Anda di halaman 1dari 47

ABSTRAK

ANALISIS PEDAGOGI DALAM BALA KANDA


PADA FILM RAMAYANA RAMANAND SAGAR
SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN HINDU

I MADE RAI ADE SUTRISNA


Program Studi Pendidikan Agama Hindu
Jurusan Pendidikan Agama Fakultas Dharma Acarya
Universitas Hindu Negeri Ida Gusti Bagus Sugriwa
E-mail: maderaisutrisna@gmail.com

Menurunnya pola asuh dalam keluarga, kurangnya sosok figur dan


pendidikan yang menekankan kompetisi penyebab kemerosotan moral dewasa ini.
Mengatasi hal tersebut, dalam Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar
menyimpan konsep dan nilai pedagogi yang luhur yang dapat dijadikan sebagai
media pendidikan Hindu. Adapun rumusan masalah; 1) Apa sajakah konsep
pedagogi dalam Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar?; 2) Apa sajakah
nilai pedagogi dalam Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar?; 3)
Bagaimanakah Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar dijadikan media
pendidikan Hindu?. Teori yang digunakan yaitu 1) Teori Epirisme dari John
Locke dan 2) Teori Interaksionisme Simbolik dari Herbert Blumer. Metode
pengumpulan data yaitu Dokumentasi, Wawancara dan Studi Kepustakaan. Data
yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis Deskriptif-kualitatif
dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Hasil penelitian dalam Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar terdapat:
(1) konsep pedagogi seperti konsep keluarga, asrama dan permainan; (2) nilai
Pedagogi seperti etika kebenaran dan kejujuran, hormat pada guru dan orang tua,
kebajikan dan kemurahan hati, ketekunan dan kerja keras, sifat manis dan ramah,
serta tanggung jawab; (3) Menjadikan Bala Kanda Film Ramayana Ramanand
Sagar sebagai media pendidikan dengan mempertontonkan dan membahas dalam
kelompok keluarga, sekolah dan masyarakat serta menyajikannya dalam bentuk
karya tulis dalam koran, majalah, internet, buku dan komik bergambar. Simpulan
bahwa dalam Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar terdapat konsep dan
nilai pedagogi yang dapat diajarkan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat
maupun melalui media massa.

Kata Kunci: Etika, Moralitas, Pedagogi, Bala Kanda film Ramayana


Ramanand Sagar.
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Om Anobadrah Kratavo Yantuh Visvatah

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang hyang Widhi Wasa

(Tuhan Yang Maha Esa), berkat asung kertha wara nugraha beliau, penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis memilih topik

“Analisis Pedagogi dalam Bala Kanda Pada Film Ramayana Ramanand Sagar

Sebagai Media Pendidikan Hindu”.

Seperti pribahasa mengatakan, tiada gading yang tidak retak, demikian

pula proposal ini tidak luput dari kesalahan. Untuk kesempurnaan proposal ini

sumbangan berupa kritik dan saran sangat penulis harapkan. Besar harapan

penulis dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat luas.

Om Santih, Santih, Santih Om

Badung, 25 Mei 2020

Penulis,
KATA PENGANTAR......................................................................................

ABSTRAK…………………………………………………………………...

DAFTAR ISI………………………………………………………………....

BAB I PENDAHULUAN

1.1....................................................................................................... Lat

ar Belakang Masalah....................................................................

1.2....................................................................................................... Ru

musan Masalah.............................................................................

1.3....................................................................................................... Tuj

uan Penelitian...............................................................................

1.3.1. Tujuan Umum...............................................................

1.3.2. Tujuan Khusus...............................................................

1.4....................................................................................................... Ma

nfaat Penelitian.............................................................................

1.4.1. Manfaat Teoritis............................................................

1.4.2. Manfaat Praktis.............................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka...........................................................................

2.2. Konsep.......................................................................................

2.2.1. Pedagogi.......................................................................

2.2.2. Bala Kanda Ramayana.................................................

2.2.3. Film Ramayana Ramanand Sagar.................................

2.2.4. Media Pendidikan Hindu...............................................


2.3. Teori...........................................................................................

2.3.1. Teori Empirisme............................................................

2.3.2. Teori Interaksionisme Simbolik....................................

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian................................................

3.2. Subjek dan Objek Penelitian......................................................

3.3. Jenis dan Sumber Data..............................................................

3.3.1. Jenis Data......................................................................

3.3.2. Sumber Data..................................................................

3.4. Metode Pengumpulan Data.......................................................

3.4.1. Metode Dokumentasi....................................................

3.4.2. Metode Wawancara.......................................................

3.4.3. Metode Studi Kepustakaan...........................................

3.5. Metode Analisis Data................................................................

3.5.1. Reduksi Data..................................................................

3.5.2. Display Data/Penyajian Data.........................................

3.5.3. Pengambilan Kesimpulan/Verifikasi Data....................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan di abad dua puluh telah memberikan umat manusia

berkah melimpah dari segi materi maupun dalam memperluas cakrawala

pikirannya. Tetapi ilmu pengetahuan juga mendatangkan kegelisahan jiwa yang

sangat hebat, dan hilangnya perhatian secara bertahap pada pedoman spiritual dan

etika yang menjadi benteng kokoh setiap peradaban besar dimasa lalu. Gencarnya

penguasaan ilmu pengetahuan yang bersifat intelektual dalam sistem ideologi

kapitalisme dan materialisme manusia meninggalkan kecerdasan spiritual dan

emosional yang bersumber dari nilai-nilai agama dan nilai-nilai sosial adat dan

tradisi. Peradaban modernitas dan globalisasi yang dikuasai ideologi kapitalisme

dan materialisme mempunyai pengaruh yang kuat dan tidak bisa dipungkiri dan

dihilangkan dalam sosial masyarakat tetapi akan menyebabkan transformasi

budaya dan perilaku manusia kearah budaya pasar, material dan cenderung

bersifat meninggalkan nilai-nilai etika dan moralitas dalam komunitasnya.

Sebagai mahluk sosial, seseorang tidak dapat berkembang, terisolasi

terlepas dari keanggotaannya dalam suatu komunitas. Komunitas pertama yang

dihadapinya ialah dalam keluarga. Dari keluargalah seorang anak mengenal dan
menghayati nilai-nilai dari komunitas yang menjadi pengikat dan wadah

pengembangan dirinya sehingga diharapkan setelah anak tersebut masuk ke dalam

lingkungan pendidikan formal maupun informal, mereka memiliki dasar yang

cukup kuat untuk menangkal derasnya pengaruh globalisasi dewasa ini (Tilaar,

2007:57). Namun pada kenyataannya dewasa ini pendidikan keluarga juga telah

mengalami kemerosotan. Hal ini disebabkan pergeseran status sosial ekonomi

secara global. Para orang tua (ayah dan ibu) yang mesti memenuhi tuntutan

keluarga dari segi ekonomi mau tidak mau harus bekerja diluar rumah tangga

sehingga mereka tidak lagi mempunyai waktu dan tenaga untuk mengasuh sendiri

anak-anaknya (Pidada, 2015:11). Lebih lanjut Suardana (2015:18) menegaskan,

maraknya peristiwa pidana yang melibatkan remaja mulai dari pencurian,

seksualitas, penganiayaan dan pembunuhan diakibatkan oleh beberapa hal yaitu

pendidikan informal dalam keluarga akibat pengasuh dan para orang tuanya sibuk

dengan pekerjaan atau kegiatan sosial lainnya sehingga tidak adanya pengawasan

secara optimal.

Degradasi moral merupakan ciri lemahnya pemahaman umat manusia

akan ajaran agamanya. Keberhasilan pemahaman ajaran agama tercermin melalui

tindakan manusia itu sendiri. Demikian pula halnya Agama Hindu yang

senantiasa mengingatkan umatnya untuk selalu mengutamakan dharma dalam

kehidupan. Namun, pada kenyataannya hal ini tidak selamanya berbanding lurus.

Melihat fenomena yang terjadi belakangan ini, Donder (2015:15-16)

menyampaikan bahwa memang harus diakui kualitas moral manusia sudah sangat

merosot dan akan semakin merosot di masa mendatang jika tidak dicegah
perkembangannya. Tragedi-tragedi kemanusiaan terlalu merusak citra manusia

dewasa ini. Akhirnya peranan agama dianggap telah gagal dalam membangun

moral. Lebih lanjut Suardana (2015:18) menambahkan, kemerosotan yang terjadi

dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan teknologi berupa

penyajian kekerasan dalam siaran televisi, browsing internet yang bebas,

facebook, dan media sosial lainnya yang luput dari sensor dan menjadikan

visualisasi tersebut sebagai panduan berpikir. Faktor lainnya berupa peniruan

yaitu anak melakukan peniruan atas apa yang didengar dan apa yang dilihat

kemudian diaktulisasikan sebagai upaya penemuan jati diri, namun dalam

kenyataan saat ini masyarakat dihadapkan dengan masalah figur yang dapat

dijadikan teladan. Krisis figur yang melanda masyarakat saat ini semakin

memperparah kemerosotan dewasa ini. Selain itu, faktor lingkungan dan

pergaulan bebas dapat membentuk seseorang menjadi liar karena lingkungan

sekitarnya yang mengajarkan kekerasan dan perbuatan negatif lainnya.

