Anda di halaman 1dari 9

CATUR PARAMITHA

Oleh

I Gede Eka Lanang Werdiputra (1600303013)

AG163
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN TEKNOLOGI

STMIK STIKOM BALI

2018

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rasa kemanusiaan dewasa ini telah mengalami kemerosotan yang


mengkhawatirkan, hampir setiap hari selalu terdapat kasus yang membuat kita
merasa heran, kasus pemerkosaan, perampokan, perkelahian antar kampung,
pembunuhan, terorisme, korupsi dan lain-lain. Perubahan rasa kemanusiaan ini
terjadi akibat dari merosotnya moral karena dipengaruhi oleh banyak faktor,
namun apapun alasannya tindak kejahatan yang merugikan orang lain tetaplah
tidak dibenarkan dan seharusnya menjadi perhatian kita bagaimana membentuk
karakter yang bertanggung jawab, welas asih dan memiliki rasa kemanusiaan
tanpa batasan ras, agama maupun suku.

Hindu mempunyai ajaran yang sangat mulia dalam menuntun umatnya


untuk berperilaku yang baik dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Salah
satunya adalah Catur Paramitha.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengingatkan umat Hindu untuk menerapkan Catur Paramitha dalam


kehidupan sehari-hari.

2. Memahami ajaran Catur Paramitha lebih baik lagi.


PEMBAHASAN

Catur Paramitha berasal dari bahasa sanskerta terdiri dari kata Catur yang
berarti 4(Empat) dan Paramitha berarti Sifat atau Sikap Utama. Jika diartikan Catur
Paramitha adalah 4 (empat) sifat atau sikap utama yang menjadi landasan dalam
beretika dan bersusila dalam Agama Hindu. Catur Paramitha terdiri dari Maitri,
Karuna, Mudita, dan Upeksa.
 METTA (MAITRI), yaitu senang mencari kawan dan bergaul, yakni tahu
menempatkan diri dalam masyarakat, ramah-tamah, serta menarik hati segala
perilakunya sehingga menyenangkan orang lain dalam diri pribadinya.

 KARUNA, yaitu artinya belas kasihan, maksudnya adalah selalu memupuk rasa
kasih sayang terhadap semua mahluk.

 MUDITA, yaitu selalu memperlihatkan wajah yang riang gembira, yakni penuh
simpatisan terhadap yang baik serta sopan santun.

 UPEKSHA, yaitu senantiasa mengalah demi kebaikan, walaupun tersinggung


perasaan oleh orang lain, ia tetap tenang dan selalu berusaha membalas kejahatan
dengan kebaikan ( mawas diri ).

2.1 Maitri

Maitri yang berarti sesuatu yang dapat menghaluskan hati seseorang, atau
rasa persahabatan sejati. Maitri dirumuskan sebagai keinginan akan kebahagiaan
semua makhluk tanpa kecuali. Maitri juga sering dikatakan sebagai niat suci yang
mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan makhluk-makhluk lain, seperti
seorang sahabat mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan temannya. Maitri
bukanlah cinta kasih yang dilandasi nafsu atau kecenderungan pribadi, karena
dari keduanya ini, tanpa dapat dihindarkan akan timbul kesedihan. Maitri bukan
hanya terbatas dalam perasaan bertetangga karena ini akan menimbulkan
sikap-sikap membedakan antara tetangga dengan lainnya.

Maitri bukan hanya perasaan bersaudara kandung, karena Maitri meliputi


semua makhluk termasuk juga binatang, saudara-saudara kita yang lebih kecil,
yang pada hakekatnya memerlukan uluran kasih sayang yang lebih banyak.
Maitri bukanlah persaudaraan yang berdasarkan pada politik, hanya terbatas pada
mereka yang mempunyai pandangan politik yang sama. Persaudaraan ras dan
bangsa hanya terbatas pada mereka yang sama suku dan bangsanya, hingga kerap
kali tanpa mengenal kasihan mereka melakukan pembantaian terhadap wanita dan
anak-anak yang secara kebetulan lahir dengan rambut, kulit dan mata yang tidak
sama warnanya dengan milik kaum nasional itu.
Maitri sama sekali bukan perasaan persaudaraan keagamaan, karena batas
yang menyedihkan dari apa yang dinamakan persaudaraan agama itu, manusia
menjadi lebih keras dan dengan tanpa penyesalan sedikitpun mereka melakukan
perbuatan-perbuatan menyembelih dan membakar orang lain hidup-hidup.
Banyak kekejaman yang bertentangan dengan isi Kitab-Kitab Suci dan
peperangan yang bengis dilancarkan sehingga mengotori lembaran sejarah.
Bahkan dalam abad ke-20 yang dianggap abad kemajuan inipun masih pula
terdapat penganut dari suatu agama yang membenci atau mengutuk, bahkan tanpa
kasihan mereka membunuh orang-orang yang tidak mamiliki keyakinan yang
sama dengan mereka, hanya karena tidak dapat memaksa mereka melakukan
seperti apa yang mereka lakukan, atau karena orang-orang itu mempunyai etiket
yang berbeda dari mereka.

