PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas secara khusus salah satu dari
enam bagian sistem filsafat Sad Darsana, yaitu sistem filsafat Mimamsa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.2 Pokok-Pokok Ajaran Mimamsa
Sistem filsafat Mimamsa termasuk dalam kelompok astika yang ajarannya didasarkan
sepenuhnya pada kitab suci Veda. Mimamsa mengakui kewenangan Veda sebagai kitab suci yang
mengandung kebenaran sejati. Sebagai filsafat, Mimamsa mencoba menegakkan keyakinan
keagamaan Veda. Kesetiaan atau kejujuran yang mendasari keyakinan keagamaan Veda terdiri
dari bermacam-macam unsur, yaitu: 1). Percaya dengan adanya roh yang menyelamatkan dari
kematian dan menikmati hasil dari ritual di sorga, 2). Percaya tentang adanya kekuatan atau
potensi yang melestarikan dampak dari ritual yang dilaksanakan, dan 3). Percaya bahwa dunia
adalah suatu kenyataan dan semua tindakan yang kita lakukan dalam hidup ini bukanlah suatu
ilusi. Pengikut Buddha tidak mengakui adanya roh dan kenyataan dunia.
Pokok pembicaraan pada sistem Mimamsa ialah pengukuhan kewibawaan Veda bagian
Brahmana yang menekankan pada upacara keagamaan, maka dari itu Mimamsa juga disebut
dengan Karma Mimamsaatau Dharma Mimamsa, karena kitab Brahmana merupakan karma
kanda dari Veda. Pembicaraan mengenai upacara keagamaan sudah ada pada jaman Brahmana
dan sebagai hasilnya sudah termuat dalam kitab Kalpasutra, Mimamsa juga membahas ilmu
tentang suara dan mantra, tetapi perhatian pokok Mimamsa adalah penggunaan meditasi dengan
ritual.
Ajaran Mimamsa adalah ajaran yang bersifat pluralistik dan realistik dalam artian jiwa itu
berjumlah banyak atau jamak, sedangkan alam semesta adalah nyata dan berbeda dengan jiwa.
Tujuan utama sistem filsafat Mimamsa adalah untuk mempertahankan dan memberikan
landasan filsafat ritualisme bagi kitab suci Veda. Dukungan diberikan dalam dua cara, yaitu :
1) dengan memberikan sebuah metodologi interpretasi agar ajaran-ajaran Veda yang
rumit mengenai ritual-ritual bisa dipahami, diharmoniskan dan diikuti tanpa suatu
kesulitan, dan
2) dengan menyediakan suatu justifikasi filsafat ritualisme. Dukungan ini
dikembangkan berdasarkan nalar untuk memperkuat posisi Veda sebagai kitab suci sabda
Tuhan. Selain itu, tujuan Mimamsa adalah menyusun aturan-aturan cara menerangkan isi
Veda yang sebenarnya atau untuk menegakkan dharma.
3
2.3 Metafisika Mimamsa
1. Pandangan Umum
Ajaran Mimamsa bersifat pluralistis dan realistis, artinya sistem filsafat ini menerima adanya
kejamakan jiwa dan pengadaan asas benda yang menyelami alam semesta ini, serta
mengetahui bahwa objek-objek pengamatan ini adalah maya. Mimamsa menolak pandangan
Budha dan advaita yang menyatakan bahwa dunia ini maya. Mimamsa juga percaya adanya
jiwa, sorga, neraka dan para dewa yang semuanya ini dapat dicapai melalui upacara yang
tepat menurut kitab suci Veda. Jiwa dan unsur-unsur materi pembentukan dunia ini menurut
Mimamsa bersifat permanen atau kekal. Semua benda yang ada di dunia ini ditentukan oleh
hukum karma. Ada tiga komposisi di dunia ini, yaitu:
(1) Kehidupan jasmani sebagai tempat jiwa untuk menikmati akibat perbuatannya
dari masa-masa kehidupan yang silam (bhogayatana).
(2) Indriya yang dipergunakan sebagai alat oleh jiwa untuk menikmati adanya rasa
suka dan duhka dalam hidup ini (bhoga sadana).
(3) Objek-objek yang merupakan buah dari suka dan duka (bhogya sadana).
Mimamsa tidak mengakui adanya Tuhan, sedangkan mengenai teori tentang atom sama
dengan yang dikemukakan oleh Vaisesika, akan tetapi berbeda mengenai atom-atom tersebut.
Menurut Mimamsa atom-atom tidak membutuhkan pengaturan dari Tuhan, melainkan diatur oleh
hukum karma. Tidak ada penciptaan dan penghancuran dunia ini, karena keberadaan dunia ini
adalah kekal.
Metafisika Mimamsa bersifat prularistis dan realistis, artinys peecaya adanya jumlah jiwa
yang tak terhitungdan dunia yang nyata, tetapi keduanya berbeda. Mimamsa percaya dengan
hanya realitas seperti kenyataan adanya energi, moral, sorga, neraka dan sebagainya yang tidak
dapat diketahui melalui pengalaman indriya.
