sistem filsafat
India lainnya.
Mereka menyadari bahwa perbuatan baik atau buruk itu ditentukan oleh keinginan, yang
akibatnya akan menimbulkan kelahiran yang berulang-ulang. Apabila seseorang memahami
bahwa kehidupan duniawi hanya permainan pikiran dan indriya yang menjadikan manusia
menderita, maka seseorang akan mengontrol pikiran dan indriyanya supaya tidak melakukan
perbuatan yang terlarang, sehingga kesempatan untuk lahir kembali menjadi lenyap.
Dengan melakukan kewajiban yang diperintahkan oleh Veda seseorang akan terbebas dari
kelahiran. Menurut sistem Mimamsa jalan untuk mendapatkan kelepasan adalah pelaksanaan
upacara keagamaan seperti yang diajarkan oleh kitab Veda, yaitu tindakan-tindakan yang
diwajibkan dan menjauhkan diri dari perbuatan yang terlarang.
Kebebasan adalah keadan yang tidak disadari, bebas dari kesenangan dan rasa sakit.
Menurut Mimamsa keadaan mental dan kesadaran tidak ada pada jiva, muncul kesadaran dan
keadaan mental itu, bila jiva dikaitkan dengan objek melalui tubuh dan bagian-bagian tubuh yang
lain. Kebebasan berarti lenyapnya hubungan jiva dengan tubuh dan kembali kepada keadaan
yang semula, yang bersifat kekal, berada dimana-mana dan meliputi segala sesuatu.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mimamsa darsana adalah salah satu bagian dari filsafat Sad Darsana, yang dipopulerkan
oleh Rsi Jaimini. Mimamsa darsana berisi penyelidikan ke dalam bagian yang lebih awal dari
kitab suci Veda, suatu pencarian ke dalam ritual-ritual Veda atau bagian Veda yang hanya
berurusan dengan masalah mantra dan Brahmana saja. Mimamsa bersifat pluralistis dan realistis,
serta percaya adanya jiwa, sorga, neraka dan para dewa. Mimamsa termasuk dalam kelompok
astika yang ajarannya didasarkan sepenuhnya pada kitab suci Veda.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://faridarien.blogspot.co.id/2012/12/makalah-filsafat-vedanta.html

13

Anda mungkin juga menyukai