KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini
dibuat guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Kependudukan dan Keluarga
Berencana.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, adanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam ilmu
kesehatan masyarakat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk adalah semua orang yang menempati suatu wilayah hukum
tertentu dan waktu tertentu, sehingga kita mengenal istilah penduduk tetap
(penduduk yang berada dalam suatu wilayah dalam waktu lama) dan
penduduk tidak tetap (penduduk yang berada dalam suatu wilayah untuk
sementara waktu). Sedangkan Warga Negara Indonesia adalah semua orang
yang tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, baik penduduk asli
maupun keturunan asing yang telah disyahkan oleh undang-undang sebagai
warga negara Indonesia. Oleh karena itu kita sering menemukan istlah WNI
pribumi (penduduk asli Indonesia), WNI keturunan (misalnya keturunan
Tiong Hoa, Belanda, Amerika dan sebagainya), dan WNA.
Negara Republik Indonesia yang memiliki luas kurang lebih
1,904,569 km2, saat ini jumlah penduduk Indonesia tahun 2012 diperkirakan
sekitar 257.516.167 jiwa. Secara nasional pertumbuhan penduduk Indonesia
masih relatif cepat, walaupun ada kecenderungan menurun. Antara tahun
1961 – 1971 pertumbuhan penduduk sebesar 2,1 % pertahun, tahun 1971 –
1980 sebesar 2,32% pertahun, tahun 1980 – 1990 sebesar 1,98% pertahun,
dan periode 1990 – 2000 sebesar 1,6% pertahun. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS), per bulan September 2012,3 jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen), atau berkurang sebesar
0,54 juta orang (0,30 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada
Maret 2012 sebesar 29,13 juta orang (11,96 persen). Serta Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 6,14
persen. Adanya jumlah penduduk yang besar dan angka kemiskinan yang
cukup tinggi dapat memicu adanya masalah kependudukan yang dapat dilihat
dari berbagai aspek, baik dari kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial budaya
dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dari makalah ini
adalah:
1. Bagaimana masalah kependudukan yang ada di Indonesia terkini?
2. Mengapa terjadi masalah kependudukan tersebut?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masalah kependudukan
tersebut?
4. Bagaimana solusi dari masalah kependudukan tersebut?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui masalah kependudukan yang ada di Indonesia.
2. Mengetahui penyebab masalah kependudukan tersebut.
3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masalah
kependudukan tersebut.
4. Mengetahui solusi dari masalah kependudukan tersebut.
D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa menjadi lebih kreatif dan berlatih berfikir kritis untuk
menganalisis masalah kependudkan yang ada di Indonesia sampai
mendapatkan solusi atas masalah tersebut.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bahan masukan terhadap perkembangan ilmu kesehatan apabila ada
penemuan baru terkait dengan masalah kesehatan.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai saran dan masukan kepada masyarakat dan Pemerintah dalam
mengatasi masalah kependudukan yang ada di Indonesia.
BAB II
ISI
2. Tingkat Pendidikan
Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk meningkatkan mutu
pendidikan penduduk melalui berbagai program pemerintah di bidang
pendidikan, seperti program beasiswa, adanya bantuan operasional
sekolah (BOS), program wajib belajar, dan sebagainya. Walaupun
demikian, karena banyaknya hambatan yang dialami, maka hingga saat
ini tingkat pendidikan bangsa Indonesia masih tergolong rendah.
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan
penduduk Indonesia sebagai berikut :
a. Rendahnya kualitas sarana fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan
tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan
media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara
laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak
memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak
memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
b. Rendahnya kualitas guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan
guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk
menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia
bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu
jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data
Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru
SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan
ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8%
yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat
sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki
pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544
dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48%
berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya
faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin
kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada
kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Rendahnya kesejahteraan guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru
menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang,
pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru
bantu Rp 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp
10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak
guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar
lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang
ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa
ponsel.
d. Rendahnya prestasi siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas
guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi
tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan
matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari
materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal
berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin
karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal
pilihan ganda.
e. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut.
f. Mahalnya biaya pendidikan.
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan
dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT)
membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali
tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan
berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus
murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk
menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin
akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu.
Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari
tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan
alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
g. Rendahnya pendapatan per kapita penduduk, menyebabkan orang
tua tidak mampu membiayai anaknya sekolah, sehingga banyak anak
yang putus sekolah atau berhenti sekolah sebelum tamat.
h. Ketidakseimbangan antara jumlah murid dengan sarana pendidikan
yang ada seperti kelas, guru, dan buku-buku pelajaran. Hal ini
menyebabkan tidak semua anak usia sekolah tertampung belajar di
sekolah, terutama di daerah pelosok dan terpencil yang sulit
dijangkau program pemerintah.
i. Masih kurangnya kesadaran penduduk terhadap pentingnya
pendidikan, sehingga anak tidak disekolahkan tetapi justru diarahkan
untuk bekerja membantu memenuhi ekonomi keluarga.
Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi
masalah pendidikan. Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan
pendidikan di Indonesia yaitu:
a. Menambah jumlah sekolah dari tingkat SD sampai dengan perguruan
tinggi.
b. Menambah jumlah guru (tenaga kependidikan) di semua jenjang
pendidikan.
c. Pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang
telah dimulai tahun ajaran 1994/1995.
d. Pemberian bea siswa kepada pelajar dari keluarga tidak mampu
tetapi berprestasi di sekolahnya.
e. Membangun perpustakaan dan laboratorium di sekolah-sekolah.
f. Menambah sarana pendidikan seperti alat ketrampilan dan olah raga.
g. Meningkatkan pengetahuan para pendidik (guru/dosen) dengan
penataran dan pelatihan.
3. Tingkat Kesehatan
Tingkat kesehatan penduduk merupakan salah satu faktor yang
menunjang keberhasilan pembangunan. Tingkat kesehatan suatu negara
dapat dilihat dari besarnya angka kematian bayi dan usia harapan hidup
penduduknya. Hal ini terlihat dari tingginya angka kematian bayi dan
angka harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-
negara maju. Faktor-faktor yang dapat menggambarkan masih rendahnya
tingkat kesehatan di Indonesia adalah:
a. Banyaknya lingkungan yang kurang sehat.
b. Penyakit menular sering berjangkit.
c. Gejala kekurangan gizi sering dialami penduduk.
d. Angka kematian bayi tahun 1980 sebesar 108 per 1000 bayi dan
tahun 1990 sebesar 71 per 1000 kelahiran bayi.
Manfaat NIK:
NIK akan menjadi dasar penerbitan paspor, surat izin mengemudi, nomor
pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan dokumen-
dokumen lainnya, sehingga NIK menjadi kunci akses dalam pelayanan publik
di hampir setiap sektor. Dengan adanya NIK, memudahkan setiap warga
negara yang ingin menjadi tenaga kerja ke luar negeri dan menjadi jelas status
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang mengalami kesulitan atau
permasalahan dapat segera terselesaikan.
NIK akan menjadi dasar database daftar pemilih tetap (DPT) dalam
rangka pelaksanaan pemilihan umum di seluruh Indonesia. NIK juga lebih
memudahkan identifikasi personal yang bergabung dan kelompok-kelompok
ekstrem atau yang akhir-akhir ini marak disebut kelompok teroris dan
memudahkan pihak berwajib untuk melakukan pelacakan agar tidak terjadi
salah tangkap atau hal-hal yang lainnya yang pada akhirnya warga dirugikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ekayanthi, Ni Wayan Dian. 2005. Persepsi Pria Pasangan Usia Subur Terhadap
Partisipasi Pria Dalam Program KB di Kecamatan Tabanan Kab.
Tabanan Prop Bali. UGM. Yogyakarta.
http://repository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000741/uii-skripsi-05410167
avy%20setya%20dewi-05410167-AVY%20SETYA%20DEWI-
1011329489-bab%201.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33144/4/Chapter%20I.pdf
Fungsi :
1. Menetapkan kebijakan jaminan dan pelayanan KB, peningkatan
partisipasi pria, serta kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak skala
kabupaten.
15. Melaksanakan distribusi dan penggandaan sarana, alat, obat, dan cara
kontrasepsi, dan pelayanannya dengan prioritas keluarga miskin dan
kelompok rentan skala kabupaten.
16. Menjamin ketersediaan sarana, alat, obat dan cara kontrasepsi bagi
peserta mandiri skala kabupaten
Fungsi :