Pendidikan dewasa ini terlalu menekankan pada sistem kompetisi yang

mampu merebut dan memenangkan peluang yang ada sehingga dalam masyarakat

yang ada hanya persaingan. Ada luapan kekecewaan terhadap hasil pendidikan

modern diseluruh dunia dewasa ini, sehingga muncul istilah dunia pendidikan

diseluruh dunia telah mengubah anak-anak menjadi buruk dan gila (Donder,

2015:16). Namun, India yang menjadikan komunitas etnisnya sebagai benteng

dan pendidikan, melahirkan suatu peradaban yang kuat dalam menghadapi arus

globalisasi. India merupakan tempat religius yang mengalirkan pengetahuan suci

tentang kehidupan yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. Sebab disanalah
kitab-kitab suci agama Hindu diturunkan dan disana pula tiap ayat yang tersurat

telah terujikan. Bahkan dalam ribuan tahun agama Hindu telah berkembang

menjadi peradaban dan budaya yang lengkap seutuhnya, antara lain seperti

filsafat, spiritualitas, ilmu pengetahuan tinggi (para vidya), ilmu

kesehatan/kedokteran, ilmu farmasi, kuliner, transpersonal psychology, kesenian,

musik, industri tekstil berbahan baku kapas, sutera, wool, arsitektur, sastra,

industri film dan lain sebagainya dan sampai sekarang mewariskan sebuah bangsa

yang sangat berkarakter serta tidak meninggalkan ciri Hindunya. Kesuksesan

pengajaran pendidikan Hindu di India bukan semata-mata karena materi atau

substansi yang lengkap mencangkup kehidupan duniawi dan rohani melainkan

karena memiliki metode pengajaran yang justru berbeda dengan Sistem

Pendidikan Barat (Pidada, 2015:11). Sztompka (dalam Widana, 2011:30) lebih

lanjut mengungkapkan pendidikan budaya Barat cendrung merubah gaya hidup,

norma, nilai, adat, kebiasaan, keyakinan agama, pola kehidupan keluarga, cara

produksi dan konsumsi masyarakat menjadi rusak.

Peradaban dan budaya India menghasilkan banyak garapan industri film

yang menjadikan budaya dan tradisi serta sejarah peradaban masa lalunya sebagai

pondasi dalam garapan film tersebut yang berisikan nilai-nilai pendidikan Hindu.

Salah satu film hasil industri India adalah film Ramayana yang di produseri oleh

Ramannad Sagar yang dirilis tahun 1988. Film Ramayana Ramanand Sagar

diangkat dari sebuah epos besar Hindu pada zaman Treta Yuga yang bersumber

dari kepustakaan Sansekerta Hindu (Veda) yaitu Itihasa (Ramayana). Didalam

Vayu Purana dinyatakan bahwa Itihasa (sejarah) merupakan referensi,


ensiklopedi, atau glosari Veda. Pendapat ini dikemukakan mengingat mantra-

mantra yang disampaikan dalam Veda secara lengkap atau panjang lebar diuraikan

dalam kitab-kitab Itihasa dan Purana. Dalam Vayu Purana I.201 dijelaskan

sebagai berikut:

Itihāsa purānabhyāṁ vedaṁ samupabṛmhayet


Bibhettyalpasrutad Vedo mamayam praharisyati

Terjemahannya:

Hendaknya Veda dijelaskan melalui sejarah (Itihasa) dan


Purana (sejarah dan mitologi kuna) Veda merasa takut kalau
seorang bodoh membacanya. Veda berpikir, bahwa dia
(orang bodoh) itu akan memukulnya (Titib,1996:4).

Itihasa berasal dari tiga suku kata yaitu iti (begini), ha (tentu) dan asa

(sudah terjadi) yang jika diartikan secara luas bahwa ini memang sudah terjadi

begitu. Itihasa merupakan bagian dari Upaweda yang berisikan dua epos besar

yaitu Ramayana dan Mahabarata. Epos Ramayana sesungguhnya merupakan

tuntunan mulia untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia, sejak masa yang

silam hingga dewasa ini masih relevan karena epos ini sama seperti amṛta, sama

seperti sungai Gangga yang maha suci yang mensucikan dan membebaskan dari

dosa (Titib, 1996:136-139). Buku Ramayana karya Valmiki menurut edisi

Ramayana oleh Sri Ramakoṣa Mandala, Sadasvapith, Poona, India terdiri dari 7

(sapta) Kanda antara lain: Bala Kanda, Ayodhya Kanda, Aranyaka Kanda,

Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yuddha Kanda dan Utara Kanda (Titib,

1996:139; Subramaniam, 2001:28-116).

Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar merupakan bagian yang

mengisahkan masa anak-anak Rama, Bharata, Laksamana dan Satrughna yang


digambarkan tampan, jujur, penuh hormat pada orang tuanya. Pada bagian ini,

Rama dan adik-adiknya diceritakan sebagai anak-anak yang riang gembira dalam

melewati masa anak-anaknya di lingkungan keluarga. Raja Dasaratha adalah

sosok pemimpin yang kuat, arif bijaksana dan permaisurinya Kausalya, Sumitra

dan Kaikeyi sebagai orang tua Rama dan ketiga saudaranya menanamkan sifat-

sifat yang luhur pada Rama dan ketiga saudaranya. Rama dan adik-adiknya

kemudian mengikuti pendidikan di asrama Rsi Wisesa. Pendidikan di asrama

merupakan pengembangan dan penguatan dari pendidikan yang telah diajarkan

dalam keluarga, terutamanya pengembangan tentang ajaran Veda sehingga Rama

dan adik-adiknya memiliki kecerdasan yang luar biasa, pandai beladiri, sederhana,

lembut tutur katanya dan gagah perkasa, berbudi pekerti luhur walaupun masih

muda. Usai mengikuti pendidikan di Asrama, Rama ditugaskan untuk melindungi

pelasanaan Yadnya yang dilaksanakan oleh Rsi Wiswamitra dari gangguan para

raksasa sebagai bentuk aktualisasi pendidikan yang telah dilaksanakan di Asrama.

Pendidikan yang dilaksanakan pada Bala Kanda menggambarkan suatu

pendidikan yang bersistem hingga melahirkan anak-anak yang suputra

Pendidikan merupakan salah satu institusi yang mengalami percepatan

arus transfer IPTEK. Pendidikan adalah suatu bentuk kebudayaan manusia yang

bersifat dinamis, mengikuti percepatan laju perubahan serta dinamika budaya dari

masyarakat dimana pendidikan diterapkan. Namun dinamika dan laju perubahan

tersebut tidak boleh tercabut dari akar budaya yang menjadi pondasi dari suatu

peradaban itu sendiri (Duija, 2015). Dalam menyampaikan ajaran Hindu

diperlukan media massa untuk menyebarluaskan dan membagi harta karun ini
kepada masyarakat untuk menyampaikan pesan-pesannya yang bermanfaat bagi

kehidupan bersama secara damai dan untuk membangun etika global, terutamanya

media elektronik (film) merupakan sarana yang sangat ampuh untuk siar agama

Hindu (Putra, 2015:11). Pada proses komunikasi yang sifatnya verbal dianggap

telah gagal dalam memberikan pengalaman belajar, maka dari itu diperlukan

adanya media untuk menarik minat dan bakat dalam belajar. Menurut Warsita

(2008:30) media audiovisual (video) telah terbukti memiliki kemampuan yang

efektif (penetrasi lebih dari 70%) untuk menyampaikan informasi, hiburan, dan

pendidikan. Dalam ajaran Hindu sesungguhnya sudah terkandung ajaran luhur

yang dapat diamati dalam Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar, yang

dirancang dan disusun sedemikian rupa dalam praktik pedagogi untuk

menyampaikan nilai-nilai pendidikan Hindu melalui cerita-cerita tentang

kehidupan para anak-anak raja Dasaratha ketika masih anak-anak serta

kehidupannya di Asrama yang mampu membius para penontonnya untuk ikut

larut dalam cerita tersebut dan diharapkan mampu mengaplikasikan nilai-nilai

yang terkandung didalamnya. Berangkat dari pemikiran diatas, penelitian ini akan

mengkaji konsep dan nilai pedagogi yang tertuang dalam Bala Kanda film

Ramayana Ramanand Sagar sebagai media pendidikan Hindu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1.2.1 Apa sajakah konsep pedagogi yang terkandung dalam Bala Kanda Film

Ramayana Ramanand Sagar?


1.2.2 Apa sajakah nilai pedagogi yang terkandung dalam Bala Kanda Film

Ramayana Ramanand Sagar?