Jika atas dasar pandangan agama, orang-orang kepercayaan yang


berbeda-beda itu tidak dapat menemui mimbar persaudaraan sejati, maka
sesungguhnya patut disayangkan sekali. Maitri adalah lebih luas dan lebih mulia
daripada semua bentuk persaudaraan yang sempit itu. Maitri tidak dibatasi oleh
peraturan-peraturan dan bidang-bidang, tidak mempunyai rintangan dan
penghalang, tidak mengadakan perbedaan. Maitri memungkinkan mereka untuk
memandang dunia ini sebagai tanah airnya. Persis seperti matahari yang
memancarkan sinarnya kesegenap arah tanpa membuat perbedaan, demikian juga
Maitri yang luhur ini memancarkan berkahnya yang halus dan tenang itu, sama
rata terhadap apa yang dianggap orang-orang sebagai sesuatu yang
menyenangkan, yang kaya dan yang miskin, terhadap yang jahat dan yang baik,
terhadap pria dan wanita, manusia dan binatang.

Demikianlah corak Maitri yang sebenarnya, dan didalam pelaksanaan Maitri


yang tak terbatas ini, janganlah seseorang menjadi bodoh terhadap bidang yang
halus dan luhur ini. Janganlah salah mengerti, karena pengorbanan diri sendiri itu
adalah suatu kebajikan yang lain, yang bebas dari keangkuhan, merupakan suatu
kebajikan makhluk yang tinggi. Puncak daripada Maitri ini adalah penyamaan
diri sendiri dengan semua makhluk, tidak membedakan diri sendiri dengan orang
lain, apa yang disebut "AKU" lebur dalam keseluruhan. Paham memisahkan diri
lenyap menguap, penyatuan terlaksana. Sifat bajik dan mulia merupakan corak
yang khas daripada Maitri. Orang yang melatih Maitri selalu gembira dalam
memajukan kesejahteraan orang-orang lain. Ia mencari kebajikan dan keindahan
dalam segala sesuatu, dan bukan melihat kejelekan orang lain.
Pertama kali Maitri harus dilatih dan dikembangkan terhadap diri sendiri.
Pada saat melakukan hal itu seseorang harus mengisi dirinya, tubuh dan batinnya
dengan pikiran-pikiran yang positif, tenang dan bahagia, terbebas dari
penderitaan, kesakitan, kegelisahan dan ketakutan. Dengan demikian ia akan
terbungkus dengan pikiran-pikiran cinta kasih, terlapisi, dinaungi dan dilindungi
oleh pikiran-pikiran welas asih, dan dengan ini ia memotong semua getaran
kebencian dan pikiran yang negatif. Ia menjadi orang yang sabar dan berusaha
sekuatnya untuk tidak memberi kesempatan bagi timbulnya kemarahan terhadap
suatu apapun. Pribadinya bersinar dengan kebahagiaan, dan memantulkan getaran
yang membahagiakan orang lain, bukan saja kepada hal-hal batiniah, tetapi juga
dalam semua persoalan kehidupan dengan tetap membabarkan Maitri-nya itu
kedalam praktek dan pelaksanaan kehidupan sehari-hari.

