Anda di halaman 1dari 20

YADNYA

OLEH:
PUTU RICA GALICIA PUTRI YANTI 1810511014
NI LUH PUTU GITA DARMASARI 1810511015
NI PUTU SURIANI 1810511020

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan segala kuasa-Nyalah penulis akhirnya bisa menyelesaikan tugas paper
yang berjudul “Yadnya” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Drs. I Wayan Surpa, SH., M.Si
selaku dosen yang telah memberikan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada pihak yang telah turut serta membantu menyumbangkan pikirannya.
Penulis sangat berharap agar tugas paper ini memberi banyak manfaat bagi
para pembaca. Penulis juga sangat mengharapkan masukan, kritikan serta saran
dari semua pihak agar paper ini bisa menjadi lebih sempurna.
Om Santih, Santih, Santih Om

Jimbaran, 19 Pebruari 2019


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1. Pengertian Yadnya.......................................................................................3
2.2. Tujuan Pelaksanaan Yadnya........................................................................4
2.3. Bentuk dan Jenis serta Contoh Penerapan Yadnya dalam Kehidupan.........8
2.4. Permasalahan dalam Yadnya.....................................................................13
BAB III KESIMPULAN........................................................................................16
3.1. Kesimpulan................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Dalam
agama Hindu, sejak dilahirkan manusia telah memiliki hutang yang harus
dibayarkan selama kehidupannya yang disebut Tri Rna. Tri Rna adalah tiga
hutang yang harus dibayar. Adapun tiga hutang tersebut pertama, hutang kepada
Sang Maha Pencipta. Konsep ini dalam Hindu dikenal dengan Dewa Rna. Kedua,
umat manusia memiliki hutang pada para bijaksana, para maha Rsi yang telah
berjasa menyebarkan pengetahuan dalam memberi pencerahan kepada umat.
Konsep ini dalam Hindu dikenal dengan Rsi Rna. Ketiga, umat manusia
berhutang kepada setiap leluhur mereka. Para leluhurlah yang nyata-nyata secara
langsung berbuat apa saja demi sentana (keturunannya). Konsep ini dikenal
dengan Pitra Rna.
Tri Rna dibayar melalui pelaksanaan Yadnya. Yadnya dalam Hindu dipahami
sebagai sebuah korban suci, sebuah persembahan untuk menciptakan
keseimbangan. Sesuatu yang dipersembahkan oleh umat (semacam kewajiban)
karena umat merasa telah memperoleh sesuatu (semacam hak). Jadi semacam
"balas jasa", "bayar utang", untuk melengkapi kehidupan yang "saling". Umat
Hindu yakin, bahwa kehidupan di alam bhur, di alam bwah, dan di alam swah
(konsep triloka) ada dalam keadaan saling membutuhkan dan atau saling
memengaruhi untuk terwujudnya sebuah keseimbangan. Kehidupan tidak akan
seimbang bilamana kehidupan disatu alam mengganggu kehidupan di alam lain.
Dan keseimbangan yang terjadi pastilah diapresiasi sebagai sebuah hasil dari
kontribusi kehidupan di seluruh alam, baik alam bhur, bwah, maupun alam swah.
Jadi, umat Hindu mewujudkan rasa terima kasihnya berupa sebuah pengorbanan
suci kepada kehidupan disemua alam kehidupan.
Konsep dasar Yadnya adalah persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi
dengan hati yang tulus ikhlas. Namun, seiring waktu pelaksanaan Yadnya sering
dijadikan ajang pamer karena kurang akan pemahaman atau maknanya. Umat
Hindu berlomba untuk menunjukkan kesemarakan tanpa pemaknaan yang jelas.

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat rumusan masalah sebagai
berikut.
1.2.1. Apa pengertian dari Yadnya?
1.2.2. Apakah tujuan pelaksanaan Yadnya?
1.2.3. Apa sajakah bentuk dan jenis serta contoh penerapan Yadnya dalam
kehidupan?
1.2.4. Bagaimana contoh permasalahan dalam pelaksanaan Yadnya?