1.2.3 Bagaimanakah Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar dijadikan

media pendidikan Hindu?

1.3 Tujuan Penelitian

Kegiatan penelitian mengacu kepada tujuan yang ingin dicapai oleh

setiap peneliti sebagai ukuran keberhasilan suatu penelitian. Penelitian ini

memiliki 2 (dua) tujuan yaitu: (1) Tujuan umum dan (2) Tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis konsep dan nilai

pedagogi yang terkandung dalam Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar

sehingga dapat digunakan sebagai media pendidikan Hindu.

1.3.2 Tujuan khusus

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan

khusus yaitu:

1.3.2.1 Untuk mengetahui konsep pedagogi yang terkandung dalam Bala Kanda

Film Ramayana Ramanand Sagar.

1.3.2.2 Untuk mengetahui nilai pedagogi yang terkandung dalam Bala Kanda

Film Ramayana Ramanand Sagar.

1.3.2.3 Untuk mengetahui usaha yang dapat dilakukan dalam menjadikan Bala

Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar sebagai media pendidikan Hindu.

1.4 Manfaat Penelitian


Setiap penelitian sudah tentu ada manfaat atau nilai guna yang ingin

dicapai yaitu berupa hasil yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan saat ini

maupun yang akan datang, karena suatu hasil penelitian akan dirasakan sangat

berguna apabila memiliki kegunaan yang optimal. Adapun manfaat yang yang

diharapkan dari hasil penelitian ini mencangkup dua hal yaitu: (1) Manfaat teoritis

dan (2) Manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis segala informasi yang dipaparkan dalam penelitian ini

dapat memberikan gambaran atau sumbangan pemikiran dan informasi positif

terhadap pengembangan konsep-konsep pendidikan agama hindu terutama dapat

digunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan penelitian yang relevan, juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dalam

menanamkan nilai-nilai pendidikan hindu terutamanya konsep dan nilai pedagogi

yang terkandung dalam Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar.

1.4.2 Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

1.4.2.1 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kasanah dan

sumbangan pengetahuan tentang agama Hindu kepada masyarakat tentang konsep

dan nilai pedagogi yang terkandung dalam Bala Kanda Film Ramayana

Ramanand Sagar.
1.4.2.2 Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam

melaksanakan pendidikan dalam lingkungan keluarga terutamanya dalam

melaksanakan konsep dan menanamkan nilai pedagogi yang terkandung dalam

Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar.

1.4.2.3 Bagi Anak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan kepada anak dalam

lingkungan keluarga sehingga dapat memberikan pengetahuan yang bermakna

kepada anak terutamanaya tentang nilai pedagogi yang terkandung dalam Bala

Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah uraian mengenai tema atau topik literatur meliputi

pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen-dokumen

yang memuat informasi-informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Tujuan dari mengkaji pustaka-pustaka sebelumnya adalah untuk menunjukan

keaslian (otentifikasi) dan kemurnian (originalitas) penelitian serta mengindari

plagiasi (Muliawan, 2014:128). Kajian pustaka dapat diangkat dari berbagai

sumber seperti jurnal penelitian, desertasi, tesis, skripsi, laporan penelitian,

makalah, buku, teks, laporan seminar, diskusi ilmiah, atau terbitan-terbitan resmi

pemerintah dan lembaga-lembaga lain, termasuk data dari internet (Zuriah,

2009:227). Adapun kajian pustaka yang digunakan untuk memudahkan dalam

proses analisis dipergunakan beberapa literatur dan hasil penelitian yang memiliki

relevansi dengan penelitian ini sebagai berikut:

Jurries (2006) dalam bukunya yang berjudul “Ekspresi Lokal dalam

Fenomena Global (Safari Budaya dan Migransi)” yang menguraikan tentang seri

televisi Inohong di Bojongrangkong. Inohong di Bojongrangkong ialah sebuah

kisah bersambung di televisi tentang orang-orang dari sebuah desa Sunda fiksi

yang bernama Bojongrangkong. Orang-orang itu dihadapkan pada sebuah


persaingan antar beberapa tokoh dalam seri tahun 1997 tokoh-tokoh itu Sobana,

Iroh, dan Esih yang semuanya ingin menjadi kepala desa. Judul dalam bahasa

Sunda seri ini dimaksud untuk menunjukkan, bahwa beberapa calon bahkan

sebelum pemilihan dilangsungkan, sudah membayangkan diri mereka menjadi

pemimpin (inohong) desa. Dengan memusatkan perhatian pada prilaku-prilaku

orang-orang itu, Inohong menyoroti bermacam-macam bidang persoalan

berkenaan dengan masyarakat Sunda dalam zaman globalisasi dan modernisasi,

kesenjangan generasi muda dan tua, kehidupan beragama, kritik sosial yang

menayangkan masalah cinta dan impian, dan kehidupan sosial politik dalam

masyarakat Indonesia yang mengasingkan orang Sunda dari latar belakang budaya

mereka sendiri. Kontribusinya terhadap penelitian ini yaitu sebagai pijakan dalam

mengungkap nilai pedagogi yang terkandung dalam Bala Kanda film Ramayana

Ramanand Sagar.

Tilaar (2007) dalam bukunya yang berjudul “Mengindonesia Etnisitas

dan Identitas Bangsa Indonesia (Tinjauan dari Persepektif Ilmu Pendidikan)”

menguraikan tentang hakekat etnis Indonesia sebagai identitas Bangsa Indonesia

atau jati diri bangsa Indonesia. Identitas bangsa Indonesia tidak terlepas dari

keberadaan bangsa Indonesia yang Bhinneka. Oleh sebab itu identitas bangsa

Indonesia sangat terkait dengan identitas etnis yang merupakan batu bangunan

fundasi bangsa Indonesia. Pendidikan sebagai suatu proses pembudayaan

merupakan tempat persemaian dari modal kultural, modal manusia, modal

ekonomi, modal kekayaan alam dan modal sosial.


Etnisitas merupakan unsur penting dari modal budaya suatu masyarakat.

Lingkungan etnis itulah yang memelihara dan mengembangkan modal budaya

tersebut. Dalam rangka membangun manusia Indonesia hendaknya pendidikan

nasional dilihat sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia yang dibangun oleh

setiap suku bangsa Indonesia dengan mempersembahkan nilai-nilai positif yang

dimiliki oleh masing-masing suku bangsa sehingga terbentuk kebudayaan

Indonesia yang semakin lama semakin beradab dalam mengahadapi era

globalisasi. Nilai-nilai Pancasila yang merupakan penggalian dari berbagai bentuk

kebudayaan dari suku-suku bangsa yang beragam tersebut merupakan

kesepakatan bersama dalam membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang

sejahtera. Kontribusinya terhadap penelitian ini adalah membantu dalam

mengungkap konsep dan nilai pedoagogi yang terkandung dalam Bala Kanda film

Ramayana Ramanand Sagar yang tentunya memiliki keterkaitan dengan konsep

yang terkandung dalam penggalian nilai-nilai positif suku-suku bangsa dan upaya-

upaya menanamkan nilai-nilai positif tersebut demi kesatuan bangsa.

Suriathi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Pendidikan

Susila dalam Teks Gaguritan Rajapala” menguraikan tentang segala aspek

kehidupan masyarakat yang terkandung dalam Gaguritan Rajapala, yang secara

gamblang mengungkap tentang pelaksanaan kewajiban berdasarkan atas dharma

dan orang yang berada pada jalan itu akan menemukan tujuan tertinggi yaitu

moksa. Dalam Gaguritan Rajapala, dijelaskan moksa dapat dicapai oleh seorang

tokoh yang bernama Rajapala melalui sebuah penerapan disiplin rohani yang

mantap. Dengan kata lain selama hidup I Rajapala telah berbuat sejumlah
kebaikan yang cukup untuk mencapai tujuan tersebut dan telah melakukan

kewajiban terhadap dirinya sendiri dan orang tua sehingga menjadi anak yang

suputra.

Hasil penelitiannya yang diperoleh terkait dengan nilai-nilai susila dalam

gaguritan Rajapala yakni nilai susila terhadap Sang Hyang Widhi, nilai guru

susrusa dalam gaguritan Rajapala, nilai dharma negara dan nilai pengendalian

diri dalam gaguritan Rajapala. Nilai-nilai lain yang disampaikan terkait susila

yaitu menghindari sifat sombong dan curang, berpikir, berkata dan berbuat baik,

mengendalikan hawa nafsu (kama), dan berbakti kepada Sang Hyang Widhi.

Kontribusinya terhadap penelitian ini yaitu membantu dalam mengungkap nilai-

nilai yang tertuang dalam Bala Kanda Film Ramayana Ramanand Sagar.