Apabila ia telah penuh dengan ketenangan serta bebas dari pikiran-pikiran


membenci, maka dengan mudah ia dapat memancarkan cinta kasihnya kepada
orang-orang lain. Apa yang ia sendiri tidak memilikinya tentulah ia tidak dapat
memberikannya kepada orang lain. Sebelum ia dapat membahagiakan orang lain,
pertama ia harus membahagiakan dirinya sendiri, ia harus tahu cara dan artinya
membahagiakan diri sendiri. Jikalau itu telah dilatihdan dapat dikuasainya, maka
ia sekarang dapat memancarkan cinta kasihnya kepada semua yang dekat dan
dicintai, direnungkan seorang demi seorang atau secara kelompok (kolektif),
dengan mengharapkan supaya mereka tenang, bahagia, bebas dari penderitaan,
penyakit, kegelisahan serta ketakutan.

Disamping memancarkan cinta kasihnya kepada keluarga, family dan


teman-temannya, ia juga harus memberikan kepada orang-orang netral, yaitu
orang-orang yang bukan teman, dan buka pula musuh-musuhnya. Sebagaimana
yang ia lakukan terhadap diri sendiri, keluarga dan lain-lainnya, demikian pula
yang seharusnya ia lakukan untuk orang lain yang netral, dengan mendoakan
supaya mereka tenang, bahagia, bebas dari penderitaan, kesakitan serta
kegelisahan. Akhirnya, walaupun hal ini susah dilakukan, namun ia harus
memancarkan cinta kasihnya dengan cara yang sama pada mereka yang
mempunyai rasa permusuhan dengan dirinya.

Jika dengan mempraktekan Maitri itu ia dapat membina sikap-sikap


persahabatan atau persaudaraan terhadap orang-orang yang memusuhi dirinya,
maka sesungguhnya ia telah mencapai sesuatu yang lebih tinggi daripada sifat
kepahlawanan, dan patutlah ia memperoleh pujian.
2.2 Karuna

Karuna, yang dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat menggetarkan hati


kearah rasa kasihan bila mengetahui orang lain sedang menderita, atau kehendak
untuk meringankan penderitaan orang lain. Coraknya yang paling menonjol
adalah kecenderungan untuk menghilangkan penderitaan orang lain.Hati seorang
yang penuh kasih sayang adalah lebih halus daripada bunga, ia tidak akan
berhenti dan tidak puas sebelum dapat meringankan penderitaan orang lain.
Bahkan kadang-kadang ia sampai mengorbankan hidupnya demi membebaskan
orang lain dari penderitaannya.

Sesungguhnya, unsur kasih sayang lah yang mendorong orang lain dengan
ketulusan hati. Orang yang memiliki kasih sayang murni tidak hidup hanya untuk
dirinya sendiri, melainkan untuk menolong orang lain juga. Ia mencari
kesempatan untuk dapat menolong orang lain tanpa mengharapkan jasa apapun,
baik materi maupun penghormatan. Siapakah yang menjadi sasaran kasih sayang
itu? ialah orang-orang miskin yang membutuhkan bantuan, orang-orang sakit,
orang-orang bodoh, orang-orang jahat, orang-orang kotor dan juga orang-orang
mulia, tanpa menghiraukan agama dan bangsanya. Yang lebih hebat dari
kemiskinan adalah menjalarnya penyakit diseluruh dunia ini. Banyak orang
menderita jasmani, dan diantaranya ada juga yang menderita sakit pikiran
(mental). Dengan teliti ilmu pengetahuan dapat mengobati orang yang sakit
jasmaninya, tetapi orang lain yang batinnya sakit susah diobati, bahkan tak jarang
mereka merana dirumah-rumah sakit.

Sebenarnya kedua jenis penyakit ini tentulah ada sebabnya. Orang-orang


yang memiliki kasih sayang harus mencoba menghilangkan sebab-sebab penyakit
itu, jika ingin menyembuhkan mereka secara baik. Orang-orang yang kejam,
pendendam, pemarah, lobha, angkara murka dan bodoh patut mendapatkan kasih
sayang sama seperti halnya pada orang-orang yang menderita sakit jasmani atau
batin. Mereka hendaknya jangan dibenci, dicemoohkan atau dihina, bahkan
sebaliknya kita harus menaruh bekas kasihan dan sayang pada mereka, karena
mereka itu orang yang sia-sia dan cacat. Walaupun seorang ibu memiliki kasih
sayang yang sama kepada anak-anaknya, namun ia seharusnya menaruh kasih
sayang yang lebih besar kepada anaknya yang sakit, bahkan kasih sayangnya
harus diberikan lebih besar lagi kepada anaknya yang sakit batinnya, karena
penyakit itu akan merusak kehidupannya. Sama pula halnya seperti Maitri yang
telah diuraikan diatas, maka kasih sayang (Karuna) pun harus dipancarkan tanpa
batas terhadap semua makhluk yang menderita dan yang patut ditolong, termasuk
pula binatang-binatang yang membisu, yang telah lahir maupun yang belum lahir.