1.3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan yang
ingin dicapai adalah sebagai berikut.
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian Yadnya
1.3.2. Untuk memahami tujuan dari pelaksanaan Yadnya
1.3.3. Untuk mengetahui bentuk dan jenis serta contoh penerapan Yadnya dalam
kehidupan
1.3.4. Untuk memehami permasalahan yang ada dalam pelaksanaan Yadnya

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Yadnya


Secara Etimologis Yadnya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu dari kata “yaj”
yang artinya memuja atau memberi penghormatan atau menjadikan suci. Dari urat
kata ini timbul kata yaja (kata-kata dalam pemujaan), yajata (layak memperoleh
penghormatan), yajus (sakral, retus, agama) dan yajna (pemujaan, doa
persembahan) yang kesemuanya ini memiliki arti sama dengan Brahma. Yadnya
(yajna), dapat juga diartikan korban suci, yaitu korban yang didasarkan atas
pengabdian dan cinta kasih.
Yadnya menurut ajaran agama Hindu, merupakan satu bentuk kewajiban
yang harus dilakukan oleh umat manusia didalam kehidupannya sehari-hari.
Sebab Tuhan menciptakan manusia beserta makhluk hidup lainnya berdasarkan
atas Yadnya, maka hendaklah manusia memelihara dan mengembangkan dirinya,
juga atas dasar Yadnya sebagai jalan untuk memperbaiki dan mengabdikan diri
kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam Kitab
Bhagawadgita disebutkan bahwa:
Sahayajñáh prajah strishtva
puro vácha prajápatih
anena prasavishya dhvam
esha va stv ishta kámadhuk (Bh. G. III.10)
Artinya: Dahulu kala Hyang Widhi (Prajapati), menciptakan manusia dengan
jalan Yadnya dan bersabda: "Dengan Yadnya engkau akan berkembang dan
mendapatkan kebahagiaan (kamadhuk) sesuai dengan keinginanmu".
Deván bhávayatá nena
te devá bhávayantuvah
parasparambhávayantah
sreyah param avápsyatha. (Bh. G. III.11)
Artinya: Dengan ini (Yadnya), kami berbakti kepada Hyang Widhi dan dengan
ini pula Hyang Widhi memelihara dan mengasihi kamu, jadi dengan saling
memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi.

3
Tanpa penciptaan melalui Yadnya-Nya Hyang Widhi maka alam semesta
berserta segala isinya ini, termasuk pula manusia tidak mungkin ada. Hyang
Widhilah yang pertama kali beryadnya menciptakan dunia dengan segala isinya
ini dengan segala cinta kasih-Nya. Karena inilah pelaksanaan Yadnya didalam
kehidupan ini sangat penting artinya dan merupakan suatu kewajiban bagi umat
manusia didunia. Karena itu pula kita dituntut untuk mengerti, memahami dan
melaksanakan Yadnya tersebut di dalam realitas hidup sehari-hari sebagai salah
satu amalan ajaran agama yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa).

2.2. Tujuan Pelaksanaan Yadnya


Sloka dari berbagai kitab menyatakan bahwa alam semesta beserta segala
isinya termasuk manusia, diciptakan , dipelihara dan dikembangkan melalui
Yadnya. Oleh karena itu, Yadnya yang dilakukan oleh manusia memiliki tujuan
untuk mencapai kebahagiaan manusia menurut konsep Hindu yakni Moksartham
Jagaddhita (Kebahagiaan sekala dan niskala/ jasmani dan rohani). Dalam rangka
mencapai tujuan tersebut, manusia harus melakukan aktivitas dan berkarma.
Paling tidak empat hal yang harus dilakukan manusia yaitu, penyucian diri,
peningkatan kualitas diri, sembahyang, dan senantiasa bersyukur dan berterima
kasih kepada Sang Pencipta. Empat hal di atas dapat dicapai melalui Yadnya.
Oleh karena itu Yadnya memiliki tujuan, diantaranya:
1. Untuk Penyucian
Pribadi dan jiwa manusia dalam aktivitasnya setiap hari berinteraksi
dengan sesama manusia dan alam lingkungan akan saling berpengaruh. Guna
(sifat satwam, rajas, dan tamas) orang akan saling mempengaruhi, demikian
juga “guna” alam akan mempengaruhi manusia. Untuk mencapai
kebahagiaan maka manusia harus memiliki imbangan Guna Satwam yang
tinggi. Pribadi dan jiwa manusia harus dibersihkan dari guna rajas dan guna
tamas. Melalui Yadnya kita dapat menyucikan diri dan juga menyucikan
lingkungan alam sekitar. Jika manusia dan alam memiliki tingkatan guna
satwam yang lebih banyak maka keharmonisan alam akan terjadi. Kitab
Manawa Dharmasastra V.109 menyatakan:

4
“Adbhirgatrani suddhayanti mana satyena suddhayanti, Widyatapobhyam
bhutatma buddhir jnanena suddhayanti”
Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan
kebenaran, jiwa manusia dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata,
kecerdasan dibersihkan dengan pengetahuan yang benar.