Punyatmadja (2013) dalam bukunya yang berjudul “Çilakrama”

menguraikan Çilakramaning Aguron-guron yaitu pedoman tata krama hubungan

antara seorang murid (Sisya) dengan guru dimana ia berguru seperti 1) Kewajiban

seorang murid hendaknya menunjukan sikap hormat atau sujud bhakti terhadap

gurunya dan pantangan-pantangan maupun keharusan lain yang harus mereka

lakukan berdasarkan ajaran-ajaran suci weda (Guru Bhakti), 2) ajaran

pengendalian diri Yama dan Nyama Brata dan 3) sifat-sifat mulia dan kerohanian

seorang wiku yang sewajarnya dijadikan guru dan guru yang selalu

memperhatikan keadaan muridnya. Kontribusinya terhadap penelitian ini yaitu

sebagai pijakan dalam menggali konsep dan nilai yang tertuang dalam Bala

Kanda film Ramayana Ramanand Sagar.


Wiguna (2014) dalam penelitiaanya “Kajian Nilai-Nilai Tata Susila

dalam Purana sebagai Media Pendidikan Agama Hindu dalam Lingkungan

Keluarga”, hasil penelitiannya menguraikan tentang pendidikan dalam keluarga

yang terdapat dalam purana yang mengkaji secara spesifik nilai-nilai tata susila

yang terkandung didalamnya. Penelitian ini didasarkan dari degradasi moral yang

melanda masyarakat saat ini. Rendahnya moralitas, etika, prilaku anak disebabkan

oleh berbagai aspek atau pengaruh antara lain kurangnya perhatian orangtua

terhadap perkembangan pendidikan budi pekerti anak yang bersumber dari ajaran

agama. Kondisi pendidikan dikeluarga diperparah oleh pergeseran pola kehidupan

dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, sehingga pendidikan budi pekerti

terabaikan dan pendidikan agama cenderung lebih banyak tekanannya pada ritual

yang belum mampu menambah perilaku anak ke arah agamais. Dari hasil kajian

beberapa cerita yang terkandung dalam kitab-kitab Purana, diperoleh suatu

gambaran tentang ajaran tata susila dan moralitas yang dapat dijadikan media

pendidikan agama Hindu dalam lingkungan keluarga. Nilai-nilai yang terkadung

didalamnya dapat dijadikan pedoman dalam menanamkan dasar-dasar etika atau

tata susila dan moralitas kepada anak, agar didalam kesehariannya mampu

menunjukkan jati dirinya sebagai anak yang memiliki budi pekerti luhur dan

memiliki tata susila yang baik pula.

Hasil penelitian yang diperoleh yakni pokok-pokok ajaran dalam Purana

meliputi Panca Sradha yakni Brahmavidya (pengetahuan tentang Tuhan),

Atmavidya (pengetahuan tentang atman), Karmaphala (keyakinan akan hukum

sebab akibat), Punarbhava (kelahiran kembali setelah kematian), dan Moksa


(kebahagiaan abadi). Selain lima pokok keyakinan dalam agama Hindu tersebut,

purana juga memuat ajaran tentang tata susila (etika) dan moralitas serta acara

agama yang sifatnya masih relevan dengan kekinian. Dalam mendidik anaknya,

orangtua memiliki beragam cara tersendiri, namun ketika orang tua menanamkan

ajaran tentang nilai-nilai tata susila, salah satu cara untuk menyampaikan ajaran-

ajaran tersebut adalah melaui cerita atau dongeng. Dalam ajaran agama Hindu

khususnya ajaran-ajara tentang dasar-dasar tata susila tersebut bisa ditemukan

dalam cerita-cerita yang terkadung dalam kitab-kitab Purana. Orang tua bisa

memanfaatkan cerita-cerita tersebut dalam menyampaikan pendidikan budi

pekerti dan tata susila kepada anak dengan gaya bahasa sendiri agar anak juga

mudah mengerti dan mampu memahami maksud dari cerita itu. Penyampaian

cerita-cerita dalam purana tersebut sebagai media pendidikan dalam agama Hindu

karena di dalam cerita-cerita tersebut terkandung berbagai nilai tata susila dan lain

sebagainya. Kontribusinya dalam penelitian ini adalah sebagai pijakan dalam

mengungkap nilai-nilai dan usaha yang dapat dilakukan dalam menjadikan ajaran

yang terkandung dalam Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar sebagai

media pendidikan Hindu.

Duija (2015) dalam makalah yang berjudul “Pendidikan Agama Hindu di

Tengah Modernitas Sosio-Budaya Bali Sebuah Gagasan Pedagogi” yang

menguraikan tentang gagasan pedagogi pada pendidikan agama Hindu di Bali.

Prinsip dasar pedagogi adalah memandang pengetahuan atau kearifan lokal (local

knowledge, local wisdom) sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang dapat

diberdayakan demi kesejahteraan rakyat. Bali telah memiliki landasan kokoh dan
tidak mudah tergoncangkan oleh gejolak-gejolak budaya populerdari luar yang

tidak serasi dengan budaya dirinya. Kekuatan yang tak terpatahkan mengenai

konsep personal dan sosial yang sangat religius, sangat kuat pengaruh Hindunya

pada orang Bali, yang mendominasi kehidupan, menyerap dan menyatukan

masyarakat dan menentukan ritus-ritus serta upacara-upacara dari masing-masing

orang, keluarga, perkumpulan pengairan, desa dan negeri. Adapun gagasan

pedagogi dalam etnis Bali yang dapat digunakan sebagai model pengelolaan

pendidikan seperti palalian (berbagai permaianan anak), sanggar-sanggar seni,

budaya subak, pasraman, sistem banjar, dan lain sebagainya. Kontribusinya

dalam penelitian ini yaitu membantu mengungkap konsep-konsep etnis yang

terkandung dalam Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar yang tentunya

memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep serta penyajian hasil penelitian yang

terkandung dalam konsep pedagogi pada pendidikan agama Hindu di Bali.

2.2 Konsep

Konsep menggambarkan suatu fenomena secara abstrak yang dibentuk

dengan jalan membuat generalisasi terhadap suatu yang khas (Nazir, 1988:148).

Istilah konsep adalah salinan dari concept yang berasal dari bahasa Latin

concipere artinya to conceive (mengarti). Jadi kata konsep berarti pengertian.

Dalam hubungan ini konsep diartikan sebagai “a mental image of a thing formed

by generalization from particulars; also an idea of what a thing in general should

be” (Ndraha, 1985: 147). Lebih lanjut Furchan (1982 : 52) konsep adalah kata

yang mewakili persamaan atau segi umum dari obyek atau kejadian yang amat

berbeda satu sama lain. Konsep berfungsi menyederhanankan arti kata atau
pemikiran tentang ide-ide, hal-hal dan kata-kata benda maupun gejala sosial yang

digunakan, agar orang lain yang membaca dapat segera memahami maksud sesuai

dengan keinginan penulis. Adapun konsep yang berkenaan dengan penelitian yang

akan dilakukan, akan dibahas dalam pemaparan konsep sebagai berikut :

2.2.1 Pedagogi

Pedagogi merupakan istilah lain dari pendidikan yang berasal dari bahasa

Yunani “paedagogie” berasal dari kata “pais” yang artinya anak dan kata

“again” yang diterjemahkan membimbing. Pedagogi berarti bimbingan yang

diberikan pada anak. Pedagogi adalah studi ilmiah tentang situasi pendidikan,

yang terbentuk dari unsur-unsur seperti tujuan pendidikan, pendidik, si terdidik,

hubungan pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan (Mudyahardjo,

2013:108).

Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar mengandung konsep dan

nilai-nilai pedagogi seperti pendidikan di lingkungan keluarga, ayah dan ibu

sebagai pendidik di keluarga, pendidikan di Asrama, serta alat-alat pendidikan

yang diberikan dalam mengajar Rama dan ketiga saudaranya agar menjadi anak

yang suputra. Menurut Radhakrishnan (dalam Titib, 2008:11) Itihasa (Ramayana)

memuat berbagai aspek pemikiran keagamaan yang pada dasarnya tidak dapat

dilepaskan dari bangsa Arya, baik berkaitan dengan sejarah politiknya, sejarah

keagamaannya, maupun sejarah perkembangan idea-idea filsafat India dan

merupakan mata rantai yang tidak pernah putus dengan masa lampau, masa yang

mendahuluinya, sering terjadi adanya masukan yang baru kedalam yang lama

sehingga timbulah “liberalisme konservatif” dan hal ini yang mendorong


tercapainya hasil-hasil yang gemilang di lapangan kebudayaan dan peradaban

India. Lebih lanjut Pidada (2015:11) menambahkan dalam ribuan tahun agama

Hindu (India) telah berkembang menjadi peradaban dan budaya yang lengkap

seutuhnya, antara lain seperti filsafat, spiritualitas, ilmu pengetahuan tinggi (para

widya), ilmu kesehatan/kedokteran, ilmu farmasi, kuliner, transpersonal

psychology, kesenian, musik, industri tekstil berbahan baku kapas, sutera, wool,

arsitektur, sastra, industri film dan lain sebagainya dan sampai sekarang

mewariskan sebuah bangsa yang sangat berkarakter serta tidak meninggalkan ciri

Hindunya.