4
hijau) dengan kekuatan atau sakti. Selain pada benih, kekuatan yang tidak tampak itu juga dapat
kita lihat pada api dangan kekuatan sinar membakarnya, dan kekuatan yang ada pada air.
Dharma secara umum menurut Mimamsa adalah upacara-upacara keagamaan yang
bersumber dari Veda atau kebajikan-kebajikan yang bersifat keagamaan yang mengandung
tuntunan-tuntunan kesusilaan yang mutlak. Dharma tidak akan mendatangkan pahalanya secara
langsung melainkan dengan perantaraan, artinya walaupun seseorang telah melakukan upacara
keagamaan dengan benar dan berdasarkan kemurnian kesusilaan, ia tidak akan secara langsung
memetik buah dari perbuatannya itu. Sebab semua tindakan mengenai upacara hanya bersifat
sementara, tidak abadi. Oleh karena itu upacara tidak mungkin mempunyai hubungan langsung
dengan hasilnya. Pelaksanaan upacara adalah suatu kelompok tindakan yang akan berakhir bila
tindakan telah selesai dilakukan, sehingga pahala itu tidak akan diperoleh setelah upacara itu
dikerjakan, melainkan harus menunggu beberapa waktu. Terlebih untuk mencapai sorga, sebab
sorga akan diperoleh bila orang itru telah meninggal dunia.
Timbul pertanyaan apa yang dapat mengantarkan pahala tersebut sehingga tepat sasaran?
Mimamsa mengemukakan suatu ajaran yang disebut Apurva. Kata Apurva berarti tenaga yang
tidak tampak. Suatu acara yang telah dilakukan seseorang akan melahirkan tenaga atau daya
yang tidak tampak di dalam jiva orang yang melakukan ritual tersebut. Tenaga atau daya ini akan
terus bertahan, sehingga pahala yang sesuai dengan perbuatan itu menjadi masak. Dengan
demikian dapat dikatakan Apurva adalah suatu jembatan yang menghubungkan ritual dengan
buahnya. Pahala tersebut dapat dinikmati dalam hidup di dunia ini dan juga di alam akhirat.
Dharma menurut ajaran Veda ada dua jenis, yaitu: tindakan yang diwajibkan dan tindakan yang
tidak diwajibkan. Tindakan yang diwajibkan meliputi ritual yang berlaku setiap hari dan berkala.
Sedangkan tindakan yang tidak diwajibkan adalah ritual yang dilakukan secara fakultatif.
5
Substansi, kualitas, sifat umum dan sifat khusus tidak boleh dibeda-bedakan secara
mutlak, karena jika kategori ini dapat dibedakan secara mutlak tentulah yang satu dapat
dipisahkan dari yang lain. Umpama kita hendak memisahkan mawar dengan merahnya tentulah
merupakan suatu pekerjaan yang mustahil.
Sesungguhnya katagori-katagori tidak dapat dipisah-pisahkan. Dapat dikatakan bahwa
semuanya mewujudkan kesamaan di dalam perbedaan atau benda-benda. Adanya kesamaan
kualitas dengan substansi, maka kita dapat menyebutkan kualitas dari substansi itu, misal: unga
mawar adalah merah. Bila direnungkan tentulah substansi tidak sama secara mutlak, umpama
bunga mawar tidak sama dengan merah, akan tetapi tidak benar juga bahwa substansi berbeda
mutlak dengan kualitas, umpama mawar tidak dapat dibedakan secara mutlak dengan merahnya.
Keduanya secara bersama-sama mewujudkan suatu satu-kesatuan, yaitu di mana ada mawar
disana ada merah.
Menurut Mimamsa jiva berbeda dengan tubuh, indriya dan budhi. Jiva jumlahnya sangat
banyak dan tak terhitung, tiap tubuh ada satu jiva. Semua jiva memiliki kesadaran bersifat kekal,
berada dimana-mana dan meliputi segala sesuatu. Disamping menjadi subjek pengetahuan, jiva
juga menjadi objek pengetahuan, artinya kesadaran akan adanya objek mengandung di dalamnya
kesadaran akan adanya pribadi. Pribadi itu segera dinyatakan oleh objek yang dikenal,
umpamanya di dalam ucapan Aku melihat sebuah meja. Ucapan ini bermaksud menyatakan
adanya meja dan sekaligus menyatakan adanya Aku. Demikianlah pribadi sekaligus menjadi
subjek dan objek pengetahuan, hal ini disebabkan karena dalam pribadi ada dua unsur yaitu:
unsur substansi dan unsur kesadaran.
Yang dimaksud unsur substansi adalah pribadi yang menjadi objek pengetahuan,
sedangkan unsure kesadaran ialah pribadi yang menjadi subjek pengetahuan. Menurut Mimamsa
yang mengemudikan tubuh adalah jiva. Pada mulanya tujuan hidup manusia menurut Mimamsa
adalah mencapai sorga, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya Mimamsa menyatakan
bahwa tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah kelepasan.