Oleh karena itu, menjadikan aktivitas sehari-hari dan menjalankan


kewajiban dengan baik serta penuh kesadaran sudah termasuk dalam bentu
pelaksanaan yadnya yang berkaitan dengan tujuan mencapai kesucian dengan
jalan yadnya. Demikian juga untuk kesucian alam dan lingkungan,
melakukan upacara/ ritual sesuai dengan sastra agama sehingga kita akan
senantiasa berada pada lingkungan yang suci. Lingkungan yang suci akan
memberikan kehidupan yang suci juga bagi manusia.
2. Untuk Meningkatkan Kualitas Diri
Setiap kelahiran manusia selalu disertai oleh karma wasana atau sisa
perbuatan terdahulu. Demikian pula setiap kelahiran bertujuan untuk
meningkatkan kualitas jiwatman sehingga tujuan tertinggi yaitu bersatunya
atman dengan brahman (Brahman Atman Aikyam) dapat tercapai. 
Hanya dilahirkan sebagai manusia memiliki sabda, bayu dan idep dapat
melakukan perbuatan baik sebagai cara untuk meningkatkan kualitas
jiwatman, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 2
sebagai berikut:
Ri sakwehning sarwa bhùta, iking janma wwang juga wénang gumawayakén
ikang çubhàçubhakarma, kunéng panéntasakéna ring çubhakarma juga
ikangaçubhakarma, phalaning dadi wwang.
Artinya: Diantara semua mahluk hidup , hanya yang dilahirkan sebagai
manusia saja yang dapat melaksanakan perbuatan baik atau perbuatan buruk,
oleh karena itu leburlah ke dalam perbuatan baik , segala perbuatan yang
buruk itu; demikianlah gunanya menjadi manusia.

5
Dari sloka di atas jelas kewajiban hidup manusia adalah untuk selalu
meningkatkan kualitas diri melalui perbuatan baik. Perbuatan baik yang
paling utama adalah melalui Yadnya. Dengan demikian setiap yadnya yang
kita lakukan hasilnya adalah terjadinya peningkatan kualitas jiwatman.
3. Sebagai Sarana Menghubungkan Diri dengan Tuhan
Hindu mengajarkan tentang konsepsi ketuhanan yang Nirguna tattwam dan
saguna tattwam. Konsep Tuhan yang Nirguna berarti bahwa Tuhan itu satu
dan tidak ada yang kedua serta keberadaan Tuhan tidak dapat digambarkan
karena sifat Tuhan yang Acintya (tak terpikirkan). Sehingga untuk
berhubungan dengan Tuhan harus dengan cara melaksanakan yadnya. Tanpa
yadnya manusia tidak akan bisa berhubungan dengan Tuhan karena manusia
telah dipengaruhi oleh Awidya (kegelapan, kebodohan, ketidaktahuan).
Dengan melaksanakan yadnya umat akan dapat merasakan kehadiran Tuhan
walaupun sebenarnya Tuhan itu ada dimana-mana (wyapi wyapaka
nirwikara).
4. Sebagai Ungkapan Rasa Terima Kasih
Alam semesta beserta segala isinya diciptakan oleh Tuhan dengan yadnya-
Nya. Tuhan juga memberikan segala anugerah kepada umat manusia dan
semua makhluk. Jadi untuk menunjukan rasa terima kasih yang mendalam
atas segala anugerah Tuhan/ Sang Hyang Widhi maka patutlah sebagai umat
manusia khususnya Hindu melaksanakan yadnya dengan cara melakukan
pemujaan serta mempersembahkan sebagian kecil dari anugerah-Nya dengan
hati yang tulus dan ikhlas. Jangan sampai ketika kita diberikan kebahagiaan,
lalu kita lupa dengan kebesaran-Nya dan hanya ingat bila mendapatkan
kesusahan saja. Pada intinya manusia harus bisa berterima kasih pada Sang
Hyang Widhi dengan yadnya.
Bekerja dengan benar dan giat, menolong orang yang kesusahan, belajar
giat, dan kegiatan lain yang didasari pengabdian dan rasa ikhlas adalah salah
satu contoh ungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih atas anugrah
Tuhan untuk kesehatan, keselamatan diri, rejeki, serta kehidupan yang kita
terima.Upacara/ritual yang dilakukan Umat Hindu baik yang bersifat rutin
(contohnya ngejot, maturan sehari-hari dsb), maupun berkala (rahinan,