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari uraian diatas yaitu pedagogi

merupakan pendidikan yang dimiliki atau dilaksanakan oleh suatu kelompok

masyarakat tertentu yang terbentuk dari unsur-unsur seperti tujuan pendidikan,

pendidik, si terdidik, hubungan pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan

pendidikan. Dalam Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar terdapat sistem

pedagogi seperti konsep dan nilai pendidikan Hindu yang mencerminkan suatu

proses pendidikan dalam lingkungan keluarga, asrama, kelompok bermain serta

nilai-nilai pendidikan terkait etika dan moralitas. Berkaitan dengan penelitian ini,

pedagogi yang dimaksudkan yaitu suatu konsep pendidikan yang berakar dari

kebudayaan Hindu yang dapat diamati melalui Bala Kanda film Ramayana

Ramanand Sagar.

2.2.2 Bala Kanda

Bala Kanda Ramayana merupakan kisah kehidupan Rama dengan ketiga

saudaranya ketika ketika masih anak-anak. Kata Bala Kanda dalam bahasa
sanskerta Bāla artinya anak laki-laki dan Kāṇḍa artinya bagian (Surada,

2006:433). Sedangkan kata Ramayana dalam kamus Hindu berasal dari kata

Rāma (sang Rama) dan ayaṇa (perjalanan, kisah) sehingga Ramayana diartikan

kisah perjalanan sang Rama. Dalam Ensiklopedi Indonesia Ramayana artinya

nasib peruntungan Rama. Kanda pertama Ramayana mengisahkan Rama semasa

muda. Bala Kanda mengisahkan masa anak-anak Rama di Ayodhya kemudian

belajar di Asrama dan diminta melindungi para Maharsi dalam melaksanakan

yadnya di hutan (Titib, 2008:15).

Bala Kanda merupakan kanda pertama dari Wiracarita Ramayana.

Menurut Amarakosa sebagaimana dikutip Titib (2008:8) Ramayana merupakan

bagian dari itihasa yang menunjukan sesuatu hal telah terjadi di masa yang silam.

Itihasa dikaitkan dengan suatu kejadian dimasa silam yang dihubungkan dengan

cerita dan berisikan petunjuk tugas-kewajiban, keberuntungan, cinta kasih dan

tujuan akhir manusia berupa kebebasan. Lebih lanjut Titib (2008:11)

menambahkan wiracarita Ramayana sesungguhnya merupakan tuntunan mulia

untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia, sejak masa yang silam hingga

dewasa ini masih relevan. Menurut keyakinan umat Hindu, Rama adalah Avatara

Tuhan Yang Maha Esa yang turun menyelamatkan umat manusia dari kehancuran

moralitas yang ditokohi oleh raja raksasa Ravana. Didalam karya sastra agung

Rāmāyaṇa I.1.17-19 terdapat idealisme yang dapat dijadikan teladan:

Sa sarvaguṇopateḥ kausalyānandavardhanāḥ
Samudra iva gambhirye dhairyeṇa Himvāniva
Viṣṇunā sadṛso vīrye samavat priyadarśanaḥ
Kālāgnisadṛśaḥ krodhe kṣamayā pṛthivīsamaḥ
Dhanadena samastyage satye Dharma ivāparaḥ
Terjemahannya:

‘Rāma putra dewi kausalyā mempunyai segala jenis keutamaan. Dalam hal
kedalaman dan kerahasiaan-Nya, beliau seperti samudra, tegak dan sabar
seperti Gunung Himalaya, sama seperti Wisnu dalam hal kekuasaannya,
seperti Soma dalam ketampanannya, seperti Kāla Agni (api kematian)
dalam kemarahan, seperti dewi Perthivi dalam memaafkan, seperti Dhanada
(Kuvera) dalam memberikan hadiah dan seperti Satya/kebenaran dalam
ajaran agama’. (Titib, 1996:141)

Trikha (dalam Titib, 2008:35) mengatakan Ramayana satu-satunya

yang menggambarkan kehidupan yang ideal, pertapaan dan penderitaan dari

sekelompok Maharsi seperti Balakhilya, yang muncul sebagai bagian tertentu

dalam mantram-mantram kitab suci Regveda. Pada episode 1 (satu) sampai 8

(delapan) Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar mengisahkan tentang

Bala Kanda Ramayana. Film tersebut dimulai dari kisah kelahiran Rama yang

merupakan Awatara Wisnu karena para dewa merasa takut akan kekejaman

raksasa bernama Rahwana. Kelahiran Rama, Bharata, Laksmana dan Satrughna

membawa kabar yang sangat mengembirakan bagi ayahnya yakni Dasaratha yang

juga merupakan raja Ayodya yang sangat bijaksana. Raja Dasaratha dan

permaisurinya menanamkan nilai-nilai yang luhur pada Rama dan ketiga

saudaranya. Bala Kanda Ramayana selanjutnya mengisahkan kehidupan Rama

dan ketiga saudaranya di asrama Rsi Wisesa. Pendidikan yang didapatkan Rama

dan ketiga saudaranya membuat mereka memiliki kecerdasan yang luar biasa,

pandai beladiri, sederhana, lembut tutur katanya dan gagah perkasa, gunawan dan

berbudi pekerti luhur. Kembalinya Sri Rama dari Asrama membawa kegembiraan

bagi raja Dasaratha dan para permaisurinya serta rakyat Ayodhya. Tak lama

berselang hari Maharsi Wiswamitra untuk meminta Rama bersamanya kehutan


untuk melindungi upacara yadnya yang dilakukan demi kesejahteran dan

keselamatan alam semesta. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Bala

Kanda Ramayana merupakan kisah masa kecil Sri Rama dan ketiga saudaranya

dalam keluarga atau kerajaan Ayodhya yang dimuali dari kelahiran Rama dan

ketiga saudaranya Bharata, laksmana dan Satrughna, mendapatkan pendidikan

dalam keluarga, kemudian mengikuti pendidikan di Asrama Rsi Wisesa, selesai

mendapatkan pendidikan di Asrama Sri Rama dan Laksmana ditugaskan

melindungi pelaksanaan upacara yadnya di hutan dari gangguan raksasa hingga

akhirnya Rama mengikuti sayembara dan menikahi Dewi Sita.

2.2.3. Film Ramayana Ramanand Sagar

Film dalam ensiklopedi Indonesia (Bahasa Inggris = selaput) diartikan

untuk menamakan gulungan serangkaian gambar-gambar yang diambil dari objek-

objek yang bergerak dan akhirnya proyeksi daripada hasil pengambilan gambar

tersebut. Sebuah film cinematografik terdiri atas sejumlah besar gambar positif

yang memperlihatkan suatu serial momen-momen gerakan yang berlangsung

secara kontinu. Film Ramayana Ramanand Sagar dirilis tahun 1986-1988 dan

diproduksi oleh Sagar Art Enterprises. Film Ramayana ini diproduseri oleh

Ramanand Sagar dan kisahnya diambil dari Ram Charit Manas dari Goswami

Tulsidas dan Ramayana Valmiki sebagai sumber utama serta sumber pendukung

lain seperti Kamb Ramayana dari Maharsi Kamber, Bhavarth Ramayana dari Sant

Eknath, Krutivas Ramayana dari Mahakavi Krutivas Oza, Shri Rangnath

Ramayana dari Sri Gonbudh Reddy, Ramchadra Charit Puranam dari Abhinav
Pump Nagchandra dan Adhyatma Ramayana dari Tunvatt Eluttachhan (dikutip

dari episode 1 (satu) film Ramayana Ramanand Sagar)

Film Ramayana Ramanand Sagar merupakan cerita yang sangat indah

yang mampu membius penontonya untuk larut didalamnya. Prilaku serta

perkataan demi perkataan yang disampaikan begitu banyak mengandung nilai

luhur yang perlu diteladani dari film ini. Cerminan kehidupan yang digambarkan

memiliki ciri khas kehidupan seperti zaman Treta Yuga yang seakan membawa

penontonya turut ikut pada zaman tersebut. Penggambaran tokoh Rama sebagai

“Maryādā Puruṣottama” seseorang yang terbaik diantara umat manusia atau

sosok manusia yang ideal. Tingkah laku Rama digambarkan pula mencerminkan

kebajikan dan budi pekerti yang luhur di dalam film tersebut sebagaimana kisah

yang ditulis oleh Maharsi Valmiki. Film Ramayana Ramanand Sagar sama halnya

seperti yang diungkapkan Titib (2008:11) bahwa cerita ini mengandung koleksi

beberapa idealisme agung seperti putra yang dermawan, kakak yang ramah, suami

yang tercinta dan penuh tanggung jawab, ayah yang memenuhi kewajiban dan

contoh raja bijak pelindung warga negara. Demikianlah film ini dibuat,

sebagaimana dikutip dalam buku Pedoman Pembinaan Umat Hindu Dharma

Indonesia bahwa dengan mempertunjukan film yang berisi kegiatan umat Hindu

selain untuk hiburan juga merupakan sarana pendidikan umat seperti halnya film

Ramayana Ramanand Sagar yang menampilkan nilai pedagogi yang merupakan

tuntunan dalam berpikir, berkata dan bertingkah laku dalam kehidupan. Dari

uraian diatas dapat disimpulkan bahwa film Ramayana Ramanand Sagar

merupakan film yang berlatar belakang sejarah (Itihasa) yang dibuat oleh
Ramanand Sagar (Ramanand Chopra) yang banyak mengandung konsep dan nilai

pendidikan luhur Hindu yang dapat digunakan sebagai media dalam menanamkan

ajaran-ajaran luhur Hindu.