Veda menurut Mimamsa tanpa memiliki penyusun, baik manusia maupun Tuhan.
Mimamsa tidak memberikan tempat kepada Tuhan didalam sistemnya. Dunia bukan diciptakan
oleh Tuhan, sebab dunia tidak berawal dan berakhir. Tidak ada penciptaan dan peleburan,
alasannya adalah seandainya dunia ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan Maha
Pengasih, maka tidak mungkin di dunia ini ada penderitaan. Namun Mimamsa bukan bersifat
6
atheis, karena Mimamsa percaya dengan adanya Veda yang bersifat kekal yang di dalamnya
terdapat deva-deva sebagai manifestasi Tuhan.
7
hendaklah diakui bahwa semua bentuk penglihatan berisi interpretasi pikiran di dalamnyadan
tidak diperlukan suatu khayal atau ilusi terhadap apa yang dilihat. Demikian pula dengan objek
dunia yang bervariasi ini memiliki sifat yang berbeda-beda yang telah memberikan gerak
pertama kepada pikiran bila kita menyadarinya.
a. Upamana (perbandingan)
Pandangan Mimamsa mengenai perbandingan berbeda dengan pandangan Nyaya. Nyaya
mengakui perbandingan adalah sumber pengetahuan yang unik, tetapi Mimamsa selain
menerima perbandingan sebagai sumber yang berdiri sendiri, menerima pula perbandingan
sebagai perasaan atau hal yang sangat berbeda. Menurut Mimamsa, pengetahuan muncul dari
perbandingan bila kita tahu bahwa objek yang diingat adalah persis seperti yang diterima.
Pengetahuan seperti ini tidak dapat diklasifikasikan dalam persepsi, karena objek yang dikenal
sama. Sabaraswanin mendefinisikan upamana sebagai pengetahuan tentang suatu objek yang
tidak diterima sama dengan objek lain yang dikenalnya.
b. Sabda (kesaksian)
Bagi Mimamsa alat pengetahuan yang terpenting adalah kesaksian atau sabda, yaitu sabda kitab
suci Veda. Veda dipandang bukan sebagai hasil karya manusia dan juga hasil karya Tuhan,
karena Veda tidak disusun oleh manusia dan juga oleh Tuhan. Veda adalah kekal.
Aliran Mimamsa memberikan perhatian yang besar kepada sabda sebagai sumber pengetahuan,
karena sabda harus membuktikan kekuasaan dari Veda, yaitu:
8
2) Yang tidak bersifat pribadi
Yang pertama terdapat dalam bentuk tertulis atau lisan dari seseorang, sedangkan yang kedua
menyatakan kekuatan dari pada pada itu sendiri. Kekuatan atau kekuasaan memberikan
informasi tentang adanya suatu objek (siddharta-wakya) atau memberikan arah untuk
penampilan suatu perbuatan (widhayaka-wakya). Mimamsa tertarik pada kekuatan Veda yang
tidak bersifat pribadi, karena Veda memberikan arah untuk melakukan upacara keagamaan. Veda
dipandang sebagai kitab yang mengandung perintah untuk melakukan kewajiban dan bersifat
kekal.
Kata-kata yang ada di dalam Veda bukan disusun oleh manusia, dan Tuhan, karena susunan kata-
kata itu bersifat khas dan tetap. Inilah yang membedakan Veda dengan hasil tulisan manusia.
Veda menyatakan dirinya sendiri dan memiliki kebenaran di dalam dirinya sendiri, oleh karena
itu apa yang dikatakan Veda adalah benar. Veda juga tidak bertentangan dengan alat-alat
pengetahuan yang lain. Alat-alat pengetahuan yang lain berhubungan dengan dunia yang dapat
diamati, sedangkan Veda berhubungan dengan dunia yang tidak dapat diamati.
9
kamar itu diketahui karena tidak adanya pengamatan terhadap benda itu, sehingga ia tidak dapat
memahami mengenai benda tersebut.
10
adanya Tuhan, dan menurut Kant pemujaan kepada Tuhan adalah kewajiban yang tertinggi,
sedangkan menurut Mimamsa kewajiban adalah kekuasaan Veda secara pribadi yang berkaitan
dengan tugas.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mimamsa darsana adalah salah satu bagian dari filsafat Sad Darsana, yang dipopulerkan
oleh Rsi Jaimini. Mimamsa darsana berisi penyelidikan ke dalam bagian yang lebih awal dari
kitab suci Veda, suatu pencarian ke dalam ritual-ritual Veda atau bagian Veda yang hanya
berurusan dengan masalah mantra dan Brahmana saja. Mimamsa bersifat pluralistis dan realistis,
serta percaya adanya jiwa, sorga, neraka dan para dewa. Mimamsa termasuk dalam kelompok
astika yang ajarannya didasarkan sepenuhnya pada kitab suci Veda.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://faridarien.blogspot.co.id/2012/12/makalah-filsafat-vedanta.html
13