6
odalan, serta hari suci lainnya) salah satu tujuan utamanya sebagai ungkapan
rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi atas semua anugrah
Beliau.
5. Untuk Menciptakan Kehidupan yang Harmonis
Hyang Widhi menciptakan alam dengan segala isinya untuk memutar
kehidupan. Sekecil apapun ciptaan-Nya memiliki fungsi tersendiri dalam
kehidupan ini. Dewa, Asura, manusia, binatang, tumbuhan, bulan, bintang,
semuanya memiliki tugas dan fungsi tersendiri dalam memutar kehidupan ini.
Alam dengan segala isinya memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu
sama lain. Oleh karena itu manusia sebagai bagian alam semesta mempunyai
kewajiban untuk menjalankan tugas dan fungsinya untuk ikut menciptakan
keharmonisan kehidupan. Selain itu, yadnya memiliki peranan penting dalam
menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam semesta, antara bhuana
agung dan bhuana alit. Yadnya menciptakan hubungan yang harmonis antara
manusia dengan Hyang Widhi, manusia dengan sesamanya dan keharmonisan
hubungan manusia dengan alam.
Dalam melaksanakan Yadnya ada tiga kewajiban utama yang harus
dilunasi manusia atas keberadaannya di dunia ini yang disebut Tri Rna (tiga
hutang hidup). Tri Rna ini dibayar dengan pelaksanaan Panca Yadnya. Perlu
diingat bahwa Yadnya tidak semata-mata dilaksanakan dengan upakara/ritual.
Tri Rna terdiri dari:
1. Dewa Rna, yaitu hutang hidup kepada Hyang Widhi yang telah
menciptakan alam semesta termasuk diri kita. Untuk semua ini wajib kita
bayar dengan Dewa Yanya dan Bhuta Yadnya. Dewa Yadnya dalam
bentuk pemujaan kepada Hyang Widhi serta melaksanakan Dharma.
Butha Yadnya dilakukan untuk memelihara alam lingkungan sebagai
tempat kehidupan semua mahluk.
2. Rsi Rna, yaitu hutang kepada para Rsi yang mengorbankan
kehidupannya sehingga dapat memberikan pencerahan kepada manusia
melalui ajaran-ajarannya sehingga manusia dapat menjalani hidup
dengan lebih baik. Rsi Rna dilunasi dengan melaksanakan Rsi Yadnya.

7
3. Pitra Rna, yaitu hutang kepada orang tua dan leluhur. Leluhur dan orang
tua sangat memiliki peranan besar atas kehidupan kita saat ini. Karma
leluhur dan orang tua berpengaruh terhadap keberadaan setiap orang.
Paling tidak kelahiran kita di dunia karena adanya leluhur dan orang tua.
Oleh karena itu maka sudah menjadi kewajiban untuk membalas hutang
tersebut. Membayar hutang kepada orang tua dan leluhur dilakukan
dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.

2.3. Bentuk dan Jenis serta Contoh Penerapan Yadnya dalam Kehidupan
1. Bentuk – bentuk Yadnya
Kitab Bhagawad Gita dalam berbagai sloka menjelaskan bahwa bentuk-
bentuk Yadnya terdiri dari:
a. Yadnya dalam bentuk persembahan atau upakara
b. Yadnya dalam bentuk pengendalian diri atau tapa
c. Yadnya dalam bentuk aktivis atau perbuatan
d. Yadnya dalam bentuk ilmu pengetahuan atau jnana
2. Jenis dan Contoh Penerapan Yadnya dalam Kehidupan
a. Dari segi waktu pelaksanaan Yadnya dapat dibedakan:
 Nitya Yadnya
Nitya Yadnya adalah Yadnya yang dilakukan secara rutin setiap
hari. Contoh penerapannya:
- Persembahan berupa Yadnya sesa atau mebanten saiban
- Persembahyangan sehari-hari atau melaksanakan Puja Tri
Sandhya
- Sulinggih melakukan Surya Sewana
- Seorang siswa kewajibannya sehari-hari adalah belajar, bila
dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan yadnya
- Bagi seorang petani, tukang, pegawai, dan sebagainya yang
melaksanakan tugas sehari-hari dengan konsentrasi
persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga
merupakan Nitya Yadnya.