2.2.4 Media Pendidikan Hindu

Media berasal dari kata medium (bahasa Latin) yang artinya perantara

atau pengantar. Media dapat diartikan pula sebagai wadah pesan atau materi

interaksi yang ingin disampaikan dari sumber pesan kepada penerima pesan

(Sadiman dkk, 2011:6). Media sangat signifikan dalam mempresentasikan

identitas kepada pihak-pihak lain, serta kepada kelompok budaya yang ada

(Burton, 2012:31). Media secara garis besar berarti manusia, materi, atau kejadian

yang membangun kondisi yang membuat seseorang mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan atau sikap. Penggunaan media untuk keperluan

pembelajaran diawali dengan digunakanannya alat bantu visual (AVA) dalam

upaya menyajikan pengalaman konkret melalui visualisasi dengan tujuan antara

lain untuk memperkenalkan, memperkaya, atau memperjelas konsep yang abstrak.

Pada pertengahan abad ke-20 kemudian ditemukan film bersuara menambah alat

bantu dalam pembelajaran yang dikenal dengan Audiovisual (Warsita, 2008:122).

Melihat pengertian tersebut, jika dikaitkan dalam dunia pendidikan, maka wadah

untuk penyalur pesan yang merupakan komunikasi interaksi dalam proses belajar

mengajar umumnya disebut dengan Media Pendidikan. Salah satu gambaran yang

paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teoritis pemanfaatan media dalam

proses pembelajaran adalah Dale’s cone of Experience. Dalam usaha

memanfaatkan media dalam proses pembelajaran, Edgar Dale mengadakan


klasifikasi menurut tingkat pengalaman yang paling konkrit ke yang paling

abstrak. Tingkat pengalaman dalam kerucut tersebut berdasarkan seberapa banyak

indera yang terlibat didalamnya dan berdasarkan kerucut pengalaman tersebut

film merupakan media Audiovisual yang mampu memberikan pengalaman belajar

sebanyak 50% dari mendengar dan melihat (Munadi, 2013:18-19) dan menurut

Warsita (2008:30) media audiovisual (video) telah terbukti memiliki kemampuan

yang efektif (penetrasi lebih dari 70%) untuk menyampaikan informasi, hiburan,

dan pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya,

membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang dimasuki oleh dirinya (Pidarta,

2009:169). Menurut Tirtarahardja & Sulo (2008:33) pendidikan diartikan sebagai

proses trasformasi budaya yaitu kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi ke

generasi yang lain mulai dari bahasa, adat istiadat, dan lain-lain. Lebih lanjut

Mudyahardjo (2012:3,6,11) mengatakan bahwa pendidikan diartikan dalam tiga

kategori yaitu 1) pendidikan dalam arti luas bahwa pendidikan berlangsung di

segala lingkungan dan sepanjang masa, 2) pendidikan dalam arti sempit bahwa

pendidikan merupakan pengajaran disekolah dan 3) pendidikan dalam arti luas

terbatas bahwa pendidikan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,

dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan sehingga

dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup dimasa yang akan

datang.

Sejalan dengan yang disebutkan diatas, Himpunan Keputusan Seminar

Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek agama Hindu I-XIV sebagaimana dikutip


Wiguna (2014:21-22) dijelaskan bahwa pendidikan agama Hindu sendiri dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) bagian besar yakni Pendidikan agama Hindu di luar

sekolah dan pendidikan agama Hindu di sekolah. Lebih lanjut disampaikan tujuan

Pendidikan agama Hindu di luar sekolah yakni : 1) Menanamkan ajaran agama

Hindu menjadi keyakinan dan landasan segenap kegiatan umat dalam setiap

praktek kehidupannya; 2) Ajaran agama Hindu mengarahkan pertumbuhan tata

kemasyarakatan umat Hindu hingga serasi dengan Pancasila; 3) Menyerasikan dan

menyeimbangkan pelaksanaan bagian-bagian ajaran agama Hindu dalam

masyarakat antara tattwa, susila, dan yadnya; 4) Untuk mengembangkan hidup

rukun antara umat beragama. Adapun materi pendidikan agama Hindu bersumber

pada Veda Smrti dan Itihasa yang pelaksanaannya sesuai dengan desa, kala, dan

patra. Sedangkan pendidikan agama Hindu di sekolah menitikberatkan pada

didaktik metodik dengan sarana kurikulum, buku-buku, perpustakaan, dan guru-

guru. 

Nilai-nilai yang terkandung dalam Bala Kanda film Ramayana

Ramanand Sagar sebagai bagian dari Itihasa dapat digunakan sebagai media

pendidikan Hindu baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah. Sebab film

ini menanamkan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan serta memberikan

inspirasi kesadaran sosial bagi masyarakat untuk berprilaku sesuai dengan

keyakinan kebenaran agama Hindu sebagaimana dikatakan Sudibya (1997:41)

dengan istilah wawasan agama sosial. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

media pendidikan hindu merupakan alat atau sarana pengantar dalam

menyampaikan ajaran-ajaran Hindu. Berkaitan dengan itu Bala Kanda film


Ramayana Ramanand Sagar merupakan media pendidikan Hindu yang mampu

memberikan pengalaman belajar sebanyak 50% melalui media Audiovisual yang

berisikan konsep dan nilai luhur Hindu yang dapat dijadikan pedoman dalam

pendidikan umat Hindu.

2.3 Teori

Penggunaan teori dalam sebuah penelitian ilmiah sangat menentukan

keberhasilan dalam menganalisis data yang didapat di lapangan. Hal ini

mengingat bahwa teori dalam penelitian berfungsi sebagai pisau bedah untuk

mengkaji permasalahan yang ada. Istilah teori berasal dari kata theorein yang

berarti to look at (melihat pada). Dari kata ini timbul kata theoria, artinya suatu

pegangan, lalu kata Inggris theory. Lebih lanjut Redana (2006:251) menyatakan

bahwa teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan

kenyataan di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk

memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan

pembahasan penelitian. Sejalan dengan hal tersebut Sugiyono (2010:81)

menyatakan bahwa teori adalah alur logika atau alur penalaran yang merupakan

seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.

Kerlinger (dalam Mulyana, 2001:10) menambahkan teori yakni

seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang saling berhubungan yang

menyajikan suatu pandangan yang sistematik atas fenomena dengan menjabarkan

hubungan-hubungan dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan suatu fenomena.

Beranjak dari kegunaan teori dalam membantu kegiatan pelaksanaan penelitian,

maka peneliti berusaha mencari teori yang relevan dalam penelitian ini.
Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, terdapat dua teori yang akan

digunakan untuk mengkaji permasalahan yang diangkat. Adapun teori yang

dimaksud dalam penelitian ini akan digunakan teori sebagai berikut :

2.3.1 Teori Empirisme

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan

ditentukan oleh empirinya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh

selama perkembangan individu itu. Dalam pengertian pengalaman termasuk juga

pendidikan yang diterima oleh individu yang bersangkutan . Disini tidak diakui

adanya faktor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa menurut teori ini,

berisi ide-ide yang didapatkan melalui pancaindra, dimemorikan dan saling di

asosiasikan satu sama lain melalui prinsip-prinsip kesamaan, kekontrasan dan

kelangsungan.

Tokoh aliran empirisme adalah John Locke filosof Inggris yang hidup

pada tahun 132-1704. Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang

menyebutkan bahwa anak-anak yang lahir kedunia seperti kertas putih bersih.

Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan.

Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam

dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar

terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar

memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan

pendidikan bagi anak dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman.

Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap serta watak anak sesuai

dengan tujuan pendidikan yang di harapkan. Berdasarkan penjelasan diatas, teori


empirisme digunakan untuk membedah permasalahan tentang konsep pedagogi

dalam Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar terkait dengan tempat-tempat

pewarisan nilai (trasformasi nilai) yang terdapat pada film tersebut.