Apabila Maitri (cinta kasih) mempunyai sasaran kepada semua makhluk,


baik yang berbahagia maupun yang menderita maka Karuna (kasih sayang) hanya
mempunyai sasaran kepada smua makhluk yang sengsara dan menderita.

2.3 Mudita

Mudita atau rasa simpati yaitu ikut merasa bahagia melihat orang lain
berbahagia atau perasaan gembira yang dapat menghilangkan rasa iri hati. Kerap
kali terjadi, bahwasannya banyak orang tidak tahan apabila melihat atau
mendengar keuntungan dan kebahagiaan orang lain. Mereka senang mendengar
kegagalan atau kesusahan orang lain, tetapi mereka tidak senang melihat
kemajuan orang lain. Mereka bukannya memuji atau mengucapkan selamat
kepada mereka yang beruntung itu, tetapi malahan berusaha menyabot orang
tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi perasaan iri hati ini adalah mudita,
karena mudita dapat mencabut akar-akar sifat iri hati yang merusak. Disamping
itu, mudita juga dapat menolong orang lain, karena dengan memiliki mudita
seseorang tak akan menghalangi kemajuan dan kesejahteraan orang lain.

Sama pula halnya seperti metta, orang akan lebih mudah bergembira dan
bersimpati kepada orang yang dekat dan dicintai, tetapi lebih sukar melakukan
hal itu terhadap musuhnya yang beruntung. Yah, orang-orang sebenarnya bukan
hanya sukar untuk bersimpati atas keberuntungan musuhnya, tetapi juga tidak
dapat bergembira melihat keberuntungan orang lain. Mereka lalu asyik mencari
dan membuat rintangan-rintangan untuk menghancurkan musuhnya. Bahkan
tidak jarang mereka sampai berbuat meracun, membakar, menggantung,
menembak orang-orang yang benar.

Corak utama dalam mudita ialah perasaan berbahagia melihat kemakmuran


dan kesejahteraan orang lain. Sedang tepuk tangan, sorak gembira dan sebagainya
bukanlah corak mudita, karena tepuktangan dan sorak gembira itu dapat dianggap
sebagai musuh yang tidak langsung dari mudita.
Mudita dipancarkan kepada semua makhluk yang makmur dan sejahtera,
yang merupakan sikap ikut merasa berbahagia dan bersyukur. Mudita dapat
melenyapkan sifat iri hati, sifat antipati atau sifat tidak senang melihat kemajuan
orang lain.

2.4 Upeksa

Upeksa. Upeksa berarti pertimbangan yang lurus, pandangan yang adil atau
tidak berat sebelah, yaitu tidak terikat atau benci, tidak ada rasa tidak senang dan
tidak senang.

Keseimbangan batin penting sekali terutama bagi umat awam yang hidup di
dalam dunia yang kacau balau ditengah-tengah gelombang keadaan yang naik
turun tidak menentu ini. Dunia telah terbentuk sedemikian rupa, sehingga
kebaikan dan kebajikan sering mendapat kritik-kritik dan serangan-serangan yang
ngawur dan curang, dan bahkan tidak jarang dihambat dan dihalang-halangi.
Apabila seseorang dapat mempertahankan keseimbangan batin dalam keadaan
serupa itu, maka dialah pahlawan besar.

Orang yang memiliki Upeksa diharapkan dapat mengendalikan gejolak emosi


dan hawa nafsunya sehingga bisa mengalah terhadap orang lain demi sebuah
kebaikan, tidak membalas perlakuan jahat orang lain dan tidak menyimpan
dendam terhadap orang lain yang telah menyakitinya. Tidak memandang rendah
orang lain, senantiasa mampu mengendalikan hawa nafsu jahat untuk
menghindari konflik.

DAFTAR PUSTAKA

https://paduarsana.com/2013/05/14/membentuk-karakter-dengan-catur-paramitha/

http://soul-blade.blogspot.co.id/2008/08/catur-paramitha.html

https://www.akriko.com/2015/09/catur-paramitha-dan-bagiannya.html

Anda mungkin juga menyukai