8
 Naimitika Yadnya
Naimitika Yadnya adalah Yadnya yang dilaksanakan secara
berkala/waktu-waktu tertentu. Contoh penerapannya:
- Yadnya dalam bentuk persembahan atau upakara yaitu
upacara piodalan, sembahyang purnama dan tilem, hari raya
baik menurut wewaran maupun sasih.
- Yadnya dilakukan pada hari raya tertentu melaksanakan tapa
brata sebagai wujud Yadnya pengendalian diri. Ada pula
yang pada waktu tertentu setiap tahun atau setiap bulan
melakukan dana punia baik dihaturkan kepada sulinggih,
orang tidak mampu dan sebagainya.
- Yadnya yang dilaksanakan secara insidental sesuai kebutuhan
dengan waktu yang tidak tetap/tidak rutin. Contohnya
upacara ngaben, nangluk merana, tirtayatra
- Yadnya yang lain adakalanya dilakukan tidak dengan jadwal
waktu tertentu. Misalnya jika ada ujian sekolah ada
siswa/mahasiswa yang puasa. Ada orang yang tanpa diduga
memperoleh rejeki yang lebih, maka sebagian dipuniakan
untuk pura atau untuk panti asuhan.
b. Berdasarkan nilai materi/jenis bebantenan suatu Yadnya digolongkan
menjadi:
1. Nista, artinya Yadnya tingkatan kecil yang dapat
dibagi lagi menjadi
- Nistaning nista, adalah tingkatan terkecil dari yang kecil
- Madyaning nista, adalah tingkatan sedang dari yang kecil
- Utamaning nista, adalah tingkatan terbesar dari yang kecil
2. Madya, artinya Yadnya tingkatan sedang yang
dapat dibagi lagi menjadi
- Nistaning madya, adalah tingkatan terkecil dari yang sedang
- Madyaning madya, adalah tingkatan sedang dari yang sedang
- Utamaning madya, adalah tingkatan terbesar dari yang sedang

9
3. Utama, artinya Yadnya tingkatan besar yang dapat
dibagi lagi menjadi
- Nistaning utama, adalah tingkatan terkecil dari yang besar
- Madyaning utama, adalah tingkatan sedang dari yang besar
- Utamaning nista, adalah tingkatan terbesar dari yang besar
c. Ditinjau dari tujuan pelaksanaan atau kepada siapa Yadnya tersebut
dilaksanakan, yadnya dapat digolongkan menjadi:
1) Dewa Yadnya
2) Rsi Yadnya
3) Pitra Yadnya
4) Manusa Yadnya
5) Bhuta yadnya
Kelima Yadnya tersebut digolongkan sebagai Panca Yadnya. Panca
yadnya adalah lima macam korban suci dengan tulus ikhlas yang
wajib dilakukan oleh umat Hindu. Pelaksanaan Panca Yadnya adalah
sebagai realisasi dalam melunasi kewajiban manusia yang hakiki yaitu
Tri Rna (tiga hutang hidup0. Pengertian dan contoh penerapan dari
masing-masing bagian Panca Yadnya:

1. Dewa Yadnya adalah persembahan kepada para dewa yang yang


cenderungnya menghaturkan saji-sajian yang dipersembahkan
dengan penuh ramah tamah. Contoh penerapan:
- Persembahan yang dilakukan dalam setiap Hari Purnama,
Tilem, Saraswati, Pagerwesi, Galungan Kuningan, pada setiap
Tumpek dan hari-hari suci keagamaan lainnya.
- Melakukan Tri Sandhya tiga kali dalam sehari.
- Selalu berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan.
- Menjaga kebersihan tempat suci.
- Mempelajari dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari.
- Melaksanakan persembahyangan pada hari-hari suci seperti
Purnama atau Tilem.

10
2. Pitra Yadnya adalah persembahan kepada roh leluhur dan
pelaksanaan upacara kematian (baik dalam penguburan maupun
dalam pembakaran mayat). Contoh penerapan:
- Upacara ngaben
- Berpamitan kepada orang tua ketika akan berpergian
- Menghormati orang tua
- Menuruti nasehat orang tua
- Membantu dengan ikhlas pekerjaan yang sedang dilakukan
orang tua
- Merawat orang tua yang sedang sakit