2.3.2 Teori Interaksionisme Simbolik

Interaksi sosial terjadi jika adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak

sosial seperti yang dikatakan Max Weber bahwa interaksi sosial menyangkut

sejumlah pelaku yang saling mempengaruhi. Sedangkan komunikasi secara

etimologis, berasal dari kata to communicate. Menurut Logman Dictionary of

Cotemporary English, arti kata communicate adalah upaya untuk membuat

pendapat, menyatakan perasaan, menyampaikan informasi dan sebagainya agar

diketahui atau dipahami oleh orang lain. arti lain dari komunikasi adalah berbagi

(to share) atau bertukar (to exchange) pendapat, perasaan, informasi dan

sebagainya (Warsita, 2008:96).

Menurut Herbert Blumer manusia berelasi dengan sesamanya maupun

dengan benda-benda dalam rangka membagi makna. Dengan kata lain, tindakan

dipahami lebih pada bagaimana orang menciptakan dan mempergunakan makna-

makna daripada bagaimana petunjuk, norma dan nilai-nilai kultural menyediakan

penjelasan-penjelasan (atas makna tindakan) tersebut. Pandangan Blumer (dalam

Triguna, 2000:43) tercermin tiga premis yang dirumuskan sebagai berikut: (1)

manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada

sesuatu itu bagi mereka; (2) makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang

dengan orang lain; (3) makna-makna tersebut disempurnakan pada proses

interaksi sosial berlangsung.


Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami budaya lewat perilaku

manusia yang terpantul dalam komunikasi. Interaksi simbolik lebih menekankan

pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Makna esensial akan tercermin

melalui komunikasi budaya antar warga setempat. Pada saat berkomunikasi jelas

banyak menampilkan simbol yang bermakna, karenanya tugas peneliti

menemukan makna tersebut. Pembagian paling umum dalam mengklasifikasikan

komunikasi yakni menggunakan level mulai dari level komunikasi interpersonal,

komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Orang

mengirim dan menerima komunikasi simbolis ketika berinteraksi secara sosial.

Orang meciptakan persepsi mengenai satu sama lain dan tatanan sosial. Orang

terutama bertindak berdasarkan persepsi mereka. Cara orang berpikir mengenai

dirinya sendiri dan orang lain didasarkan pada interaksi mereka.

Teori interaksional simbolik digunakan untuk membedah permasalahan

tentang nilai-nilai dalam Bala Kanda Fim Ramayana Ramanand Sagar yang

terkait dengan interaksi atau tindakan bermakna yang merupakan nilai-nilai

pendidikan Hindu serta memanfatkan Bala kanda film Ramayana Ramanand

Sagar sebagai media pendidikan Hindu.


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010:3). Metode berasal dari

bahasa latin “meta” yang artinya menuju, melalui, mengikuti, sesudah, dan kata

“hodos” yang berarti jalan, cara, arah. Dari sini lahir kata methodus atau Gerik

methodos yang berarti suatu cara atau jalan pengaturan atau pemeriksaan sesuatu

atau susunan teratur (Ndraha, 1985:33). Secara sederhana metode diartikan

sebagai suatu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu

yang bersangkutan. Metode diartikan lebih luas yaitu cara-cara, strategi untuk

memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan masalah

sehingga lebih mudah mencari jalan keluarnya dan mudah dipahami. Lebih lanjut

Furchan (1982:50) mengatakan metode penelitian adalah strategi umum yang

dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab

persoalan yang dihadapi.


3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena metode

penelitian tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka,

atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan

isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya (Mulyana, 2001:150).

Penelitian kualitatif berusaha mengungkapkan gejala-gejala secara menyeluruh

dan sesuai dengan konteks (holistik-kontekstual) melalui pengumpulan data dari

latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci (Redana,

2006:249). Melalui penelitian kualitatif, peneliti berusaha mengeksplorasi

informasi sedalam-dalamnya terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, serta

memaparkan hasil penelitian tersebut dalam bentuk deskriptif. Menurut Whitney

sebagaimana dikutip Nazir (1988:63) mengatakan metode deskriptif adalah

pencarian dengan interpretasi yang tepat. Metode deskriptif mempelajari masalah-

masalah dalam masyarakat serta tata cara berlaku dalam masyarakat serta situasi-

situasi tertentu, tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-

pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh

dari suatu fenomena.

Penelitian ini mempergunakan pendekatan kebudayaan. Pendekatan

kebudayaan melihat agama sebagai inti dari kebudayaan. Nilai-nilai budaya

berisikan keyakinan-keyakinan yang menjadi pedoman bagi kehidupan

masyarakat. Selain itu, pendekatan ini memandang bertahan atau tidaknya suatu

nilai budaya disebabkan oleh kuat dan mendalamnya keyakinan-keyakinan

keagamaan yang merupakan mengejawantahkan dalam bentuk kebudayaan.


Penelitian ini menggunakan pendekatan kebudayaan didasarkan atas

permasalahan yang akan dibahas yaitu praktik pendidikan berbasis kearifan lokal

dalam komunitas etnis Hindu India yang tertuang dalam Bala Kanda film

Ramayana Ramanand Sagar. Terkait dengan hal tersebut, yang menjadi fokus

utama dalam penelitian ini adalah konsep dan nilai pendidikan Hindu serta upaya-

upaya untuk menyebarluaskan ajaran yang terkandung dalam Bala Kanda Film

Ramayana Ramanand Sagar.

3.2    Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian kualitatif terdiri dari subjek dan objek penelitian. Subjek

penelitian yakni yang dikaji dalam suatu penelitian yaitu Bala Kanda film

Ramayana Ramanand Sagar. Sedangkan objek penelitian yaitu pedagogi dalam

Bala Kanda film Ramayana Ramanand Sagar. Glock & Stark, dan Midleton

(dalam Redana, 2006:126) menyatakan bahwa objek penelitian agama yaitu ajaran

agama dan keberagamaan. Ajaran agama terkait dengan doktrin teologis, simbol,

norma, dan etika yang harus dipahami, diyakini, disosialisasikan, diamalkan dan

dilembagakan dalam kehidupan. Sedangkan keberagamaan adalah fenomena

sosial yang diakibatkan oleh agama seperti struktur sosial, pranata sosial,

organisasi keagamaan, dan perilaku sosial. Maka dari itu, peneliti mengambil

objek penelitian ini yaitu sistem pendidikan (pedagogi) dalam Bala Kanda film

Ramayana Ramanand Sagar.

3.3 Jenis Dan Sumber Data


Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu fakta. Kata data

berasal dari bahasa Latin yakni kata dare artinya to give. Dari sini timbul kata

datus, kemudian datum (tunggal) dan data (jamak), lalu kata inggris date (waktu)

dan data (bahan statistik) (Ndraha, 1985:58). Berkaitan dengan hal tersebut, data

dapat diartikan segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk

menyusun informasi. Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian ini dapat

diuraikan sebagai berikut:

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis data

kualitatif. Penelitian kualitatif berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh

dan sesuai dengan konteks melalui pengumpulan data dari latar alami dengan

pemanfaatan diri peneliti sebagai instrumen kunci (Redana, 2006:249). Penelitian

dengan jenis data kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya

tidak diperoleh dari prosedur statistik atau hitungan lainnya artinya penelitian

kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Penelitian

kualitatif perhatiannya lebih ditujukan pada pembentukan teori substantif

berdasarkan konsep-konsep yang timbul dari data empiris (Zuriah, 2009:91).

3.3.2   Sumber Data

Sumber data yang digunakan sebagai penunjang penelitian ini terdiri

atas data primer dan data sekunder.

a.    Data primer


Data primer adalah data-data yang diperoleh atau dikumpulkan dari

sumber-sumber dasar yang utama. Menurut Ndraha (1985:60) data primer ialah

data yang berkaitan langsung dengan objek penelitian. Lebih lanjut Sugiyono

(2010:308) sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang

peneliti dapatkan yang bersumber dari Bala Kanda film Ramayana Ramanand

Sagar.

b.   Data sekunder

Data sekunder (secondary data) merupakan sumber data penelitian

yang diperoleh secara tidak langsung melaui media perantara. Data skunder

adalah data yang mendukung dalam proyek penelitian, mendukung dan

melengkapi data primer (Ndraha, 1985:60). Sumber data sekunder adalah sumber

yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat

orang lain atau dokumen (Sugiyono, 2010:309). Dalam penelitian ini data

sekunder mencakup berbagai macam buku-buku, hasil penelitian, dokumen

penting, serta pencatatan sistematis yang terkait dalam penelitian ini dan nantinya

sebagai data pendukung didalam mengkaji pedagogi yang terkandung dalam Bala

Kanda film Ramayana Ramanand Sagar.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Suatu cara yang ditempuh untuk mendapatkan data adalah menggunakan

metode pengumpulan data. Ada beberapa teknik yang dapat dipergunakan untuk

mengumpulkan data, satu sama lain punya fungsi yang berbeda, dan hendaknya

dipergunakan secara tepat sesuai dengan tujuan penelitian dan jenis data yang ingin
digali serta keadaan subjek (sumber informasi) penelitian. Lebih lanjut Marshall &

Rossman sebagaimana dikutip Sugiyono (2010: 309) menyatakan bahwa ”the

fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering information

are, participation in the setting, direct observation, in-depth interviewing, document

review”. Berkaitan dengan itu pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan

teknik observasi yaitu dengan mengamati langsung Bala Kanda Film Ramayana

Ramanand Sagar serta pemeriksan dokumen-dokumen lain yang dapat mendukung

permasalahan yang dibahas.