3. Rsi Yadnya adalah persembahan dan perhormatan kepada para


pendeta atau para pinandita, sebagai ucapan terima kasih pada
beliau yang telah membantu umat dalam pelaksanaan yadnya.
Contoh penerapan:
- Menjalankan ajaran-ajaran suci beliau
- Melindungi, menghormati, dan memberikan sesari serta daksina
pemuput untuk pemangku
- Yadnya berupa punia kepada para sulinggih, pinandita, tempat
suci, dsb.
- Yang sederhana patokan Yadnya ini disebutkan adalah:
ketulusan, senyum sapa, hormat manggihin sulinggih pinandita.
4. Manusa Yadnya adalah upacara penyucian yang ditujukan kepada
manusia, mulai dari upacara pernikahan hingga ajal tiba. Contoh
penerapan:
- Tolong-menolong antar sesama manusia
- Belas kasihan terhadap orang yang menderita
- Saling menghormati dan menghargai antar sesama
- Melaksanakan upacara untuk menyucikan lahir bathin manusia
5. Bhuta Yadnya adalah upacara korban yang ditujukan pada para
bhuta kala, agar dunia ini selalu dalam keadaan somya. Contoh
penerapan:
- Merawat dan memelihara tumbuh-tumbuhan dengan baik

11
- Merawat binatang peliharaan dengan baik
- Menjaga kebersihan lingkungan
- Menyayangi makhluk lain
d. Dari segi kualitas Yadnya dapat dibedakan atas:
1. Satwika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan
atas dasar sradha, lascarya, sastra, daksina, mantra dan gita,
annasewa, dan nasmita. Contoh penerapannya:
- Apapun bentuk Yadnya yang dilakukan seperti: persembahan,
pengendalian diri, punia, maupun jnana jika dilandasi bakti dan
tanpa pamrih maka tergolong Satwika Yadnya
- Yadnya dalam bentuk persembahan/upakara akan sangat mulia
dan termasuk satwika jika sesuai dengan sastra agama, daksina,
mantra, annasewa, dan nasmita
2. Rajasika Yadnya yaitu yadnya dilakukan dengan
motif pamrih serta pamer kemewahan, pamer harga diri, bagi yang
melakukan punia berharap agar dirinya dianggap dermawan.
Contoh penerapannya:
- Seorang guru/pendarmawacana memberikan ceramah panjang
lebar dan berapi-api dengan maksud agar dianggap pintar;
semua bentuk yadnya dengan motif di atas tergolong rajasika
yadnya.
- Seorang yang melakukan tapa, puasa tetapi dengan tujuan untuk
memperoleh kekayaan, kesaktian fisik, atau agar dianggap
sebagai orang suci juga tergolong yadnya rajasika.
3. Tamasika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan
tanpa sastra, tanpa punia, tanpa mantra dan tanpa keyakinan. Ini
adalah kelompok orang yang beryadnya tanpa arah tujuan yang
jelas,hanya ikut-ikutan. Contoh penerapannya:
- Contoh orang-orang yang tegolong melaksanakan tamasikan
yadnya antara lain orang yang pergi sembahyang ke pura hanya
ikut-ikutan, malu tidak ke pura karena semua tetangga pergi ke

12
pura, orang gotong royong di pura atau di tempat umum juga
hanya ikut-ikutan tanpa menyadari manfaatnya.
- Termasuk dalam katagori ini adalah orang yang beryadnya
karena terpaksa. Terpaksa maturan karena semua orang
maturan. Terpaksa memberikan punia karena semua orang
melakukan punia. Terpaksa puasa karena orang-orang berpuasa.
Jadi apapun yang dilaksanakannya adalah sia-sia, tiada manfaat
bagi peningkatan karman

2.4. Permasalahan dalam Yadnya


Kehidupan masyarakat Hindu di Bali tidak terlepas dari yadnya. Pada
dasarnya pengertian tentang yadnya tidaklah sempit, yadnya megandung arti yang
sangat luas. Tidak hanya pengertian yadnya merupakan persembahan ataupun
korban suci yang berupa sesajen saja, namun jauh yang lebih penting dari hal
tersebut pengertian yadnya itu sendiri yakni terletak pada pelaksanaan dan makna
yang dapat dipahami oleh masyarakat Hindu. Jangan sampai melaksanakan
yadnya yang begitu besar namun makna dari pelaksanaan yadnya tersebut, tidak
dipahami. Hanya berorientasi pada gengsi dan kemewahan di lingkungan sosial.
Melihat fenomena kehidupan masyarakat Hindu di Bali pada zaman sekarang ini,
memang didominasi oleh kehidupan yang mengarah pada modernisasi. Semakin
derasnya arus teknologi dan komunikasi menjadikan masyarakat yang semakin
bersikap praktis dalam melakukan berbagai kegiatan dan aktivitasnya. Termasuk
juga dalam pelaksanaan yadnya itu sendiri. Yadnya berarti persembahan suci yang
tulus ikhlas. Persembahan suci ini dalam pelaksanaanya haruslah didukung
dengan sikap mental yang suci pula. Yadnya mengandung unsur perbuatan
(karma), ketulus ikhlasan, kesadaran dan persembahan. Dengan demikian yadnya
yang dilaksanakan di Bali haruslah selalu didasarkan pada jalan kebenaran
(dharma) dan sastra suci.
Sebenarnya masyarkat Hindu sudah memahami Yadnya itu sendiri, namun
tidak semuanya mampu untuk melaksanakan yadnya berdasarkan pada makna
sastra suci dan kemampuannya sendiri. Cenderung masyarakat Hindu masih
memiliki gengsi yang besar dalam melaksanakan yadnya. Banyak sekali berbagai

13
fenomena pelaksanaan yadnya yang terjadi pada masyarakat Hindu di lingkungan
sosial yang akhirnya membebani pada masalah ekonomi atau keuangannya. Tidak
jarang, pelaksanaan yadnya dalam suatu daerah yang mengharuskan masyarakat
Hindu untuk wajib mengikuti setiap ritual upacaranya. Peristiwa tersebut, lama-
kelamaan akan terus membebani masyarakat Hindu terutama di dalam
menjalankan kehidupan beragama.
Agama sebenarnya adalah sebuah keyakinan yang dimiliki oleh setiap umat
Hindu untuk dapat mendekatkan dirinya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Jalan apapun boleh ditempuh oleh umatnya, semasih tidak memberatkan diri
sendiri ataupun orang lain dan harus selalu dilandaskan pada jalan kebenaran serta
yadnya yang berdasar pada ketulus-ikhlasan. Salah satu contoh dari sekian
banyaknya pelaksanaan upacara ritual di Bali yakni upacara mepeed. Biasanya
upacara mepeed ini mewajibkan setiap umatnya untuk membeli kostum yang
dipergunakan nanti pada saat mepeed. Selain kostum yang seragam, para
masyarakat Hindu terutama yang wanita diwajibkan juga untuk membuat sesajen
(pajegan) berupa buah-buahan, jajan yang ditata dengan rapi menjadi sebuah
gebogan dan buah yag digunakan harus sama seragam dengan apa yang
ditentukan dari Desa Pakraman itu sendiri. Terkadang hal ini dapat memberatkan
umat Hindu. Dilihat dari segi perekonomian masyarakat yang mampu, mungkin
akan dapat dengan mudahnya untuk membeli kostum ataupun sarana upakara
untuk ikut dalam upacara mepeed tersebut. Namun, bagaimana dengan umat
Hindu yang memiliki perekonomian pas-pasan ataupun kurang mampu. Jangan
pun untuk membeli kostum mepeed, untuk makan sehari-hari saja terkadang
masih susah untuk terpenuhi. Mungkin hal ini perlu dijadikan sebagai sebuh
pertimbangan, tidak ada sebenarnya yadnya yang mengharuskan ataupun
mewajibkan umatnya untuk menggunakan seragam ataupun haturan sesajen yang
harus kompak sama secara merata antara satu umat dengan umat lainnya. Hal ini
adalah pemikiran dari manusianya sendiri, untuk terlihat lebih menarik dan
upacara piodalan yang dilaksanakan dilihat semakin marak serta mewah.
Terkadang dengan berat hati umat Hindu harus mengikutinya. Jika tidak, maka
akan dikenakan sanksi-sanksi dalam aturan desa adat itu sendiri ataupun merasa
malu karena, tidak mampu untuk sama dengan masyarakat Hindu yang lainnya.

14
Pelaksanaan yadnya seperti itu tidaklah salah, tetapi jika sampai memaksa dan
mewajibkan tentu itu sebuah hal yang keliru. Apalagi sampai membebankan
masyarkatnya. Lebih buruk lagi, jika sampai beryadnya masyarakat harus menjual
perhiasan ataupun menggadaikan harta bendanya untuk dapat seragam dan tidak
kecewa dengan masyarakat Hindu yang lain. Sungguh yadnya yang bersifat
rajasika yang artinya hanya berlandaskan pada ego semata. Hal ini perlu dibenahi
kembali oleh masyarakat Hindu. Tuhan dalam menciptakan alam semesta ini
dengan yadnya-Nya, tidak pernah untuk meminta balasan apapun yang bersifat
memaksa. Tetapi hal yang paling utama adalah niat keiklasan dan ketulusan dalam
beryadnya. Tidak ada hal yang wajib dipersembahkan dengan cara memaksa.
Seperti yang dinyatakan dalam Kitab Bhagavadgita IX.26, sebagai berikut.
Pattram puspam phalam to yam
yo me bhaktya prayacchati tad aham
bhaktyupahrtam asnami prayatatmanah.
Artinya: Siapapun yang dengan kesujudan mempersembahkan pada-Ku berupa
daun, bunga, buah-buahan, atau air, persembahan yang didasari oleh cinta dan
keluar dari hati suci, Aku terima.
Persembahan yang didasarkan dengan hati suci dan kecintaan adalah diterima
oleh Tuhan Yang Maha Esa, meskipun sifatnya sederhana. Bila persembahan itu
besar-besaran, tetapi dengan didasarkan atas keegoisan saja, tidak akan
mempunyai arti yang suci. Jalan menuju ke arah Ida Sang Hyang Widhi Wasa
ialah yadnya, pengertian dengan menyerahkan diri atas dasar cinta-Nya. Upakara-
upakara yang serba besar tidak ada artinya bila tidak disertai dengan jiwa yang
tulus ikhlas. Dengan demikian, sudah sepatutnya kita semua sebagai masyarakat
Hindu lebih cerdas dan kritis dalam mengikuti segala aturan yang memaksa dalam
sebuah pelaksanaan upacara yadnya. Jadi pada dasarnya, tidak ada yadnya yang
mengakibatkan manusia menjadi miskin. Jika hal itu dilaksanakan dengan
semampunya, selalu berdasarkan pada kebenaran (dharma) serta ketulus-ikhlasan.
Tetapi jika sebaliknya yadnya yang dilaksanakan berdasarkan pada kemewahan
semata, merasa gengsi dan ingin dianggap wah oleh orang lain, itulah yang
mengakibatkan yadnya menjadikan dirinya miskin, karena kurang pahamnya akan
makna yadnya sesugguhnya.

15
BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi mengenai Yadnya diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
3.1.1 Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu dari akar kata “yaj” yang
artinya memuja. Yadnya menurut ajaran agama Hindu merupakan korban
suci secara tulus ikhlas atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari
hati sanubari sebagai pengabdian yang sejati kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) serta merupakan suatu bentuk kewajiban
yang harus dilakukan oleh umat manusia di dalam kehidupannya sehari-
hari.
3.1.2 Tujuan daripada Yadnya itu sendiri diantaranya adalah untuk penyucian,
sarana meningkatkan kualitas diri, untuk menghubungkan diri kepada
Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi, sebagai tanda/ ucapan rasa terimakasih serta
untuk mewujudkan keharmonisan. Selain itu, Yadnya juga bertujuan untuk
menebus 3 hutang manusia dalam Hindu yang dikenal dengan sebutan Tri
Rna.
3.1.3 Bentuk dan jenis Yadnya dapat digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu
Yadnya berdasarkan waktu pelaksanaannya, berdasarkan nilai
materi/kualitas Yadnya, berdasarkan tujuan pelaksanaan dan berdasarkan
kualitas Yadnya itu sendiri. Penerapan Yadnya juga dilakukan berdasarkan
kategori atau penggolongan jenis Yadnya.
3.1.4 Permasalahan yang ada dalam Yadnya yaitu masih banyak orang yang
belum memahami yadnya sebagai persembahan atau korban suci yang
berlandaskan hati yang tulus ikhlas. Beberapa orang melaksanakan yadnya
karena gengsi semata, padahal dalam yadnya yang terpenting adalah hati
yang tulus ikhlas. Jadi pada dasarnya, tidak ada yadnya yang mengakibatkan
manusia menjadi miskin. Jika hal itu dilaksanakan dengan semampunya,
selalu berdasarkan pada kebenaran (dharma) serta ketulus-ikhlasan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Iwan, Wayan. 2011. Yadnya dalam Ajaran Agama Hindu.


https://www.kompasiana.com/sucita/550063a8a33311597351086e/yadnya?
page=all. Diakses pada 19 Pebruari 2019

Kitab Bhagavadgita IX.26

Kitab Bhagawadgita III.10

Kitab Bhagawadgita III.11

Kitab Manawa Dharmasastra V.109

Kitab Sarasamuscaya sloka 2

Purnamaningsih, Ida Ayu Made. 2015. Masalah dalam Yadnya di Bali.


https://gekpurnama.wordpress.com/2015/02/04/apakah-beryadnya-di-bali-
mengakibatkan-kemiskinan. Diakses pada 19 Pebruari 2019

17

Anda mungkin juga menyukai