Adapun metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

3.4.1 Metode Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life

histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk

gambar yaitu foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. dokumen yang berbentuk

karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain

(Sugiyono, 2010:329).

Dalam penelitian kualitatif, metode pengumpulan data dengan dokumen

merupakan alat pengumpul data yang utama karena pembuktian hipotesisnya yang

diajukan secara logis dan rasional (Zuriah, 2009:191). Dalam penelitian ini, film

Ramayana Ramanand Sagar pada bagaian Bala Kanda merupakan dokumen

utama yang menjadi fokus penelitian.


3.4.2. Metode Wawancara

Esterberg sebagaimana dikutip sugiyono (2010:317) mendifinisikan

wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikostruksikan makna dalam suatu topik

tertentu. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur

maupun mendalam terhadap beberapa narsumber yang berkecimpung dalam

kesusastraan maupun dalam bidang seni pewayangan (dalang).

Selain itu, dalam upaya menggali informasi secara lebih mendalam,

wawancara dilakukan pula dengan teknik Snow-ball (True dalam Redana,

2006:168), untuk memperoleh informasi dari informan yang satu ke informan

yang lain sehingga informasi yang diperoleh mencapai titik jenuh. Dalam

wawancara mendalam inipembicaraan dapat beralih dari pokok persoalan yang

satu ke pokok persoalan yang lain sampai tidak diperoleh informasi baru sesuai

dengan permasalahan yang dikaji.

3.4.3. Metode Studi Kepustakaan

Metode studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data yang

berguna untuk memahami lingkungan materi dan kerangka teori guna

mempermudah analisis. Cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis,

seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori, pendapat, dalil atau hukum, dan

lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian disebut studi dokumenter

atau kepustakaan. Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpul data ini adalah

yang utama karena pembuktian yang diajukan secara logis, dan rasional melalui

pendapat, teori atau hukum-hukum yang diterima (Zuriah, 2009:191).


Manfaat penelusuran literatur tersebut adalah untuk menggali teori-

teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang berkepentingan, mencari

metode-metode serta tehnik penelitian, baik dalam mengumpulkan data atau

dalam menganalisa data, yang pernah digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu

(Nazir, 1988:111). Berdasarkan metode kepustakaan, maka penulis berusaha

membaca buku-buku yang relevan dengan penelitian ini, sehingga memperoleh

data penelitian. Data yang didapat melalui studi kepustakaan akan memperkaya

muatan penelitian. Dalam penelitian ini metode kepustakaan adalah meliputi

buku-buku terkait Wiracarita Ramayana serta buku-buku, hasil penelitian, dan

sebagainya yang relevan dengan penelitian ini.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah cara menganalisis data-data penelitian yang

berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Analisis dalam pengertian secara

umum adalah kegiatan untuk menyelidiki, menguraikan, dan menelusuri akar

persoalan suatu masalah. Tahapan-tahapan analisis meliputi pemilihan,

pemilahan, serta pengelompokan data dan informasi dengan tujuan mencari solusi

dan jalan keluar terbaik menyelesaikan masalah (Muliawan, 2014:193-194).

Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang

disusun ke dalam teks yang diperluas dan mendalam. Metode deskriptif kualitatif

merupakan laporan berdasarkan metode kualitatif mencakup masalah deskripsi

murni tentang program dan/atau pengalaman orang di lingkungan penelitian.

Tujuan deskripsi ini adalah untuk membantu pembaca mengetahui apa yang
terjadi di lingkungan dibawah pengamatan, seperti peristiwa atau aktivitas yang

terjadi dilatar penelitian.

Zuriah (2009:7) menyatakan bahwa melalui analisis data yang sangat

beraneka ragam dan berjumlah banyak dipadatkan menjadi keterangan empiris

yang ringkas dan mudah dimengerti. Miles dan Huberman menyatakan bahwa

aktivitas analisis data kualitatif meliputi: (1) Reduksi data; (2) Display data atau

penyajian data dan (3) Mengambil kesimpulan atau verifikasi. Ketiga tahapan ini

dapat dijelaskan sebagai berikut :

3.5.1 Reduksi Data

Reduksi data adalah sebagai proses pemilihan, pemusatan pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar, yang diperoleh dari

berbagai catatan-catatan tertulis di lapangan. Jadi reduksi data merupakan suatu

bentuk yang dapat diperoleh dari analisis yang mempertajam, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara

sedemikian rupa, sehingga data yang terkumpul dapat diverifikasi.

3.5.2 Display Data/Penyajian Data

Display data atau penyajian data adalah alur penting yang kedua kalinya

dari kegiatan analisis. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi

tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan

teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkana

apa yang telah dipahami (Sugiyono, 2010:341).


3.5.3 Pengambilan Kesimpulan/Verifikasi Data

Mengambil kesimpulan atau verifikasi data merupakan kegiatan akhir

penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan melakukan

verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati

oleh subjek penelitian. Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat

sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang

kredibel. Setelah hasil penelitian telah diuji kebenarannya, maka peneliti dapat

menarik kesimpulan dalam bentuk deskripsi sebagai laporan penelitian (Sugiyono,

2010:345).

DAFTAR PUSTAKA

Burton, Graeme. 2012. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta : Jalasutra

Donder, I Ketut. 2015. Membangun Karakter dalam Sastra Gaguritan Bali.

Media Hindu.

Duija, I Nengah. 2015. Pendidikan Agama Hindu di Tengah Modernitas Sosio-

Budaya Bali Sebuah Gagasan Etnopaedagogi. IHDN Denpasar.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha

Nasional

Jurries, Edwin. 2006. Ekspresi Lokal dalam Fenomena Global. Jakarta : Pustaka

LP3ES
Mudyahardjo, Redja. 2012. Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal Tentang

dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta :

PT. Raja Gafindo

Muliawan, Jasa Ungguh. 2014. Metodelogi Penelitian Pendidikan dengan Studi

Kasus. Yogyakarta : Gava Media

Mulyana, Deddy. 2001. Metode Penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Munadi, Yudhi. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta : GP Press Group

Nazir, Mohammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Ndraha, Taliziduhu, 1985. Research (Teori, Metodelogi, Administrasi), Jakarta :

PT. Bina Aksara

Pidada, Utami. 2015. Pendidikan Karakter Berbasis Hindu Dharma. Media Hindu

Edisi 131

Punyatmadja, Ida Bagus. 2013. Cilakrama. Kanwil Kementrian Agama Prov. Bali

Putra, Ngakan Putu. 2015. Membangun Karakter daya Kritis Umat Hindu Melalui

Media. Media Hindu Edisi 134

Redana, Made. 2006. Panduan Praktis Penulisan Karya Ilmiah dan Proposal

Riset. Denpasar: IHDN

Sadiman, Arief dkk. 2011. Media Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada

Suardana, I Made. 2015. Pola Asuh Sangat Menentukan. Bali Post

Sudhibya, I Gede. 1997. Hindu dan Budaya Bali Bunga Rampai Pemikiran.

Denpasar: PT. BP

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta


Surada, I Made. 2006. Pelajaran Bahasa Sansekerta. Surabaya: Paramita

Suriathi, Ni Luh Putu. 2013. Kajian Pendidikan Susila dalam teks Geguritan

Rajapala. Tesis. Pascasarjana IHDN Denpasar.

Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesiakan Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia.

Jakarta : PT. Rineka Cipta

Tirtarahardja, Umar. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya:

Paramita

Titib, I Made. 1996. Pengantar Veda. Jakarta: Hanuman Sakti

Titib, I Made. 2006. Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada

Anak. Denpasar: Pustaka Bali

Titib, I Made. 2008. Ithasa. Surabaya : Paramita

Titib, I Made dkk. 2004. Keutamaan Manusia dan Pendidikan Budhi Pekerti.

Surabaya. Paramita

Triguna, Ida Bagus Gede Yudha. 2000. Teori Tentangf Simbol. Denpasar: Widya

Dharma

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pemnelajaran, Jakarta: Rineka Cipta

Widana, I Gusti Ketut. 2011. Menyoroti Etika Umat Hindu. Denpasar : Pustaka

Bali

Wiguna, I Made Arsa. 2014. Kajian Nilai-Nilai Tata Susila dalam Purana

Sebagai Media Pendidikan Agama Hindu dalam Lingkungan Keluarga

Penelitian. IHDN Denpasar


Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif

Perubahan, Jakarta: PT. Bumi Aksara

Zuriah, Nurul. 2009. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta : PT.

Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai