Anda di halaman 1dari 270

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Warna merupakan salah satu atribut sensori yang mempengaruhi
kualitas dan penerimaan suatu produk pangan. Sebelum faktor-faktor lain,
seperti cita rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat mikrobiologis
dipertimbangkan, secara visual warna tampil lebih dulu dan terkadang
sangat menentukan mutu bahan pangan. Produk pangan yang memiliki
warna yang menarik akan memiliki peluang yang lebih besar untuk dibeli
oleh konsumen. Hal ini menyebabkan penggunaan pewarna pada produk
pangan semakin meningkat dan berkembang dengan pesat. Penggunaan
pewarna pada produk pangan pada umumnya dimaksudkan untuk
memperbaiki kualitas produk pangan, terutama dalam hal penampakan,
dengan demikian daya tarik konsumen terhadap produk pangan tersebut
dapat meningkat.
Berdasarkan sumbernya, pewarna dalam produk pangan dapat
diklasifikasikan menjadi pewarna alami dan sintetik (DeMan, 1985;
Winarno, 1997). Pada umumnya pewarna sintetik lebih banyak digunakan
di industri pangan daripada pewarna alami. Hal ini dikarenakan pewarna
sintetik lebih mudah dan murah untuk diproduksi. Selain itu pewarna
sintetik juga memiliki kestabilan warna yang lebih baik dibandingkan
pewarna alami. Namun penggunaan pewarna sintetik untuk produk pangan
seringkali menimbulkan masalah kesehatan, seperti diare, keracunan,
kanker, stroke, dan penyakit jantung. Keadaan ini menimbulkan perubahan
tuntutan di kalangan masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya
faktor keamanan pangan. Sejalan dengan hal itu, penggunaan pewarna
alami yang relatif lebih aman mulai banyak dikembangkan. Selain faktor
keamanan, pemilihan pewarna alami sebagai pewarna pada berbagai
produk pangan juga disebabkan oleh sifat fungsional yang terkandung
dalam pewarna alami tersebut bagi kesehatan tubuh.
Salah satu jenis warna yang banyak digunakan pada berbagai
produk pangan adalah warna merah, yang dapat diperoleh dari antosianin.
Antosianin merupakan pigmen alami yang banyak ditemui pada tanaman

1
 
yang berwarna merah dan ungu. Pigmen antosianin memberikan warna
merah yang kuat dan tajam pada pH asam, sehingga aplikasi antosianin
sebagai pewarna makanan dan minuman dapat dilakukan pada pH produk
yang memiliki pH asam, seperti untuk minuman ringan, minuman
beralkohol, manisan, saus, pikel, makanan beku atau makanan kalengan,
dan yoghurt.
Pigmen antosianin telah sejak lama dikonsumsi oleh manusia dan
hewan bersamaan dengan buah atau sayuran yang mereka makan. Selama
ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atau keracunan yang disebabkan
oleh pigmen ini (Brouillard, 1982). Bahkan menurut penelitian yang telah
banyak dilakukan, pigmen antosianin terbukti memilki efek positif
terhadap kesehatan (Timberlake dan Bridle, 1997). Banyak bukti telah
menunjukkan bahwa antosianin bukan saja tidak beracun (non-toxic),
tetapi juga memiliki sifat pharmacological dan theuraphetic yang positif.
Oleh karena itu, pigmen ini dapat dikonsumsi tanpa menunjukkan efek
negatif bagi kesehatan. Wagner (1985) mengungkapkan bahwa ekstrak
pigmen antosianin memiliki aktivitas antiinflammatori dan antiodema.
Sifat penting lain yang dimiliki pigmen antosianin adalah aktivitas
antioksidan dan pencegahan pembentukan radikal bebas (Tsuda et al.,
1996, Gabrielska et al., 1999, dan Sarma et al., 1997).
Salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai sumber antosianin
yang baik adalah rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Sebanyak 85% dari total
antosianin yang terdapat pada tanaman rosela diidentifikasi sebagai
delfnidin-3-sambubiosida yang memberikan warna merah pada hasil
ekstraksi rosela. Antosianin rosela juga terbukti memiliki efek positif bagi
kesehatan manusia. Wang et al. (2000) menyatakan bahwa kelompok
pigmen antosianin yang berasal dari tanaman rosela atau Hibiscus
sabdariffa L. mampu menurunkan resiko luka pada hati, termasuk
peradangan, perembesan sel leukosit, dan necrosis.
Sebagai pigmen atau pewarna merah alami, antosianin memiliki
kelemahan, terutama dalam hal kestabilan warna. Warna merah dari
antosianin sangat mudah terdegradasi, baik oleh peningkatan pH,

2
 
peningkatan suhu, maupun cahaya. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kestabilan warna merah dari antosianin adalah dengan
kopigmentasi.
Efek kopigmentasi dapat dijabarkan sebagai suatu fenomena yang
menyebabkan warna pigmen antosianin menjadi lebih merah dan lebih
stabil. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara struktur antosianin
dengan molekul lain yang disebut dengan senyawa kopigmen, yaitu
flavonoid (flavon dan flavonol) dan polifenol lain (asam fenolik), alkaloid
(kafein), asam amino, asam organik, nukleotida, polisakarida, logam (Al3+,
Fe3+, Sn2+, Cu2+), dan bahkan antosianin itu sendiri. Interaksi komponen-
komponen tersebut dapat terjadi melalui intermolecular copigmentation,
intramolecular copigmentation, metal complexation, atau self association.
Senyawa kopigmen yang digunakan pada penelitian ini adalah
rosmarinic acid. Rosmarinic acid (C18H16O8) merupakan golongan asam
fenolik yang ditemukan pada tanaman herbal, seperti rosemary, oregano,
sage, thyme, dan peppermint. Penggunaan rosmarinic acid sebagai
senyawa kopigmen didasarkan pada penelitian Adawiyah et al. (2008)
yang menggunakan empat jenis asam fenolik sebagai senyawa kopigmen,
yaitu ferulic acid (asam ferulat), sinapic acid (asam sinapat), chlorogenic
acid (asam klorogenat), dan rosmarinic acid (asam rosmarinat) untuk
meningkatkan kestabilan antosianin dari ekstrak tanaman rosela.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, jenis kopigmen yang memberikan
hasil terbaik dalam meningkatkan kestabilan antosianin adalah rosmarinic
acid.
Penghambatan degradasi warna antosianin akibat reaksi
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid dapat diamati melalui
perbandingan nilai energi aktivasi (Ea) reaksi degradasi antosianin tanpa
dan dengan penambahan kopigmen rosmarinic acid. Semakin besar energi
aktivasi, maka semakin sulit antosianin terdegradasi, karena energi yang
dibutuhkan untuk reaksi degradasi tersebut semakin besar. Penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen diharapkan mampu
meningkatkan energi aktivasi reaksi degradasi warna antosianin.

3
 
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh proses kopigmentasi
pewarna alami antosianin dari rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan
senyawa kopigmen rosmarinic acid terhadap kualitas dan stabilitas warna
merah yang dihasilkan pada model minuman ringan.

C. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan pewarna merah
yang lebih aman dan lebih stabil untuk diaplikasikan pada produk pangan.

4
 
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ROSELA (Hibiscus sabdarifa L.)

Gambar 1. Tanaman Hibiscus sabdarifa


Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus sabdariffa L
Rosela adalah tumbuhan yang berasal dari India dan memiliki
nama latin Hibiscus sabdariffa L. Tumbuhan ini dikenal sebagai penghasil
serat bermutu yang dimanfaatkan untuk membuat karung goni. Rosela
merupakan tumbuhan semak yang tingginya mencapai 3m. Batangnya
bulat, tegak, percabangan simpodial, memiliki kambium, dan berwarna
merah. Daunnya tunggal dengan bentuk bulat seperti telur. Tipe tulang
daunnya adalah menjari. Ujung daun tumpul, tepinya beringgit, dan
pangkalnya berlekuk. Panjang daun rosela sekitar 6-15cm dan lebarnya
5-8cm. Panjang tangkai daun 4-7cm dengan penampang bulat dan warna
hijau.
Rosela memiliki bunga tunggal yang tumbuh di ketiak daun.
Kelopak bunga berwarna merah, berbulu, terdiri dari delapan sampai
sebelas daun kelopak dan pangkalnya berlekatan. Mahkota bunganya
berwarna kuning berbentuk corong. Setiap bunga terdiri dari lima daun
mahkota yang panjangnya 3-5cm.

5
 
Rosela merupakan tumbuhan yang berkembang baik di daerah
beriklim tropis dan subtropis. Budidayanya dapat dilakukan di segala
macam tanah, tetapi paling cocok pada tanah yang subur dan gembur.
Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah pantai sampai daerah dengan
ketinggian 900m di atas permukaan laut. Curah hujan yang dibutuhkan
adalah 180cm. Jika curah hujan tidak mencukupi, irigasi akan memberikan
hasil yang baik (Maryani dan Kristiana, 2005).
Rosela yang direbus dalam air panas, menghasilkan minuman yang
berwarna merah. Warna merah ini dapat dimanfaatkan sebagai zat warna
alami pada berbagai produk pangan. Komponen yang berperan
memberikan warna merah pada hasil ekstraksi rosela ini merupakan
pigmen dari golongan antosianin. Puckhaber (2002) menyatakan bahwa
ekstrak bunga dari genus Hibiscus kebanyakan mengandung antosianin
jenis delfinidin, sianidin, petunidin, miricetin, pelargonidin, malvidin,
quercetin, dan kaempferol. Sebanyak 85% dari total antosianin yang
terdapat pada tanaman rosela diidentifikasi sebagai delfinidin
3-sambubiosida yang memberikan warna merah pada hasil ekstraksi
rosela. Selain itu, golongan antosianin lain yang juga terdapat pada
tanaman rosela adalah sianidin 3-samubiosida yang memberikan warna
pink pada hasil ekstraksi rosela (Hong dan Wrolstad, 1990, Tsai dan Ou,
1996; Tsai et al., 2002). Selain dua antosianin utama tersebut, ekstrak cair
dari kelopak kering bunga rosela juga mengandung komponen antosianin
minor, yaitu delfinidin 3-glukosida dan sianidin 3-glukoasida (Du dan
Francis, 1973). Selain itu rosela juga mengandung komponen fenolik
lainnya yang memiliki aktivitas antioksidan.

B. PEWARNA MAKANAN
Warna merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Keinginan untuk
mengkonsumsi dan membeli produk pangan seringkali ditentukan oleh
warna produk pangan tersebut yang menarik perhatian. Warna dalam
bahan pangan juga dapat menjadi ukuran terhadap mutu dari bahan pangan
tersebut. Menurut Winarno (1997) apabila suatu produk memiliki nilai gizi

6
 
yang baik, rasa yang enak, dan tekstur yang baik tetapi memiliki warna
yang kurang menarik akan memberikan kesan menyimpang pada produk
pangan tersebut.
Pewarna makanan adalah zat warna alami maupun buatan yang
boleh ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk memperoleh
warna yang diinginkan (Enie, 1987). Tujuan penambahan pewarna ke
dalam makanan dan minuman antara lain adalah untuk memperbaiki
penampakan produk pangan yang memudar akibat pengolahan,
memperoleh penampakan warna yang seragam, memperoleh warna yang
lebih tua dari aslinya, melindungi flavor dan vitamin yang peka terhadap
cahaya selama penyimpanan, memperoleh penampakan yang lebih
menarik dari aslinya, untuk memberi identitas produk, dan sebagai
indikator visual dari kualitas (Tjahjadi, 1987).
Ketentuan mengenai penggunaan pewarna di Indonesia diatur
dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan dalam
SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-0222-1995 mengenai Bahan
Tambahan Makanan (BTM). Pewarna makanan terbagi menjadi tiga
golongan, yaitu pewarna alami, pewarna identik alami dan pewarna
sintetik (Bauernfeind, 1981).
Pewarna alami merupakan bahan pewarna yang diperoleh dari
bahan nabati, hewani, atau sumber-sumber mineral. Contoh pewarna alami
antara lain curcumin, riboflavin, klorofil, antosianin, brazilein, dan
karotenoid.
Pewarna identik alami merupakan pewarna yang disentetis secara
kimia sehingga menghasilkan pewarna dengan struktur kimia yang
sama/identik dengan pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah
karotenoid murni, antara lain: canthaxanthin (merah), apo-karoten (merah-
oranye), beta-karoten (oranye-kuning). Semua zat warna ini memiliki batas
konsentrasi maksimum penggunaan, kecuali beta-karoten yang boleh
digunakan dalam jumlah tidak terbatas.
Pewarna sintetik merupakan bahan pewarna yang memberikan
warna yang tidak ada di alam dan dihasilkan dengan cara sintesis kimia,

7
 
bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi (Hendry, 1996). Berdasarkan
rumus kimianya, pewarna sintetik dalam makanan menurut Joint
FAO/WHO Expert Committee on Food Additive (JECFA) dapat
digolongkan dalam beberapa kelas, yaitu azo, triarilmetana, quinolin,
xanten, dan indigoid. Kelas azo merupakan pewarna sintetik yang paling
banyak jenisnya dan mencakup warna kuning, oranye, merah, ungu, dan
coklat, setelah itu kelas triarilmetana yang mencakup warna biru dan hijau.
Berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna sintetis, yaitu dyes
dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam
air, sedangkan lakes merupakan zat pewarna yang tidak larut pada hampir
semua jenis pelarut.
Bila dibandingkan dengan pewarna sintetik, penggunaan zat warna
alami mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain: memberikan rasa dan
flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi dan stabilitas pewarna yang
rendah, keseragaman warna kurang baik, dan spektrum warna yang kurang
luas. Pewarna sintetik lebih banyak digunakan dalam pembuatan berbagai
macam produk pangan karena memiliki kestabilan warna yang baik dan
memiliki spektrum warna yang luas.
Dalam daftar FDA (Food and Drug Administration), pewarna
alami dan pewarna identik alami tergolong dalam uncertified color, karena
tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi, sedangkan pewarna
sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian atau proses sertifikasi
sebelum akhirnya dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Proses
sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis
media terhadap pewarna tersebut. Pewarna makanan yang diijinkan
penggunaannya dikenal dengan nama certified color atau permitted color.
Sementara itu, pewarna makanan yang belum diijinkan penggunaannya
dan masih perlu diuji aspek keamanannya terhadap kesehatan manusia
digolongkan ke dalam provisional list.

8
 
C. ANTOSIANIN
Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam kelompok
pigmen setelah klorofil. Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos
yang berarti bunga dan kyanos yang berarti biru gelap. Antosianin
merupakan pigmen yang larut dalam air, menghasilkan warna dari merah
sampai biru, dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun (Jackman dan
Smith, 1996). Antosianin umumnya ditemukan pada buah-buahan, sayur-
sayuran, dan bunga, contohnya pada anggur, strawberry, blackberry,
blueberry, raspberry, cherry, apel merah, bunga ros, bunga/kembang
sepatu, kol ungu, pir merah, plum, cabai merah, dan sebagainya (Jackman
dan Smith, 1996).
Warna yang diberikan oleh antosianin bervariasi dari merah,
jingga, ungu, atau biru pada jaringan tanaman. Antosianin terdapat pada
vakuola sel bagian tanaman. Vakuola adalah organel sitoplasmik yang
berisikan air, serta dibatasi oleh membran yang identik dengan membran
tanaman (Kimbal, 1993).
Antosianin tergolong ke dalam turunan flavonoid. Struktur
utamanya ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6)
yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin
(Jackman dan Smith, 1996). Secara kimia, antosianin merupakan hasil
turunan dari glikosilasi polihidroksi dan/atau polimetoksi dari garam 2-
benzopirilium atau dikenal dengan struktur kation flavilium atau
benzilflavilum (3,5,7,4’-tetrahidroksiflavilum) yang merupakan struktur
dasar dari antosianidin (Timberlake dan Bridle, 1997).
Menurut Markakis (1982), antosianin memiliki sifat mudah larut
dalam air dan disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang
teresterifikasi dengan satu atau lebih gugus gula (glikon). Terdapat lima
jenis gula yang biasa ditemui pada molekul antosianin, yaitu glukosa,
ramnosa, galaktosa, xilosa, fruktosa, dan arabinosa. Apabila gugus glikon
dihilangkan melalui proses hidrolisis maka dihasilkan antosianidin.
Antosianidin ini berwarna merah di lingkungan asam, berwarna ungu di
lingkungan netral, dan berwarna biru di lingkungan basa (Dwidjoseputro,

9
 
1990). Struktur kimia antosianidin dapat dilihat pada Gambar 2. Sampai
saat ini terdapat lebih dari dua puluh jenis antosianidin yang telah
diidentifikasi, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam
bahan pangan, yaitu sianidin, malvidin, petunidin, pelargonidin, delfinidin,
dan peonidin.

Gambar 2. Struktur kimia antosianidin (Castaneda-Ovando et al., 2009)

Tabel 1. Gugus pengganti pada struktur kation flavilium (antosianidin)


untuk membentuk antosianin

Antosianidin Substitusi (R) Warna


3 5 6 7 3’ 5’
Pelargonidin OH OH H OH H H Oranye
Sianidin OH OH H OH OH H Oranye-
Merah
Delfinidin OH OH H OH OH OH Biru-
Merah
Peonidin OH OH H OH OMe H Oranye-
Merah
Petunidin OH OH H OH OMe OH Biru-
Merah
Malvidin OH OH H OH OMe OMe Biru-
Merah

Umumnya antosianidin tidak ditemukan dalam tanaman (Harbone,


1967). Dalam tanaman antosianin biasanya berada dalam bentuk glikosida
yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida,
biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula, dan triosida jika
memiliki tiga molekul gula (Delgado-Vargas et al., 2000). Menurut
Timberlake dan Bridle (1983), gula yang menyusun antosianin terdiri dari:
(1) monosakarida, biasanya glukosa, ramnosa, dan arabinosa, (2)

10
 
disakarida, yang merupakan dua buah monosakarida dengan kombinasi
dari keempat monosakarida di atas dan xilosa, seperti rutinosa, dan (3)
trisakarida, merupakan tiga buah monosakarida yang mengandung
kombinasi dari gula-gula di atas dalam posisis linear maupun rantai
cabang.
Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula,
jumlah satuaan gula, dan letak ikatan gulanya. Glikosilasi dapat
meningkatkan kestabilan dan kelarutan antosianin di dalam air, sebab
antosianidin kurang stabil dan kurang larut air dibandingkan antosianin
(Timberlake dan Bridle, 1966).
Molekul lain yang terdapat pada inti kation flavilium adalah p-
coumaric, ferulic, cafeic, malonic, atau asam asetat. Satu atau lebih
molekul tersebut dapat terasilasi pada molekul gulanya (Francis, 1985).
Grup asil dengan jumlah dan posisi tertentu yang terikat dapat
meningkatkan kestabilan antosianin terutama terhadap cahaya dan pH
(Francis, 1982; Shi et al., 1992). Brouillard (1982) menyatakan bahwa dua
grup asil dibutuhkan untuk retensi warna maksimum, di mana satu grup
asil terletak di atas cincin pirilium dan yang satunya di bawahnya. Dengan
adanya grup asil maka interaksi hidrofobik antara grup asil dengan cincin
pirilium meningkat sehingga dapat mencegah hidrasi cincin pirilium.
Semakin kuat interaksi hidrofobik ini maka cincin pirilium akan semakin
tahan terhadap hidrasi sehingga pigmen antosianin akan lebih stabil.
Sifat dan warna antosianin dalam jaringan tanaman dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus
hidroksi dan metoksi, kopigmentasi, dan sebagainya (Markakis, 1982).
Konsentrasi pigmen yang tinggi di dalam jaringan akan menyebabkan
warna merah hingga gelap, sedangkan konsentrasi pigmen yang sedang
akan menyebabkan warna ungu, dan konsentrasi pigmen yang rendah akan
menyebabkan warna biru (Winarno, 1997). Penambahan gugus glikosida
atau peningkatan jumlah gugus hidroksi bebas pada rantai karbon nomor 5
(cincin A) yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif
tidak stabil, sedangkan metilasi atau penambahan jumlah gugus metoksi

11
 
akan menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil (Jackman dan
Smith, 1996).
Warna pigmen antosianin juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna
antosianin akan menjadi lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan
dengan pelarut air (Swain, 1976). Kondisi yang sedikit asam akan
meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin. Selain itu,
terikatnya beberapa jenis gula juga dapat meningkatkan intensitas warna
dan pigmen antosianin (Lewis et al., 1995).
Antosianin di alam terdapat dalam bentuk struktur primer,
sekunder, tersier, kuartener. Dalam bentuk primer, struktur antosianin
berbentuk kation falvium, yang terikat gugus hidroksi, metoksi, atau o-
glikosil. Struktur sekunder merupakan struktur yang paling banyak
ditemukan dalam tanaman. Struktur ini didapatkan melalui proses hidrasi,
transfer porton, dan tautomerasi dari struktur primer. Struktur sekunder ini
ditemukan saat antosianin dilarutkan dalam air. Struktur sekunder yang
berwarna, biasanya tidak stabil atau mudah hilang dan pudar (Brouillard,
1982).
Akibat kekurangan elektron, maka kation flavilium menjadi sangat
reaktif. Reaksi-reaksi yang terjadi pada umumnya mengakibatkan
terjadinya degradasi warna. Degradasi warna dari pigmen antosianin
disebabkan oleh berubahnya kation flavium yang berwarna merah menjadi
basa karbinol yang tidak berwarna, dan akhirnya menjadi kalkon yang
tidak berwarna (Francis, 1985). Palamidis dan Markakis (1975)
menyatakan bahwa reaksi degradasi pada antosianin mengikuti laju reaksi
yang termasuk dalam reaksi ordo pertama. Laju degradasi warna
antosianin dipercepat dengan adanya asam askorbat, asam amino, fenol,
dan gula. Senyawa-senyawa tersebut dapat berkondensasi dengan molekul
antosianin melalui suatu reaksi yang kompleks (Francis, 1985). Salah satu
senyawa hasil kondensasi ini adalah phlobafen yang berwarna coklat
(Francis, 1985).

12
 
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan antosianin,
antara lain pengaruh reaksi enzimatis dan non enzimatis. Faktor-faktor non
enzimatis yang mempengaruhi kestabilan antosianin antara lain pH,
cahaya, dan suhu (Elbe dan Schwartz, 1996).
Secara enzimatis, kehadiran enzim antosianase atau polifenol
oksidase akan mempengaruhi kestabilan antosianin karena bersifat
merusak antosianin. Menurut Rein (2005) beberapa enzim dapat berperan
dalam proses degradasi antosianin misalnya glukosidase dan PPO
(polyphenol oxidase). Enzim glukosidase mampu menstimulasi terjadinya
hidrolisis pada ikatan gula antara gugus aglikon dengan gugus glikon.
Hidrolisis tersebut menyebabkan terbukanya cincin aromatik sehingga
membentuk senyawa kalkon (Markakis, 1982). Menurut Jackman dan
Smith (1996), adanya enzim glukosidase yang ditambahkan pada jus
blueberry yang mengandung sianidin 3-glukosida menyebabkan
pemudaran warna akibat hidrolisis ikatan glikosidik.
Pada medium air, antosianin terdapat dalam empat bentuk struktur
kesetimbangan yaitu, basa quinonoidal berwarna ungu, kation flavium
berwarna merah, basa karbinol/hemiasetal/pseudobasa, dan kalkon yang
tidak berwarna. Bentuk kesetimbangan ini dipengaruhi oleh pH. Pada pH
rendah (pH < 2), struktur kation flavium (merah) dominan. Pada pH 3-6,
struktur kation flavilium mengalami serangan nukleofilik oleh molekul air,
menghasilkan struktur basa karbinol/hemiasetal (tidak berwarna).
Selanjutnya struktur basa karbinol/hemiasetal yang terbentuk ini dapat
mengalami kesetimbangan tautomerik (kesetimbangan antara bentuk keto
dan enol) menghasilkan struktur kalkon (tidak berwarna). Pada pH yang
lebih tinggi (pH 6-8) terjadi reaksi deprotonisasi menghasilkan struktur
basa quinonoidal (ungu). Peningkatan pH lebih lanjut (pH > 10) akan
mengakibatkan terjadinya reaksi deprotonisasi lanjutan pada basa
quinonoidal (ungu) menghasilkan struktur basa quinonoidal terionisasi
(biru).
Peningkatan suhu pengolahan hingga penyimpanan dapat
menyebabkan kerusakan dan perubahan struktur antosianin. Tinsley dan

13
 
Bockian (1960), menyatakan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang
nyata sekali terhadap destruksi antosianin. Markakis (1982),
mengemukakan bahwa kerusakan atau perubahan struktur antosianin
akibat peningkatan suhu terjadi melalui tahapan: (1) terjadinya hidrolisis
pada ikatan glikosidik antosianin pada posisi 3 dan menghasilkan aglikon-
aglikon yang labil, (2) terbukanya cincin aglikon sehingga terbentuk gugus
karbinol dan kalkon yang tidak berwarna. Degradasi lebih lanjut dari
antosianin ini akan menghasilkan produk yang berwarna coklat terutama
jika terdapat molekul oksigen.
Brouillard (1982), mengemukakan bahwa reaksi kesetimbangan di
antara struktur basa quinonoidal (ungu) ↔ kation flavilium (merah) ↔
basa karbinol/hemiasetal/pseudobasa (tidak berwarna) ↔ kalkon (tidak
berwarna) adalah bersifat endotermik jika berjalan dari kiri ke kanan.
Dengan demikian, adanya panas akan menggeser kesetimbangan menuju
ke kanan, yaitu kalkon. Senyawa kalkon mampu terdegradasi membentuk
senyawa yang lebih sederhana yang meliputi asam karboksilat seperti
asam benzoat tersubtitusi dan karboksil aldehid seperti 2,4,6-
trihidroksibenzaldehid (Jackman dan Smith, 1996).
Cahaya merupakan faktor yang turut berperan dalam proses
degradasi antosianin. Cahaya memiliki energi tertentu yang mampu
menstimulasi terjadinya reaksi fotokimia (fotooksidasi) dalam molekul
antosianin (Jackman dan Smith, 1996). Reaksi fotokimia dapat
menyebabkan pembukaan cincin aglikon pada antosianin yang diawali
oleh pembukaan cincin karbon no. 2. Pada akhirnya reaksi fotooksidasi ini
akan membentuk senyawa yang tidak berwarna seperti kalkon sebagai
indikator degradasi antosianin. Degradasi lanjutan dapat membentuk
senyawa turunan lain seperti 2,4,6-trihidroksibenzaldehid dan asam
benzoat tersubtitusi (Jackman dan Smith, 1996).
Pada suasana asam antosianin akan berwarna merah, oleh karena
itu aplikasi antosianin sebagai pewarna produk pangan dapat dilakukan
untuk produk-produk yang memiliki pH rendah, seperti minuman ringan,
manisan, saus, pikel, makanan beku atau makanan kalengan, dan yoghurt.

14
 
D. KOPIGMENTASI
Stabilitas warna antosianin dapat dipertahankan atau ditingkatkan
dengan reaksi kopigmentasi. Fenomena kopigmentasi pertama kali
teramati pada tahun 1916 oleh Willstätter dan Zollinger yang mengamati
warna pigmen anggur yang berubah warna dari merah menjadi merah
kebiruan dengan penambahan asam tanat dan asam galat (Rein, 2005).
Kopigmentasi merupakan interaksi antara struktur antosianin
dengan molekul lain seperti logam (Al3+, Fe3+, Sn2+, Cu2+) dan molekul
organik lain seperti senyawa falvonoid (flavon, flavonon, dan flavonol),
senyawa alkaloid (kafein), dan sebagainya. Adanya kopigmentasi antara
antosianin dengan logam molekul organik lain cenderung meningkatkan
stabilitas warna antosianin (Jackman dan Smith, 1996).
Kopigmentasi secara alami dapat memperbaiki warna antosianin
pada produk pangan. Menurut Castaneda-Ovando et al. (2008), reaksi
kopigmenatsi dapat terjadi melalui empat mekanisme interaksi, yaitu
intermolecular copigmentation, intramolecular copigmentation, metal
complexation, ataupun self association. Keempat mekanisme tersebut pada
antosianin digambarkan oleh Rein dan Heinonen (2004) seperti dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme reaksi kopigmentasi pada antosianin (Rein dan


Heinonen, 2004)

15
 
Mekanisme self association, yaitu interaksi antara antosianin
dengan antosianin lain sebagai senyawa kopigmen dengan bantuan gugus
gula sebagai pengikat. Mekanisme metal complexation merupakan
interaksi pembentukan kompleks antara antosianin dengan logam sebagai
senyawa kopigmen.
Pada mekanisme intermolecular copigmentation, interaksi terjadi
antara antosianin dengan senyawa flavonoid atau komponen fenolik
sebagai senyawa kopigmen. Pada mekanisme intramolecular
copigmentation, interaksi terjadi antara antosianin dengan bagian dari
molekul antosianin itu sendiri, misalnya dengan gugus asil melalui reaksi
kimia atau dengan bantuan perlakuan fisik. Pengikatannya dapat terjadi
dengan bantuan gugus gula.
Fenomena kopigmentasi teramati sebagai pergeseran panjang
gelombang maksimum yang dikenal dengan nama efek batokromik atau
efek hiperkromik. Efek batokromik (Δλmax) ialah pergeseran absorpsi
panjang gelombang maksimum (λmax). Pada antosianin teramati
pergeseran warna dari merah menjadi merah kebiruan (bluing effect)
akibat adanya kopigmentasi. Efek hiperkromik (ΔA), ialah peningkatan
intensiatas warna antosianin setelah kopigmentasi.
Pada anggur, ketidakstabilan dan reaktivitas antosianin bersama-
sama dengan reaksi kopigmentasi diperkirakan bertanggung jawab
terhadap perubahan warna pada proses pemeraman anggur. Pada buah dan
produk berry, warna juice, puree, jam, dan sirup dapat dipertajam dan
distabilkan dengan kopigmentasi, sehingga meningkatkan penerimaan
konsumen dan memperpanjang umur simpan produk (Viguera et al., 1999;
Rein dan Heinonen, 2004).
Senyawa yang digunakan untuk proses kopigmentasi disebut
kopigmen. Kopigmen adalah suatu senyawa yang tidak berwarna yang
biasanya terdapat secara alami dalam sel tanaman. Jenis senyawa
kopigmen yang umumnya digunakan adalah flavonoid (termasuk di
dalamnya adalah flavon dan flavonol) dan polifenol lain (asam fenolik),
alkaloid, asam amino dan asam organik (Markakis, 1982).

16
 
Dari jenis flavonol, rutin dan quercetin merupakan jenis kopigmen
yang menghasilkan efek kopigmentasi kuat. Rutin menginduksi pergeseran
batokromik 30nm dan quercetin 28nm terhadap malvidin 3.5-diglukosida
pada pH 3.2 (Chen and Hrazdina, 1981).
Dari golongan asam fenolik, ferulic acid merupakan salah satu
yang tergolong efisien sebagai kopigmen (Markovic et al., 2000). Rein
dan Heinonen (2004) menggunakan ferulic acid, sinapic acid, dan
rosmarinic acid untuk memperbaiki kualitas juice berry. Selain itu gallic
acid (Rein, 2005), tanin (Cai et al., 1990), dan chlorogenic acid
(Brouillard et al., 1991) juga dapat digunakan sebagai kopigmen. Rein dan
Heinonen (2004) menyatakan bahwa intensitas pelargonidin 3-glukosida
yang dikopigmentasi oleh ferulic acid dan caffeic acid meningkat dan
mampu bertahan selama penyimpanan.
Seperti halnya reaksi pada antosianin umumnya, reaksi
kopigmentasi juga dipengaruhi oleh pH (Wilska-Jeszka dan
Korzuchowaka, 1996), temperatur (Ba Kowska et al., 2003), pelarut
(Brouillard et al., 1991) dan struktur molekulnya. Efek kopigmentasi akan
lebih efisien jika konsentrasi kopigmentasi lebih besar dibandingkan
konsentrasi antosianin (Asen et al., 1972; Scheffeldt dan Hrazdina, 1978).
Pada pH rendah, karena dominasi utama kation flavium (pH < 2), reaksi
kopigmentasi kurang efektif dibandingkan pada pH 2-5, yaitu ketika
terjadi kesetimbangan dengan bentuk quinoidalnya (Williams dan
Hrazdina, 1979).

E. ROSMARINIC ACID
Rosmarinic acid (C18H16O8,) merupakan antioksidan alami dalam
bentuk asam karboksilat, memiliki bentuk dimer caffeic acid, yang
berwarna merah oranye yang sedikit larut dalam air, tetapi mudah larut
pada pelarut organik. Parnham dan Kesselring (1985) mengungkapkan
bahwa rosmarinic acid mampu berperan sebagai antioksidan,
antiinflamatori, antimutagen, antibakteri, dan antivirus.

17
 
Gambar 4. Rosmarinic acid

Rosmarinic acid banyak ditemukan pada tanaman herbal dari suku


Boraginaceace dan Lamiaceae (Litvinenko et al., 1975), seperti rosemary,
oregano, sage, thyme, dan peppermint. Hasil penelitian Olah et al., (2003)
menunjukkan bahwa daun tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus
Benth.) mengandung komponen/senyawa turunan caffeic acid, salah
satunya rosmarinic acid.

F. MINUMAN RINGAN
Minuman ringan didefinisikan sebagai minuman tak beralkohol
yang mengandung sirup, esens, atau konsentrat buah yang dicampur
dengan air atau air berkarbonasi (carbonated water) dengan proporsi
tertentu (Thorner dan Herzberg, 1978). CODEX General Standard for
Food Additives Online Database (2009) menggolongkan minuman ringan
menjadi beberapa kategori, yaitu: (1) air minum, (2) jus buah dan sayur,
(3) nektar buah dan sayur, (4) minuman bercita rasa, termasuk minuman
berenegi dan minuman berelektrolit, serta (5) kopi, teh, minuman herbal,
minuman sereal dan minuman dari biji-bijian termasuk biji coklat.
Persyaratan minuman ringan menurut Green (1981), antara lain:
1. Campuran minuman tidak menimbulkan after taste yang kurang
disukai.
2. Menggunakan air yang memenuhi standar.
3. Disuguhkan dalam keadaan yang cukup dingin.
4. Jika digunakan es sebagai pendingin maka digunakan es yang tidak
mudah mencair.
5. Karbonasi yang cukup memberikan efek yang menyegarkan.
6. Wadah yang jernih dan bersih.

18
 
Bahan-bahan penyusun minuman ringan antara lain air, pemanis,
asam, pewarna, dan pengawet. Air merupakan komponen terbesar dari
minuman ringan. Persentase air dalam minuman ringan bisa mencapai
90% sehingga kualitas air yang digunakan dalam industri minuman ringan
harus benar-benar terkontrol (Hougton dan Mc Donald, 1978). Air yang
digunakan untuk minuman ringan harus melalui test potability sehingga
dapat diminum dan bebas dari kontaminan. Di samping itu untuk
mendapatkan produk akhir yang jernih dan menarik, air harus memiliki
kekeruhan yang rendah (Thorner dan Herzberg, 1978). Air yang digunakan
dalam industri minuman ringan telah melalui tahapan penghilangan
kesadahan, penghilangan koloid dan padatan terendap, penghilangan
warna, rasa, dan bau menyimpang, serta pengurangan alkalinitas, dan telah
mengalami sterilisasi (Hougton dan Mc Donald, 1978).
Pemanis yang digunakan untuk minuman ringan bisa berupa gula
atau pemanis buatan. Gula yang digunakan untuk minuman ringan antara
lain gula kristal, gula invert, maupun gula cair (Woodroof dan Philips,
1981). Pemanis alami yang paling banyak digunakan dalam industri
minuman ringan adalah sukrosa yang biasanya berupa sirup dengan
konsentrasi tinggi. Konsentrasi sukrosa yang biasa ditambahkan pada
minuman ringan berkisar antara 10-13% (Woodroof dan Philips, 1981).
Asam merupakan komponen penting ketiga setelah air dan gula
dalam pembuatan minuman ringan. Jenis asam yang biasa digunakan
dalam pembuatan minuman ringan antara lain asam sitrat. Konsentrasi
asam sitrat yang biasa digunakan dalam minuman ringan adalah 1.285g/l
(Woodroof dan Philips, 1981).
Pewarna digunakan dalam pembuatan minuman ringan untuk
meningkatkan daya tarik konsumen. Pewarna yang ditambahkan dalam
minuman ringan sebaiknya memiliki stablitas yang baik terhadap pengaruh
komponen seperti gula, asam, dan flavor. Pewarna alami cendrung lebih
aman bila dibandingkan pewarna sintetik (Jackman dan Smith, 1996).
Namun demikian harga pewarna sintetik cendrung lebih ekonomis
dibandingkan pewarna alami. Beberapa pewarna alami yang sering

19
 
digunakan adalah antosianin, karoten, dan krolofil, sedangakan pewarna
sintetik yang digunakan misalnya FD&C (Food and Drugs Colorant)
dalam berbagai jenis warna (Winarno, 1997).

G. SPEKTROSKOPI
Prinsip spektroskopi didasarkan pada adanya interaksi dari energi
radiasi elektromagnetik dengan zat kimia. Hasil interaksi tersebut dapat
menimbulkan satu atau lebih peristiwa, seperti pemantulan (refleksi),
pembiasan (refraksi), interferensi, difraksi, penyerapan (absorpsi),
flouresensi, fosforesensi, dan ionisasi. Dalam analisis kimia, peristiwa
absorpsi merupakan dasar dari cara spektroskopi.
Spektroskopi dapat digunakan dalam aplikasi kualitatif, karena
proses absorpsi tersebut bersifat unik/spesifik untuk setiap zat kimia atau
segolongan zat kimia. Spektroskopi juga dapat digunakan dalam aplikasi
kuantitatif, karena banyaknya absorpsi berbanding lurus dengan
banyaknya zat kimia. Instrumen yang digunakan dalam metode analisis
dengan prinsip spektroskopi ini disebut dengan spektrofotometri.
Spektroskopi absorpsi memiliki prinsip dasar apabila suatu cahaya
putih atau radiasi dilewatkan melalui larutan berwarna maka radiasi
melalui larutan berwarna akan diserap secara selektif dan radiasi lainnya
akan diteruskan. Absorbansi maksimum larutan berwarna terjadi pada
daerah yang berlawanan. Karena warna yang diserap adalah warna
komplementer dari warna yang diamati. Contohnya larutan yang berwarna
merah akan menyerap radiasi maksimum warna hijau.

H. KROMAMETER
Kromameter merupakan alat analisis warna secara tristimulus
untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan. Prinsip
kerja alat ini adalah mengukur perbedaan warna melalui pantulan cahaya
oleh permukaan sampel (Hutching, 1999).
Sistem notasi warna adalah cara sistematik dan obyektif dalam
menyatakan dan mendeskripsikan suatu jenis warna. Di antara sistem
warna terdapat tiga macam notasi warna, yaitu ICI, Munsell, dan Hunter.

20
 
Sistem ICI (International Comission on Ilumination) didasarkan
pada semua warna dapat dibentuk tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan
biru. Masing-masing warna dinyatakan sebagai X untuk warna merah, Y
untuk hijau, dan Z untuk biru (Soekarto,1997).
Sistem notasi warna yang paling banyak digunakan adalah sistem
Hunter yang memiliki tiga parameter untuk mendeskripsikan warna, yaitu
L, a, dan b. Nilai L menunjukkan cerah atau gelapnya sampel dan
memiliki skala dari 0 sampai 100. Nilai 0 menyatakan sampel sangat gelap
(warna hitam) dan 100 menyatakan sampel sangat cerah (warna putih)
untuk menyatakan kecerahan yang memiliki nilai 0-100. Nilai a
menunjukkan derajat merah atau hijau sampel, dengan a positif
menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai
a memiliki skala dari -80 sampai 100. Nilai b menunjukkan derajat kuning
atau biru, dengan b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif
menunjukkan warna biru. Nilai b memiliki skala dari -70 sampai 70
(Francis, 1996).

Gambar 5. Diagram warna Hunter L, a, b


Pengukuran warna dengan sistem Munsell didasarkan pada tiga
atribut subyektif warna, yaitu warna kromatik (hue), kecerahan (value),
dan intensitas warna (chroma atau saturation). Warna kromatik (hue)
meliputi warna monokromatik yang terdiri dari warna-warna pelangi dan
warna campurannya. Kecerahan (value) menyatakan warna akromatik
(gelap dan terangnya warna) yang berkisar dari warna hitam pekat sampai

21
 
putih bersih. Nilai intensitas warna (chroma) berkisar dari nilai tidak
berwarna sampai warna penuh.
Nilai chroma (C) merupakan resultan dari nilai a dan b yang
dihitung berdasarkan rumus C = √a2+b2. Semakin tinggi nilai C maka
warna akan terlihat semakin tua karena intensitasnya yang meningkat.
Nilai hue menunjukkan posisi warna sampel dalam diagram warna. Nilai
hue menyatakan panjang gelombang dominan yang menentukan apakah
warna tersebut merah, kuning, atau hijau. Nilai hue dihitung dengan rumus
hue = (arctan (b/a)).
Nilai hue yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan nilai hue
yang ada pada bola imajiner Munsell (Gambar 6), sehingga diperoleh data
warna secara obyektif yang merupakan kisaran warna yang mendekati
warna sampel sebenarnya. Nilai hue yang diperoleh harus berada dalam
bentuk nilai derajat radian agar dapat diinterpretasikan ke dalam bola
imajiner Munsell, setiap derajat radian tertentu menyatakan warna visual
yang dilihat.

Gambar 6. Bola imajiner Munsell

Di dalam bola imajiner Munsell telah terdapat pembagian wilayah


warna pada sudut-sudut tertentu. Wana merah (R) berada pada wilayah 210
sampai 520 pada kuadran satu, warna kuning-merah (YR) berada pada
wilayah 530 sampai 840 pada kuadran satu, warna kuning (Y) berada pada
wilayah 850 pada kuadran satu sampai 210 pada kuadran dua, warna hijau-
kuning (GY) berada pada wilayah 220 sampai 610 pada kuadran dua, warna
hijau (G) berada pada wilayah 620 pada kuadran dua sampai 00 pada

22
 
kuadran tiga, warna biru-hijau (BG) berada pada wilayah 10 pada kuadran
tiga sampai 350 pada kuadran tiga, warna biru (B) berada pada wilayah 360
sampai 810 pada kuadran tiga, warna ungu-biru (PB) berada pada wilayah
820 pada kuadran tiga sampai 36 0
pada kuadran empat, warna ungu (P)
berada pada wilayah 37 sampai 710 pada kuadran empat, dan warna
0

merah-ungu (RP) berada pada wilayah 720 pada kuadran empat sampai 200
pada kuadran satu.
Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell juga dipengaruhi
oleh nilai a dan b-nya. Jika nilai hue yang diperoleh pada metode Hunter
bernilai negatif maka untuk menginterpretasikan warnannya pada diagram
Munsell, nilai negatifnya dihilangkan terlebih dahulu, kemudian diukur
pada kuadran yang paling tepat atau sesuai dengan nilai a dan b-nya. Pada
kuadaran satu, a dan b bernilai positif. Pada kuadran dua, a bernilai negatif
dan b bernilai positif. Pada kuadran tiga, a dan b bernilai negatif. Pada
kuadran empat, a bernilai positif dan b bernilai negatif. Setelah didapatkan
interpretasi warna pada diagram Munsell maka data ini dapat
dibandingkan dengan penampakan visual yang ada.

Tabel 2. Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell

Hue (⁰) Warna


21 (kuadran I) - 52 (kuadran I) Merah
53 (kuadran I) – 84 (kuadran I) Merah-Kuning
85 (kuadran I) – 21 (kuadran II) Kuning
22 (kuadran II) – 61 (kuadran II) Hijau-Kuning
62 (kuadran II) – 0 (kuadran III) Hijau
1 (kuadran III) – 35 (kuadran III) Biru-Hijau
36 (kuadran III) – 81 (kuadran III) Biru
82 (kuadran III) – 36 (kuadran IV) Ungu-Biru
37 (kuadran IV) – 71 (kuadran IV) Ungu
72 (kuadran IV) –20 (kuadran I) Merah-Ungu

23
 
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah kelopak bunga rosela kering
(Hibiscus sabdariffa L.) sebagai sumber antosianin dan rosmarinic acid
sebagai senyawa kopigmen. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
membuat model minuman ringan adalah air minum dalam kemasan dan
sukrosa. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk ekstraksi antosianin dan
analisis adalah akuades, etanol 95%, metanol 26.4M, HCl 1N, kertas
Whatman No. 1, dan alumunium foil.

2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca
analitik, blender, saringan, kain saring, wadah pencampur, penyaring
vakum, evaporator vakum, sendok pengaduk, pH meter, penangas air,
lampu/sinar UV, spektrofotometer, kromameter, refrigerator, oven,
botol berwarna (gelap), botol tidak berwarna, cawan alumunium, gelas
ukur, gelas piala, labu ukur, tabung reaksi, pipet tetes, pipet
mohr/volumetrik, gelas arloji, sudip, dan gelas pengaduk.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap penelitian: persiapan
sampel, pembuatan model minuman ringan dengan aplikasi zat warna
antosianin tunggal (tunggal) dan zat warna kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid, serta pengujian stabilitas warna terhadap suhu pemanasan
dan sinar UV.

1. Persiapan Sampel
Tujuan penelitian tahap ini adalah mendapatkan senyawa
antosianin dari kelopak bunga rosela kering melalui metode ekstraksi
secara maserasi. Senyawa yang dihasilkan merupakan bahan utama

24
 
yang dijadikan sebagai subyek pada proses pencampuran pada tahap
selanjutnya.
Ekstraksi antosianin dilakukan menggunakan modifikasi metode
Kristie (2008) (Lampiran 1). Sebanyak 50g kelopak kering bunga rosela
ditimbang, kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan
menambahkan 250ml akuades. Setelah itu, hancuran rosela dipindahkan
ke dalam gelas piala dan kembali ditambahkan dengan 250ml akuades.
Kemudian dilakukan proses maserasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Hasil yang diperoleh selanjutnya disaring dengan menggunakan
saringan dan kain saring, untuk memisahkan hancuran bunga rosela dan
ekstrak antosianin. Filtrat (ekstrak cair antosianin) yang diperoleh,
kemudian ditambahkan dengan etanol 95% sebanyak ½ bagian dari
volume total filtrat/ekstrak cair antosianin, untuk mengendapkan gum.
Setelah disaring dengan penyaring vakum, ekstrak antosianin yang
sudah tidak mengandung gum dipekatkan dengan evaporator vakum
hingga diperoleh ekstrak pekat antosianin rosela. Ekstrak antosianin
yang diperoleh kemudian diaplikasikan pada model minuman ringan.

2. Pembuatan Model Minuman Ringan dan Reaksi Kopigmentasi


Antosianin-Rosmarinic Acid
Pada tahap ini dibuat dua buah model minuman ringan, yaitu
model minuman kontrol (antosianin tunggal/tanpa kopigmen) dan
model minuman kopigmentasi (antosianin-rosmarinic acid). Model
minuman ringan dibuat dengan mencampurkan sukrosa 10% (b/v) dan
ekstrak antosianin ke dalam 100ml air minum dalam kemasan.
Untuk model minuman kopigmentasi, selain antosianin, ke
dalam model minuman juga ditambahkan rosmarinic acid dengan
perbandingan konsentrasi 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100 terhadap
konsentrasi antosianin. Model minuman ringan yang diperoleh
selanjutnya dianalisis stabilitas warna terhadap suhu pemanasan dan
penyinaran sinar ultraviolet (UV).

25
 
3. Uji Stabilitas Warna
Stabilitas warna model minuman ringan diukur menggunakan
spektrofotometer UV-VIS melalui paramter A atau absorbansi pada
λmax dan kromameter melalui parameter intensitas warna dengan sistem
notasi warna L, a, b. Pengamatan dengan spektrofotometer
menggambarkan degradasi antosianin dari segi konsentrasi kation
flavilium yang terkandung di dalam model minuman ringan, sedangkan
pengamatan dengan kromameter mengambarkan degradasi antosianin
dari segi penampakan warna model minuman ringan. Pengujian
stabilitas warna model minuman ringan ini dilakukan untuk mengetahui
kinetika degradasi zat warna antosianin tunggal dan zat warna
kopigmentasi antosianain-rosmarinic acid.

a. Analisis stabilitas warna terhadap suhu pemanasan


Model minuman ringan dimasukkan ke dalam botol
gelap/berwarna kemudian dipanaskan pada suhu 40°C, 50ºC, 60ºC,
70ºC, dan 80°C. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dan
intensitas warna L, a, b setiap 75 menit selama 525 menit untuk
minuman ringan yang dipanaskan pada suhu 40ºC, setiap 60 menit
selama 420 menit untuk minuman ringan yang dipanaskan pada suhu
50°C, setiap 45 menit selama 315 menit untuk minuman ringan yang
dipanaskan pada suhu 60ºC, setiap 30 menit selama 210 menit untuk
minuman ringan yang dipanaskan pada suhu 70ºC, dan setiap 15
menit selama 105 menit untuk minuman ringan yang dipanaskan
pada suhu 80°C.

b. Analisis stabilitas warna terhadap penyinaran ultraviolet


Model minuman ringan dimasukkan ke dalam botol tidak
berwarna (botol terang) kemudian ditempatkan di bawah
cahaya/sinar dengan panjang gelombang pendek (UV) selama 5 hari.
Pengukuran absorbansi dan intensitas warna L, a, b dilakukan setiap
hari (24 jam).

26
 
Pengukuran kinetika degradasi zat warna antosianin tunggal dan
zat warna kopigmentasi antosianain-rosmarinic acid dapat dilakukan
dengan melakukan pengujian estimasi terhadap kurva regresi linear
yang menggambarkan hubungan antara retensi warna dengan lama
pemanasan atau penyinaran UV. Kinetika degradasi antosianin secara
umum berlangsung pada ordo ke-1 (Calvi dan Francis, 1978; Ahmed et
al., 2000; Ozkan et al., 2002; dan Rein, 2005). Persamaan reaksi pada
ordo ke-1 dapat dilihat pada persamaan berikut:
dA
kA
dt
Penentuan variabel kuantitatif degradasi antosianin dilakukan
melalui integrasi terhadap persamaan tersebut sehingga diperoleh
persamaan matematis. Melalui persamaan matematis tersebut dapat
diinterpretasikan nilai konstanta degradasi antosianin (Singh, 1994).
Persamaan matematis tersebut adalah:
A
dA
k dt
A
A
At
ln kt C
Ao
ln retensi warna kt C
keterangan:
At = absorbansi zat warna setelah pemanasan/penyinaran UV
Ao = absorbansi zat warna sebelum pemanasan/penyinaran UV
k = konstanta degradasi antosianin
t = waktu pemanasan/penyinaran UV
Konstanta laju reaksi degradasi antosianin yang diperloleh dari
nilai slope hasil plot hubungan antara retensi warna dengan lama
pemanasan atau penyinaran UV tersebut digunakan untuk menentukan
waktu paruh degradasi (t1/2) :
C ln
t
k

27
 
Parameter besarnya ketergantungan laju reaksi degradasi warna
terhadap suhu dan UV dapat dilihat dalam persamaan Arrhenius:

k ko . e R.T
Ea
ln k ln ko
R T
Keterangan:
k = konstanta laju reaksi
ko = faktor frekuensi
Ea = energi aktivasi
R = tetapan gas (1.987 kal/mol.K atau 8.314 J/mol.K)
T = suhu mutlak (K)
Peningkatan kestabilan atau penghambatan degradasi warna
antosianin akibat reaksi kopigmentasi dapat diamati melalui
perbandingan nilai energi aktivasi (Ea) reaksi degradasi antosianin
tanpa penambahan kopigmen dan antosianin dengan penambahan
kopigmen rosmarinic acid. Semakin rendah energi aktivasi maka
semakin mudah antosianin terdegradasi. Penambahan rosmarinic acid
sebagai senyawa kopigmen diharapkan mampu meningkatkan energi
aktivasi reaksi degradasi warna pigmen antosianin.

4. Metode Analisis

a. Penentuan rendemen ekstrak


Rendemen ekstrak dihitung dalam persen yang menyatakan
banyaknya ekstrak yang terdapat di dalam sampel berdasarkan berat
basah. Rendemen ekstrak dapat dilihat pada rumus di bawah ini:
Berat ekstrak g
Rendemen ekstrak x %
Berat bahan awal g

b. Penentuan total padatan (AOAC, 1995)


Sebanyak 1-2g sampel ditimbang dan diletakkan di dalam
cawan petri kemudian diuapkan menggunakan penangas selama 30
menit. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100-
105°C selama 3.5 jam. Selanjutnya cawan didinginkan dalam desikator.

28
 
Setelah dingin cawan ditimbang dan kemudian dimasukkan kembali ke
dalam oven selama beberapa menit. Kemudian cawan dimasukan ke
dalam desikator kembali untuk didinginkan dan ditimbang. Tahap ini
dilakukan berulang sampai diperoleh berat yang konstan dari sampel.
Berat sampel setelah pengeringan
Total padatan terlarut %
Berat awal sampel

c. Penentuan total antosianin (modifikasi Iglesias et al., 2008)


Sebanyak 0.2g sampel ekstrak antosianin dicampurkan dengan
larutan pengekstrak metanol (26.4M) + HCl (1N) = 98 + 2 hingga
diperoleh campuran larutan dengan volume 10ml. Larutan dibiarkan
selama 24 jam pada suhu 4ºC di ruang gelap. Selanjutnya dilakukan
pengukuran absorbansi larutan pada panjang gekombang 543nm.
Konsentrasi antosianin dihitung sebagai delfinidin 3-glukosida
dengan bobot molekul 501g/mol dan koefiien ekstingsi molar pada
543nm sebesar 2.94x104l/mol.cm dengan menggunakan rumus:
A = ε . b. c
Keterangan:
A = absorbansi antosianin pada λ 543nm
ε = koefisien ekstingsi molar = 2.94x104l/mol.cm
b = lebar kuvet (cm)
c = konsentrasi antosianin (M = mol/l)
Total antosianin sampel dihitung dengan rumus:
M V P
Jumlah antosainin (mg/g) =

Keterangan:
c = konsentrasi antosianin (mol/l)
BM = berat molekul antosianin pada rosela (delfinidin 3-glukosida,
BM = 501g/mol)
V = volume larutan
FP = faktor pengenceran
m = berat sampel ekstrak antosianin

29
 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI ROSELA


Menurut Harbone (1987), ekstraksi adalah proses penarikan
komponen/zat aktif suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu.
Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif, serta kelarutan
dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan
senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut
non polar.
Ekstraksi antosianin biasanya dilakukan dengan menggunakan air,
air yang mengandung SO2, dan alkohol yang diasamkan (Markakis, 1982).
Esselen dan Sammy (1973) menggunakan air panas untuk mengekstrak
delfinidin dan sianidin mono dan biosida dari Hibiscus sabdariffa.
Ekstraksi antosianin dari kelopak kering bunga rosela pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pelarut air, karena air bersifat polar dan
tidak bersifat toksik sama sekali.
Polaritas merupakan hal yang penting diperhatikan dalam proses
ekstraksi. Polaritas antara bahan pengekstrak harus sama dengan polaritas
bahan yang diekstraknya. Senyawa yang polar hanya dapat larut dalam
pelarut yang polar, demikian pula senyawa yang bersifat non-polar hanya
dapat larut pada pelarut non-polar juga. Menurut Timberlake dan Bridle
(1966), antosianin merupakan komponen yang bersifat polar sehingga
akan lebih mudah larut dalam pelarut yang bersifat polar juga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kristie (2008),
ekstrak rosela yang diperoleh melalui proses ekstraksi secara maserasi
dengan pelarut air, diduga masih banyak mengandung gum dan gula. Hal
tersebut menyebabkan ekstrak memiliki tekstur yang padat dan lengket.
Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan modifikasi tahapan ekstraksi
dengan penambahan etanol 95%, untuk mengikat gum dan gula yang
masih terekstrak. Filtrat (ekstrak cair antosianin) yang diperoleh dari
proses maserasi ditambahkan dengan etanol 95% sebanyak ½ bagian dari

30
 
volume total filtrat, kemudian untuk memisahkan gum dari ekstrak cair
antosianin, dilakukan penyaringan secara vakum.
Proses pemekatan atau penguapan pelarut dilakukan dengan
evaporator vakum pada suhu 40°C. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kerusakan pigmen antosianin terhadap panas yang berlebihan. Penguapan
terjadi pada ruangan vakum yang memiliki tekanan rendah sehingga
dibutuhkan suhu yang relatif rendah. Pada akhir proses pemekatan, ekstrak
antosianin rosela yang didapat masih memiliki tekstur padat, keras, dan
lengket. Hal ini diduga karena masih banyak gum dan gula yang ikut
terkstrak bersama dengan ekstrak antosianin rosela tersebut.
Rendemen ekstrak dihitung dalam persen yang menyatakan
banyaknya ekstrak yang terdapat di dalam sampel berdasarkan berat basah.
Rendemen ekstrak antosianin rosela yang diperoleh adalah sebesar 30.84%
(b/b) (Lampiran 2).

Gambar 7. Ekstrak antosianin dari rosela

B. KARAKTERISTIK EKSTRAK ANTOSIANIN DARI ROSELA


Setelah diperoleh ekstrak antosianin dari rosela, selanjutnya
dilakukan karakterisasi terhadap ekstrak antosianin yang diperoleh, yaitu
perhitungan total padatan ekstrak, perhitungan total antosianin ekstrak,
pengukuran pH ekstrak saat dilarutkan dalam akuades, dan pengukuran
intensitas warna. Karakteristik ekstrak antosianin dari rosela dapat dilihat
pada Tabel 3.
Perhitungan total padatan ekstrak dilakukan untuk mengetahui
berat ekstrak kering yang diperoleh. Perhitungan total padatan ini
didasarkan pada metode AOAC (1995). Total padatan ekstrak antosianin
rosela yang diperoleh adalah sebesar (72.22 ± 0,007)% (Lampiran 3).

31
 
Perhitungan total antosianin ekstrak dilakukan dengan metode
spektrofotometri pada panjang gelombang 543nm. Total antosianin yang
terdapat dalam ekstrak antosianin rosela adalah sebesar (2.7886 ± 0.0771)
mg/g ekstrak dan dinyatakan sebagai delfinidin 3-glukosida (Lampiran 4).
Pengukuran pH ekstrak digunakan untuk mengetahui nilai pH
ekstrak antosianin rosela saat dilarutkan dalam akuades. Pengukuran pH
ini dilakukan dengan menggunakan alat pHmeter. Nilai pH ekstrak
antosianin rosela ketika dilarutkan di dalam akuades adalah sebesar
(2.54 ± 0.02) (Lampiran 5).
Intensitas warna ekstrak antosianin rosela dilakukan untuk
mengetahui kisaran warna ekstrak antosianin rosela yang diperoleh.
Pengukuran intensitas warna ekstrak antosianin rosela ini dilakukan
menggunakan kromameter dengan sistem notasi warna Hunter (L, a, b).
Ekstrak antosianin rosela yang diperoleh berwarna merah gelap (merah
pekat) dengan nilai L (derajat kecerahan) sebesar 22.16, nilai a (derajat
kemerahan) sebesar 1.71, dan nilai b (derajat kekuningan) sebesar -1.04.
Nilai ⁰hue ekstrak antosianin rosela yang diperoleh adalah sebesar -31.31.
Berdasarkan diagram Munsell, nilai ⁰hue ini berada pada kisaran warna
ungu-biru (PB).

Tabel 3. Karakteristik ekstrak antosianin rosela

Karakteristik ekstrak Nilai

72.22 ± 0.007
Total padatan (%)

2.7886 ± 0.0771
Total antosianin (mg/g ekstrak)

2.54 ± 0.02
pH
L = 22.16
a = + 1.71
Intensitas warna b = - 1.04
⁰hue = -31.31 (PB)

32
 
C. PEMBUATAN MODEL MINUMAN RINGAN DAN REAKSI
KOPIGMENTASI ANTOSIANIN-ROSMARINIC ACID
Model minuman ringan dibuat dengan mencampurkan 100ml air
minum dalam kemasan dan sukrosa 10% (b/v). Setelah itu ekstrak
antosianin rosela diaplikasikan ke dalam model minuman ringan.
Antosianin dilarutkan dalam model minuman ringan dengan konsentrasi
3x10-5M. Untuk model minuman kopigmentasi, selain antosianin, ke
dalam model minuman juga ditambahkan rosmarinic acid dengan
perbandingan konsentrasi 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100 terhadap
konsentrasi antosianin (Lampiran 6).
Mengingat ekstrak antosianin rosela yang diperoleh memiliki
tekstur yang padat, keras, dan lengket, maka untuk mempermudah
pengaplikasian ke dalam model minuman ringan, ekstrak antosianin rosela
tersebut terlebih dahulu dilarutkan dalam air minum dalam kemasan,
sehingga diperoleh larutan stok ekstrak antosianin rosela, yang kemudian
diaplikasikan ke dalam model minuman ringan. Sebelum diaplikasikan ke
dalam model minuman ringan, terlebih dahulu dilakukan analisis
kandungan total antosianin yang terdapat dalam setiap ml larutan stok
ekstrak antosianin rosela. Volume larutan stok ekstrak antosianin rosela
yang diaplikasikan ke dalam model minuman ringan disesuaikan dengan
kandungan total antosianin yang terdapat dalam tiap ml larutan stok
tersebut.

D. ANALISIS STABILITAS WARNA MODEL MINUMAN RINGAN


Analisis stabilitas warna model minuman ringan dilakukan untuk
melihat pengaruh reaksi kopigmentasi rosmarinic acid terhadap antosianin
rosela terhadap pemanasan dan penyinaran ultraviolet (UV). Parameter
yang diamati pada model minuman ringan meliputi absorbansi dan
intensitas warna.
Absorbansi model minuman ringan diamati dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis Spectronic 20D pada panjang gelombang
520nm. Nilai absorbansi ini menggambarkan konsentrasi kation flavilium

33
 
antosianin yang yang terdapat dalam model minuman ringan. Panjang
gelombang 520nm dipilih sebagai panjang gelombang maksimal untuk
pengukuran stabilitas warna menggunakan spektrofotometer, hal ini
didasarkan pada spektrum serapan cahaya model minuman ringan. Pada
rentang panjang gelombang 400nm sampai 600nm, model minuman ringan
menunjukkan serapan cahaya (absorbansi) maksimal pada panjang
gelombang 520nm (Lampiran 7).
Intensitas warna diamati dengan alat Chromameter Lab Minolta
CR310. Kromameter dapat digunakan untuk mengukur warna melalui
pantulan cahaya oleh permukaan sampel (Hutching, 1999). Intensitas
warna model minuman ringan diamati dengan menggunakan sistem notasi
warna Hunter, yaitu parameter L, a, dan b.
Nilai L menyatakan parameter kecerahan dengan nilai antara 0
sampai dengan 100, semakin tinggi nilai L menunjukkan kecerahan yang
semakin meningkat. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel,
dengan skala dari -80 sampai 100, nilai a positif menunjukkan warna
merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai b menunjukkan
derajat kuning atau biru sampel, dengan skala -70 sampai 70, nilai b
positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru
(Francis, 1996).

1. Analisis Stabilitas Warna Model Minuman Ringan terhadap


Pemanasan
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
stabilitas warna antosianin. Analisis stabilitas warna model minuman
ringan terhadap pemanasan dilakukan dengan memanaskan model
minuman ringan dalam botol berwarna pada suhu 40oC selama 525
menit, pada suhu 50⁰C selama 420 menit, pada suhu 60⁰C selama 315
menit, pada suhu 70ºC selama 210 menit, dan pada suhu 80°C selama
105 menit. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan penangas air,
karena panas yang dihasilkan merata di seluruh bagian sampel dan
untuk memudahkan dalam pengontrolan suhu.

34
 
a. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap
pemanasan dengan menggunakan spektrofotometer
Peningkatan waktu pemanasan menyebabkan penurunan
nilai absorbansi warna model minuman ringan selama proses
pemanasan (Lampiran 8, Lampiran 10, Lampiran 12, Lampiran 14,
dan Lampiran 16). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen mampu
menunjukkan efek hiperkromik, yaitu peningkatan intensitas warna
merah antosianin, yang ditandai dengan peningkatan absorbansi
pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Peningkatan absorbansi pada model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid terjadi seiring dengan peningkatan
konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan. Formula model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:100
mempunyai nilai absorbansi yang paling besar dibandingkan
dengan formula model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:20, 1:40, 1:60, dan 1:80.
Suhu pemanasan yang relatif tinggi dapat merusak struktur
antosianin yang berpengaruh terhadap warna model minuman
ringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu
pemanasan menyebabkan penurunan nilai retensi warna pada
model minuman ringan. Nilai retensi warna menunjukkan
kandungan antosianin rosela yang masih tersisa di dalam model
minuman ringan selama atau setelah proses pemanasan.

35
 
100,00

Retensi warna (%)


90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 75 150 225 300 375 450 525
1:100
Waktu (menit)

Gambar 8. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin


tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
40⁰C

100,00
Retensi warna (%)

90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 60 120 180 240 300 360 420
1:100
Waktu (menit)

Gambar 9. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin


tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
50⁰C

100,00
Retensi warna (%)

90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 45 90 135 180 225 270 315
1:100
Waktu (menit)

Gambar 10. Nilai retensi warna model minuman kontrol


(antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
pemanasan suhu 60⁰C

36
 
100,00

Retensi warna (%)


90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 30 60 90 120 150 180 210
1:100
Waktu (menit)

Gambar 11. Nilai retensi warna model minuman kontrol


(antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
pemanasan suhu 70⁰C

100,00
Retensi warna (%)

90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 15 30 45 60 75 90 105
1:100
Waktu (menit)

Gambar 12. Nilai retensi warna model minuman kontrol


(antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
pemanasan suhu 80⁰C

Nilai retensi warna model minuman ringan semakin


menurun seiring dengan semakin meningkatnya suhu pemanasan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
pemanasan, laju degradasi antosianin rosela akibat proses
pemanasan akan berlangsung semakin cepat, yang berakibat pada
penurunan stabilitas warna model minuman ringan. Berdasarkan
kurva retensi warna model minuman ringan di atas (Gambar 8,
Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12) dapat dilihat
bahwa, semakin tinggi suhu pemanasan, maka kurva retensi warna
yang terbentuk akan semakin curam. Semakin curam kurva yang

37
 
terbentuk, maka stabilitas warna model minuman ringan terhadap
degradasi akibat proses pemanasan semakin rendah.
Pada pemanasan suhu 40⁰C warna model minuman ringan
relatif stabil. Hal ini dapat dilihat dari bentuk kurva retensi
warnanya yang semakin landai atau bahkan cenderung datar. Nilai
retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal) pada
akhir pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit adalah sebesar
97.60%. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin
tunggal) pada akhir pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit, 60⁰C
selama 315 menit, dan 70⁰C selama 210 menit secara berturut-turut
adalah sebesar 85.80%, 77.67%, dan 65.54%. Pada pemanasan
suhu 80⁰C warna model minuman ringan relatif tidak stabil. Hal ini
dapat dilihat dari bentuk kurva retensi warnanya yang semakin
curam. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin
tunggal) pada akhir pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit adalah
sebesar 55.97%.
Markakis (1982) mengemukakan bahwa penurunan
stabilitas warna akibat peningkatan suhu ini disebabkan oleh
dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon yang
tidak berwarna dan akhirnya membentuk alfa diketon yang
berwarna coklat. Selain itu, menurut Elbe dan Schwartz (1996),
panas mampu mengubah kesetimbangan antosianin terhadap
kalkon yang tidak berwarna. Brouillard (1982) juga menyatakan
bahwa temperatur yang tinggi dapat mengubah kation flavilium
menjadi kalkon. Setelah cincin pirilium terbuka, degradasi akan
berlanjut menghasilkan alfa diketon yang berwarna coklat.
Peningkatan waktu dan suhu pemanasan dapat
mengganggu proses kopigmentasi sehingga mengakibatkan
degradasi kompleks antosianin-kopigmen menghasilkan senyawa
seperti kalkon dan turunannya yang tidak berwarna (Cai et al.,
1990, Wilska-Jezka dan Korzuchowska, 1996, Satyatama, 2008).
Lebih lanjut Dangles dan Brouillard (1992) menyatakan bahwa

38
 
interaksi antara antosianin dan kopigmen bersifat eksotermal dan
peningkatan temperatur menyebabkan degradasi kompleks
kopigmentasi memberikan komponen tidak berwarna, sehingga
menyebabkan kehilangan warna pada kompleks antosianin-
kopigmen.
Penurunan nilai retensi warna akibat peningkatan suhu
pemanasan pada model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid lebih rendah jika dibandingkan dengan model
minuman kontrol (antosianin tunggal) pada suhu pemanasan yang
sama. Hal ini menunjukkan bahwa model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid mempunyai kestabilan warna yang
lebih baik dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal). Dengan demikian penambahan rosmarinic
acid sebagai senyawa kopigmen dapat membantu mempertahankan
retensi warna antosianin rosela terhadap peningkatan suhu
pemanasan.
Penambahan rosmarinic acid pada model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:20 mampu menghambat
laju degradasi antosianin rosela akibat proses pemanasan dengan
nilai retensi warna pada akhir pemanasan suhu 40⁰C (525 menit),
50⁰C (420 menit), 60⁰C (315 menit), 70⁰C (210 menit), dan 80⁰C
(105 menit) secara berturut-turut adalah sebesar 97.09%, 91.67%,
82.27%, 82.10%, dan 71.21%. Model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:40 pada akhir pemanasan suhu 40⁰C
(525 menit), 50⁰C (420 menit), 60⁰C (315 menit), 70⁰C (210
menit), dan 80⁰C (105 menit) memiliki nilai retensi warna secara
berturut-turut sebesar 97.84%, 92.01%, 84.01%, 80.12%, dan
70.20%.
Nilai retensi warna model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:60 pada akhir pemanasan suhu 40⁰C
(525 menit), 50⁰C (420 menit), 60⁰C (315 menit), 70⁰C (210

39
 
menit), dan
d 80⁰C (1005 menit) seecara berturuut-turut adallah sebesar
97.96%, 93.47%,
9 85.993%, 82.59%
%, dan 69.300%.
P
Penambahan
n rosmariniic acid paada model minuman
kopigmenntasi antosiaanin-rosmariinic acid 1:80 mampu menghambat
m
laju degrradasi antosiianin rosela akibat prosses pemanassan dengan
nilai retennsi warna pada akhir peemanasan suuhu 40⁰C (5525 menit),
50⁰C (4220 menit), 600⁰C (315 meenit), 70⁰C ((210 menit), dan 80⁰C
(105 mennit) secara bberturut-turutt adalah sebbesar 97.63%
%, 93.62%,
88.44%, 82.89%, ddan 73.15%. Model m
minuman kopigmentasi
antosianinn-rosmarinicc acid 1:1000 pada akhir pemanasan suhu 40⁰C
(525 mennit), 50⁰C (420 menit)), 60⁰C (3115 menit), 70⁰C
7 (210
menit), dan
d 80⁰C (1005 menit) memiliki
m nilaai retensi waarna secara
berturut-tturut sebesaar 96.89%, 94.54%, 88.90%,
8 81.12%, dan
72.73%.
N
Nilai retensii warna moodel minumaan kontrol (antosianin
tunggal) dan model minuman
m koopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid padaa berbagai suuhu pemanassan disajikann dalam Gam
mbar 13.
Retensi warna (%)

100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
suhu  suhu  suhu  suhu  suhu 
4
40 50 60 70 80
8
kontrol 97,60 85,80 77,67 65,54 55,,97
1:20 97,09 91,67 82,27 82,10 71,,21
1:40 97,84 92,01 84,01 80,12 70,,20
1:60 97,96 93,47 85,93 82,59 69,,30
1:80 97,63 93,62 88,44 82,89 73,,15
1:100 96,89 94,54 88,90 81,12 72,,73
Suh
hu pemanasan (⁰C)

Gambar 13. Nilaii retensi warna


w moddel minumaan kontrol
(antoosianin tunnggal) dann model minuman
kopiggmentasi antosianin-ro
a osmarinic acid
a pada
berbaagai suhu peemanasan

40
H
Hasil pengam
matan retennsi warna pada
p model minuman
ringan ju
uga diperkuuat dengan hasil penggamatan warrna model
minumann ringan secaara visual, yang
y menunjjukkan bahw
wa semakin
lama selaang waktu ppemanasan, maka warnna merah pada model
minumann ringan akann semakin memudar.
m Waarna merah pada
p model
minumann ringan jugga akan seemakin mem
mudar seirinng dengan
peningkattan suhu ppemanasan. Hasil penggamatan warrna model
minumann ringan secara
s visu
ual kurang dapat meenunjukkan
perbedaann yang signnifikan pada intensitas warna meerah model
minumann kontrol (antosianin
( tunggal) ddan model minuman
kopigmenntasi antosiaanin-rosmariinic acid (Gambar 13, Gambar
G 14,
Gambar 15,
1 Gambar 16, dan Gam
mbar 17).

(a) (b)
Gambar 14. Warna model minu uman kontrool (antosianiin tunggal)
dan model
m minuuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmariinic acid (a) sebelum dipanaskan
d pada suhu
40⁰C daan (b) sesuudah dipanasskan pada suhu
s 40⁰C
selama 525
5 menit

(a) (b)
Gambar 15. Warna model minu uman kontrool (antosianiin tunggal)
dan model
m minuuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmariinic acid (a) sebelum dipanaskan
d pada suhu
50⁰C daan (b) sesuudah dipanasskan pada suhu
s 50⁰C
selama 420
4 menit

41
(a) (b)
Gambar 16. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid (a) sebelum dipanaskan pada suhu
60⁰C dan (b) sesudah dipanaskan pada suhu 60⁰C
selama 315 menit

(a) (b)
Gambar 17. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid (a) sebelum dipanaskan pada suhu
70⁰C dan (b) sesudah dipanaskan pada suhu 70⁰C
selama 210 menit

(a) (b)
Gambar 18. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid (a) sebelum dipanaskan pada suhu
80⁰C dan (b) sesudah dipanaskan pada suhu 80⁰C
selama 105 menit
Untuk mengetahui kinetika laju reaksi degradasi
antosianin rosela pada model minuman ringan terhadap proses
pemanasan, dari nilai absorbansi warna model minuman ringan
selama selang waktu pemanasan dapat dibuat kurva/plot antara ln
At/Ao dengan lamanya waktu pemanasan untuk setiap suhu

42
 
pemanasan. Kinetika degradasi antosianin secara umum
berlangsung pada ordo ke-1 (Calvi dan Francis, 1978; Ahmed et
al., 2000; Ozkan et al., 2002; dan Rein, 2005). Oleh karena itu
kurva/plot antara ln At/Ao dengan lamanya waktu pemanasan yang
terbentuk berupa garis lurus (linear). Menurut Ahmed et al. (2004),
hubungan linear antara ln At/Ao dengan lama pemanasan dapat
menginterpretasikan kinetika degradasi antosianin.

0,0000
-0,1000 0 75 150 225 300 375 450 525 kontrol
-0,2000 1:20
ln At/Ao

-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit)

Gambar 19. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit

0,0000
-0,1000 0 60 120 180 240 300 360 420 kontrol
-0,2000 1:20
ln At/Ao

-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit)

Gambar 20. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit

43
 
0,0000
-0,1000 0 45 90 135 180 225 270 315 kontrol
-0,2000 1:20

ln At/Ao
-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit )

Gambar 21. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 60⁰C selama 315 menit

0,0000
-0,1000 0 30 60 90 120 150 180 210 kontrol
-0,2000 1:20
ln At/Ao

-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit)

Gambar 22. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 70⁰C selama 210 menit

0,0000
-0,1000 0 15 30 45 60 75 90 105 kontrol
-0,2000 1:20
ln At/Ao

-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit)

Gambar 23. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit

44
 
Laju reaksi degradasi antosianin rosela akibat proses
pemanasan pada model minuman ringan semakin meningkat
seiring dengan semakin meningkatnya suhu pemanasan. Hal ini
dapat dilihat dari bentuk kurva/plot hubungan antara ln At/Ao
dengan lamanya waktu pemanasan (Gambar 19, Gambar 20,
Gambar 21, Gambar 22, dan Gambar 23). Semakin tinggi suhu
pemanasan, maka kurva/plot yang terbentuk semakin curam. Hal
ini menandakan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, maka laju
reaksi degradasi antosianin rosela akibat proses pemanasan akan
berlangsung semakin mudah atau semakin cepat.
Berdasarkan kurva/plot hubungan antara ln At/Ao dengan
selang waktu pemanasan dapat diperoleh nilai konstanta laju
degradasi antosianin (k), yang merupakan slope atau kemiringan
dari kurva linear tersebut. Pengaruh suhu pemanasan terhadap
konstanta laju degradasi antosianin rosela (k) pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid disajikan dalam grafik batang pada
Gambar 24, Gambar 25, Gambar 26, Gambar 27,dan Gambar 28.
Dari Tabel 4 dan grafik batang pada Gambar 24, Gambar
25, Gambar 26, Gambar 27, dan Gambar 28 dapat dilihat bahwa
nilai konstanta laju degradasi antosianin (k) akibat proses
pemanasan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu
pemanasan. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi suhu
pemanasan, maka laju reaksi degradasi antosianin rosela akibat
proses pemanasan akan berlangsung semakin mudah atau semakin
cepat.

45
 
Tabel 4. Pengaruh suhu pemanasan terhadap konstanta laju
degradasi antosianin rosela (k) pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
Hubungan suhu pemanasan dengan
Model konstanta laju degradasi antosianin
Suhu (⁰C) (k)
minuman
k R2
Kontrol 40 0.00005 0.91629
50 0.00039 0.98607
60 0.00086 0.97625
70 0.00196 0.90865
80 0.00544 0.97370
1:20 40 0.00004 0.97371
50 0.00018 0.95665
60 0.00067 0.97508
70 0.00101 0.96493
80 0.00289 0.91600
1:40 40 0.00004 0.98294
50 0.00017 0.92526
60 0.00057 0.94303
70 0.00097 0.92317
80 0.00289 0.84970
1:60 40 0.00004 0.96098
50 0.00016 0.97294
60 0.00051 0.94756
70 0.00089 0.98342
80 0.00245 0.72412
1:80 40 0.00004 0.77537
50 0.00015 0.96785
60 0.00046 0.94028
70 0.00085 0.97097
80 0.00223 0.67420
1:100 40 0.00005 0.94685
50 0.00014 0.93283
60 0.00039 0.96353
70 0.00086 0.90599
80 0.00233 0.66930

46
 
0,00006
0,00005
0,00004

Nilai k
0,00003
0,00002
0,00001
0,00000
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
M
Model minumaan

Gambar 24. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 40⁰⁰C

0,00040
0,00030
Nilai k

0,00020
0,00010
0,00000
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
M
Model minumaan

Gambar 25. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 50⁰⁰C

0
0,00100
0
0,00080
Nilai k

0
0,00060
0
0,00040
0
0,00020
0
0,00000
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
Model
M minumaan

Gambar 26. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 60⁰⁰C

47
0,00200
0
0,00150
0

Nilai k
0,00100
0
0,00050
0
0,00000
0
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
M
Model minumaan

Gambar 27. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 70⁰⁰C

0,00600
0,00500
0,00400
Nilai k

0,00300
0,00200
0,00100
0,00000
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
M
Model minumaan

Gambar 28. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 80⁰⁰C
B
Brouillard (1982), m
mengemuka
akan bahw
wa reaksi
u) ↔ kation
kesetimbaangan di anttara struktur basa quinonnoidal (ungu
flavilium (merah) ↔ basa karb
binol/hemiasetal/pseudob
basa (tidak
berwarnaa) ↔ kalkonn (tidak berw
warna) adalaah bersifat endotermik
e
jika berjaalan dari kirri ke kanan.. Dengan deemikian, adaanya panas
akan meenggeser keesetimbangann menuju ke
k arah kaanan, yaitu
kalkon. Hal
H ini sejallan dengan Jackman daan Smith (19996), yang
menyatakkan bahwa peningkatan suhu m
mampu meenstimulasi
kinetika perubahan inti kation flavilium m
menjadi senyyawa yang
tidak berw
warna sepertti kalkon dann turunannyaa.

48
Jika dibandingkan dengan model minuman antosianin
kontrol (antosianin tunggal), nilai konstanta laju degradasi
antosianin (k) akibat proses pemanasan pada model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid lebih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa degradasi antosianin rosela dengan
kopigmentasi rosmarinic acid berlangsung lebih sulit daripada
antosianin tunggal (tanpa kopigmentasi rosmarinic acid).
Pada pemanasan suhu 40⁰C, antosianin rosela tidak
banyak mengalami degradasi bahkan dapat dikatakan cenderung
atau relatif stabil, hal ini tampak dari nilai k-nya yang sangat kecil
(mendekati nol). Selain itu penambahan konsentrasi rosmarinic
acid sebagai senyawa kopigmen untuk model minuman ringan
yang dipanaskan pada suhu 40⁰C tidak menunjukkan pengaruh
yang nyata terhadap penghambatan degradasi antosianin. Dapat
dilihat pada Tabel 4 nilai k pada pemanasan suhu 40⁰C untuk
model minuman kontrol (antosianin tunggal) maupun model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:20, 1:40,
1:60, 1:80, dan 1:100 cenderung sama/tidak berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan secara umum semakin
tinggi konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan, semakin
rendah nilai konstanta laju degradasi antosianinnya. Namun pada
pemanasan suhu 40⁰C, 50⁰C, 70⁰C, dan 80⁰C, penurunan nilai k
akibat peningkatan konsentrasi rosmarinic acid pada model
minuman kopigmentasi terlihat kurang signifikan. Sementara itu,
pada pemansan suhu 60⁰C, peningkatan konsentrasi rosmarinic
acid pada model minuman kopigmentasi memperlihatkan pengaruh
yang signifikan terhadap penurunan nilai k.
Berdasarkan nilai konstanta laju degradasi antosianin (k)
dapat dicari waktu paruh degradasi antosianin rosela akibat proses
pemanasan (t1/2). Pengaruh suhu pemanasan terhadap nilai waktu
paruh degradasi antosianin rosela (t1/2) pada model minuman ringan
dapat dilihat pada Tabel 5.

49
 
Tabel 5. Pengaruh suhu pemanasan terhadap waktu paruh
degradasi antosianin rosela (t1/2) pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid

Model Suhu Model Suhu


t1/2 (menit) t1/2 (menit)
minuman (⁰C) minuman (⁰C)

40 13799.1436 40 17309.9295

50 13799.1436 50 17309.9295

Kontrol 60 13799.1436 1:60 60 17309.9295

70 13799.1436 70 17309.9295

80 13799.1436 80 17309.9295

40 17310.9295 40 17375.4295

50 17310.9295 50 17375.4295

1:20 60 17310.9295 1:80 60 17375.4295

70 17310.9295 70 17375.4295

80 17310.9295 80 17375.4295

40 17337.6795 40 17232.1795

50 17337.6795 50 17232.1795

1:40 60 17337.6795 1:100 60 17232.1795

70 17337.6795 70 17232.1795

80 17337.6795 80 17232.1795

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pemanasan


yang tinggi dapat mengakibatkan laju degradasi antosianin rosela
berlangsung semakin cepat. Hal ini ditunjukkan dari nilai waktu
paruh degradasi antosianin rosela yang semakin menurun seiring
dengan meningkatnya suhu pemanasan model minuman ringan.
Jika dibandingkan dengan model minuman antosianin
kontrol (antosianin tunggal), laju degradasi antosianin rosela akibat

50
 
proses pemanasan pada model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid berlangsung dalam waktu yang lebih lambat. Hal
ini terlihat dari nilai waktu paruhnya yang lebih besar daripada nilai
waktu paruh degradasi antosianin rosela pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal).
Ketergantungan antara konstanta laju degradasi antosianin
(k) terhadap suhu pemanasan dapat dilihat dengan persamaan
Arrhenius, yaitu dengan membuat kurva yang menggambarkan
hubungan antara logaritma natural nilai konstanta laju degradasi
antosianin (ln k) dengan kebalikan suhu pemanasan dalam satuan
Kelvin (1/T). Dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya nilai
energi aktivasi. Hubungan antara ln k dengan 1/T merupakan
fungsi linear dengan slope atau kemiringan sama dengan energi
aktivasi dibagi dengan konstanta gas (Ea/R). Gambar 29
menunjukkan plot ketergantungan konstanta laju degradasi
antosianin rosela terhadap suhu pemanasan.
Pada pemanasan suhu 40⁰C nilai k yang diperoleh untuk
model minuman ringan, baik model minuman kontrol (antosianin
tunggal) maupun model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100 adalah sama/tidak
berbeda nyata dan sangat kecil (mendekati nol). Oleh karena itu,
untuk plot hubungan antara nilai ln k dengan 1/T pada Gambar 28,
nilai ln k model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid yang
dipanaskan pada suhu 40⁰C tidak dimasukkan atau tidak
dikutsertakan.

51
 
‐5,0000
0,0028 0,0029
9 0,,0030 0,0031
‐5,5000
y kontrrol = ‐8,729.9330x + 19.164
R² = 0.996
6
‐6,0000
y 1:2
20 = ‐8,738.593x + 18.610
R² = 0.96
65
‐6,5000
40 = ‐9,031,300x + 19.409
y 1:4
81
R² = 0.98

ln k
‐7,0000

‐7,5000
y 1:60 = ‐8,742.819x + 18.452
R² = 0.984
‐8,0000
0 = ‐8,711.375xx + 18.282
y 1:80
R² = 0.989
‐8,5000
y 1:10
00 = ‐9,226.7299x + 19.758
R² = 0.998
8
‐9,0000
1/T (K)

kon
ntrol 1:20 1:40 1:60
0 1:80 1:100
1

Gambar 29. Hubuungan antarra nilai ln konstanta degradasi


k pada moodel minuman kontrol
antossianin (ln k)
(antoosianin tunnggal) dann model minuman
kopiggmentasi anntosianin-rossmarinic aciid) dengan
keballikan suhu mutlak
m (1/T)

D persam
Dari maan regresi linear padaa Gambar 299 diperoleh
nilai Ea/R
R, yang meruupakan slopee atau kemirringan kurvaa hubungan
antara nilai ln k denngan 1/T, untuk
u antosiianin rosela tanpa dan
dengan kopigmentasii rosmarinicc acid pada m
model minum
man ringan
C, 60⁰C, 70⁰⁰C, dan 80⁰C. Dengan
yang dipaanaskan padda suhu 50⁰C
cara men
ngalikan nilaai Ea/R yanng diperolehh tersebut deengan nilai
konstantaa gas (R) sebbesar 8.314 J/mol.K,
J makka akan dipeeroleh nilai
Ea atau energi aktivvasi degradaasi antosiannin rosela pada model
minumann kontrol (antosianin
( tunggal) ddan model minuman
kopigmenntasi antosiaanin-rosmariinic acid.
E
Energi aktivasi (Ea) dideefinisikan seebagai energi minimum
yang dib
butuhkan oleh reaktan
n agar dappat bereaksii sehingga
terbentukk pola hasil rreaksi (Bird, 1987). Dalaam penelitiann ini energi
aktivasi yang
y dimakssud adalah energi
e minim
mum yang dibutuhkan
d

52
agar terjadi suatu reaksi degradasi antosianin akibat pengaruh
proses pemanasan. Semakin besar energi aktivasi, maka semakin
sulit antosianin terdegradasi, karena energi yang dibutuhkan untuk
reaksi degradasi tersebut semakin besar.

Tabel 6. Nilai energi aktivasi (Ea) antosianin rosela pada minuman


kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid

Model minuman Ea (kJ/mol)

Kontrol (antosianin tunggal) 72.581

1:20 72.653

1:40 75.086
Kopigmentasi
1:60 72.688
antosianin-rosmarinic acid
1:80 72.426

1:100 76.711

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa secara umum


model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid memiliki
nilai energi aktivasi (Ea) yang lebih besar jika dibandingkan
dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal). Namun
sayangnya, peningkatan nilai Ea pada model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid ini tidak terlalu besar atau
tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang nyata (signifikan)
dengan nilai Ea pada model minuman kontrol antosianin tunggal.
Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi antosianin
rosela yang diaplikasikan pada model minuman ringan terlalu kecil
sehingga kurang dapat memperlihatkan efek atau pengaruh
kopigmentasi. Konsentrasi antosianin rosela yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebesar 3x10-5M, sedangkan menurut Asen
(1976), untuk dapat menunjukkan efek atau pengaruh kopigmentasi
maka konsentrasi antosianin harus lebih besar dari 3.5x10-5M.

53
 
Meskipun demikian, peningkatan nilai Ea pada model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid menandakan
bahwa antosianin rosela dengan kopigmentasi rosmarinic acid
membutuhkan energi yang lebih besar untuk melakukan reaksi
akibat proses pemanasan. Hal ini menyebabkan proses
pembentukan produk hasil reaksi degradasi antosianin seperti
senyawa kalkon dan turunannya pada antosianin rosela dengan
kopigmentasi rosmarinic acid membutuhkan waktu yang lebih
lama, dibandingkan dengan antosianin rosela tanpa kopigmenatsi
rosmarinic acid.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:100, merupakan
formula model minuman ringan yang memiliki efek kopigmentasi
terbaik, dalam meningkatan kestabilan antosianin rosela pada
proses pemanasan, karena mempunyai nilai energi aktivasi (Ea)
yang paling besar, dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan keempat formula model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid lainnya, yaitu 1:20, 1:40,
1:60, dan 1:80.

b. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap


pemanasan dengan menggunakan kromameter
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu
dan selang waktu pemanasan pada model minuman ringan
menyebabkan peningkatan nilai L dan b serta penurunan nilai a
pada model minuman ringan.
Secara umum, nilai L (derajat kecerahan) model minuman
kontrol (antosianin tunggal) akan semakin meningkat selama waktu
pemanasan. Peningkatan nilai L ini disebabkan oleh terjadinya
proses degradasi antosianin menjadi kalkon yang tidak berwarna
akibat pengaruh suhu dan selang waktu pemanasan.

54
 
68,00

Derajat kecerahan
66,00 kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00
1:80
0 75 150 225 300 375 450 525
1:100
Waktu (menit)
 
Gambar 30. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit

68,00
Derajat kecerahan

66,00 kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00
1:80
0 60 120 180 240 300 360 420
1:100
Waktu (menit)

Gambar 31. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit

68,00
Derajat kecerahan

66,00
kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00 1:80
0 45 90 135 180 225 270 315 1:100
Waktu (menit)

Gambar 32. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 60⁰C selama 315 menit

55
 
68,00

Derajat kecerahan
66,00 kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00
1:80
0 30 60 90 120 150 180 210
1:100
Waktu (menit)
 
Gambar 33. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 70⁰C selama 210 menit

68,00
Derajat kecerahan

66,00 kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00
1:80
0 15 30 45 60 75 90 105
1:100
Waktu (menit)

Gambar 34. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit

Peningkatan nilai L selama waktu pemanasan juga terjadi


pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid.
Peningkatan nilai L pada model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid disebabkan oleh terjadinya proses degradasi
kompleks kopigmentasi antara antosianin dengan kopigmen (dalam
hal ini rosmarinic acid) menghasilkan komponen tidak berwarna,
sehingga menyebabkan kompleks antosianin-kopigmen kehilangan
warna, dan antosianin berubah menjadi kalkon yang tidak berwarna
akibat pengaruh suhu dan lama pemanasan (Maza dan Brouillard,
1990).

56
 
Model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
memiliki nilai L yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
model minuman kontrol (antosianin tunggal). Hal ini diperkuat
oleh Brenes et al. (2005) yang melaporkan bahwa penambahan
ekstrak rosemary sebagai kopigmen menyebabkan penurunan nilai
lightness antosianin jus anggur. Hasil penelitian menunjukkan
semakin besar konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan,
maka nilai L akan semakin rendah.
Secara umum proses pemanasan juga mengakibatkan
penurunan nilai a (derajat kemerahan) dan peningkatan nilai b
(derajat kekuningan) model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Penurunan nilai a ini disebabkan oleh peningkatan kecepatan
transformasi struktural kation flavilium yang berwarna merah
menjadi kalkon yang tidak berwarna. Penurunan konsentrasi inti
kation flavilium mampu menurunkan derajat kemerahan model
pangan yang mengandung antosianin (Viguera dan Bridle, 1999).

20,00
Derajat kemerahan

18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 75 150 225 300 375 450 525
1:100
Waktu (menit)

Gambar 35. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit

57
 
20,00

Derajat kemerahan
18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 60 120 180 240 300 360 420
1:100
Waktu (menit)

Gambar 36. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit

20,00
Derajat kemerahan

18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 45 90 135 180 225 270 315
1:100
Waktu (menit)

Gambar 37. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 60⁰C selama 315 menit

20,00
Derajat kemerahan

18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 30 60 90 120 150 180 210
1:100
Waktu (menit )

Gambar 38. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 70⁰C selama 210 menit

58
 
20,00

Derajat kemerahan
18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 15 30 45 60 75 90 105
1:100
Waktu (menit)

Gambar 39. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit

12,00
Derajat kekuningan

10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 75 150 225 300 375 450 525
1:100
Waktu (menit)

Gambar 40. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit

12,00
Derajat kekuningan

10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 60 120 180 240 300 360 420
1:100
Waktu (menit)

Gambar 41. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit

59
 
12,00

Derajat kekuningan
10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 45 90 135 180 225 270 315
1:100
Waktu (menit)

Gambar 42. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 60⁰C selama 315 menit

12,00
Derajat kekuningan

10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 30 60 90 120 150 180 210
1:100
Waktu (menit)

Gambar 43. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 70⁰C selama 210 menit

12,00
Derajat kekuningan

10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 15 30 45 60 75 90 105
1:100
Waktu (menit)

Gambar 44. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit

60
 
Penurunan nilai a dan peningkatan nilai b selama waktu
pemanasan juga terjadi pada model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid. Penurunan nilai a dan peningkatan nilai
b pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
disebabkan oleh terjadinya proses disosiasi kompleks kopigmentasi
antara antosianin dengan kopigmen (dalam hal ini rosmarinic acid)
menghasilkan peningkatan produksi basa karbinol/hemiasetal/
pseudobasa yang berwarna pucat (tidak berwarna).
Meskipun hasil pengamatan warna secara visual kurang
dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan pada intensitas
warna merah model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid, namun
hasil pengamatan intensiatas warna model minuman ringan dengan
menggunakan kromameter mampu memperlihatkan adanya
perbedaan intensitas/derajat kemerahan (nilai a) pada model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid.
Model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
memiliki nilai a yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan model
minuman kontrol (antosianin tunggal). Hasil penelitian
menunjukkan semakin besar konsentrasi rosmarinic acid yang
ditambahkan, maka nilai a akan semakin tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa
kopigmen berpengaruh terhadap peningkatan intensitas warna
merah antosianin rosela.
Perubahan nilai L, a, b pada model minuman ringan
selama pemanasan menyebabkan perubahan pada nilai ∆E dan ⁰hue
model minuman ringan. Secara umum nilai ∆E dan ⁰hue model
minuman ringan meningkat selama pemanasan. Peningkatan suhu
pemanasan menyebabkan pergeseran warna model minuman
ringan. Pada pemanasan suhu 40⁰C warna model minuman ringan
relatif tidak berubah atau cenderung satbil pada kisaran warna

61
 
merah-ungu (RP). Sedangkan pada suhu pemanasan yang lebih
tinggi (50⁰C, 60⁰C, 70⁰C, dan 80⁰C) warna model minuman ringan
berubah dari merah ungu (RP) menjadi merah (R).

Tabel 7. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kontrol (antosianin


tunggal) pada berbagai suhu pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 15.05 Merah-Ungu
40
525 17.90 Merah-Ungu
0 13.75 Merah-Ungu
50
420 20.47 Merah-Ungu
0 21.50 Merah
60
315 36.49 Merah
0 17.39 Merah-Ungu
70
210 54.65 Merah
0 20.34 Merah-Ungu
80
105 52.75 Merah

Tabel 8. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi


antosianin-rosmarinic acid 1:20 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 13.90 Merah-Ungu
40
525 16.87 Merah-Ungu
0 12.52 Merah-Ungu
50
420 22.36 Merah
0 19.34 Merah-Ungu
60
315 28.30 Merah
0 15.91 Merah-Ungu
70
210 30.80 Merah
0 21.64 Merah
80
105 39.80 Merah

62
 
Tabel 9. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:40 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 15.40 Merah-Ungu
40
525 16.73 Merah-Ungu
0 11.55 Merah-Ungu
50
420 20.19 Merah-Ungu
0 18.88 Merah-Ungu
60
315 27.01 Merah
0 14.65 Merah-Ungu
70
210 29.72 Merah
0 21.04 Merah
80
105 36.36 Merah

Tabel 10. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi


antosianin-rosmarinic acid 1:60 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 14.49 Merah-Ungu
40
525 16.51 Merah-Ungu
0 12.54 Merah-Ungu
50
420 19.88 Merah-Ungu
0 17.96 Merah-Ungu
60
315 25.21 Merah
0 14.16 Merah-Ungu
70
210 22.63 Merah
0 22.00 Merah
80
105 35.50 Merah

63
 
Tabel 11. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:80 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 14.58 Merah-Ungu
40
525 17.07 Merah-Ungu
0 11.93 Merah-Ungu
50
420 19.48 Merah-Ungu
0 18.49 Merah-Ungu
60
315 24.98 Merah
0 13.76 Merah-Ungu
70
210 21.89 Merah
0 20.25 Merah-Ungu
80
105 31.98 Merah

Tabel 12. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi


antosianin-rosmarinic acid 1:100 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 15.30 Merah-Ungu
40
525 17.44 Merah-Ungu
0 12.05 Merah-Ungu
50
420 22.20 Merah
0 18.88 Merah-Ungu
60
315 24.46 Merah
0 13.76 Merah-Ungu
70
210 21.89 Merah
0 19.63 Merah
80
105 31.77 Merah

64
 
Secara umum nilai ∆L (Lakhir-Lawal) dan ∆a (aawal-aakhir)
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid lebih
rendah jika dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal). Hal ini menandakan bahwa, peningkatan nilai
L dan penurunan nilai a pada model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid lebih rendah dibandingkan dengan
model minuman kontrol (antosianin tunggal). Akibatnya model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid memiliki nilai
∆E yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model minuman
kontrol (antosianin tunggal).
Dengan demikian, dekomposisi struktur antosianin dari
kation flavilium menjadi basa karbinol/hemiasetal/pseudobasa dan
kalkon pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid berlangsung dengan lebih lambat jika dibandingkan dengan
model minuman kontrol (antosianin tunggal), sehingga laju
kerusakan atau degradasi warnanya pun lebih lambat terjadi.
Pada suhu pemansan 60⁰C, 70⁰C, dan 80⁰C penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen memberikan pengaruh
yang cukup baik dalam menghambat degradasi warna merah pada
model minuman ringan. Hal ini terlihat dari nilai ∆E untuk model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid yang semakin
rendah jika dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal).

2. Analisis Stabilitas Warna Model Minuman Ringan terhadap


Penyinaran Ultraviolet (UV)
Selain suhu pemanasan, faktor lain yang turut mempengaruhi
kestabilan warna antosianin adalah cahaya. Analisis stabilitas warna
model minuman ringan terhadap cahaya dilakukan dengan memberikan
paparan sinar UV terhadap model minuman ringan dalam botol tidak
berwarna selama 5 hari. Pengamatan stabilitas warna model minuman
ringan terhadap penyinaran UV ini dilakukan setiap hari (setiap 24
jam).

65
 
a. Pengamatan warna stabilitas model minuman ringan terhadap
penyinaran UV dengan menggunakan spektrofotometer
Peningkatan waktu penyinaran UV menyebabkan
penurunan nilai absorbansi warna model minuman ringan
(Lampiran 18). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen mampu menunjukkan
efek hiperkromik, yaitu peningkatan intensitas warna merah
antosianin rosela, yang ditandai dengan peningkatan absorbansi
pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Peningkatan absorbansi pada model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid terjadi seiring dengan peningkatan
konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan. Formula model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:100
mempunyai nilai absorbansi yang paling besar dibandingkan
dengan formula model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:20, 1:40, 1:60, dan 1:80.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyinaran UV
dapat menyebabkan penurunan nilai retensi warna pada model
minuman ringan. Nilai retensi warna menunjukkan kandungan
antosianin rosela yang masih tersisa di dalam model minuman
ringan selama atau setelah proses penyinaran UV. Semakin lama
waktu penyinaran UV, nilai retensi warna pada model minuman
ringan semakin rendah.

66
 
100,00

Retensi warna (%)


90,00
80,00 kontrol
70,00 1:20
60,00
50,00 1:40
40,00 1:60
30,00
1:80
0 24 48 72 96 120
1:100
Waktu (jam)

Gambar 45. Nilai retensi warna model minuman kontrol


(antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
proses penyinaran UV

Semakin lama waktu kontak/paparan sinar UV yang


diberikan terhadap model minuman ringan, maka nilai retensi
warnanya semakin menurun, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa semakin lama waktu kontak/paparan sinar UV laju
degradasi antosianin rosela semakin tinggi, yang berakibat pada
penurunan stabilitas warna antosianin. Penurunan nilai retensi
warna model minuman ringan ini terjadi karena sinar UV memiliki
energi yang besar dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi
fotokimia yang akan merusak struktur antosianin sehingga
menyebabkan perubahan warna.
Menurut Markakis (1982), antosianin memiliki
kecenderungan untuk mengabsorpsi sinar tampak. Energi radiasi
sinar dapat menyebabkan reaksi fotokimia pada spektrum tampak
yang dapat merusak struktur antosianin sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan warna. Hanum (2000) menyatakan bahwa
penurunan kestabilan antosianin akibat penyinaran disebabkan oleh
terjadinya dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi
kalkon (tidak berwarna) dan akhirnya membentuk alfa diketon
yang berwarna coklat.
Penurunan nilai retensi warna akibat penyinaran UV pada
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid lebih
rendah jika dibandingkan dengan model minuman kontrol

67
 
(antosianin tunggal). Hal ini menunjukkan bahwa model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid mempunyai kestabilan
warna yang lebih baik dibandingkan dengan model minuman
kontrol (antosianin tunggal). Dengan demikian penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen dapat membantu
menghambat penurunan retensi warna antosianin rosela akibat
penyinaran UV. Kucharska et al. (1998) mengemukakan bahwa
keberadaan kopigmen dalam larutan antosianin mampu
menghambat degradasi antosianin akibat penyinaran UV.
Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin
tunggal) setelah diberi paparan sinar UV selama 120 jam (5 hari)
adalah sebesar 40.39%. Penambahan rosmarinic acid pada model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:20 mampu
menghambat laju degradasi antosianin rosela akibat pengaruh sinar
UV dengan nilai retensi warna pada akhir proses penyinaran UV
selama 120 jam (5 hari) adalah sebesar 69.73%. Model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:40 memiliki nilai
retensi warna sebesar 79.35% setelah diberi paparan sinar UV
selama 120 jam (5 hari).
Setelah diberi paparan sinar UV selama 120 jam (5 hari)
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:60
memiliki nilai retensi warna sebesar 81.22%. Penambahan
rosmarinic acid pada model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:80 mampu mempertahankan retensi warna
sebesar 85.06% sampai akhir proses penyinaran UV selama 120
jam (5 hari). Model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid 1:100 memiliki nilai retensi warna sebesar 84.43% setelah
diberi paparan sinar UV selama 120 jam (5 hari).
Hasil pengamatan retensi warna pada model minuman
ringan juga diperkuat dengan hasil pengamatan warna model
minuman ringan secara visual (Gambar 46) yang juga
menunjukkan kecenderungan yang sama, bahwa cahaya dapat

68
 
mempengaruhi kecepatan laju degradasi antosianin rosela yang
ditandai dengan terjadinya pemucatan warna model minuman
ringan akibat kontak atau terpapar dengan cahaya (sinar UV).
Semakin lama waktu kontak/paparan sinar UV yang diberikan pada
model minuman ringan, maka warna merah pada model minuman
ringan akan semakin memudar.

(a) (b)
Gambar 46. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid (a) sebelum kontak/ terpapar sinar
UV dan (b) sesudah kontak/ terpapar sinar UV
selama 120 jam (5 hari)
Hasil pengamatan warna model minuman ringan secara
visual (Gambar 46) menunjukkan bahwa pada pengamatan jam ke-
120 (hari ke-5) tampak perbedaan yang cukup signifikan antara
intensitas warna merah model minuman kontrol (antosianin
tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid. Pada pengamatan jam ke-120 (hari ke-5) tampak warna merah
model minuman kontrol (antosianin tunggal) semakin memudar
dan cenderung berubah menjadi kekuningan, sementara model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid masih berwarna
merah, meskipun dengan intensitas warna merah yang
lemah/menurun. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen dapat menghambat
perubahan warna antosianin rosela akibat penyinaran UV. Malien
et al. (2001) melaporkan bahwa penambahan asam fenolik sebagai
kopigmen dapat menghambat proses perubahan warna antosianin
selama perlakuan penyinaran.

69
 
Untuk mengetahui kinetika laju reaksi degradasi
antosianin rosela pada model minuman ringan terhadap proses
peyinaran UV, dari nilai absorbansi warna model minuman ringan
selama selang waktu penyinaran UV dapat dibuat kurva/plot antara
ln At/Ao dengan lamanya waktu penyinaran UV. Kinetika
degradasi antosianin secara umum berlangsung pada ordo ke-1
(Calvi dan Francis, 1978; Ahmed et al., 2000; Ozkan et al., 2002;
dan Rein, 2005). Oleh karena itu kurva/plot antara ln At/Ao dengan
lamanya waktu penyinaran UV yang terbentuk berupa garis lurus
(linear).

0,0000
0 24 48 72 96 120 kontrol
-0,2000
1:20
ln (At/Ao)

-0,4000
1:40
-0,6000
1:60
-0,8000 1:80
-1,0000 1:100
Waktu (jam)

Gambar 47. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu penyinaran


UV model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid
Berdasarkan kurva/plot hubungan antara ln At/Ao dengan
lama pemanasan dapat diperoleh nilai konstanta laju degradasi
antosianin (k), yang merupakan slope atau kemiringan dari kurva
linear tersebut. Pengaruh penyinaran UV terhadap konstanta laju
degradasi antosianin rosela (k) model minuman kontrol (antosianin
tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid disajikan dalam Gambar 48.

70
 
00,0080
0
0,0070
0
0,0060
0
0,0050

Nilai k
0
0,0040
0
0,0030
0
0,0020
0
0,0010
0
0,0000
kontrrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
Model minuman
n

Gambar 48. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada proses peenyinaran UV
U

D grafik batang padaa Gambar 448 dan Tabeel 13 dapat


Dari
dilihat baahwa jika dibandingkann dengan moodel minum
man kontrol
(antosianiin tunggal), nilai konstanta laju deegradasi antoosianin (k)
akibat penyinaran
p UV pada model miinuman kopigmentasi
Hal ini meenunjukkan
antosianinn-rosmarinicc acid lebiih rendah. H
bahwa deegradasi antoosianin rosella dengan koopigmentasi rosmarinic
acid lebihh sulit darippada antosiaanin tunggaal (tanpa kopigmentasi
rosmarinic acid). H
Hasil penelittian menunj
njukkan bahhwa secara
umum s
semakin tiinggi konssentrasi rossmarinic a
acid yang
ditambahhkan, semakkin kecil puula nilai konnstanta lajuu degradasi
antosianinnnya. Denggan demikkian dapat disimpulkaan bahwa
peningkattan konsenntrasi rosm
marinic aciid sebagai senyawa
kopigmenn mampu meningkatka
m mbatan laju degradasi
an pengham
antosianinn rosela terhhadap penyinnaran UV.

71
Tabel 13. Pengaruh penyinaran UV terhadap konstanta laju
degradasi antosianin rosela (k) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid

Hubungan penyinaran UV
dengan konstanta laju
Model minuman degradasi antosianin (k)

k R2

Kontrol (antosianin tunggal) 0.0075 0.9054

1:20 0.0029 0.9539

1:40 0.0019 0.9906


Kopigmentasi
antosianin-rosmarinic 1:60 0.0016 0.9304
acid
1:80 0.0013 0.9764

1:100 0.0014 0.9783

Penurunan nilai konstanta laju degradasi antosianin (k) ini


dapat dilihat pula berdasarkan bentuk kurva/plot hubungan antara
ln At/Ao dengan selang waktu penyinaran UV (Gambar 47).
Semakin besar konsentrasi rosmarinic acid, maka kurva/plot yang
terbentuk semakin landai. Hal ini menandakan bahwa, semakin
besar konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan sebagai
senyawa kopigmen, maka laju reaksi degradasi antosianin rosela
akibat penyinaran UV akan berlangsung semakin lambat. Ba
Kowska et al. (2003) melaporkan bahwa keberadaan kopigmen
dalam larutan antosianin mampu menghambat degradasi struktur
antosianin oleh sinar UV.
Berdasarkan nilai konstanta laju degradasi antosianin (k)
dapat dicari waktu paruh degradasi antosianin rosela akibat proses
pemanasan (t1/2). Pengaruh penyinaran UV terhadap nilai waktu
paruh degradasi antosianin rosela (t1/2) pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman ringan dapat
dilihat pada Tabel 14.

72
 
Tabel 14. Pengaruh penyinaran UV terhadap waktu paruh
degradasi antosianin rosela (t1/2) model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid

Model minuman t1/2 (jam)

Kontrol (antosianin tunggal) 73.5133

1:20 226.9483

1:40 359.5000
Kopigmentasi antosianin-
1:60 422.4063
rosmarinic acid
1:80 528.6538

1:100 492.5357

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai waktu paruh


degradasi antosianin rosela akibat penyinaran UV pada model
minuman kopigmentasi rosmarinic acid lebih besar daripada nilai
waktu paruh degradasi antosianin rosela pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal). Hal ini menandakan bahwa laju
degradasi antosianin rosela akibat penyinaran UV pada model
minuman kopigmentasi rosmarinic acid berlangsung dalam waktu
yang lebih lambat jika dibandingkan dengan model minuman
antosianin kontrol (antosianin tunggal). Secara umum semakin
tinggi konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan, semakin
kecil pula nilai waktu paruh degradasi antosianinnya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen mampu meningkatkan
penghambatan laju degradasi antosianin rosela terhadap penyinaran
UV.

73
 
b. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap
penyinaran UV dengan menggunakan kromameter
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan waktu
penyinaran UV pada model minuman ringan menyebabkan
peningkatan nilai L dan b, serta penurunan nilai a pada model
minuman ringan.
Penyinaran UV menyebabkan peningkatan nilai L (derajat
kecerahan) dan b (derajat kekuningan) serta penurunan nilai a
(derajat kemerahan) pada model minuman ringan tanpa dan dengan
kopigmentasi. Peningkatan nilai L ini disebabkan oleh diskolorasi
antosianin, sehingga terjadi perubahan warna karena terkena sinar
UV secara terus menuerus (Hanum, 2000). Sedangkan penurunan
nilai a dan peningkatan nilai b disebabkan oleh peningkatan
kecepatan reaksi fotokimia yang menyebabkan transfornasi
struktural kation flavilium (merah) menjadi kalkon (tidak
berwarna) akibat pengaruh energi dari sinar UV (Bolivar dan
Zevallos, 2004). Penurunan konsentrasi kation flavilium mampu
menurunkan derajat kemerahan model pangan yang mengandung
antosianin (Viguera dan Bridle, 1999).

72,00
Derajat kecerahan

70,00 kontrol
68,00 1:20
66,00 1:40
64,00
1:60
62,00
1:80
0 24 48 72 96 120
1:100
Waktu (jam)

Gambar 49. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari)

74
 
16,00

Derajat kemerahan
14,00
12,00 kontrol
10,00
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
2,00 1:60
0,00
1:80
0 24 48 72 96 120
1:100
Waktu (jam)

Gambar 50. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari)

7,00
Derajat kekuningan

6,00 kontrol

5,00 1:20
1:40
4,00
1:60
3,00 1:80
0 24 48 72 96 120 1:100
Waktu (jam)

Gambar 51. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari)

Jika dibandingkan dengan model minuman kontrol


(antosianin tunggal), model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid memiliki nilai L yang lebih rendah dan nilai a yang
lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan semakin besar
konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan, maka nilai L akan
semakin rendah dan nilai a akan semakin tinggi.
Perubahan nilai a dan b akibat penyinaran UV pada model
minuman ringan selama 120 jam (5 hari) menyebabkan perubahan
nilai ∆E dan ⁰hue pada model minuman ringan. Nilai ∆E dan ⁰hue
secara umum meningkat selama penyinaran UV. Penyinaran UV
juga menyebabkan pergeseran warna model minuman ringan. Pada

75
 
model minuman kontrol (antosianin tunggal) warna model
minuman ringan bergeser dari merah-ungu (RP) menjadi kuning-
merah (YR). Sedangkan pada model minuman kopigmentasi
(antosianin-rosmarinic acid) warna model minuman ringan
bergeser dari merah-ungu (RP) menjadi merah (R).

Tabel 15. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kontrol (antosianin


tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid pada penyinaran UV selama 120 jam (5
hari)
Model
Waktu (jam) ⁰hue Warna
minuman
0 15.96 Merah-Ungu
Kontrol
120 74.18 Kuning-Merah

0 18.15 Merah-Ungu
1:20
120 39.49 Merah

0 14.69 Merah-Ungu
1:40
120 30.86 Merah

0 14.55 Merah-Ungu
1:60
120 28.48 Merah

0 14.10 Merah-Ungu
1:80
120 27.20 Merah

0 14.89 Merah-Ungu
1:100
120 25.17 Merah

Jika dilihat dari nilai ∆L-nya (Lakhir-Lawal) dan ∆a-nya


(aawal-aakhir), model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid secara umum memiliki nilai ∆L dan ∆a yang lebih rendah
daripada model minuman kontrol (antosianin tunggal) (Lampiran
19). Hal ini menandakan bahwa peningkatan nilai L dan penurunan
nilai a pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic

76
 
acid lebih rendah dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal). Dengan demikian, dekomposisi struktur
antosianin dari kation flavilium (merah) menjadi basa
karbinol/hemiasetal/pseudobasa (tidak berwarna) dan kalkon (tidak
berwarna) akibat penyinaran UV selama 120 jam (5 hari) pada
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
berlangsung dengan lebih lambat jika dibandingkan dengan model
minuman kontrol (antosianin tunggal), sehingga laju kerusakan
atau degradasi warnanya pun berlangsung dengan lebih lambat.

Hasil pengamatan dengan spektrofotometer dan kromameter


terhadap stabilitas warna model minuman ringan menunjukkan
kecenderungan yang sama, yaitu antosianin yang dikopigmentasi dengan
rosmarinic acid memiliki kestabilan warna terhadap panas dan sinar UV
yang lebih baik dibandingkan dengan antosianin yang tidak
dikopigmentasi dengan rosmarinic acid. Kopigmentasi menyebabkan
warna antosianin menjadi lebih terang, kuat, dan stabil (Eiro dan
Heinonen, 2002). Kopigmentasi antara antosianin rosela dengan
rosmarinic acid pada penelitian ini diduga terjadi melalui mekanisme
interaksi intermolecular copigmentation.

77
 
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Ekstraksi antosianin dari kelopak kering bunga rosela (Hibiscus
sabdariffa L.) dilakukan dengan menggunakan pelarut air menghasilkan
ekstrak antosianin rosela berwarna merah gelap. Ekstrak antosianin rosela
yang diperoleh memiliki tekstur padat, keras, dan lengket. Hal ini diduga
karena ekstrak antosianin rosela yang dihasilkan masih mengandung
banyak gum dan gula.
Pencampuran antosianin rosela dengan rosmarinic acid
memperlihatkan bahwa rosmarinic acid mampu berperan sebagai senyawa
kopigmen pada antosianin rosela. Penambahan rosmarinic acid sebagai
senyawa kopigmen ternyata memberikan pengaruh yang cukup baik dalam
peningkatan intensitas warna merah antosianin rosela pada model
minuman ringan. Peningkatan intensitas warna ini ditandai dengan
peningkatan nilai absorbansi (memberikan efek hiperkromik), penurunan
nilial L (derajat kecerahan), dan peningkatan nilai a (derajat kemerahan)
pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid jika
dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen juga
memberikan pengaruh yang cukup baik pada peningkatan kestabilan
antosianin rosela terhadap degradasi warna merah akibat proses
pemanasan dan penyinaran UV pada model minuman ringan. Model
minuman kontrol (antosianin tunggal) lebih mudah dan lebih cepat
mengalami degradasi warna merah, jika dibandingkan dengan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid. Hal ini dapat diamati
dari peningkatan nilai% retensi warna, penurunan nilai k (konstanta laju
degradasi antosianin), peningkatan nilai t1/2 (waktu paruh degradasi
antosianin), dan peningkatan nilai Ea (energi aktivasi) pada model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid jika dibandingkan
dengan model miniuman kontrol (antosianin tunggal).

78
 
Fenomena kopigmentasi rosmarinic acid terhadap antosianin rosela
pada model minuman ringan memang terjadi atau terlihat, baik pada
proses pemanasan maupun pada proses penyinaran UV. Pada pengamatan
uji stabilitas warna model minuman ringan terhadap penyinaran UV, efek
atau fenomena kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid terjadi secara
nyata (signifikan). Namun, pada pengamatan uji stabilitas warna model
minuman ringan terhadap pemanasan, efek atau fenomena kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid terlihat kurang signifikan. Hal ini disebabkan
oleh kecilnya konsentrasi antosianin rosela yang diaplikasikan sebagai
pewarna pada model minuman ringan, yaitu hanya sebesar 3x10-5M.

B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai modifikasi metode
tahapan ekstraksi antosianin dari rosela (Hibiscus sabdariffa L.) agar
diperoleh ekstrak antosianin rosela yang lebih baik (tekstur seperti bubuk,
tidak terlalu padat, tidak terlalu keras, dan tidak terlalu lengket) dan dapat
diaplikasikan pada sistem pangan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut guna mempelajari mekanisme interaksi yang terjadi pada
reaksi kopigmentasi antara antosianin rosela dengan rosmarinic acid
dengan memperhatikan struktur molekul keduanya. Konsentrasi antosianin
yang diaplikasikan sebaiknya lebih besar dari 3.5x10-5M agar efek
kopigmentasi dapat teramati dengan jelas.

79
 
SKRIPSI

PENGARUH KOPIGMENTASI PEWARNA ALAMI ANTOSIANIN DARI


ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) DENGAN ROSMARINIC ACID
TERHADAP STABILITAS WARNA PADA MODEL MINUMAN RINGAN

Oleh
CATRIEN
F24050333

2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SKRIPSI

PENGARUH KOPIGMENTASI PEWARNA ALAMI ANTOSIANIN DARI


ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) DENGAN ROSMARINIC ACID
TERHADAP STABILITAS WARNA PADA MODEL MINUMAN RINGAN

Oleh
CATRIEN
F24050333

2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Catrien. F24050333. Pengaruh Kopigmentasi Pewarna Alami Antosianin dari
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan Rosmarinic Acid terhadap Stabilitas
Warna pada Model Minuman Ringan. Di bawah bimbingan Sukarno dan Dede R.
Adawiyah. 2009.

RINGKASAN
Warna merupakan salah satu atribut sensori yang mempengaruhi kualitas
dan penerimaan suatu produk pangan. Penggunaan pewarna untuk meningkatkan
daya tarik produk pangan semakin meningkat dan berkembang pesat. Salah satu
jenis warna yang banyak digunakan pada berbagai produk pangan adalah warna
merah, yang dapat berasal dari antosianin.
Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air, menghasilkan warna
dari merah sampai biru, dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun (Jackman
dan Smith, 1996). Antosianin memiliki spektrum warna merah yang kuat dan
tajam pada pH 2-5, oleh sebab itu aplikasi antosianin sebagai pewarna pada
produk pangan dapat dilakukan pada produk pangan yang memiliki pH rendah,
seperti minuman ringan. Namun, sebagai pigmen atau pewarna merah alami,
antosianin memiliki kelemahan, terutama dalam hal kestabilan warna. Warna
merah dari antosianin sangat mudah terdegradasi, baik oleh peningkatan pH
maupun peningkatan suhu. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kestabilan warna merah dari antosianin adalah dengan kopigmentasi.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh kopigmentasi pewarna
alami antosianin dari rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan rosmarinic acid
terhadap kualitas dan stabilitas warna merah pada model minuman ringan. Melalui
penelitian ini diharapkan dapat diperoleh pewarna merah yang lebih aman dan
lebih stabil untuk diaplikasikan pada produk pangan.
Penelitian diawali dengan mengekstrak pigmen antosianin dari kelopak
kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan menggunakan pelarut air.
Ekstrak antosianin rosela yang diperoleh selanjutnya dicampurkan dengan
rosmarinic acid ke dalam model minuman ringan dengan lima perbandingan
konsentrasi (M) (antosianin : rosmarinic acid 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100).
Kontrol yang digunakan adalah model minuman ringan antosianin tunggal atau
tanpa penambahan senyawa kopigmen (rosmarinic acid). Kemudian dilakukan
pengujian stabilitas warna merah pada model minuman ringan terhadap proses
pemanasan dan penyinaran sinar ultraviolet (UV). Parameter yang diamati pada
model minuman ringan meliputi absorbansi dan intensitas warna. Absorbansi
model minuman ringan diamati dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Spectronic 20D pada panjang gelombang 520 nm. Intensitas warna diamati
dengan alat Chromameter Lab Minolta CR310 menggunakan sistem notasi warna
Hunter (L, a, b).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemanasan dan penyinaran
UV mempengaruhi kestabilan warna merah pada model minuman ringan dan
menyebabkan terjadinya degradasi warna merah pada model minuman ringan.
Degradasi warna merah pada model minuman ringan ditandai dengan penurunan
nilai absorbansi, penurunan nilai retensi warna, peningkatan nilai L (derajat
kecerahan), penurunan nilai a (derajat kemerahan), dan peningkatan nilai b
(derajat kekuningan) pada model minuman ringan, seiring dengan peningkatan
suhu dan waktu pemanasan, serta peningkatan waktu penyinaran UV. Degradasi
warna ini disebabkan oleh terjadinya dekomposisi struktur antosianin dari kation
flavilium yang berwarna merah, menjadi hemiasetal atau basa karbinol yang tidak
berwarna, dan akhirnya menjadi kalkon yang tidak berwarna.
Penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen ternyata
memberikan pengaruh yang cukup baik dalam peningkatan intensitas warna
merah antosianin rosela pada model minuman ringan. Peningkatan intensitas
warna ini ditandai dengan peningkatan nilai absorbansi (memberikan efek
hiperkromik), penurunan nilai L (derajat kecerahan), dan peningkatan nilai a
(derajat kemerahan) model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
jika dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen juga
memberikan pengaruh yang cukup baik pada peningkatan kestabilan antosianin
rosela terhadap degradasi warna merah akibat proses pemanasan dan penyinaran
UV pada model minuman ringan. Model minuman kontrol (antosianin tunggal)
lebih mudah dan lebih cepat mengalami degradasi warna merah, jika
dibandingkan dengan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid.
Hal ini dapat diamati dari penurunan nilai k (konstanta laju degradasi antosianin),
peningkatan nilai t1/2 (waktu paruh degradasi antosianin), dan peningkatan nilai Ea
(energi aktivasi) pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
jika dibandingkan dengan model miniuman kontrol (antosianin tunggal) ringan.
Nilai k, t1/2, dan Ea menggambarkan tingkat kemudahan terjadinya reaksi
degradasi antosianin rosela pada model minuman ringan. Semakin kecil nilai k
serta semakin besar nilai t1/2 dan Ea menandakan semakin sulit antosianin rosela
terdegradasi, karena untuk reaksi degradasi tersebut dibutuhkan waktu yang lebih
lama dan energi yang lebih besar.
Fenomena kopigmentasi rosmarinic acid terhadap antosianin rosela
pada model minuman ringan memang terjadi atau terlihat, baik pada proses
pemanasan maupun pada proses penyinaran UV. Pada pengamatan uji stabilitas
warna model minuman ringan terhadap penyinaran UV, efek atau fenomena
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid terjadi secara nyata (signifikan). Namun,
pada pengamatan uji stabilitas warna model minuman ringan terhadap pemanasan,
efek atau fenomena kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid terlihat kurang
signifikan. Hal ini disebabkan oleh kecilnya konsentrasi antosianin rosela yang
diaplikasikan sebagai pewarna pada model minuman ringan, sebesar 3x10-5M.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:100, merupakan formula model minuman ringan
yang memiliki efek kopigmentasi terbaik, dalam meningkatan kestabilan
antosianin rosela pada proses pemanasan, karena mempunyai nilai energi aktivasi
(Ea) yang paling besar, dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin
tunggal) dan keempat formula model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid lainnya, yaitu 1:20, 1:40, 1:60, dan 1:80.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH KOPIGMENTASI PEWARNA ALAMI ANTOSIANIN DARI


ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) DENGAN ROSMARINIC ACID
TERHADAP STABILITAS WARNA PADA MODEL MINUMAN RINGAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
CATRIEN
F24050333

2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH KOPIGMENTASI PEWARNA ALAMI ANTOSIANIN DARI


ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) DENGAN ROSMARINIC ACID
TERHADAP STABILITAS WARNA PADA MODEL MINUMAN RINGAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
CATRIEN
F24050333

Dilahirkan pada tanggal 18 Desember 1986


di Jakarta

Tanggal lulus : 20 November 2009

Menyetujui,
Bogor, 10 Desember 2009

Dr. Ir. Sukarno, M. Sc Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M. Si


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc


Ketua Departemen ITP
RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18


Desember 1986 sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara, pasangan Lie Han Fong dan Cicilia
Soaniyati Nasim. Bangku sekolah penulis dimulai dari
TK Santa Maria Fatima (Jakarta), SD Santa Maria
Fatima (Jakarta), SMP Marsudirini (Jakarta), dan SMA
Santa Theresia (Jakarta), kemudian penulis diterima
menjadi mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005.
Selama belajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, penulis
mengikuti beberapa kegiatan organisasi dan kemahasiswaaan seperti Keluarga
Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI), Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Pangan (HIMITEPA), panitia Indonesian Food Expo (Ifoodex) 2007, dan panitia
Natal Civitas Akademika IPB 2008.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian,
penulis menyelesaikan skripsinya dengan judul Pengaruh Kopigmentasi Pewarna
Alami Antosianin dari Rosela (Hibiscus Sabdariffa L.) dengan Rosmarinic Acid
terhadap Stabilitas Warna pada Model Minuman Ringan di bawah bimbingan Dr.
Ir. Sukarno, M. Sc. dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M. Si.
Penulis juga pernah bekerja sebagai Asisten Praktikum Kimia Tingkat
Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB), Asisten Praktikum
Organoleptik Supervisor Jaminan Mutu Pangan Institut Pertanian Bogor (SJMP
IPB), dan asisten praktikum Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Supervisor
Jaminan Mutu Pangan Institut Pertanian Bogor (SJMP IPB).
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul Pengaruh Kopigmentasi Pewarna Alami Antosianin dari Rosela
(Hibiscus sabdariffa L.) dengan Rosmarinic Acid terhadap Stabilitas Warna pada
Model Minuman Ringan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang
telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
tugas akhir ini. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan pihak-pihak yang
senantiasa membimbing, membantu, dan mendoakan penulis dalam
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Perkenankanlah penulis
untuk mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta (mami dan papi) dan adik-adik tersayang (Natalia dan
Steffanie) yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang kepada penulis.
Terima kasih atas semua dukungan, perhatian, doa, dan semangat selama ini.
2. Dr. Ir. Sukarno, M. Sc dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M. Si, selaku
pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan, motivasi,
bimbingan, dan pengarahan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
3. Ir. Elvira Syamsir, M. Si, terima kasih atas waktu dan kesediaannya sebagai
penguji serta masukan-masukan berarti demi perbaikan skripsi ini.
4.
5. Tante Helly, Ku Oyu, Oma, dan Ayu. Terima kasih atas segala bentuk
perhatian, dukungan, dan bantuan yang senantiasa diberikan selama ini.
Semoga Tuhan senantiasa memberkati dan membalas semua kebaikan Tante
Helly, Ku Oyu, Oma, dan Ayu.
6. Misereor dan Yayasan Bhumiksara, beserta para donatur beasiswa Misereor-
Bhumiksara. Terima kasih atas kebaikan hati dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah.

i
7. Seluruh pengurus Yayasan Bhumiksara, terutama Pak Djoko, Pak Lubis, dan
Mas Eko. Terima kasih untuk bantuan, nasihat, masukan, sharing
pengalaman, pelajaran, dan semua hal yang telah diberikan.
8. Komisi Pendidikan Jakarta, terutama Ibu Lis, Pak Dwi, dan seluruh pihak
yang telah membantu penulis dalam penerimaan beasiswa Misereor-
Bhumiksara. Terima kasih atas bantuan, dukungan, nasihat, dan masukan
yang telah diberikan kepada penulis. I Love KAJ.
9. Teman-teman KomDik Jakarta: Belinda, Marcel, Tanti, Angel, Lea, Ocha,
Noel, Ino, Nikson, Bobby, dan Leo. Terima kasih atas semua kebersamaan,
dukungan, dan persahabatan yang telah terjalin. Aku cinta J. A. K. A. R. T. A.
10. Teman-teman di seluruh Indonesia, penerima beasiswa Misereor Bhumiksara.
Terima kasih atas semua kebersamaan dan persaudaraan yang indah.
11. Teman-teman satu bimbingan: Ayupri Dipthasari dan Ardi Ramdani. Terima
kasih atas kerja sama, semangat, dan dukungannya.
12. Keluarga Rocang (Rosela-secang): Arya, Galih Ika, Galih Eka, dan Santi.
Terima kasih atas segala bantuan, kerja sama, semangat, dan kekompakannya.
13. Sahabat-sahabat terbaik: Vania, Bonita, Karina. Terima kasih atas
persahabatan, perhatian, dan semangat yang senantiasa diberikan kepada
penulis.
14. Teman-teman kuliah: Diana, Yusi, Astrisia, Belinda, Irene, Eveline, Tuti, dan
Lusi. Terima kasih atas bantuan, perhatian, semangat, kebersamaan dan
persahabatannya selama ini.
15. Seluruh teman-teman ITP 42. Seluruh kenangan indah, kebersamaan, suka,
dan duka kita selama ini takkan pernah terlupakan.
16. Laboran dan teknisi laboratorium ITP, Pilot Plan, dan LJA: Pak Rojak, Pak
Wachid, Pak Sidik, Pak Adi, Pak Sobirin, Pak Yahya, Mas Edi, Pak Iyas, Bu
Rubiah, Bu Antin, Mba Darsih, Mbak Yane, Mbak Siti, Mbak Ririn, dan
Mbak Yuli. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada
penulis selama penelitian.
17. Seluruh dosen dan staf Departemen ITP yang telah memberikan ilmu,
pelajaran, nasihat, dan masukan yang berharga.

ii
18. Pustakawan-pustakawan PITP, PAU, dan LSI, terimakasih atas segala
bantuannya.
19. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas
bantuan dan dukungan yang telah diberikan sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, penulis
berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang ilmu dan
teknologi pangan.

Bogor, September 2009

Catrien

iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1
B. TUJUAN PENELITIAN ........................................................................ 4
C. MANFAAT PENELITIAN .................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
A. ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) ......................................................... 5
B. PEWARNA MAKANAN ...................................................................... 6
C. ANTOSIANIN ....................................................................................... 9
D. KOPIGMENTASI .................................................................................. 15
E. ROSMARINIC ACID .............................................................................. 17
F. MINUMAN RINGAN ........................................................................... 18
G. SPEKTROSKOPI ................................................................................... 20
H. KROMAMETER ................................................................................... 20
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 24
A. BAHAN DAN ALAT ........................................................................... 24
1. Bahan ............................................................................................... 24
2. Alat .................................................................................................. 24
B. METODE PENELITIAN ...................................................................... 24
1. Persiapan Sampel ............................................................................ 24
2. Pembuatan Model Minuman Ringan dan Reaksi Kopigmentasi
Antosianin-Rosmarinic Acid ........................................................... 25
3. Uji Stabilitas Warna ........................................................................ 26
a. Analisis stabilitas warna terhadap suhu pemanasan ................... 26
b. Analisis stabilitas warna terhadap penyinaran ultraviolet .......... 26
4. Metode Analisis .............................................................................. 28
a. Penentuan rendemen ekstrak ...................................................... 28
b. Penentuan total padatan (AOAC, 1995) ..................................... 28
c. Penentuan total antosianin (modifikasi Iglesias et al., 2008) ..... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 30
A. EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI ROSELA .................................... 30
B. KARAKTERISTIK EKSTRAK ANTOSIANIN DARI ROSELA ...... 31
C. PEMBUATAN MODEL MINUMAN RINGAN DAN REAKSI
KOPIGMENTASI ANTOSIANIN-ROSMARINIC ACID .................... 33
D. ANALISIS STABILITAS WARNA MODEL MINUMAN RINGAN. 33
1. Analisis Stabilitas Warna Model Minuman Ringan terhadap
Pemanasan ....................................................................................... 34
a. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap
pemanasan dengan menggunakan spektrofotometer ................. 35
b. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap
pemanasan dengan menggunakan kromameter ......................... 54

iv
2. Analisis Stabilitas Warna Model Minuman Ringan terhadap
Penyinaran Ultraviolet (UV) ........................................................... 65
a. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap
penyinaran UV dengan menggunakan spektrofotometer .......... 66
b. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap
penyinaran UV dengan menggunakan kromameter .................. 74
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 80
LAMPIRAN ....................................................................................................... 87

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman Hibiscus sabdariffa .......................................................... 5
Gambar 2. Struktur kimia antosianidin .............................................................. 10
Gambar 3. Mekanisme reaksi kopigmentasi pada antosianin (Rein dan Heinonen,
2004) ............................................................................................... 15
Gambar 4. Rosmarinic acid ............................................................................... 18
Gambar 5. Diagram warna Hunter L, a, b .......................................................... 21
Gambar 6. Bola imaginer Munsell ..................................................................... 22
Gambar 7. Ekstrak antosianin dari rosela .......................................................... 31
Gambar 8. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 40⁰C .............................................................. 36
Gambar 9. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 50⁰C .............................................................. 36
Gambar 10. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 60⁰C ............................................................ 36
Gambar 11. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 70⁰C ............................................................ 37
Gambar 12. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 80⁰C ............................................................ 37
Gambar 13. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada berbagai suhu pemanasan ...................................................... 40
Gambar 14. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
(a) sebelum dipanaskan pada suhu 40⁰C dan
(b) sesudah dipanaskan pada suhu 40⁰C selama 525 menit ........... 41
Gambar 15. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
(a) sebelum dipanaskan pada suhu 50⁰C dan
(b) sesudah dipanaskan pada suhu 50⁰C selama 420 menit ........... 41
Gambar 16. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
(a) sebelum dipanaskan pada suhu 60⁰C dan
(b) sesudah dipanaskan pada suhu 60⁰C selama 315 menit ........... 41
Gambar 17. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
(a) sebelum dipanaskan pada suhu 70⁰C dan
(b) sesudah dipanaskan pada suhu 70⁰C selama 210 menit ........... 42

vi
Gambar 18. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
(a) sebelum dipanaskan pada suhu 80⁰C dan
(b) sesudah dipanaskan pada suhu 80⁰C selama 105 menit ........... 42
Gambar 19. Hubungan antara ln (At/Ao) dengan waktu pemanasan model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
40⁰C selama 525 menit .................................................................. 43
Gambar 20. Hubungan antara ln (At/Ao) dengan waktu pemanasan model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
50⁰C selama 420 menit .................................................................. 43
Gambar 21. Hubungan antara ln (At/Ao) dengan waktu pemanasan model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
60⁰C selama 315 menit .................................................................. 43
Gambar 22. Hubungan antara ln (At/Ao) dengan waktu pemanasan model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
70⁰C selama 210 menit .................................................................. 44
Gambar 23. Hubungan antara ln (At/Ao) dengan waktu pemanasan model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
80⁰C selama 105 menit .................................................................. 44
Gambar 24. Nilai konstanta laju degradasi antosianin rosela (k) pada model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
40⁰C ............................................................................................... 47
Gambar 25. Nilai konstanta laju degradasi antosianin rosela (k) pada model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
50⁰C ............................................................................................... 47
Gambar 26. Nilai konstanta laju degradasi antosianin rosela (k) pada model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
60⁰C ............................................................................................... 47
Gambar 27. Nilai konstanta laju degradasi antosianin rosela (k) pada model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
70⁰C ............................................................................................... 48
Gambar 28. Nilai konstanta laju degradasi antosianin rosela (k) pada model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
80⁰C ............................................................................................... 48
Gambar 29. Hubungan antara nilai ln konstanta degradasi antosianin (ln k)
pada model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid) dengan
kebalikan suhu mutlak (1/T) .......................................................... 52

vii
Gambar 30. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 40⁰C selama
525 menit ........................................................................................ 55
Gambar 31. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 50⁰C selama
420 menit ........................................................................................ 55
Gambar 32. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 60⁰C selama
315 menit ........................................................................................ 55
Gambar 33. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 70⁰C selama
210 menit ........................................................................................ 56
Gambar 34. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 80⁰C selama
105 menit ........................................................................................ 56
Gambar 35. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 40⁰C selama
525 menit ........................................................................................ 57
Gambar 36. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 50⁰C selama
420 menit ........................................................................................ 58
Gambar 37. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 60⁰C selama
315 menit ........................................................................................ 58
Gambar 38. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 70⁰C selama
210 menit ........................................................................................ 58
Gambar 39. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 80⁰C selama
105 menit ........................................................................................ 59
Gambar 40. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 40⁰C selama
525 menit ........................................................................................ 59
Gambar 41. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 50⁰C selama
420 menit ........................................................................................ 59

viii
Gambar 42. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 60⁰C selama
315 menit ........................................................................................ 60
Gambar 43. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 70⁰C selama
210 menit ........................................................................................ 60
Gambar 44. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu 80⁰C selama
105 menit ........................................................................................ 60
Gambar 45. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada proses penyinaran UV ........................................................... 67
Gambar 46. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
(a) sebelum kontak/terpapar sinar UV dan
(b) sesudah kontak/terpapar sinar UV selama 120 jam (5 hari) ..... 69
Gambar 47. Hubungan antara ln (At/Ao) dengan waktu penyinaran UV model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid ..................................... 70
Gambar 48. Nilai konstanta laju degradasi antosianin rosela (k) pada model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rossmarinic acid pada proses penyinaran
UV .................................................................................................. 71
Gambar 49. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari) ..... 74
Gambar 50. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari) ..... 75
Gambar 51. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari) ..... 75

ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Gugus pengganti pada struktur kation flavilium (antosianidin) untuk
membentuk antosianin ......................................................................... 10
Tabel 2. Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell ............................. 23
Tabel 3. Karakteristik ekstrak antosianin rosela ................................................ 32
Tabel 4. Pengaruh suhu pemanasan terhadap konstanta laju degradasi antosianin
rosela (k) pada model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid ............................ 46
Tabel 5. Pengaruh suhu pemanasan terhadap waktu paruh degradasi antosianin
rosela (t1/2) pada model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid ................. 50
Tabel 6. Nilai energi aktivasi (Ea) antosianin rosela pada minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid ................................................................................... 53
Tabel 7. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kontrol (antosianin tunggal) pada
berbagai suhu pemanasan ..................................................................... 62
Tabel 8. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:20 pada berbagai suhu pemanasan .......................... 62
Tabel 9. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:40 pada berbagai suhu pemanasan .......................... 63
Tabel 10. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:60 pada berbagai suhu pemanasan ........................ 63
Tabel 11. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:80 pada berbagai suhu pemanasan ........................ 64
Tabel 12. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:100 pada berbagai suhu pemanasan ...................... 64
Tabel 13. Pengaruh penyinaran UV terhadap konstanta laju degradasi antosianin
rosela (k) pada model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid ............... 72
Tabel 14. Pengaruh penyinaran UV terhadap waktu paruh degradasi antosianin
rosela (t1/2) pada model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid ............... 73
Tabel 15. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
penyinaran UV selama 120 jam (5 hari) ............................................ 76

x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tahapan ekstraksi antosianin dari kelopak kering bunga rosela
(Hibiscus sabdariffa L.) ................................................................ 88
Lampiran 2. Perhitungan rendemen dan total padatan ekstrak antosianin
rosela ............................................................................................. 89
Lampiran 3. Pengukuran derajat keasaman (pH) ekstrak antosianin rosela ...... 90
Lampiran 4. Penentuan total antosianin ekstrak ................................................ 91
Lampiran 5. Pembuatan larutan stok ekstrak antosianin rosela dan penentuan
total antosianin larutan stok .......................................................... 92
Lampiran 6. Perhitungan konsentrasi antosianin dan rosmarinic acid dalam
model minuman ringan ................................................................. 94
Lampiran 7. Penentuan panjang gelombang maksimum model minuman
ringan ............................................................................................ 96
Lampiran 8. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu
40⁰C .............................................................................................. 97
Lampiran 9. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 40⁰C ... 99
Lampiran 10. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu
50⁰C ............................................................................................ 103
Lampiran 11. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu
50⁰C ............................................................................................ 105
Lampiran 12. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu
60⁰C ............................................................................................ 109
Lampiran 13. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu
60⁰C ........................................................................................... 111
Lampiran 14. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu
70⁰C ............................................................................................ 115
Lampiran 15. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu
70⁰C ............................................................................................ 117
Lampiran 16. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu
80⁰C ............................................................................................ 121
Lampiran 17. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu
80⁰C ............................................................................................ 123
Lampiran 18. Data absorbansi model minuman ringan pada penyinaran UV ... 127
Lampiran 19. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pada penyinaran UV .... 129

xi
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Warna merupakan salah satu atribut sensori yang mempengaruhi
kualitas dan penerimaan suatu produk pangan. Sebelum faktor-faktor lain,
seperti cita rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat mikrobiologis
dipertimbangkan, secara visual warna tampil lebih dulu dan terkadang
sangat menentukan mutu bahan pangan. Produk pangan yang memiliki
warna yang menarik akan memiliki peluang yang lebih besar untuk dibeli
oleh konsumen. Hal ini menyebabkan penggunaan pewarna pada produk
pangan semakin meningkat dan berkembang dengan pesat. Penggunaan
pewarna pada produk pangan pada umumnya dimaksudkan untuk
memperbaiki kualitas produk pangan, terutama dalam hal penampakan,
dengan demikian daya tarik konsumen terhadap produk pangan tersebut
dapat meningkat.
Berdasarkan sumbernya, pewarna dalam produk pangan dapat
diklasifikasikan menjadi pewarna alami dan sintetik (DeMan, 1985;
Winarno, 1997). Pada umumnya pewarna sintetik lebih banyak digunakan
di industri pangan daripada pewarna alami. Hal ini dikarenakan pewarna
sintetik lebih mudah dan murah untuk diproduksi. Selain itu pewarna
sintetik juga memiliki kestabilan warna yang lebih baik dibandingkan
pewarna alami. Namun penggunaan pewarna sintetik untuk produk pangan
seringkali menimbulkan masalah kesehatan, seperti diare, keracunan,
kanker, stroke, dan penyakit jantung. Keadaan ini menimbulkan perubahan
tuntutan di kalangan masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya
faktor keamanan pangan. Sejalan dengan hal itu, penggunaan pewarna
alami yang relatif lebih aman mulai banyak dikembangkan. Selain faktor
keamanan, pemilihan pewarna alami sebagai pewarna pada berbagai
produk pangan juga disebabkan oleh sifat fungsional yang terkandung
dalam pewarna alami tersebut bagi kesehatan tubuh.
Salah satu jenis warna yang banyak digunakan pada berbagai
produk pangan adalah warna merah, yang dapat diperoleh dari antosianin.
Antosianin merupakan pigmen alami yang banyak ditemui pada tanaman

1
 
yang berwarna merah dan ungu. Pigmen antosianin memberikan warna
merah yang kuat dan tajam pada pH asam, sehingga aplikasi antosianin
sebagai pewarna makanan dan minuman dapat dilakukan pada pH produk
yang memiliki pH asam, seperti untuk minuman ringan, minuman
beralkohol, manisan, saus, pikel, makanan beku atau makanan kalengan,
dan yoghurt.
Pigmen antosianin telah sejak lama dikonsumsi oleh manusia dan
hewan bersamaan dengan buah atau sayuran yang mereka makan. Selama
ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atau keracunan yang disebabkan
oleh pigmen ini (Brouillard, 1982). Bahkan menurut penelitian yang telah
banyak dilakukan, pigmen antosianin terbukti memilki efek positif
terhadap kesehatan (Timberlake dan Bridle, 1997). Banyak bukti telah
menunjukkan bahwa antosianin bukan saja tidak beracun (non-toxic),
tetapi juga memiliki sifat pharmacological dan theuraphetic yang positif.
Oleh karena itu, pigmen ini dapat dikonsumsi tanpa menunjukkan efek
negatif bagi kesehatan. Wagner (1985) mengungkapkan bahwa ekstrak
pigmen antosianin memiliki aktivitas antiinflammatori dan antiodema.
Sifat penting lain yang dimiliki pigmen antosianin adalah aktivitas
antioksidan dan pencegahan pembentukan radikal bebas (Tsuda et al.,
1996, Gabrielska et al., 1999, dan Sarma et al., 1997).
Salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai sumber antosianin
yang baik adalah rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Sebanyak 85% dari total
antosianin yang terdapat pada tanaman rosela diidentifikasi sebagai
delfnidin-3-sambubiosida yang memberikan warna merah pada hasil
ekstraksi rosela. Antosianin rosela juga terbukti memiliki efek positif bagi
kesehatan manusia. Wang et al. (2000) menyatakan bahwa kelompok
pigmen antosianin yang berasal dari tanaman rosela atau Hibiscus
sabdariffa L. mampu menurunkan resiko luka pada hati, termasuk
peradangan, perembesan sel leukosit, dan necrosis.
Sebagai pigmen atau pewarna merah alami, antosianin memiliki
kelemahan, terutama dalam hal kestabilan warna. Warna merah dari
antosianin sangat mudah terdegradasi, baik oleh peningkatan pH,

2
 
peningkatan suhu, maupun cahaya. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kestabilan warna merah dari antosianin adalah dengan
kopigmentasi.
Efek kopigmentasi dapat dijabarkan sebagai suatu fenomena yang
menyebabkan warna pigmen antosianin menjadi lebih merah dan lebih
stabil. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara struktur antosianin
dengan molekul lain yang disebut dengan senyawa kopigmen, yaitu
flavonoid (flavon dan flavonol) dan polifenol lain (asam fenolik), alkaloid
(kafein), asam amino, asam organik, nukleotida, polisakarida, logam (Al3+,
Fe3+, Sn2+, Cu2+), dan bahkan antosianin itu sendiri. Interaksi komponen-
komponen tersebut dapat terjadi melalui intermolecular copigmentation,
intramolecular copigmentation, metal complexation, atau self association.
Senyawa kopigmen yang digunakan pada penelitian ini adalah
rosmarinic acid. Rosmarinic acid (C18H16O8) merupakan golongan asam
fenolik yang ditemukan pada tanaman herbal, seperti rosemary, oregano,
sage, thyme, dan peppermint. Penggunaan rosmarinic acid sebagai
senyawa kopigmen didasarkan pada penelitian Adawiyah et al. (2008)
yang menggunakan empat jenis asam fenolik sebagai senyawa kopigmen,
yaitu ferulic acid (asam ferulat), sinapic acid (asam sinapat), chlorogenic
acid (asam klorogenat), dan rosmarinic acid (asam rosmarinat) untuk
meningkatkan kestabilan antosianin dari ekstrak tanaman rosela.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, jenis kopigmen yang memberikan
hasil terbaik dalam meningkatkan kestabilan antosianin adalah rosmarinic
acid.
Penghambatan degradasi warna antosianin akibat reaksi
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid dapat diamati melalui
perbandingan nilai energi aktivasi (Ea) reaksi degradasi antosianin tanpa
dan dengan penambahan kopigmen rosmarinic acid. Semakin besar energi
aktivasi, maka semakin sulit antosianin terdegradasi, karena energi yang
dibutuhkan untuk reaksi degradasi tersebut semakin besar. Penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen diharapkan mampu
meningkatkan energi aktivasi reaksi degradasi warna antosianin.

3
 
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh proses kopigmentasi
pewarna alami antosianin dari rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan
senyawa kopigmen rosmarinic acid terhadap kualitas dan stabilitas warna
merah yang dihasilkan pada model minuman ringan.

C. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan pewarna merah
yang lebih aman dan lebih stabil untuk diaplikasikan pada produk pangan.

4
 
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ROSELA (Hibiscus sabdarifa L.)

Gambar 1. Tanaman Hibiscus sabdarifa


Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus sabdariffa L
Rosela adalah tumbuhan yang berasal dari India dan memiliki
nama latin Hibiscus sabdariffa L. Tumbuhan ini dikenal sebagai penghasil
serat bermutu yang dimanfaatkan untuk membuat karung goni. Rosela
merupakan tumbuhan semak yang tingginya mencapai 3m. Batangnya
bulat, tegak, percabangan simpodial, memiliki kambium, dan berwarna
merah. Daunnya tunggal dengan bentuk bulat seperti telur. Tipe tulang
daunnya adalah menjari. Ujung daun tumpul, tepinya beringgit, dan
pangkalnya berlekuk. Panjang daun rosela sekitar 6-15cm dan lebarnya
5-8cm. Panjang tangkai daun 4-7cm dengan penampang bulat dan warna
hijau.
Rosela memiliki bunga tunggal yang tumbuh di ketiak daun.
Kelopak bunga berwarna merah, berbulu, terdiri dari delapan sampai
sebelas daun kelopak dan pangkalnya berlekatan. Mahkota bunganya
berwarna kuning berbentuk corong. Setiap bunga terdiri dari lima daun
mahkota yang panjangnya 3-5cm.

5
 
Rosela merupakan tumbuhan yang berkembang baik di daerah
beriklim tropis dan subtropis. Budidayanya dapat dilakukan di segala
macam tanah, tetapi paling cocok pada tanah yang subur dan gembur.
Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah pantai sampai daerah dengan
ketinggian 900m di atas permukaan laut. Curah hujan yang dibutuhkan
adalah 180cm. Jika curah hujan tidak mencukupi, irigasi akan memberikan
hasil yang baik (Maryani dan Kristiana, 2005).
Rosela yang direbus dalam air panas, menghasilkan minuman yang
berwarna merah. Warna merah ini dapat dimanfaatkan sebagai zat warna
alami pada berbagai produk pangan. Komponen yang berperan
memberikan warna merah pada hasil ekstraksi rosela ini merupakan
pigmen dari golongan antosianin. Puckhaber (2002) menyatakan bahwa
ekstrak bunga dari genus Hibiscus kebanyakan mengandung antosianin
jenis delfinidin, sianidin, petunidin, miricetin, pelargonidin, malvidin,
quercetin, dan kaempferol. Sebanyak 85% dari total antosianin yang
terdapat pada tanaman rosela diidentifikasi sebagai delfinidin
3-sambubiosida yang memberikan warna merah pada hasil ekstraksi
rosela. Selain itu, golongan antosianin lain yang juga terdapat pada
tanaman rosela adalah sianidin 3-samubiosida yang memberikan warna
pink pada hasil ekstraksi rosela (Hong dan Wrolstad, 1990, Tsai dan Ou,
1996; Tsai et al., 2002). Selain dua antosianin utama tersebut, ekstrak cair
dari kelopak kering bunga rosela juga mengandung komponen antosianin
minor, yaitu delfinidin 3-glukosida dan sianidin 3-glukoasida (Du dan
Francis, 1973). Selain itu rosela juga mengandung komponen fenolik
lainnya yang memiliki aktivitas antioksidan.

B. PEWARNA MAKANAN
Warna merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Keinginan untuk
mengkonsumsi dan membeli produk pangan seringkali ditentukan oleh
warna produk pangan tersebut yang menarik perhatian. Warna dalam
bahan pangan juga dapat menjadi ukuran terhadap mutu dari bahan pangan
tersebut. Menurut Winarno (1997) apabila suatu produk memiliki nilai gizi

6
 
yang baik, rasa yang enak, dan tekstur yang baik tetapi memiliki warna
yang kurang menarik akan memberikan kesan menyimpang pada produk
pangan tersebut.
Pewarna makanan adalah zat warna alami maupun buatan yang
boleh ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk memperoleh
warna yang diinginkan (Enie, 1987). Tujuan penambahan pewarna ke
dalam makanan dan minuman antara lain adalah untuk memperbaiki
penampakan produk pangan yang memudar akibat pengolahan,
memperoleh penampakan warna yang seragam, memperoleh warna yang
lebih tua dari aslinya, melindungi flavor dan vitamin yang peka terhadap
cahaya selama penyimpanan, memperoleh penampakan yang lebih
menarik dari aslinya, untuk memberi identitas produk, dan sebagai
indikator visual dari kualitas (Tjahjadi, 1987).
Ketentuan mengenai penggunaan pewarna di Indonesia diatur
dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan dalam
SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-0222-1995 mengenai Bahan
Tambahan Makanan (BTM). Pewarna makanan terbagi menjadi tiga
golongan, yaitu pewarna alami, pewarna identik alami dan pewarna
sintetik (Bauernfeind, 1981).
Pewarna alami merupakan bahan pewarna yang diperoleh dari
bahan nabati, hewani, atau sumber-sumber mineral. Contoh pewarna alami
antara lain curcumin, riboflavin, klorofil, antosianin, brazilein, dan
karotenoid.
Pewarna identik alami merupakan pewarna yang disentetis secara
kimia sehingga menghasilkan pewarna dengan struktur kimia yang
sama/identik dengan pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah
karotenoid murni, antara lain: canthaxanthin (merah), apo-karoten (merah-
oranye), beta-karoten (oranye-kuning). Semua zat warna ini memiliki batas
konsentrasi maksimum penggunaan, kecuali beta-karoten yang boleh
digunakan dalam jumlah tidak terbatas.
Pewarna sintetik merupakan bahan pewarna yang memberikan
warna yang tidak ada di alam dan dihasilkan dengan cara sintesis kimia,

7
 
bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi (Hendry, 1996). Berdasarkan
rumus kimianya, pewarna sintetik dalam makanan menurut Joint
FAO/WHO Expert Committee on Food Additive (JECFA) dapat
digolongkan dalam beberapa kelas, yaitu azo, triarilmetana, quinolin,
xanten, dan indigoid. Kelas azo merupakan pewarna sintetik yang paling
banyak jenisnya dan mencakup warna kuning, oranye, merah, ungu, dan
coklat, setelah itu kelas triarilmetana yang mencakup warna biru dan hijau.
Berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna sintetis, yaitu dyes
dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam
air, sedangkan lakes merupakan zat pewarna yang tidak larut pada hampir
semua jenis pelarut.
Bila dibandingkan dengan pewarna sintetik, penggunaan zat warna
alami mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain: memberikan rasa dan
flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi dan stabilitas pewarna yang
rendah, keseragaman warna kurang baik, dan spektrum warna yang kurang
luas. Pewarna sintetik lebih banyak digunakan dalam pembuatan berbagai
macam produk pangan karena memiliki kestabilan warna yang baik dan
memiliki spektrum warna yang luas.
Dalam daftar FDA (Food and Drug Administration), pewarna
alami dan pewarna identik alami tergolong dalam uncertified color, karena
tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi, sedangkan pewarna
sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian atau proses sertifikasi
sebelum akhirnya dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Proses
sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis
media terhadap pewarna tersebut. Pewarna makanan yang diijinkan
penggunaannya dikenal dengan nama certified color atau permitted color.
Sementara itu, pewarna makanan yang belum diijinkan penggunaannya
dan masih perlu diuji aspek keamanannya terhadap kesehatan manusia
digolongkan ke dalam provisional list.

8
 
C. ANTOSIANIN
Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam kelompok
pigmen setelah klorofil. Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos
yang berarti bunga dan kyanos yang berarti biru gelap. Antosianin
merupakan pigmen yang larut dalam air, menghasilkan warna dari merah
sampai biru, dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun (Jackman dan
Smith, 1996). Antosianin umumnya ditemukan pada buah-buahan, sayur-
sayuran, dan bunga, contohnya pada anggur, strawberry, blackberry,
blueberry, raspberry, cherry, apel merah, bunga ros, bunga/kembang
sepatu, kol ungu, pir merah, plum, cabai merah, dan sebagainya (Jackman
dan Smith, 1996).
Warna yang diberikan oleh antosianin bervariasi dari merah,
jingga, ungu, atau biru pada jaringan tanaman. Antosianin terdapat pada
vakuola sel bagian tanaman. Vakuola adalah organel sitoplasmik yang
berisikan air, serta dibatasi oleh membran yang identik dengan membran
tanaman (Kimbal, 1993).
Antosianin tergolong ke dalam turunan flavonoid. Struktur
utamanya ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6)
yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin
(Jackman dan Smith, 1996). Secara kimia, antosianin merupakan hasil
turunan dari glikosilasi polihidroksi dan/atau polimetoksi dari garam 2-
benzopirilium atau dikenal dengan struktur kation flavilium atau
benzilflavilum (3,5,7,4’-tetrahidroksiflavilum) yang merupakan struktur
dasar dari antosianidin (Timberlake dan Bridle, 1997).
Menurut Markakis (1982), antosianin memiliki sifat mudah larut
dalam air dan disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang
teresterifikasi dengan satu atau lebih gugus gula (glikon). Terdapat lima
jenis gula yang biasa ditemui pada molekul antosianin, yaitu glukosa,
ramnosa, galaktosa, xilosa, fruktosa, dan arabinosa. Apabila gugus glikon
dihilangkan melalui proses hidrolisis maka dihasilkan antosianidin.
Antosianidin ini berwarna merah di lingkungan asam, berwarna ungu di
lingkungan netral, dan berwarna biru di lingkungan basa (Dwidjoseputro,

9
 
1990). Struktur kimia antosianidin dapat dilihat pada Gambar 2. Sampai
saat ini terdapat lebih dari dua puluh jenis antosianidin yang telah
diidentifikasi, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam
bahan pangan, yaitu sianidin, malvidin, petunidin, pelargonidin, delfinidin,
dan peonidin.

Gambar 2. Struktur kimia antosianidin (Castaneda-Ovando et al., 2009)

Tabel 1. Gugus pengganti pada struktur kation flavilium (antosianidin)


untuk membentuk antosianin

Antosianidin Substitusi (R) Warna


3 5 6 7 3’ 5’
Pelargonidin OH OH H OH H H Oranye
Sianidin OH OH H OH OH H Oranye-
Merah
Delfinidin OH OH H OH OH OH Biru-
Merah
Peonidin OH OH H OH OMe H Oranye-
Merah
Petunidin OH OH H OH OMe OH Biru-
Merah
Malvidin OH OH H OH OMe OMe Biru-
Merah

Umumnya antosianidin tidak ditemukan dalam tanaman (Harbone,


1967). Dalam tanaman antosianin biasanya berada dalam bentuk glikosida
yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida,
biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula, dan triosida jika
memiliki tiga molekul gula (Delgado-Vargas et al., 2000). Menurut
Timberlake dan Bridle (1983), gula yang menyusun antosianin terdiri dari:
(1) monosakarida, biasanya glukosa, ramnosa, dan arabinosa, (2)

10
 
disakarida, yang merupakan dua buah monosakarida dengan kombinasi
dari keempat monosakarida di atas dan xilosa, seperti rutinosa, dan (3)
trisakarida, merupakan tiga buah monosakarida yang mengandung
kombinasi dari gula-gula di atas dalam posisis linear maupun rantai
cabang.
Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula,
jumlah satuaan gula, dan letak ikatan gulanya. Glikosilasi dapat
meningkatkan kestabilan dan kelarutan antosianin di dalam air, sebab
antosianidin kurang stabil dan kurang larut air dibandingkan antosianin
(Timberlake dan Bridle, 1966).
Molekul lain yang terdapat pada inti kation flavilium adalah p-
coumaric, ferulic, cafeic, malonic, atau asam asetat. Satu atau lebih
molekul tersebut dapat terasilasi pada molekul gulanya (Francis, 1985).
Grup asil dengan jumlah dan posisi tertentu yang terikat dapat
meningkatkan kestabilan antosianin terutama terhadap cahaya dan pH
(Francis, 1982; Shi et al., 1992). Brouillard (1982) menyatakan bahwa dua
grup asil dibutuhkan untuk retensi warna maksimum, di mana satu grup
asil terletak di atas cincin pirilium dan yang satunya di bawahnya. Dengan
adanya grup asil maka interaksi hidrofobik antara grup asil dengan cincin
pirilium meningkat sehingga dapat mencegah hidrasi cincin pirilium.
Semakin kuat interaksi hidrofobik ini maka cincin pirilium akan semakin
tahan terhadap hidrasi sehingga pigmen antosianin akan lebih stabil.
Sifat dan warna antosianin dalam jaringan tanaman dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus
hidroksi dan metoksi, kopigmentasi, dan sebagainya (Markakis, 1982).
Konsentrasi pigmen yang tinggi di dalam jaringan akan menyebabkan
warna merah hingga gelap, sedangkan konsentrasi pigmen yang sedang
akan menyebabkan warna ungu, dan konsentrasi pigmen yang rendah akan
menyebabkan warna biru (Winarno, 1997). Penambahan gugus glikosida
atau peningkatan jumlah gugus hidroksi bebas pada rantai karbon nomor 5
(cincin A) yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif
tidak stabil, sedangkan metilasi atau penambahan jumlah gugus metoksi

11
 
akan menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil (Jackman dan
Smith, 1996).
Warna pigmen antosianin juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna
antosianin akan menjadi lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan
dengan pelarut air (Swain, 1976). Kondisi yang sedikit asam akan
meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin. Selain itu,
terikatnya beberapa jenis gula juga dapat meningkatkan intensitas warna
dan pigmen antosianin (Lewis et al., 1995).
Antosianin di alam terdapat dalam bentuk struktur primer,
sekunder, tersier, kuartener. Dalam bentuk primer, struktur antosianin
berbentuk kation falvium, yang terikat gugus hidroksi, metoksi, atau o-
glikosil. Struktur sekunder merupakan struktur yang paling banyak
ditemukan dalam tanaman. Struktur ini didapatkan melalui proses hidrasi,
transfer porton, dan tautomerasi dari struktur primer. Struktur sekunder ini
ditemukan saat antosianin dilarutkan dalam air. Struktur sekunder yang
berwarna, biasanya tidak stabil atau mudah hilang dan pudar (Brouillard,
1982).
Akibat kekurangan elektron, maka kation flavilium menjadi sangat
reaktif. Reaksi-reaksi yang terjadi pada umumnya mengakibatkan
terjadinya degradasi warna. Degradasi warna dari pigmen antosianin
disebabkan oleh berubahnya kation flavium yang berwarna merah menjadi
basa karbinol yang tidak berwarna, dan akhirnya menjadi kalkon yang
tidak berwarna (Francis, 1985). Palamidis dan Markakis (1975)
menyatakan bahwa reaksi degradasi pada antosianin mengikuti laju reaksi
yang termasuk dalam reaksi ordo pertama. Laju degradasi warna
antosianin dipercepat dengan adanya asam askorbat, asam amino, fenol,
dan gula. Senyawa-senyawa tersebut dapat berkondensasi dengan molekul
antosianin melalui suatu reaksi yang kompleks (Francis, 1985). Salah satu
senyawa hasil kondensasi ini adalah phlobafen yang berwarna coklat
(Francis, 1985).

12
 
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan antosianin,
antara lain pengaruh reaksi enzimatis dan non enzimatis. Faktor-faktor non
enzimatis yang mempengaruhi kestabilan antosianin antara lain pH,
cahaya, dan suhu (Elbe dan Schwartz, 1996).
Secara enzimatis, kehadiran enzim antosianase atau polifenol
oksidase akan mempengaruhi kestabilan antosianin karena bersifat
merusak antosianin. Menurut Rein (2005) beberapa enzim dapat berperan
dalam proses degradasi antosianin misalnya glukosidase dan PPO
(polyphenol oxidase). Enzim glukosidase mampu menstimulasi terjadinya
hidrolisis pada ikatan gula antara gugus aglikon dengan gugus glikon.
Hidrolisis tersebut menyebabkan terbukanya cincin aromatik sehingga
membentuk senyawa kalkon (Markakis, 1982). Menurut Jackman dan
Smith (1996), adanya enzim glukosidase yang ditambahkan pada jus
blueberry yang mengandung sianidin 3-glukosida menyebabkan
pemudaran warna akibat hidrolisis ikatan glikosidik.
Pada medium air, antosianin terdapat dalam empat bentuk struktur
kesetimbangan yaitu, basa quinonoidal berwarna ungu, kation flavium
berwarna merah, basa karbinol/hemiasetal/pseudobasa, dan kalkon yang
tidak berwarna. Bentuk kesetimbangan ini dipengaruhi oleh pH. Pada pH
rendah (pH < 2), struktur kation flavium (merah) dominan. Pada pH 3-6,
struktur kation flavilium mengalami serangan nukleofilik oleh molekul air,
menghasilkan struktur basa karbinol/hemiasetal (tidak berwarna).
Selanjutnya struktur basa karbinol/hemiasetal yang terbentuk ini dapat
mengalami kesetimbangan tautomerik (kesetimbangan antara bentuk keto
dan enol) menghasilkan struktur kalkon (tidak berwarna). Pada pH yang
lebih tinggi (pH 6-8) terjadi reaksi deprotonisasi menghasilkan struktur
basa quinonoidal (ungu). Peningkatan pH lebih lanjut (pH > 10) akan
mengakibatkan terjadinya reaksi deprotonisasi lanjutan pada basa
quinonoidal (ungu) menghasilkan struktur basa quinonoidal terionisasi
(biru).
Peningkatan suhu pengolahan hingga penyimpanan dapat
menyebabkan kerusakan dan perubahan struktur antosianin. Tinsley dan

13
 
Bockian (1960), menyatakan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang
nyata sekali terhadap destruksi antosianin. Markakis (1982),
mengemukakan bahwa kerusakan atau perubahan struktur antosianin
akibat peningkatan suhu terjadi melalui tahapan: (1) terjadinya hidrolisis
pada ikatan glikosidik antosianin pada posisi 3 dan menghasilkan aglikon-
aglikon yang labil, (2) terbukanya cincin aglikon sehingga terbentuk gugus
karbinol dan kalkon yang tidak berwarna. Degradasi lebih lanjut dari
antosianin ini akan menghasilkan produk yang berwarna coklat terutama
jika terdapat molekul oksigen.
Brouillard (1982), mengemukakan bahwa reaksi kesetimbangan di
antara struktur basa quinonoidal (ungu) ↔ kation flavilium (merah) ↔
basa karbinol/hemiasetal/pseudobasa (tidak berwarna) ↔ kalkon (tidak
berwarna) adalah bersifat endotermik jika berjalan dari kiri ke kanan.
Dengan demikian, adanya panas akan menggeser kesetimbangan menuju
ke kanan, yaitu kalkon. Senyawa kalkon mampu terdegradasi membentuk
senyawa yang lebih sederhana yang meliputi asam karboksilat seperti
asam benzoat tersubtitusi dan karboksil aldehid seperti 2,4,6-
trihidroksibenzaldehid (Jackman dan Smith, 1996).
Cahaya merupakan faktor yang turut berperan dalam proses
degradasi antosianin. Cahaya memiliki energi tertentu yang mampu
menstimulasi terjadinya reaksi fotokimia (fotooksidasi) dalam molekul
antosianin (Jackman dan Smith, 1996). Reaksi fotokimia dapat
menyebabkan pembukaan cincin aglikon pada antosianin yang diawali
oleh pembukaan cincin karbon no. 2. Pada akhirnya reaksi fotooksidasi ini
akan membentuk senyawa yang tidak berwarna seperti kalkon sebagai
indikator degradasi antosianin. Degradasi lanjutan dapat membentuk
senyawa turunan lain seperti 2,4,6-trihidroksibenzaldehid dan asam
benzoat tersubtitusi (Jackman dan Smith, 1996).
Pada suasana asam antosianin akan berwarna merah, oleh karena
itu aplikasi antosianin sebagai pewarna produk pangan dapat dilakukan
untuk produk-produk yang memiliki pH rendah, seperti minuman ringan,
manisan, saus, pikel, makanan beku atau makanan kalengan, dan yoghurt.

14
 
D. KOPIGMENTASI
Stabilitas warna antosianin dapat dipertahankan atau ditingkatkan
dengan reaksi kopigmentasi. Fenomena kopigmentasi pertama kali
teramati pada tahun 1916 oleh Willstätter dan Zollinger yang mengamati
warna pigmen anggur yang berubah warna dari merah menjadi merah
kebiruan dengan penambahan asam tanat dan asam galat (Rein, 2005).
Kopigmentasi merupakan interaksi antara struktur antosianin
dengan molekul lain seperti logam (Al3+, Fe3+, Sn2+, Cu2+) dan molekul
organik lain seperti senyawa falvonoid (flavon, flavonon, dan flavonol),
senyawa alkaloid (kafein), dan sebagainya. Adanya kopigmentasi antara
antosianin dengan logam molekul organik lain cenderung meningkatkan
stabilitas warna antosianin (Jackman dan Smith, 1996).
Kopigmentasi secara alami dapat memperbaiki warna antosianin
pada produk pangan. Menurut Castaneda-Ovando et al. (2008), reaksi
kopigmenatsi dapat terjadi melalui empat mekanisme interaksi, yaitu
intermolecular copigmentation, intramolecular copigmentation, metal
complexation, ataupun self association. Keempat mekanisme tersebut pada
antosianin digambarkan oleh Rein dan Heinonen (2004) seperti dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme reaksi kopigmentasi pada antosianin (Rein dan


Heinonen, 2004)

15
 
Mekanisme self association, yaitu interaksi antara antosianin
dengan antosianin lain sebagai senyawa kopigmen dengan bantuan gugus
gula sebagai pengikat. Mekanisme metal complexation merupakan
interaksi pembentukan kompleks antara antosianin dengan logam sebagai
senyawa kopigmen.
Pada mekanisme intermolecular copigmentation, interaksi terjadi
antara antosianin dengan senyawa flavonoid atau komponen fenolik
sebagai senyawa kopigmen. Pada mekanisme intramolecular
copigmentation, interaksi terjadi antara antosianin dengan bagian dari
molekul antosianin itu sendiri, misalnya dengan gugus asil melalui reaksi
kimia atau dengan bantuan perlakuan fisik. Pengikatannya dapat terjadi
dengan bantuan gugus gula.
Fenomena kopigmentasi teramati sebagai pergeseran panjang
gelombang maksimum yang dikenal dengan nama efek batokromik atau
efek hiperkromik. Efek batokromik (Δλmax) ialah pergeseran absorpsi
panjang gelombang maksimum (λmax). Pada antosianin teramati
pergeseran warna dari merah menjadi merah kebiruan (bluing effect)
akibat adanya kopigmentasi. Efek hiperkromik (ΔA), ialah peningkatan
intensiatas warna antosianin setelah kopigmentasi.
Pada anggur, ketidakstabilan dan reaktivitas antosianin bersama-
sama dengan reaksi kopigmentasi diperkirakan bertanggung jawab
terhadap perubahan warna pada proses pemeraman anggur. Pada buah dan
produk berry, warna juice, puree, jam, dan sirup dapat dipertajam dan
distabilkan dengan kopigmentasi, sehingga meningkatkan penerimaan
konsumen dan memperpanjang umur simpan produk (Viguera et al., 1999;
Rein dan Heinonen, 2004).
Senyawa yang digunakan untuk proses kopigmentasi disebut
kopigmen. Kopigmen adalah suatu senyawa yang tidak berwarna yang
biasanya terdapat secara alami dalam sel tanaman. Jenis senyawa
kopigmen yang umumnya digunakan adalah flavonoid (termasuk di
dalamnya adalah flavon dan flavonol) dan polifenol lain (asam fenolik),
alkaloid, asam amino dan asam organik (Markakis, 1982).

16
 
Dari jenis flavonol, rutin dan quercetin merupakan jenis kopigmen
yang menghasilkan efek kopigmentasi kuat. Rutin menginduksi pergeseran
batokromik 30nm dan quercetin 28nm terhadap malvidin 3.5-diglukosida
pada pH 3.2 (Chen and Hrazdina, 1981).
Dari golongan asam fenolik, ferulic acid merupakan salah satu
yang tergolong efisien sebagai kopigmen (Markovic et al., 2000). Rein
dan Heinonen (2004) menggunakan ferulic acid, sinapic acid, dan
rosmarinic acid untuk memperbaiki kualitas juice berry. Selain itu gallic
acid (Rein, 2005), tanin (Cai et al., 1990), dan chlorogenic acid
(Brouillard et al., 1991) juga dapat digunakan sebagai kopigmen. Rein dan
Heinonen (2004) menyatakan bahwa intensitas pelargonidin 3-glukosida
yang dikopigmentasi oleh ferulic acid dan caffeic acid meningkat dan
mampu bertahan selama penyimpanan.
Seperti halnya reaksi pada antosianin umumnya, reaksi
kopigmentasi juga dipengaruhi oleh pH (Wilska-Jeszka dan
Korzuchowaka, 1996), temperatur (Ba Kowska et al., 2003), pelarut
(Brouillard et al., 1991) dan struktur molekulnya. Efek kopigmentasi akan
lebih efisien jika konsentrasi kopigmentasi lebih besar dibandingkan
konsentrasi antosianin (Asen et al., 1972; Scheffeldt dan Hrazdina, 1978).
Pada pH rendah, karena dominasi utama kation flavium (pH < 2), reaksi
kopigmentasi kurang efektif dibandingkan pada pH 2-5, yaitu ketika
terjadi kesetimbangan dengan bentuk quinoidalnya (Williams dan
Hrazdina, 1979).

E. ROSMARINIC ACID
Rosmarinic acid (C18H16O8,) merupakan antioksidan alami dalam
bentuk asam karboksilat, memiliki bentuk dimer caffeic acid, yang
berwarna merah oranye yang sedikit larut dalam air, tetapi mudah larut
pada pelarut organik. Parnham dan Kesselring (1985) mengungkapkan
bahwa rosmarinic acid mampu berperan sebagai antioksidan,
antiinflamatori, antimutagen, antibakteri, dan antivirus.

17
 
Gambar 4. Rosmarinic acid

Rosmarinic acid banyak ditemukan pada tanaman herbal dari suku


Boraginaceace dan Lamiaceae (Litvinenko et al., 1975), seperti rosemary,
oregano, sage, thyme, dan peppermint. Hasil penelitian Olah et al., (2003)
menunjukkan bahwa daun tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus
Benth.) mengandung komponen/senyawa turunan caffeic acid, salah
satunya rosmarinic acid.

F. MINUMAN RINGAN
Minuman ringan didefinisikan sebagai minuman tak beralkohol
yang mengandung sirup, esens, atau konsentrat buah yang dicampur
dengan air atau air berkarbonasi (carbonated water) dengan proporsi
tertentu (Thorner dan Herzberg, 1978). CODEX General Standard for
Food Additives Online Database (2009) menggolongkan minuman ringan
menjadi beberapa kategori, yaitu: (1) air minum, (2) jus buah dan sayur,
(3) nektar buah dan sayur, (4) minuman bercita rasa, termasuk minuman
berenegi dan minuman berelektrolit, serta (5) kopi, teh, minuman herbal,
minuman sereal dan minuman dari biji-bijian termasuk biji coklat.
Persyaratan minuman ringan menurut Green (1981), antara lain:
1. Campuran minuman tidak menimbulkan after taste yang kurang
disukai.
2. Menggunakan air yang memenuhi standar.
3. Disuguhkan dalam keadaan yang cukup dingin.
4. Jika digunakan es sebagai pendingin maka digunakan es yang tidak
mudah mencair.
5. Karbonasi yang cukup memberikan efek yang menyegarkan.
6. Wadah yang jernih dan bersih.

18
 
Bahan-bahan penyusun minuman ringan antara lain air, pemanis,
asam, pewarna, dan pengawet. Air merupakan komponen terbesar dari
minuman ringan. Persentase air dalam minuman ringan bisa mencapai
90% sehingga kualitas air yang digunakan dalam industri minuman ringan
harus benar-benar terkontrol (Hougton dan Mc Donald, 1978). Air yang
digunakan untuk minuman ringan harus melalui test potability sehingga
dapat diminum dan bebas dari kontaminan. Di samping itu untuk
mendapatkan produk akhir yang jernih dan menarik, air harus memiliki
kekeruhan yang rendah (Thorner dan Herzberg, 1978). Air yang digunakan
dalam industri minuman ringan telah melalui tahapan penghilangan
kesadahan, penghilangan koloid dan padatan terendap, penghilangan
warna, rasa, dan bau menyimpang, serta pengurangan alkalinitas, dan telah
mengalami sterilisasi (Hougton dan Mc Donald, 1978).
Pemanis yang digunakan untuk minuman ringan bisa berupa gula
atau pemanis buatan. Gula yang digunakan untuk minuman ringan antara
lain gula kristal, gula invert, maupun gula cair (Woodroof dan Philips,
1981). Pemanis alami yang paling banyak digunakan dalam industri
minuman ringan adalah sukrosa yang biasanya berupa sirup dengan
konsentrasi tinggi. Konsentrasi sukrosa yang biasa ditambahkan pada
minuman ringan berkisar antara 10-13% (Woodroof dan Philips, 1981).
Asam merupakan komponen penting ketiga setelah air dan gula
dalam pembuatan minuman ringan. Jenis asam yang biasa digunakan
dalam pembuatan minuman ringan antara lain asam sitrat. Konsentrasi
asam sitrat yang biasa digunakan dalam minuman ringan adalah 1.285g/l
(Woodroof dan Philips, 1981).
Pewarna digunakan dalam pembuatan minuman ringan untuk
meningkatkan daya tarik konsumen. Pewarna yang ditambahkan dalam
minuman ringan sebaiknya memiliki stablitas yang baik terhadap pengaruh
komponen seperti gula, asam, dan flavor. Pewarna alami cendrung lebih
aman bila dibandingkan pewarna sintetik (Jackman dan Smith, 1996).
Namun demikian harga pewarna sintetik cendrung lebih ekonomis
dibandingkan pewarna alami. Beberapa pewarna alami yang sering

19
 
digunakan adalah antosianin, karoten, dan krolofil, sedangakan pewarna
sintetik yang digunakan misalnya FD&C (Food and Drugs Colorant)
dalam berbagai jenis warna (Winarno, 1997).

G. SPEKTROSKOPI
Prinsip spektroskopi didasarkan pada adanya interaksi dari energi
radiasi elektromagnetik dengan zat kimia. Hasil interaksi tersebut dapat
menimbulkan satu atau lebih peristiwa, seperti pemantulan (refleksi),
pembiasan (refraksi), interferensi, difraksi, penyerapan (absorpsi),
flouresensi, fosforesensi, dan ionisasi. Dalam analisis kimia, peristiwa
absorpsi merupakan dasar dari cara spektroskopi.
Spektroskopi dapat digunakan dalam aplikasi kualitatif, karena
proses absorpsi tersebut bersifat unik/spesifik untuk setiap zat kimia atau
segolongan zat kimia. Spektroskopi juga dapat digunakan dalam aplikasi
kuantitatif, karena banyaknya absorpsi berbanding lurus dengan
banyaknya zat kimia. Instrumen yang digunakan dalam metode analisis
dengan prinsip spektroskopi ini disebut dengan spektrofotometri.
Spektroskopi absorpsi memiliki prinsip dasar apabila suatu cahaya
putih atau radiasi dilewatkan melalui larutan berwarna maka radiasi
melalui larutan berwarna akan diserap secara selektif dan radiasi lainnya
akan diteruskan. Absorbansi maksimum larutan berwarna terjadi pada
daerah yang berlawanan. Karena warna yang diserap adalah warna
komplementer dari warna yang diamati. Contohnya larutan yang berwarna
merah akan menyerap radiasi maksimum warna hijau.

H. KROMAMETER
Kromameter merupakan alat analisis warna secara tristimulus
untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan. Prinsip
kerja alat ini adalah mengukur perbedaan warna melalui pantulan cahaya
oleh permukaan sampel (Hutching, 1999).
Sistem notasi warna adalah cara sistematik dan obyektif dalam
menyatakan dan mendeskripsikan suatu jenis warna. Di antara sistem
warna terdapat tiga macam notasi warna, yaitu ICI, Munsell, dan Hunter.

20
 
Sistem ICI (International Comission on Ilumination) didasarkan
pada semua warna dapat dibentuk tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan
biru. Masing-masing warna dinyatakan sebagai X untuk warna merah, Y
untuk hijau, dan Z untuk biru (Soekarto,1997).
Sistem notasi warna yang paling banyak digunakan adalah sistem
Hunter yang memiliki tiga parameter untuk mendeskripsikan warna, yaitu
L, a, dan b. Nilai L menunjukkan cerah atau gelapnya sampel dan
memiliki skala dari 0 sampai 100. Nilai 0 menyatakan sampel sangat gelap
(warna hitam) dan 100 menyatakan sampel sangat cerah (warna putih)
untuk menyatakan kecerahan yang memiliki nilai 0-100. Nilai a
menunjukkan derajat merah atau hijau sampel, dengan a positif
menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai
a memiliki skala dari -80 sampai 100. Nilai b menunjukkan derajat kuning
atau biru, dengan b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif
menunjukkan warna biru. Nilai b memiliki skala dari -70 sampai 70
(Francis, 1996).

Gambar 5. Diagram warna Hunter L, a, b


Pengukuran warna dengan sistem Munsell didasarkan pada tiga
atribut subyektif warna, yaitu warna kromatik (hue), kecerahan (value),
dan intensitas warna (chroma atau saturation). Warna kromatik (hue)
meliputi warna monokromatik yang terdiri dari warna-warna pelangi dan
warna campurannya. Kecerahan (value) menyatakan warna akromatik
(gelap dan terangnya warna) yang berkisar dari warna hitam pekat sampai

21
 
putih bersih. Nilai intensitas warna (chroma) berkisar dari nilai tidak
berwarna sampai warna penuh.
Nilai chroma (C) merupakan resultan dari nilai a dan b yang
dihitung berdasarkan rumus C = √a2+b2. Semakin tinggi nilai C maka
warna akan terlihat semakin tua karena intensitasnya yang meningkat.
Nilai hue menunjukkan posisi warna sampel dalam diagram warna. Nilai
hue menyatakan panjang gelombang dominan yang menentukan apakah
warna tersebut merah, kuning, atau hijau. Nilai hue dihitung dengan rumus
hue = (arctan (b/a)).
Nilai hue yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan nilai hue
yang ada pada bola imajiner Munsell (Gambar 6), sehingga diperoleh data
warna secara obyektif yang merupakan kisaran warna yang mendekati
warna sampel sebenarnya. Nilai hue yang diperoleh harus berada dalam
bentuk nilai derajat radian agar dapat diinterpretasikan ke dalam bola
imajiner Munsell, setiap derajat radian tertentu menyatakan warna visual
yang dilihat.

Gambar 6. Bola imajiner Munsell

Di dalam bola imajiner Munsell telah terdapat pembagian wilayah


warna pada sudut-sudut tertentu. Wana merah (R) berada pada wilayah 210
sampai 520 pada kuadran satu, warna kuning-merah (YR) berada pada
wilayah 530 sampai 840 pada kuadran satu, warna kuning (Y) berada pada
wilayah 850 pada kuadran satu sampai 210 pada kuadran dua, warna hijau-
kuning (GY) berada pada wilayah 220 sampai 610 pada kuadran dua, warna
hijau (G) berada pada wilayah 620 pada kuadran dua sampai 00 pada

22
 
kuadran tiga, warna biru-hijau (BG) berada pada wilayah 10 pada kuadran
tiga sampai 350 pada kuadran tiga, warna biru (B) berada pada wilayah 360
sampai 810 pada kuadran tiga, warna ungu-biru (PB) berada pada wilayah
820 pada kuadran tiga sampai 36 0
pada kuadran empat, warna ungu (P)
berada pada wilayah 37 sampai 710 pada kuadran empat, dan warna
0

merah-ungu (RP) berada pada wilayah 720 pada kuadran empat sampai 200
pada kuadran satu.
Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell juga dipengaruhi
oleh nilai a dan b-nya. Jika nilai hue yang diperoleh pada metode Hunter
bernilai negatif maka untuk menginterpretasikan warnannya pada diagram
Munsell, nilai negatifnya dihilangkan terlebih dahulu, kemudian diukur
pada kuadran yang paling tepat atau sesuai dengan nilai a dan b-nya. Pada
kuadaran satu, a dan b bernilai positif. Pada kuadran dua, a bernilai negatif
dan b bernilai positif. Pada kuadran tiga, a dan b bernilai negatif. Pada
kuadran empat, a bernilai positif dan b bernilai negatif. Setelah didapatkan
interpretasi warna pada diagram Munsell maka data ini dapat
dibandingkan dengan penampakan visual yang ada.

Tabel 2. Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell

Hue (⁰) Warna


21 (kuadran I) - 52 (kuadran I) Merah
53 (kuadran I) – 84 (kuadran I) Merah-Kuning
85 (kuadran I) – 21 (kuadran II) Kuning
22 (kuadran II) – 61 (kuadran II) Hijau-Kuning
62 (kuadran II) – 0 (kuadran III) Hijau
1 (kuadran III) – 35 (kuadran III) Biru-Hijau
36 (kuadran III) – 81 (kuadran III) Biru
82 (kuadran III) – 36 (kuadran IV) Ungu-Biru
37 (kuadran IV) – 71 (kuadran IV) Ungu
72 (kuadran IV) –20 (kuadran I) Merah-Ungu

23
 
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah kelopak bunga rosela kering
(Hibiscus sabdariffa L.) sebagai sumber antosianin dan rosmarinic acid
sebagai senyawa kopigmen. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
membuat model minuman ringan adalah air minum dalam kemasan dan
sukrosa. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk ekstraksi antosianin dan
analisis adalah akuades, etanol 95%, metanol 26.4M, HCl 1N, kertas
Whatman No. 1, dan alumunium foil.

2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca
analitik, blender, saringan, kain saring, wadah pencampur, penyaring
vakum, evaporator vakum, sendok pengaduk, pH meter, penangas air,
lampu/sinar UV, spektrofotometer, kromameter, refrigerator, oven,
botol berwarna (gelap), botol tidak berwarna, cawan alumunium, gelas
ukur, gelas piala, labu ukur, tabung reaksi, pipet tetes, pipet
mohr/volumetrik, gelas arloji, sudip, dan gelas pengaduk.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap penelitian: persiapan
sampel, pembuatan model minuman ringan dengan aplikasi zat warna
antosianin tunggal (tunggal) dan zat warna kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid, serta pengujian stabilitas warna terhadap suhu pemanasan
dan sinar UV.

1. Persiapan Sampel
Tujuan penelitian tahap ini adalah mendapatkan senyawa
antosianin dari kelopak bunga rosela kering melalui metode ekstraksi
secara maserasi. Senyawa yang dihasilkan merupakan bahan utama

24
 
yang dijadikan sebagai subyek pada proses pencampuran pada tahap
selanjutnya.
Ekstraksi antosianin dilakukan menggunakan modifikasi metode
Kristie (2008) (Lampiran 1). Sebanyak 50g kelopak kering bunga rosela
ditimbang, kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan
menambahkan 250ml akuades. Setelah itu, hancuran rosela dipindahkan
ke dalam gelas piala dan kembali ditambahkan dengan 250ml akuades.
Kemudian dilakukan proses maserasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Hasil yang diperoleh selanjutnya disaring dengan menggunakan
saringan dan kain saring, untuk memisahkan hancuran bunga rosela dan
ekstrak antosianin. Filtrat (ekstrak cair antosianin) yang diperoleh,
kemudian ditambahkan dengan etanol 95% sebanyak ½ bagian dari
volume total filtrat/ekstrak cair antosianin, untuk mengendapkan gum.
Setelah disaring dengan penyaring vakum, ekstrak antosianin yang
sudah tidak mengandung gum dipekatkan dengan evaporator vakum
hingga diperoleh ekstrak pekat antosianin rosela. Ekstrak antosianin
yang diperoleh kemudian diaplikasikan pada model minuman ringan.

2. Pembuatan Model Minuman Ringan dan Reaksi Kopigmentasi


Antosianin-Rosmarinic Acid
Pada tahap ini dibuat dua buah model minuman ringan, yaitu
model minuman kontrol (antosianin tunggal/tanpa kopigmen) dan
model minuman kopigmentasi (antosianin-rosmarinic acid). Model
minuman ringan dibuat dengan mencampurkan sukrosa 10% (b/v) dan
ekstrak antosianin ke dalam 100ml air minum dalam kemasan.
Untuk model minuman kopigmentasi, selain antosianin, ke
dalam model minuman juga ditambahkan rosmarinic acid dengan
perbandingan konsentrasi 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100 terhadap
konsentrasi antosianin. Model minuman ringan yang diperoleh
selanjutnya dianalisis stabilitas warna terhadap suhu pemanasan dan
penyinaran sinar ultraviolet (UV).

25
 
3. Uji Stabilitas Warna
Stabilitas warna model minuman ringan diukur menggunakan
spektrofotometer UV-VIS melalui paramter A atau absorbansi pada
λmax dan kromameter melalui parameter intensitas warna dengan sistem
notasi warna L, a, b. Pengamatan dengan spektrofotometer
menggambarkan degradasi antosianin dari segi konsentrasi kation
flavilium yang terkandung di dalam model minuman ringan, sedangkan
pengamatan dengan kromameter mengambarkan degradasi antosianin
dari segi penampakan warna model minuman ringan. Pengujian
stabilitas warna model minuman ringan ini dilakukan untuk mengetahui
kinetika degradasi zat warna antosianin tunggal dan zat warna
kopigmentasi antosianain-rosmarinic acid.

a. Analisis stabilitas warna terhadap suhu pemanasan


Model minuman ringan dimasukkan ke dalam botol
gelap/berwarna kemudian dipanaskan pada suhu 40°C, 50ºC, 60ºC,
70ºC, dan 80°C. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dan
intensitas warna L, a, b setiap 75 menit selama 525 menit untuk
minuman ringan yang dipanaskan pada suhu 40ºC, setiap 60 menit
selama 420 menit untuk minuman ringan yang dipanaskan pada suhu
50°C, setiap 45 menit selama 315 menit untuk minuman ringan yang
dipanaskan pada suhu 60ºC, setiap 30 menit selama 210 menit untuk
minuman ringan yang dipanaskan pada suhu 70ºC, dan setiap 15
menit selama 105 menit untuk minuman ringan yang dipanaskan
pada suhu 80°C.

b. Analisis stabilitas warna terhadap penyinaran ultraviolet


Model minuman ringan dimasukkan ke dalam botol tidak
berwarna (botol terang) kemudian ditempatkan di bawah
cahaya/sinar dengan panjang gelombang pendek (UV) selama 5 hari.
Pengukuran absorbansi dan intensitas warna L, a, b dilakukan setiap
hari (24 jam).

26
 
Pengukuran kinetika degradasi zat warna antosianin tunggal dan
zat warna kopigmentasi antosianain-rosmarinic acid dapat dilakukan
dengan melakukan pengujian estimasi terhadap kurva regresi linear
yang menggambarkan hubungan antara retensi warna dengan lama
pemanasan atau penyinaran UV. Kinetika degradasi antosianin secara
umum berlangsung pada ordo ke-1 (Calvi dan Francis, 1978; Ahmed et
al., 2000; Ozkan et al., 2002; dan Rein, 2005). Persamaan reaksi pada
ordo ke-1 dapat dilihat pada persamaan berikut:
dA
kA
dt
Penentuan variabel kuantitatif degradasi antosianin dilakukan
melalui integrasi terhadap persamaan tersebut sehingga diperoleh
persamaan matematis. Melalui persamaan matematis tersebut dapat
diinterpretasikan nilai konstanta degradasi antosianin (Singh, 1994).
Persamaan matematis tersebut adalah:
A
dA
k dt
A
A
At
ln kt C
Ao
ln retensi warna kt C
keterangan:
At = absorbansi zat warna setelah pemanasan/penyinaran UV
Ao = absorbansi zat warna sebelum pemanasan/penyinaran UV
k = konstanta degradasi antosianin
t = waktu pemanasan/penyinaran UV
Konstanta laju reaksi degradasi antosianin yang diperloleh dari
nilai slope hasil plot hubungan antara retensi warna dengan lama
pemanasan atau penyinaran UV tersebut digunakan untuk menentukan
waktu paruh degradasi (t1/2) :
C ln
t
k

27
 
Parameter besarnya ketergantungan laju reaksi degradasi warna
terhadap suhu dan UV dapat dilihat dalam persamaan Arrhenius:

k ko . e R.T
Ea
ln k ln ko
R T
Keterangan:
k = konstanta laju reaksi
ko = faktor frekuensi
Ea = energi aktivasi
R = tetapan gas (1.987 kal/mol.K atau 8.314 J/mol.K)
T = suhu mutlak (K)
Peningkatan kestabilan atau penghambatan degradasi warna
antosianin akibat reaksi kopigmentasi dapat diamati melalui
perbandingan nilai energi aktivasi (Ea) reaksi degradasi antosianin
tanpa penambahan kopigmen dan antosianin dengan penambahan
kopigmen rosmarinic acid. Semakin rendah energi aktivasi maka
semakin mudah antosianin terdegradasi. Penambahan rosmarinic acid
sebagai senyawa kopigmen diharapkan mampu meningkatkan energi
aktivasi reaksi degradasi warna pigmen antosianin.

4. Metode Analisis

a. Penentuan rendemen ekstrak


Rendemen ekstrak dihitung dalam persen yang menyatakan
banyaknya ekstrak yang terdapat di dalam sampel berdasarkan berat
basah. Rendemen ekstrak dapat dilihat pada rumus di bawah ini:
Berat ekstrak g
Rendemen ekstrak x %
Berat bahan awal g

b. Penentuan total padatan (AOAC, 1995)


Sebanyak 1-2g sampel ditimbang dan diletakkan di dalam
cawan petri kemudian diuapkan menggunakan penangas selama 30
menit. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100-
105°C selama 3.5 jam. Selanjutnya cawan didinginkan dalam desikator.

28
 
Setelah dingin cawan ditimbang dan kemudian dimasukkan kembali ke
dalam oven selama beberapa menit. Kemudian cawan dimasukan ke
dalam desikator kembali untuk didinginkan dan ditimbang. Tahap ini
dilakukan berulang sampai diperoleh berat yang konstan dari sampel.
Berat sampel setelah pengeringan
Total padatan terlarut %
Berat awal sampel

c. Penentuan total antosianin (modifikasi Iglesias et al., 2008)


Sebanyak 0.2g sampel ekstrak antosianin dicampurkan dengan
larutan pengekstrak metanol (26.4M) + HCl (1N) = 98 + 2 hingga
diperoleh campuran larutan dengan volume 10ml. Larutan dibiarkan
selama 24 jam pada suhu 4ºC di ruang gelap. Selanjutnya dilakukan
pengukuran absorbansi larutan pada panjang gekombang 543nm.
Konsentrasi antosianin dihitung sebagai delfinidin 3-glukosida
dengan bobot molekul 501g/mol dan koefiien ekstingsi molar pada
543nm sebesar 2.94x104l/mol.cm dengan menggunakan rumus:
A = ε . b. c
Keterangan:
A = absorbansi antosianin pada λ 543nm
ε = koefisien ekstingsi molar = 2.94x104l/mol.cm
b = lebar kuvet (cm)
c = konsentrasi antosianin (M = mol/l)
Total antosianin sampel dihitung dengan rumus:
M V P
Jumlah antosainin (mg/g) =

Keterangan:
c = konsentrasi antosianin (mol/l)
BM = berat molekul antosianin pada rosela (delfinidin 3-glukosida,
BM = 501g/mol)
V = volume larutan
FP = faktor pengenceran
m = berat sampel ekstrak antosianin

29
 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI ROSELA


Menurut Harbone (1987), ekstraksi adalah proses penarikan
komponen/zat aktif suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu.
Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif, serta kelarutan
dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan
senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut
non polar.
Ekstraksi antosianin biasanya dilakukan dengan menggunakan air,
air yang mengandung SO2, dan alkohol yang diasamkan (Markakis, 1982).
Esselen dan Sammy (1973) menggunakan air panas untuk mengekstrak
delfinidin dan sianidin mono dan biosida dari Hibiscus sabdariffa.
Ekstraksi antosianin dari kelopak kering bunga rosela pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pelarut air, karena air bersifat polar dan
tidak bersifat toksik sama sekali.
Polaritas merupakan hal yang penting diperhatikan dalam proses
ekstraksi. Polaritas antara bahan pengekstrak harus sama dengan polaritas
bahan yang diekstraknya. Senyawa yang polar hanya dapat larut dalam
pelarut yang polar, demikian pula senyawa yang bersifat non-polar hanya
dapat larut pada pelarut non-polar juga. Menurut Timberlake dan Bridle
(1966), antosianin merupakan komponen yang bersifat polar sehingga
akan lebih mudah larut dalam pelarut yang bersifat polar juga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kristie (2008),
ekstrak rosela yang diperoleh melalui proses ekstraksi secara maserasi
dengan pelarut air, diduga masih banyak mengandung gum dan gula. Hal
tersebut menyebabkan ekstrak memiliki tekstur yang padat dan lengket.
Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan modifikasi tahapan ekstraksi
dengan penambahan etanol 95%, untuk mengikat gum dan gula yang
masih terekstrak. Filtrat (ekstrak cair antosianin) yang diperoleh dari
proses maserasi ditambahkan dengan etanol 95% sebanyak ½ bagian dari

30
 
volume total filtrat, kemudian untuk memisahkan gum dari ekstrak cair
antosianin, dilakukan penyaringan secara vakum.
Proses pemekatan atau penguapan pelarut dilakukan dengan
evaporator vakum pada suhu 40°C. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kerusakan pigmen antosianin terhadap panas yang berlebihan. Penguapan
terjadi pada ruangan vakum yang memiliki tekanan rendah sehingga
dibutuhkan suhu yang relatif rendah. Pada akhir proses pemekatan, ekstrak
antosianin rosela yang didapat masih memiliki tekstur padat, keras, dan
lengket. Hal ini diduga karena masih banyak gum dan gula yang ikut
terkstrak bersama dengan ekstrak antosianin rosela tersebut.
Rendemen ekstrak dihitung dalam persen yang menyatakan
banyaknya ekstrak yang terdapat di dalam sampel berdasarkan berat basah.
Rendemen ekstrak antosianin rosela yang diperoleh adalah sebesar 30.84%
(b/b) (Lampiran 2).

Gambar 7. Ekstrak antosianin dari rosela

B. KARAKTERISTIK EKSTRAK ANTOSIANIN DARI ROSELA


Setelah diperoleh ekstrak antosianin dari rosela, selanjutnya
dilakukan karakterisasi terhadap ekstrak antosianin yang diperoleh, yaitu
perhitungan total padatan ekstrak, perhitungan total antosianin ekstrak,
pengukuran pH ekstrak saat dilarutkan dalam akuades, dan pengukuran
intensitas warna. Karakteristik ekstrak antosianin dari rosela dapat dilihat
pada Tabel 3.
Perhitungan total padatan ekstrak dilakukan untuk mengetahui
berat ekstrak kering yang diperoleh. Perhitungan total padatan ini
didasarkan pada metode AOAC (1995). Total padatan ekstrak antosianin
rosela yang diperoleh adalah sebesar (72.22 ± 0,007)% (Lampiran 3).

31
 
Perhitungan total antosianin ekstrak dilakukan dengan metode
spektrofotometri pada panjang gelombang 543nm. Total antosianin yang
terdapat dalam ekstrak antosianin rosela adalah sebesar (2.7886 ± 0.0771)
mg/g ekstrak dan dinyatakan sebagai delfinidin 3-glukosida (Lampiran 4).
Pengukuran pH ekstrak digunakan untuk mengetahui nilai pH
ekstrak antosianin rosela saat dilarutkan dalam akuades. Pengukuran pH
ini dilakukan dengan menggunakan alat pHmeter. Nilai pH ekstrak
antosianin rosela ketika dilarutkan di dalam akuades adalah sebesar
(2.54 ± 0.02) (Lampiran 5).
Intensitas warna ekstrak antosianin rosela dilakukan untuk
mengetahui kisaran warna ekstrak antosianin rosela yang diperoleh.
Pengukuran intensitas warna ekstrak antosianin rosela ini dilakukan
menggunakan kromameter dengan sistem notasi warna Hunter (L, a, b).
Ekstrak antosianin rosela yang diperoleh berwarna merah gelap (merah
pekat) dengan nilai L (derajat kecerahan) sebesar 22.16, nilai a (derajat
kemerahan) sebesar 1.71, dan nilai b (derajat kekuningan) sebesar -1.04.
Nilai ⁰hue ekstrak antosianin rosela yang diperoleh adalah sebesar -31.31.
Berdasarkan diagram Munsell, nilai ⁰hue ini berada pada kisaran warna
ungu-biru (PB).

Tabel 3. Karakteristik ekstrak antosianin rosela

Karakteristik ekstrak Nilai

72.22 ± 0.007
Total padatan (%)

2.7886 ± 0.0771
Total antosianin (mg/g ekstrak)

2.54 ± 0.02
pH
L = 22.16
a = + 1.71
Intensitas warna b = - 1.04
⁰hue = -31.31 (PB)

32
 
C. PEMBUATAN MODEL MINUMAN RINGAN DAN REAKSI
KOPIGMENTASI ANTOSIANIN-ROSMARINIC ACID
Model minuman ringan dibuat dengan mencampurkan 100ml air
minum dalam kemasan dan sukrosa 10% (b/v). Setelah itu ekstrak
antosianin rosela diaplikasikan ke dalam model minuman ringan.
Antosianin dilarutkan dalam model minuman ringan dengan konsentrasi
3x10-5M. Untuk model minuman kopigmentasi, selain antosianin, ke
dalam model minuman juga ditambahkan rosmarinic acid dengan
perbandingan konsentrasi 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100 terhadap
konsentrasi antosianin (Lampiran 6).
Mengingat ekstrak antosianin rosela yang diperoleh memiliki
tekstur yang padat, keras, dan lengket, maka untuk mempermudah
pengaplikasian ke dalam model minuman ringan, ekstrak antosianin rosela
tersebut terlebih dahulu dilarutkan dalam air minum dalam kemasan,
sehingga diperoleh larutan stok ekstrak antosianin rosela, yang kemudian
diaplikasikan ke dalam model minuman ringan. Sebelum diaplikasikan ke
dalam model minuman ringan, terlebih dahulu dilakukan analisis
kandungan total antosianin yang terdapat dalam setiap ml larutan stok
ekstrak antosianin rosela. Volume larutan stok ekstrak antosianin rosela
yang diaplikasikan ke dalam model minuman ringan disesuaikan dengan
kandungan total antosianin yang terdapat dalam tiap ml larutan stok
tersebut.

D. ANALISIS STABILITAS WARNA MODEL MINUMAN RINGAN


Analisis stabilitas warna model minuman ringan dilakukan untuk
melihat pengaruh reaksi kopigmentasi rosmarinic acid terhadap antosianin
rosela terhadap pemanasan dan penyinaran ultraviolet (UV). Parameter
yang diamati pada model minuman ringan meliputi absorbansi dan
intensitas warna.
Absorbansi model minuman ringan diamati dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis Spectronic 20D pada panjang gelombang
520nm. Nilai absorbansi ini menggambarkan konsentrasi kation flavilium

33
 
antosianin yang yang terdapat dalam model minuman ringan. Panjang
gelombang 520nm dipilih sebagai panjang gelombang maksimal untuk
pengukuran stabilitas warna menggunakan spektrofotometer, hal ini
didasarkan pada spektrum serapan cahaya model minuman ringan. Pada
rentang panjang gelombang 400nm sampai 600nm, model minuman ringan
menunjukkan serapan cahaya (absorbansi) maksimal pada panjang
gelombang 520nm (Lampiran 7).
Intensitas warna diamati dengan alat Chromameter Lab Minolta
CR310. Kromameter dapat digunakan untuk mengukur warna melalui
pantulan cahaya oleh permukaan sampel (Hutching, 1999). Intensitas
warna model minuman ringan diamati dengan menggunakan sistem notasi
warna Hunter, yaitu parameter L, a, dan b.
Nilai L menyatakan parameter kecerahan dengan nilai antara 0
sampai dengan 100, semakin tinggi nilai L menunjukkan kecerahan yang
semakin meningkat. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel,
dengan skala dari -80 sampai 100, nilai a positif menunjukkan warna
merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai b menunjukkan
derajat kuning atau biru sampel, dengan skala -70 sampai 70, nilai b
positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru
(Francis, 1996).

1. Analisis Stabilitas Warna Model Minuman Ringan terhadap


Pemanasan
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
stabilitas warna antosianin. Analisis stabilitas warna model minuman
ringan terhadap pemanasan dilakukan dengan memanaskan model
minuman ringan dalam botol berwarna pada suhu 40oC selama 525
menit, pada suhu 50⁰C selama 420 menit, pada suhu 60⁰C selama 315
menit, pada suhu 70ºC selama 210 menit, dan pada suhu 80°C selama
105 menit. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan penangas air,
karena panas yang dihasilkan merata di seluruh bagian sampel dan
untuk memudahkan dalam pengontrolan suhu.

34
 
a. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap
pemanasan dengan menggunakan spektrofotometer
Peningkatan waktu pemanasan menyebabkan penurunan
nilai absorbansi warna model minuman ringan selama proses
pemanasan (Lampiran 8, Lampiran 10, Lampiran 12, Lampiran 14,
dan Lampiran 16). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen mampu
menunjukkan efek hiperkromik, yaitu peningkatan intensitas warna
merah antosianin, yang ditandai dengan peningkatan absorbansi
pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Peningkatan absorbansi pada model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid terjadi seiring dengan peningkatan
konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan. Formula model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:100
mempunyai nilai absorbansi yang paling besar dibandingkan
dengan formula model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:20, 1:40, 1:60, dan 1:80.
Suhu pemanasan yang relatif tinggi dapat merusak struktur
antosianin yang berpengaruh terhadap warna model minuman
ringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu
pemanasan menyebabkan penurunan nilai retensi warna pada
model minuman ringan. Nilai retensi warna menunjukkan
kandungan antosianin rosela yang masih tersisa di dalam model
minuman ringan selama atau setelah proses pemanasan.

35
 
100,00

Retensi warna (%)


90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 75 150 225 300 375 450 525
1:100
Waktu (menit)

Gambar 8. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin


tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
40⁰C

100,00
Retensi warna (%)

90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 60 120 180 240 300 360 420
1:100
Waktu (menit)

Gambar 9. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin


tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid pada pemanasan suhu
50⁰C

100,00
Retensi warna (%)

90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 45 90 135 180 225 270 315
1:100
Waktu (menit)

Gambar 10. Nilai retensi warna model minuman kontrol


(antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
pemanasan suhu 60⁰C

36
 
100,00

Retensi warna (%)


90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 30 60 90 120 150 180 210
1:100
Waktu (menit)

Gambar 11. Nilai retensi warna model minuman kontrol


(antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
pemanasan suhu 70⁰C

100,00
Retensi warna (%)

90,00 kontrol
80,00 1:20
70,00 1:40
60,00
1:60
50,00
1:80
0 15 30 45 60 75 90 105
1:100
Waktu (menit)

Gambar 12. Nilai retensi warna model minuman kontrol


(antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
pemanasan suhu 80⁰C

Nilai retensi warna model minuman ringan semakin


menurun seiring dengan semakin meningkatnya suhu pemanasan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
pemanasan, laju degradasi antosianin rosela akibat proses
pemanasan akan berlangsung semakin cepat, yang berakibat pada
penurunan stabilitas warna model minuman ringan. Berdasarkan
kurva retensi warna model minuman ringan di atas (Gambar 8,
Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12) dapat dilihat
bahwa, semakin tinggi suhu pemanasan, maka kurva retensi warna
yang terbentuk akan semakin curam. Semakin curam kurva yang

37
 
terbentuk, maka stabilitas warna model minuman ringan terhadap
degradasi akibat proses pemanasan semakin rendah.
Pada pemanasan suhu 40⁰C warna model minuman ringan
relatif stabil. Hal ini dapat dilihat dari bentuk kurva retensi
warnanya yang semakin landai atau bahkan cenderung datar. Nilai
retensi warna model minuman kontrol (antosianin tunggal) pada
akhir pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit adalah sebesar
97.60%. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin
tunggal) pada akhir pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit, 60⁰C
selama 315 menit, dan 70⁰C selama 210 menit secara berturut-turut
adalah sebesar 85.80%, 77.67%, dan 65.54%. Pada pemanasan
suhu 80⁰C warna model minuman ringan relatif tidak stabil. Hal ini
dapat dilihat dari bentuk kurva retensi warnanya yang semakin
curam. Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin
tunggal) pada akhir pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit adalah
sebesar 55.97%.
Markakis (1982) mengemukakan bahwa penurunan
stabilitas warna akibat peningkatan suhu ini disebabkan oleh
dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon yang
tidak berwarna dan akhirnya membentuk alfa diketon yang
berwarna coklat. Selain itu, menurut Elbe dan Schwartz (1996),
panas mampu mengubah kesetimbangan antosianin terhadap
kalkon yang tidak berwarna. Brouillard (1982) juga menyatakan
bahwa temperatur yang tinggi dapat mengubah kation flavilium
menjadi kalkon. Setelah cincin pirilium terbuka, degradasi akan
berlanjut menghasilkan alfa diketon yang berwarna coklat.
Peningkatan waktu dan suhu pemanasan dapat
mengganggu proses kopigmentasi sehingga mengakibatkan
degradasi kompleks antosianin-kopigmen menghasilkan senyawa
seperti kalkon dan turunannya yang tidak berwarna (Cai et al.,
1990, Wilska-Jezka dan Korzuchowska, 1996, Satyatama, 2008).
Lebih lanjut Dangles dan Brouillard (1992) menyatakan bahwa

38
 
interaksi antara antosianin dan kopigmen bersifat eksotermal dan
peningkatan temperatur menyebabkan degradasi kompleks
kopigmentasi memberikan komponen tidak berwarna, sehingga
menyebabkan kehilangan warna pada kompleks antosianin-
kopigmen.
Penurunan nilai retensi warna akibat peningkatan suhu
pemanasan pada model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid lebih rendah jika dibandingkan dengan model
minuman kontrol (antosianin tunggal) pada suhu pemanasan yang
sama. Hal ini menunjukkan bahwa model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid mempunyai kestabilan warna yang
lebih baik dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal). Dengan demikian penambahan rosmarinic
acid sebagai senyawa kopigmen dapat membantu mempertahankan
retensi warna antosianin rosela terhadap peningkatan suhu
pemanasan.
Penambahan rosmarinic acid pada model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:20 mampu menghambat
laju degradasi antosianin rosela akibat proses pemanasan dengan
nilai retensi warna pada akhir pemanasan suhu 40⁰C (525 menit),
50⁰C (420 menit), 60⁰C (315 menit), 70⁰C (210 menit), dan 80⁰C
(105 menit) secara berturut-turut adalah sebesar 97.09%, 91.67%,
82.27%, 82.10%, dan 71.21%. Model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:40 pada akhir pemanasan suhu 40⁰C
(525 menit), 50⁰C (420 menit), 60⁰C (315 menit), 70⁰C (210
menit), dan 80⁰C (105 menit) memiliki nilai retensi warna secara
berturut-turut sebesar 97.84%, 92.01%, 84.01%, 80.12%, dan
70.20%.
Nilai retensi warna model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:60 pada akhir pemanasan suhu 40⁰C
(525 menit), 50⁰C (420 menit), 60⁰C (315 menit), 70⁰C (210

39
 
menit), dan
d 80⁰C (1005 menit) seecara berturuut-turut adallah sebesar
97.96%, 93.47%,
9 85.993%, 82.59%
%, dan 69.300%.
P
Penambahan
n rosmariniic acid paada model minuman
kopigmenntasi antosiaanin-rosmariinic acid 1:80 mampu menghambat
m
laju degrradasi antosiianin rosela akibat prosses pemanassan dengan
nilai retennsi warna pada akhir peemanasan suuhu 40⁰C (5525 menit),
50⁰C (4220 menit), 600⁰C (315 meenit), 70⁰C ((210 menit), dan 80⁰C
(105 mennit) secara bberturut-turutt adalah sebbesar 97.63%
%, 93.62%,
88.44%, 82.89%, ddan 73.15%. Model m
minuman kopigmentasi
antosianinn-rosmarinicc acid 1:1000 pada akhir pemanasan suhu 40⁰C
(525 mennit), 50⁰C (420 menit)), 60⁰C (3115 menit), 70⁰C
7 (210
menit), dan
d 80⁰C (1005 menit) memiliki
m nilaai retensi waarna secara
berturut-tturut sebesaar 96.89%, 94.54%, 88.90%,
8 81.12%, dan
72.73%.
N
Nilai retensii warna moodel minumaan kontrol (antosianin
tunggal) dan model minuman
m koopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid padaa berbagai suuhu pemanassan disajikann dalam Gam
mbar 13.
Retensi warna (%)

100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
suhu  suhu  suhu  suhu  suhu 
4
40 50 60 70 80
8
kontrol 97,60 85,80 77,67 65,54 55,,97
1:20 97,09 91,67 82,27 82,10 71,,21
1:40 97,84 92,01 84,01 80,12 70,,20
1:60 97,96 93,47 85,93 82,59 69,,30
1:80 97,63 93,62 88,44 82,89 73,,15
1:100 96,89 94,54 88,90 81,12 72,,73
Suh
hu pemanasan (⁰C)

Gambar 13. Nilaii retensi warna


w moddel minumaan kontrol
(antoosianin tunnggal) dann model minuman
kopiggmentasi antosianin-ro
a osmarinic acid
a pada
berbaagai suhu peemanasan

40
H
Hasil pengam
matan retennsi warna pada
p model minuman
ringan ju
uga diperkuuat dengan hasil penggamatan warrna model
minumann ringan secaara visual, yang
y menunjjukkan bahw
wa semakin
lama selaang waktu ppemanasan, maka warnna merah pada model
minumann ringan akann semakin memudar.
m Waarna merah pada
p model
minumann ringan jugga akan seemakin mem
mudar seirinng dengan
peningkattan suhu ppemanasan. Hasil penggamatan warrna model
minumann ringan secara
s visu
ual kurang dapat meenunjukkan
perbedaann yang signnifikan pada intensitas warna meerah model
minumann kontrol (antosianin
( tunggal) ddan model minuman
kopigmenntasi antosiaanin-rosmariinic acid (Gambar 13, Gambar
G 14,
Gambar 15,
1 Gambar 16, dan Gam
mbar 17).

(a) (b)
Gambar 14. Warna model minu uman kontrool (antosianiin tunggal)
dan model
m minuuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmariinic acid (a) sebelum dipanaskan
d pada suhu
40⁰C daan (b) sesuudah dipanasskan pada suhu
s 40⁰C
selama 525
5 menit

(a) (b)
Gambar 15. Warna model minu uman kontrool (antosianiin tunggal)
dan model
m minuuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmariinic acid (a) sebelum dipanaskan
d pada suhu
50⁰C daan (b) sesuudah dipanasskan pada suhu
s 50⁰C
selama 420
4 menit

41
(a) (b)
Gambar 16. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid (a) sebelum dipanaskan pada suhu
60⁰C dan (b) sesudah dipanaskan pada suhu 60⁰C
selama 315 menit

(a) (b)
Gambar 17. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid (a) sebelum dipanaskan pada suhu
70⁰C dan (b) sesudah dipanaskan pada suhu 70⁰C
selama 210 menit

(a) (b)
Gambar 18. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid (a) sebelum dipanaskan pada suhu
80⁰C dan (b) sesudah dipanaskan pada suhu 80⁰C
selama 105 menit
Untuk mengetahui kinetika laju reaksi degradasi
antosianin rosela pada model minuman ringan terhadap proses
pemanasan, dari nilai absorbansi warna model minuman ringan
selama selang waktu pemanasan dapat dibuat kurva/plot antara ln
At/Ao dengan lamanya waktu pemanasan untuk setiap suhu

42
 
pemanasan. Kinetika degradasi antosianin secara umum
berlangsung pada ordo ke-1 (Calvi dan Francis, 1978; Ahmed et
al., 2000; Ozkan et al., 2002; dan Rein, 2005). Oleh karena itu
kurva/plot antara ln At/Ao dengan lamanya waktu pemanasan yang
terbentuk berupa garis lurus (linear). Menurut Ahmed et al. (2004),
hubungan linear antara ln At/Ao dengan lama pemanasan dapat
menginterpretasikan kinetika degradasi antosianin.

0,0000
-0,1000 0 75 150 225 300 375 450 525 kontrol
-0,2000 1:20
ln At/Ao

-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit)

Gambar 19. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit

0,0000
-0,1000 0 60 120 180 240 300 360 420 kontrol
-0,2000 1:20
ln At/Ao

-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit)

Gambar 20. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit

43
 
0,0000
-0,1000 0 45 90 135 180 225 270 315 kontrol
-0,2000 1:20

ln At/Ao
-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit )

Gambar 21. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 60⁰C selama 315 menit

0,0000
-0,1000 0 30 60 90 120 150 180 210 kontrol
-0,2000 1:20
ln At/Ao

-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit)

Gambar 22. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 70⁰C selama 210 menit

0,0000
-0,1000 0 15 30 45 60 75 90 105 kontrol
-0,2000 1:20
ln At/Ao

-0,3000 1:40
-0,4000 1:60
-0,5000 1:80
-0,6000 1:100
Waktu (menit)

Gambar 23. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu pemanasan


model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid pada pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit

44
 
Laju reaksi degradasi antosianin rosela akibat proses
pemanasan pada model minuman ringan semakin meningkat
seiring dengan semakin meningkatnya suhu pemanasan. Hal ini
dapat dilihat dari bentuk kurva/plot hubungan antara ln At/Ao
dengan lamanya waktu pemanasan (Gambar 19, Gambar 20,
Gambar 21, Gambar 22, dan Gambar 23). Semakin tinggi suhu
pemanasan, maka kurva/plot yang terbentuk semakin curam. Hal
ini menandakan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, maka laju
reaksi degradasi antosianin rosela akibat proses pemanasan akan
berlangsung semakin mudah atau semakin cepat.
Berdasarkan kurva/plot hubungan antara ln At/Ao dengan
selang waktu pemanasan dapat diperoleh nilai konstanta laju
degradasi antosianin (k), yang merupakan slope atau kemiringan
dari kurva linear tersebut. Pengaruh suhu pemanasan terhadap
konstanta laju degradasi antosianin rosela (k) pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid disajikan dalam grafik batang pada
Gambar 24, Gambar 25, Gambar 26, Gambar 27,dan Gambar 28.
Dari Tabel 4 dan grafik batang pada Gambar 24, Gambar
25, Gambar 26, Gambar 27, dan Gambar 28 dapat dilihat bahwa
nilai konstanta laju degradasi antosianin (k) akibat proses
pemanasan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu
pemanasan. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi suhu
pemanasan, maka laju reaksi degradasi antosianin rosela akibat
proses pemanasan akan berlangsung semakin mudah atau semakin
cepat.

45
 
Tabel 4. Pengaruh suhu pemanasan terhadap konstanta laju
degradasi antosianin rosela (k) pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
Hubungan suhu pemanasan dengan
Model konstanta laju degradasi antosianin
Suhu (⁰C) (k)
minuman
k R2
Kontrol 40 0.00005 0.91629
50 0.00039 0.98607
60 0.00086 0.97625
70 0.00196 0.90865
80 0.00544 0.97370
1:20 40 0.00004 0.97371
50 0.00018 0.95665
60 0.00067 0.97508
70 0.00101 0.96493
80 0.00289 0.91600
1:40 40 0.00004 0.98294
50 0.00017 0.92526
60 0.00057 0.94303
70 0.00097 0.92317
80 0.00289 0.84970
1:60 40 0.00004 0.96098
50 0.00016 0.97294
60 0.00051 0.94756
70 0.00089 0.98342
80 0.00245 0.72412
1:80 40 0.00004 0.77537
50 0.00015 0.96785
60 0.00046 0.94028
70 0.00085 0.97097
80 0.00223 0.67420
1:100 40 0.00005 0.94685
50 0.00014 0.93283
60 0.00039 0.96353
70 0.00086 0.90599
80 0.00233 0.66930

46
 
0,00006
0,00005
0,00004

Nilai k
0,00003
0,00002
0,00001
0,00000
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
M
Model minumaan

Gambar 24. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 40⁰⁰C

0,00040
0,00030
Nilai k

0,00020
0,00010
0,00000
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
M
Model minumaan

Gambar 25. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 50⁰⁰C

0
0,00100
0
0,00080
Nilai k

0
0,00060
0
0,00040
0
0,00020
0
0,00000
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
Model
M minumaan

Gambar 26. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 60⁰⁰C

47
0,00200
0
0,00150
0

Nilai k
0,00100
0
0,00050
0
0,00000
0
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
M
Model minumaan

Gambar 27. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 70⁰⁰C

0,00600
0,00500
0,00400
Nilai k

0,00300
0,00200
0,00100
0,00000
konntrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
M
Model minumaan

Gambar 28. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada pemanassan suhu 80⁰⁰C
B
Brouillard (1982), m
mengemuka
akan bahw
wa reaksi
u) ↔ kation
kesetimbaangan di anttara struktur basa quinonnoidal (ungu
flavilium (merah) ↔ basa karb
binol/hemiasetal/pseudob
basa (tidak
berwarnaa) ↔ kalkonn (tidak berw
warna) adalaah bersifat endotermik
e
jika berjaalan dari kirri ke kanan.. Dengan deemikian, adaanya panas
akan meenggeser keesetimbangann menuju ke
k arah kaanan, yaitu
kalkon. Hal
H ini sejallan dengan Jackman daan Smith (19996), yang
menyatakkan bahwa peningkatan suhu m
mampu meenstimulasi
kinetika perubahan inti kation flavilium m
menjadi senyyawa yang
tidak berw
warna sepertti kalkon dann turunannyaa.

48
Jika dibandingkan dengan model minuman antosianin
kontrol (antosianin tunggal), nilai konstanta laju degradasi
antosianin (k) akibat proses pemanasan pada model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid lebih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa degradasi antosianin rosela dengan
kopigmentasi rosmarinic acid berlangsung lebih sulit daripada
antosianin tunggal (tanpa kopigmentasi rosmarinic acid).
Pada pemanasan suhu 40⁰C, antosianin rosela tidak
banyak mengalami degradasi bahkan dapat dikatakan cenderung
atau relatif stabil, hal ini tampak dari nilai k-nya yang sangat kecil
(mendekati nol). Selain itu penambahan konsentrasi rosmarinic
acid sebagai senyawa kopigmen untuk model minuman ringan
yang dipanaskan pada suhu 40⁰C tidak menunjukkan pengaruh
yang nyata terhadap penghambatan degradasi antosianin. Dapat
dilihat pada Tabel 4 nilai k pada pemanasan suhu 40⁰C untuk
model minuman kontrol (antosianin tunggal) maupun model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:20, 1:40,
1:60, 1:80, dan 1:100 cenderung sama/tidak berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan secara umum semakin
tinggi konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan, semakin
rendah nilai konstanta laju degradasi antosianinnya. Namun pada
pemanasan suhu 40⁰C, 50⁰C, 70⁰C, dan 80⁰C, penurunan nilai k
akibat peningkatan konsentrasi rosmarinic acid pada model
minuman kopigmentasi terlihat kurang signifikan. Sementara itu,
pada pemansan suhu 60⁰C, peningkatan konsentrasi rosmarinic
acid pada model minuman kopigmentasi memperlihatkan pengaruh
yang signifikan terhadap penurunan nilai k.
Berdasarkan nilai konstanta laju degradasi antosianin (k)
dapat dicari waktu paruh degradasi antosianin rosela akibat proses
pemanasan (t1/2). Pengaruh suhu pemanasan terhadap nilai waktu
paruh degradasi antosianin rosela (t1/2) pada model minuman ringan
dapat dilihat pada Tabel 5.

49
 
Tabel 5. Pengaruh suhu pemanasan terhadap waktu paruh
degradasi antosianin rosela (t1/2) pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid

Model Suhu Model Suhu


t1/2 (menit) t1/2 (menit)
minuman (⁰C) minuman (⁰C)

40 13799.1436 40 17309.9295

50 13799.1436 50 17309.9295

Kontrol 60 13799.1436 1:60 60 17309.9295

70 13799.1436 70 17309.9295

80 13799.1436 80 17309.9295

40 17310.9295 40 17375.4295

50 17310.9295 50 17375.4295

1:20 60 17310.9295 1:80 60 17375.4295

70 17310.9295 70 17375.4295

80 17310.9295 80 17375.4295

40 17337.6795 40 17232.1795

50 17337.6795 50 17232.1795

1:40 60 17337.6795 1:100 60 17232.1795

70 17337.6795 70 17232.1795

80 17337.6795 80 17232.1795

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pemanasan


yang tinggi dapat mengakibatkan laju degradasi antosianin rosela
berlangsung semakin cepat. Hal ini ditunjukkan dari nilai waktu
paruh degradasi antosianin rosela yang semakin menurun seiring
dengan meningkatnya suhu pemanasan model minuman ringan.
Jika dibandingkan dengan model minuman antosianin
kontrol (antosianin tunggal), laju degradasi antosianin rosela akibat

50
 
proses pemanasan pada model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid berlangsung dalam waktu yang lebih lambat. Hal
ini terlihat dari nilai waktu paruhnya yang lebih besar daripada nilai
waktu paruh degradasi antosianin rosela pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal).
Ketergantungan antara konstanta laju degradasi antosianin
(k) terhadap suhu pemanasan dapat dilihat dengan persamaan
Arrhenius, yaitu dengan membuat kurva yang menggambarkan
hubungan antara logaritma natural nilai konstanta laju degradasi
antosianin (ln k) dengan kebalikan suhu pemanasan dalam satuan
Kelvin (1/T). Dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya nilai
energi aktivasi. Hubungan antara ln k dengan 1/T merupakan
fungsi linear dengan slope atau kemiringan sama dengan energi
aktivasi dibagi dengan konstanta gas (Ea/R). Gambar 29
menunjukkan plot ketergantungan konstanta laju degradasi
antosianin rosela terhadap suhu pemanasan.
Pada pemanasan suhu 40⁰C nilai k yang diperoleh untuk
model minuman ringan, baik model minuman kontrol (antosianin
tunggal) maupun model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100 adalah sama/tidak
berbeda nyata dan sangat kecil (mendekati nol). Oleh karena itu,
untuk plot hubungan antara nilai ln k dengan 1/T pada Gambar 28,
nilai ln k model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid yang
dipanaskan pada suhu 40⁰C tidak dimasukkan atau tidak
dikutsertakan.

51
 
‐5,0000
0,0028 0,0029
9 0,,0030 0,0031
‐5,5000
y kontrrol = ‐8,729.9330x + 19.164
R² = 0.996
6
‐6,0000
y 1:2
20 = ‐8,738.593x + 18.610
R² = 0.96
65
‐6,5000
40 = ‐9,031,300x + 19.409
y 1:4
81
R² = 0.98

ln k
‐7,0000

‐7,5000
y 1:60 = ‐8,742.819x + 18.452
R² = 0.984
‐8,0000
0 = ‐8,711.375xx + 18.282
y 1:80
R² = 0.989
‐8,5000
y 1:10
00 = ‐9,226.7299x + 19.758
R² = 0.998
8
‐9,0000
1/T (K)

kon
ntrol 1:20 1:40 1:60
0 1:80 1:100
1

Gambar 29. Hubuungan antarra nilai ln konstanta degradasi


k pada moodel minuman kontrol
antossianin (ln k)
(antoosianin tunnggal) dann model minuman
kopiggmentasi anntosianin-rossmarinic aciid) dengan
keballikan suhu mutlak
m (1/T)

D persam
Dari maan regresi linear padaa Gambar 299 diperoleh
nilai Ea/R
R, yang meruupakan slopee atau kemirringan kurvaa hubungan
antara nilai ln k denngan 1/T, untuk
u antosiianin rosela tanpa dan
dengan kopigmentasii rosmarinicc acid pada m
model minum
man ringan
C, 60⁰C, 70⁰⁰C, dan 80⁰C. Dengan
yang dipaanaskan padda suhu 50⁰C
cara men
ngalikan nilaai Ea/R yanng diperolehh tersebut deengan nilai
konstantaa gas (R) sebbesar 8.314 J/mol.K,
J makka akan dipeeroleh nilai
Ea atau energi aktivvasi degradaasi antosiannin rosela pada model
minumann kontrol (antosianin
( tunggal) ddan model minuman
kopigmenntasi antosiaanin-rosmariinic acid.
E
Energi aktivasi (Ea) dideefinisikan seebagai energi minimum
yang dib
butuhkan oleh reaktan
n agar dappat bereaksii sehingga
terbentukk pola hasil rreaksi (Bird, 1987). Dalaam penelitiann ini energi
aktivasi yang
y dimakssud adalah energi
e minim
mum yang dibutuhkan
d

52
agar terjadi suatu reaksi degradasi antosianin akibat pengaruh
proses pemanasan. Semakin besar energi aktivasi, maka semakin
sulit antosianin terdegradasi, karena energi yang dibutuhkan untuk
reaksi degradasi tersebut semakin besar.

Tabel 6. Nilai energi aktivasi (Ea) antosianin rosela pada minuman


kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid

Model minuman Ea (kJ/mol)

Kontrol (antosianin tunggal) 72.581

1:20 72.653

1:40 75.086
Kopigmentasi
1:60 72.688
antosianin-rosmarinic acid
1:80 72.426

1:100 76.711

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa secara umum


model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid memiliki
nilai energi aktivasi (Ea) yang lebih besar jika dibandingkan
dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal). Namun
sayangnya, peningkatan nilai Ea pada model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid ini tidak terlalu besar atau
tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang nyata (signifikan)
dengan nilai Ea pada model minuman kontrol antosianin tunggal.
Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi antosianin
rosela yang diaplikasikan pada model minuman ringan terlalu kecil
sehingga kurang dapat memperlihatkan efek atau pengaruh
kopigmentasi. Konsentrasi antosianin rosela yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebesar 3x10-5M, sedangkan menurut Asen
(1976), untuk dapat menunjukkan efek atau pengaruh kopigmentasi
maka konsentrasi antosianin harus lebih besar dari 3.5x10-5M.

53
 
Meskipun demikian, peningkatan nilai Ea pada model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid menandakan
bahwa antosianin rosela dengan kopigmentasi rosmarinic acid
membutuhkan energi yang lebih besar untuk melakukan reaksi
akibat proses pemanasan. Hal ini menyebabkan proses
pembentukan produk hasil reaksi degradasi antosianin seperti
senyawa kalkon dan turunannya pada antosianin rosela dengan
kopigmentasi rosmarinic acid membutuhkan waktu yang lebih
lama, dibandingkan dengan antosianin rosela tanpa kopigmenatsi
rosmarinic acid.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:100, merupakan
formula model minuman ringan yang memiliki efek kopigmentasi
terbaik, dalam meningkatan kestabilan antosianin rosela pada
proses pemanasan, karena mempunyai nilai energi aktivasi (Ea)
yang paling besar, dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan keempat formula model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid lainnya, yaitu 1:20, 1:40,
1:60, dan 1:80.

b. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap


pemanasan dengan menggunakan kromameter
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu
dan selang waktu pemanasan pada model minuman ringan
menyebabkan peningkatan nilai L dan b serta penurunan nilai a
pada model minuman ringan.
Secara umum, nilai L (derajat kecerahan) model minuman
kontrol (antosianin tunggal) akan semakin meningkat selama waktu
pemanasan. Peningkatan nilai L ini disebabkan oleh terjadinya
proses degradasi antosianin menjadi kalkon yang tidak berwarna
akibat pengaruh suhu dan selang waktu pemanasan.

54
 
68,00

Derajat kecerahan
66,00 kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00
1:80
0 75 150 225 300 375 450 525
1:100
Waktu (menit)
 
Gambar 30. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit

68,00
Derajat kecerahan

66,00 kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00
1:80
0 60 120 180 240 300 360 420
1:100
Waktu (menit)

Gambar 31. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit

68,00
Derajat kecerahan

66,00
kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00 1:80
0 45 90 135 180 225 270 315 1:100
Waktu (menit)

Gambar 32. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 60⁰C selama 315 menit

55
 
68,00

Derajat kecerahan
66,00 kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00
1:80
0 30 60 90 120 150 180 210
1:100
Waktu (menit)
 
Gambar 33. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 70⁰C selama 210 menit

68,00
Derajat kecerahan

66,00 kontrol
64,00
62,00 1:20
60,00 1:40
58,00 1:60
56,00
1:80
0 15 30 45 60 75 90 105
1:100
Waktu (menit)

Gambar 34. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit

Peningkatan nilai L selama waktu pemanasan juga terjadi


pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid.
Peningkatan nilai L pada model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid disebabkan oleh terjadinya proses degradasi
kompleks kopigmentasi antara antosianin dengan kopigmen (dalam
hal ini rosmarinic acid) menghasilkan komponen tidak berwarna,
sehingga menyebabkan kompleks antosianin-kopigmen kehilangan
warna, dan antosianin berubah menjadi kalkon yang tidak berwarna
akibat pengaruh suhu dan lama pemanasan (Maza dan Brouillard,
1990).

56
 
Model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
memiliki nilai L yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
model minuman kontrol (antosianin tunggal). Hal ini diperkuat
oleh Brenes et al. (2005) yang melaporkan bahwa penambahan
ekstrak rosemary sebagai kopigmen menyebabkan penurunan nilai
lightness antosianin jus anggur. Hasil penelitian menunjukkan
semakin besar konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan,
maka nilai L akan semakin rendah.
Secara umum proses pemanasan juga mengakibatkan
penurunan nilai a (derajat kemerahan) dan peningkatan nilai b
(derajat kekuningan) model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Penurunan nilai a ini disebabkan oleh peningkatan kecepatan
transformasi struktural kation flavilium yang berwarna merah
menjadi kalkon yang tidak berwarna. Penurunan konsentrasi inti
kation flavilium mampu menurunkan derajat kemerahan model
pangan yang mengandung antosianin (Viguera dan Bridle, 1999).

20,00
Derajat kemerahan

18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 75 150 225 300 375 450 525
1:100
Waktu (menit)

Gambar 35. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit

57
 
20,00

Derajat kemerahan
18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 60 120 180 240 300 360 420
1:100
Waktu (menit)

Gambar 36. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit

20,00
Derajat kemerahan

18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 45 90 135 180 225 270 315
1:100
Waktu (menit)

Gambar 37. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 60⁰C selama 315 menit

20,00
Derajat kemerahan

18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 30 60 90 120 150 180 210
1:100
Waktu (menit )

Gambar 38. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 70⁰C selama 210 menit

58
 
20,00

Derajat kemerahan
18,00
16,00 kontrol
14,00
12,00 1:20
10,00 1:40
8,00
6,00 1:60
4,00
1:80
0 15 30 45 60 75 90 105
1:100
Waktu (menit)

Gambar 39. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit

12,00
Derajat kekuningan

10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 75 150 225 300 375 450 525
1:100
Waktu (menit)

Gambar 40. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 40⁰C selama 525 menit

12,00
Derajat kekuningan

10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 60 120 180 240 300 360 420
1:100
Waktu (menit)

Gambar 41. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 50⁰C selama 420 menit

59
 
12,00

Derajat kekuningan
10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 45 90 135 180 225 270 315
1:100
Waktu (menit)

Gambar 42. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 60⁰C selama 315 menit

12,00
Derajat kekuningan

10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 30 60 90 120 150 180 210
1:100
Waktu (menit)

Gambar 43. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 70⁰C selama 210 menit

12,00
Derajat kekuningan

10,00 kontrol
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
1:60
2,00
1:80
0 15 30 45 60 75 90 105
1:100
Waktu (menit)

Gambar 44. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada pemanasan suhu 80⁰C selama 105 menit

60
 
Penurunan nilai a dan peningkatan nilai b selama waktu
pemanasan juga terjadi pada model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid. Penurunan nilai a dan peningkatan nilai
b pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
disebabkan oleh terjadinya proses disosiasi kompleks kopigmentasi
antara antosianin dengan kopigmen (dalam hal ini rosmarinic acid)
menghasilkan peningkatan produksi basa karbinol/hemiasetal/
pseudobasa yang berwarna pucat (tidak berwarna).
Meskipun hasil pengamatan warna secara visual kurang
dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan pada intensitas
warna merah model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid, namun
hasil pengamatan intensiatas warna model minuman ringan dengan
menggunakan kromameter mampu memperlihatkan adanya
perbedaan intensitas/derajat kemerahan (nilai a) pada model
minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid.
Model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
memiliki nilai a yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan model
minuman kontrol (antosianin tunggal). Hasil penelitian
menunjukkan semakin besar konsentrasi rosmarinic acid yang
ditambahkan, maka nilai a akan semakin tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa
kopigmen berpengaruh terhadap peningkatan intensitas warna
merah antosianin rosela.
Perubahan nilai L, a, b pada model minuman ringan
selama pemanasan menyebabkan perubahan pada nilai ∆E dan ⁰hue
model minuman ringan. Secara umum nilai ∆E dan ⁰hue model
minuman ringan meningkat selama pemanasan. Peningkatan suhu
pemanasan menyebabkan pergeseran warna model minuman
ringan. Pada pemanasan suhu 40⁰C warna model minuman ringan
relatif tidak berubah atau cenderung satbil pada kisaran warna

61
 
merah-ungu (RP). Sedangkan pada suhu pemanasan yang lebih
tinggi (50⁰C, 60⁰C, 70⁰C, dan 80⁰C) warna model minuman ringan
berubah dari merah ungu (RP) menjadi merah (R).

Tabel 7. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kontrol (antosianin


tunggal) pada berbagai suhu pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 15.05 Merah-Ungu
40
525 17.90 Merah-Ungu
0 13.75 Merah-Ungu
50
420 20.47 Merah-Ungu
0 21.50 Merah
60
315 36.49 Merah
0 17.39 Merah-Ungu
70
210 54.65 Merah
0 20.34 Merah-Ungu
80
105 52.75 Merah

Tabel 8. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi


antosianin-rosmarinic acid 1:20 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 13.90 Merah-Ungu
40
525 16.87 Merah-Ungu
0 12.52 Merah-Ungu
50
420 22.36 Merah
0 19.34 Merah-Ungu
60
315 28.30 Merah
0 15.91 Merah-Ungu
70
210 30.80 Merah
0 21.64 Merah
80
105 39.80 Merah

62
 
Tabel 9. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:40 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 15.40 Merah-Ungu
40
525 16.73 Merah-Ungu
0 11.55 Merah-Ungu
50
420 20.19 Merah-Ungu
0 18.88 Merah-Ungu
60
315 27.01 Merah
0 14.65 Merah-Ungu
70
210 29.72 Merah
0 21.04 Merah
80
105 36.36 Merah

Tabel 10. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi


antosianin-rosmarinic acid 1:60 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 14.49 Merah-Ungu
40
525 16.51 Merah-Ungu
0 12.54 Merah-Ungu
50
420 19.88 Merah-Ungu
0 17.96 Merah-Ungu
60
315 25.21 Merah
0 14.16 Merah-Ungu
70
210 22.63 Merah
0 22.00 Merah
80
105 35.50 Merah

63
 
Tabel 11. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:80 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 14.58 Merah-Ungu
40
525 17.07 Merah-Ungu
0 11.93 Merah-Ungu
50
420 19.48 Merah-Ungu
0 18.49 Merah-Ungu
60
315 24.98 Merah
0 13.76 Merah-Ungu
70
210 21.89 Merah
0 20.25 Merah-Ungu
80
105 31.98 Merah

Tabel 12. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kopigmentasi


antosianin-rosmarinic acid 1:100 pada berbagai suhu
pemanasan

Waktu
Suhu (⁰C) ⁰hue Warna
(menit)
0 15.30 Merah-Ungu
40
525 17.44 Merah-Ungu
0 12.05 Merah-Ungu
50
420 22.20 Merah
0 18.88 Merah-Ungu
60
315 24.46 Merah
0 13.76 Merah-Ungu
70
210 21.89 Merah
0 19.63 Merah
80
105 31.77 Merah

64
 
Secara umum nilai ∆L (Lakhir-Lawal) dan ∆a (aawal-aakhir)
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid lebih
rendah jika dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal). Hal ini menandakan bahwa, peningkatan nilai
L dan penurunan nilai a pada model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid lebih rendah dibandingkan dengan
model minuman kontrol (antosianin tunggal). Akibatnya model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid memiliki nilai
∆E yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model minuman
kontrol (antosianin tunggal).
Dengan demikian, dekomposisi struktur antosianin dari
kation flavilium menjadi basa karbinol/hemiasetal/pseudobasa dan
kalkon pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid berlangsung dengan lebih lambat jika dibandingkan dengan
model minuman kontrol (antosianin tunggal), sehingga laju
kerusakan atau degradasi warnanya pun lebih lambat terjadi.
Pada suhu pemansan 60⁰C, 70⁰C, dan 80⁰C penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen memberikan pengaruh
yang cukup baik dalam menghambat degradasi warna merah pada
model minuman ringan. Hal ini terlihat dari nilai ∆E untuk model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid yang semakin
rendah jika dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal).

2. Analisis Stabilitas Warna Model Minuman Ringan terhadap


Penyinaran Ultraviolet (UV)
Selain suhu pemanasan, faktor lain yang turut mempengaruhi
kestabilan warna antosianin adalah cahaya. Analisis stabilitas warna
model minuman ringan terhadap cahaya dilakukan dengan memberikan
paparan sinar UV terhadap model minuman ringan dalam botol tidak
berwarna selama 5 hari. Pengamatan stabilitas warna model minuman
ringan terhadap penyinaran UV ini dilakukan setiap hari (setiap 24
jam).

65
 
a. Pengamatan warna stabilitas model minuman ringan terhadap
penyinaran UV dengan menggunakan spektrofotometer
Peningkatan waktu penyinaran UV menyebabkan
penurunan nilai absorbansi warna model minuman ringan
(Lampiran 18). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen mampu menunjukkan
efek hiperkromik, yaitu peningkatan intensitas warna merah
antosianin rosela, yang ditandai dengan peningkatan absorbansi
pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Peningkatan absorbansi pada model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid terjadi seiring dengan peningkatan
konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan. Formula model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:100
mempunyai nilai absorbansi yang paling besar dibandingkan
dengan formula model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:20, 1:40, 1:60, dan 1:80.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyinaran UV
dapat menyebabkan penurunan nilai retensi warna pada model
minuman ringan. Nilai retensi warna menunjukkan kandungan
antosianin rosela yang masih tersisa di dalam model minuman
ringan selama atau setelah proses penyinaran UV. Semakin lama
waktu penyinaran UV, nilai retensi warna pada model minuman
ringan semakin rendah.

66
 
100,00

Retensi warna (%)


90,00
80,00 kontrol
70,00 1:20
60,00
50,00 1:40
40,00 1:60
30,00
1:80
0 24 48 72 96 120
1:100
Waktu (jam)

Gambar 45. Nilai retensi warna model minuman kontrol


(antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid pada
proses penyinaran UV

Semakin lama waktu kontak/paparan sinar UV yang


diberikan terhadap model minuman ringan, maka nilai retensi
warnanya semakin menurun, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa semakin lama waktu kontak/paparan sinar UV laju
degradasi antosianin rosela semakin tinggi, yang berakibat pada
penurunan stabilitas warna antosianin. Penurunan nilai retensi
warna model minuman ringan ini terjadi karena sinar UV memiliki
energi yang besar dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi
fotokimia yang akan merusak struktur antosianin sehingga
menyebabkan perubahan warna.
Menurut Markakis (1982), antosianin memiliki
kecenderungan untuk mengabsorpsi sinar tampak. Energi radiasi
sinar dapat menyebabkan reaksi fotokimia pada spektrum tampak
yang dapat merusak struktur antosianin sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan warna. Hanum (2000) menyatakan bahwa
penurunan kestabilan antosianin akibat penyinaran disebabkan oleh
terjadinya dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi
kalkon (tidak berwarna) dan akhirnya membentuk alfa diketon
yang berwarna coklat.
Penurunan nilai retensi warna akibat penyinaran UV pada
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid lebih
rendah jika dibandingkan dengan model minuman kontrol

67
 
(antosianin tunggal). Hal ini menunjukkan bahwa model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid mempunyai kestabilan
warna yang lebih baik dibandingkan dengan model minuman
kontrol (antosianin tunggal). Dengan demikian penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen dapat membantu
menghambat penurunan retensi warna antosianin rosela akibat
penyinaran UV. Kucharska et al. (1998) mengemukakan bahwa
keberadaan kopigmen dalam larutan antosianin mampu
menghambat degradasi antosianin akibat penyinaran UV.
Nilai retensi warna model minuman kontrol (antosianin
tunggal) setelah diberi paparan sinar UV selama 120 jam (5 hari)
adalah sebesar 40.39%. Penambahan rosmarinic acid pada model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:20 mampu
menghambat laju degradasi antosianin rosela akibat pengaruh sinar
UV dengan nilai retensi warna pada akhir proses penyinaran UV
selama 120 jam (5 hari) adalah sebesar 69.73%. Model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:40 memiliki nilai
retensi warna sebesar 79.35% setelah diberi paparan sinar UV
selama 120 jam (5 hari).
Setelah diberi paparan sinar UV selama 120 jam (5 hari)
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid 1:60
memiliki nilai retensi warna sebesar 81.22%. Penambahan
rosmarinic acid pada model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid 1:80 mampu mempertahankan retensi warna
sebesar 85.06% sampai akhir proses penyinaran UV selama 120
jam (5 hari). Model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid 1:100 memiliki nilai retensi warna sebesar 84.43% setelah
diberi paparan sinar UV selama 120 jam (5 hari).
Hasil pengamatan retensi warna pada model minuman
ringan juga diperkuat dengan hasil pengamatan warna model
minuman ringan secara visual (Gambar 46) yang juga
menunjukkan kecenderungan yang sama, bahwa cahaya dapat

68
 
mempengaruhi kecepatan laju degradasi antosianin rosela yang
ditandai dengan terjadinya pemucatan warna model minuman
ringan akibat kontak atau terpapar dengan cahaya (sinar UV).
Semakin lama waktu kontak/paparan sinar UV yang diberikan pada
model minuman ringan, maka warna merah pada model minuman
ringan akan semakin memudar.

(a) (b)
Gambar 46. Warna model minuman kontrol (antosianin tunggal)
dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid (a) sebelum kontak/ terpapar sinar
UV dan (b) sesudah kontak/ terpapar sinar UV
selama 120 jam (5 hari)
Hasil pengamatan warna model minuman ringan secara
visual (Gambar 46) menunjukkan bahwa pada pengamatan jam ke-
120 (hari ke-5) tampak perbedaan yang cukup signifikan antara
intensitas warna merah model minuman kontrol (antosianin
tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid. Pada pengamatan jam ke-120 (hari ke-5) tampak warna merah
model minuman kontrol (antosianin tunggal) semakin memudar
dan cenderung berubah menjadi kekuningan, sementara model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid masih berwarna
merah, meskipun dengan intensitas warna merah yang
lemah/menurun. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen dapat menghambat
perubahan warna antosianin rosela akibat penyinaran UV. Malien
et al. (2001) melaporkan bahwa penambahan asam fenolik sebagai
kopigmen dapat menghambat proses perubahan warna antosianin
selama perlakuan penyinaran.

69
 
Untuk mengetahui kinetika laju reaksi degradasi
antosianin rosela pada model minuman ringan terhadap proses
peyinaran UV, dari nilai absorbansi warna model minuman ringan
selama selang waktu penyinaran UV dapat dibuat kurva/plot antara
ln At/Ao dengan lamanya waktu penyinaran UV. Kinetika
degradasi antosianin secara umum berlangsung pada ordo ke-1
(Calvi dan Francis, 1978; Ahmed et al., 2000; Ozkan et al., 2002;
dan Rein, 2005). Oleh karena itu kurva/plot antara ln At/Ao dengan
lamanya waktu penyinaran UV yang terbentuk berupa garis lurus
(linear).

0,0000
0 24 48 72 96 120 kontrol
-0,2000
1:20
ln (At/Ao)

-0,4000
1:40
-0,6000
1:60
-0,8000 1:80
-1,0000 1:100
Waktu (jam)

Gambar 47. Hubungan antara ln At/Ao dengan waktu penyinaran


UV model minuman kontrol (antosianin tunggal) dan
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid
Berdasarkan kurva/plot hubungan antara ln At/Ao dengan
lama pemanasan dapat diperoleh nilai konstanta laju degradasi
antosianin (k), yang merupakan slope atau kemiringan dari kurva
linear tersebut. Pengaruh penyinaran UV terhadap konstanta laju
degradasi antosianin rosela (k) model minuman kontrol (antosianin
tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid disajikan dalam Gambar 48.

70
 
00,0080
0
0,0070
0
0,0060
0
0,0050

Nilai k
0
0,0040
0
0,0030
0
0,0020
0
0,0010
0
0,0000
kontrrol 1:20 1:40 1:60 1:80 1:100
Model minuman
n

Gambar 48. Nilai konstanta


k lajju degradasii antosianin rosela (k)
pada mmodel minuuman kontrool (antosianiin tunggal)
dan m model minnuman kopiigmentasi antosianin-
a
rosmarrinic acid paada proses peenyinaran UV
U

D grafik batang padaa Gambar 448 dan Tabeel 13 dapat


Dari
dilihat baahwa jika dibandingkann dengan moodel minum
man kontrol
(antosianiin tunggal), nilai konstanta laju deegradasi antoosianin (k)
akibat penyinaran
p UV pada model miinuman kopigmentasi
Hal ini meenunjukkan
antosianinn-rosmarinicc acid lebiih rendah. H
bahwa deegradasi antoosianin rosella dengan koopigmentasi rosmarinic
acid lebihh sulit darippada antosiaanin tunggaal (tanpa kopigmentasi
rosmarinic acid). H
Hasil penelittian menunj
njukkan bahhwa secara
umum s
semakin tiinggi konssentrasi rossmarinic a
acid yang
ditambahhkan, semakkin kecil puula nilai konnstanta lajuu degradasi
antosianinnnya. Denggan demikkian dapat disimpulkaan bahwa
peningkattan konsenntrasi rosm
marinic aciid sebagai senyawa
kopigmenn mampu meningkatka
m mbatan laju degradasi
an pengham
antosianinn rosela terhhadap penyinnaran UV.

71
Tabel 13. Pengaruh penyinaran UV terhadap konstanta laju
degradasi antosianin rosela (k) model minuman kontrol
(antosianin tunggal) dan model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid

Hubungan penyinaran UV
dengan konstanta laju
Model minuman degradasi antosianin (k)

k R2

Kontrol (antosianin tunggal) 0.0075 0.9054

1:20 0.0029 0.9539

1:40 0.0019 0.9906


Kopigmentasi
antosianin-rosmarinic 1:60 0.0016 0.9304
acid
1:80 0.0013 0.9764

1:100 0.0014 0.9783

Penurunan nilai konstanta laju degradasi antosianin (k) ini


dapat dilihat pula berdasarkan bentuk kurva/plot hubungan antara
ln At/Ao dengan selang waktu penyinaran UV (Gambar 47).
Semakin besar konsentrasi rosmarinic acid, maka kurva/plot yang
terbentuk semakin landai. Hal ini menandakan bahwa, semakin
besar konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan sebagai
senyawa kopigmen, maka laju reaksi degradasi antosianin rosela
akibat penyinaran UV akan berlangsung semakin lambat. Ba
Kowska et al. (2003) melaporkan bahwa keberadaan kopigmen
dalam larutan antosianin mampu menghambat degradasi struktur
antosianin oleh sinar UV.
Berdasarkan nilai konstanta laju degradasi antosianin (k)
dapat dicari waktu paruh degradasi antosianin rosela akibat proses
pemanasan (t1/2). Pengaruh penyinaran UV terhadap nilai waktu
paruh degradasi antosianin rosela (t1/2) pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman ringan dapat
dilihat pada Tabel 14.

72
 
Tabel 14. Pengaruh penyinaran UV terhadap waktu paruh
degradasi antosianin rosela (t1/2) model minuman
kontrol (antosianin tunggal) dan model minuman
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid

Model minuman t1/2 (jam)

Kontrol (antosianin tunggal) 73.5133

1:20 226.9483

1:40 359.5000
Kopigmentasi antosianin-
1:60 422.4063
rosmarinic acid
1:80 528.6538

1:100 492.5357

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai waktu paruh


degradasi antosianin rosela akibat penyinaran UV pada model
minuman kopigmentasi rosmarinic acid lebih besar daripada nilai
waktu paruh degradasi antosianin rosela pada model minuman
kontrol (antosianin tunggal). Hal ini menandakan bahwa laju
degradasi antosianin rosela akibat penyinaran UV pada model
minuman kopigmentasi rosmarinic acid berlangsung dalam waktu
yang lebih lambat jika dibandingkan dengan model minuman
antosianin kontrol (antosianin tunggal). Secara umum semakin
tinggi konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan, semakin
kecil pula nilai waktu paruh degradasi antosianinnya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi
rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen mampu meningkatkan
penghambatan laju degradasi antosianin rosela terhadap penyinaran
UV.

73
 
b. Pengamatan stabilitas warna model minuman ringan terhadap
penyinaran UV dengan menggunakan kromameter
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan waktu
penyinaran UV pada model minuman ringan menyebabkan
peningkatan nilai L dan b, serta penurunan nilai a pada model
minuman ringan.
Penyinaran UV menyebabkan peningkatan nilai L (derajat
kecerahan) dan b (derajat kekuningan) serta penurunan nilai a
(derajat kemerahan) pada model minuman ringan tanpa dan dengan
kopigmentasi. Peningkatan nilai L ini disebabkan oleh diskolorasi
antosianin, sehingga terjadi perubahan warna karena terkena sinar
UV secara terus menuerus (Hanum, 2000). Sedangkan penurunan
nilai a dan peningkatan nilai b disebabkan oleh peningkatan
kecepatan reaksi fotokimia yang menyebabkan transfornasi
struktural kation flavilium (merah) menjadi kalkon (tidak
berwarna) akibat pengaruh energi dari sinar UV (Bolivar dan
Zevallos, 2004). Penurunan konsentrasi kation flavilium mampu
menurunkan derajat kemerahan model pangan yang mengandung
antosianin (Viguera dan Bridle, 1999).

72,00
Derajat kecerahan

70,00 kontrol
68,00 1:20
66,00 1:40
64,00
1:60
62,00
1:80
0 24 48 72 96 120
1:100
Waktu (jam)

Gambar 49. Perubahan derajat kecerahan (nilai L) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari)

74
 
16,00

Derajat kemerahan
14,00
12,00 kontrol
10,00
8,00 1:20
6,00 1:40
4,00
2,00 1:60
0,00
1:80
0 24 48 72 96 120
1:100
Waktu (jam)

Gambar 50. Perubahan derajat kemerahan (nilai a) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari)

7,00
Derajat kekuningan

6,00 kontrol

5,00 1:20
1:40
4,00
1:60
3,00 1:80
0 24 48 72 96 120 1:100
Waktu (jam)

Gambar 51. Perubahan derajat kekuningan (nilai b) model


minuman kontrol (antosianin tunggal) dan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
pada penyinaran UV selama 120 jam (5 hari)

Jika dibandingkan dengan model minuman kontrol


(antosianin tunggal), model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid memiliki nilai L yang lebih rendah dan nilai a yang
lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan semakin besar
konsentrasi rosmarinic acid yang ditambahkan, maka nilai L akan
semakin rendah dan nilai a akan semakin tinggi.
Perubahan nilai a dan b akibat penyinaran UV pada model
minuman ringan selama 120 jam (5 hari) menyebabkan perubahan
nilai ∆E dan ⁰hue pada model minuman ringan. Nilai ∆E dan ⁰hue
secara umum meningkat selama penyinaran UV. Penyinaran UV
juga menyebabkan pergeseran warna model minuman ringan. Pada

75
 
model minuman kontrol (antosianin tunggal) warna model
minuman ringan bergeser dari merah-ungu (RP) menjadi kuning-
merah (YR). Sedangkan pada model minuman kopigmentasi
(antosianin-rosmarinic acid) warna model minuman ringan
bergeser dari merah-ungu (RP) menjadi merah (R).

Tabel 15. Perubahan nilai ⁰hue model minuman kontrol (antosianin


tunggal) dan model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid pada penyinaran UV selama 120 jam (5
hari)
Model
Waktu (jam) ⁰hue Warna
minuman
0 15.96 Merah-Ungu
Kontrol
120 74.18 Kuning-Merah

0 18.15 Merah-Ungu
1:20
120 39.49 Merah

0 14.69 Merah-Ungu
1:40
120 30.86 Merah

0 14.55 Merah-Ungu
1:60
120 28.48 Merah

0 14.10 Merah-Ungu
1:80
120 27.20 Merah

0 14.89 Merah-Ungu
1:100
120 25.17 Merah

Jika dilihat dari nilai ∆L-nya (Lakhir-Lawal) dan ∆a-nya


(aawal-aakhir), model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic
acid secara umum memiliki nilai ∆L dan ∆a yang lebih rendah
daripada model minuman kontrol (antosianin tunggal) (Lampiran
19). Hal ini menandakan bahwa peningkatan nilai L dan penurunan
nilai a pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic

76
 
acid lebih rendah dibandingkan dengan model minuman kontrol
(antosianin tunggal). Dengan demikian, dekomposisi struktur
antosianin dari kation flavilium (merah) menjadi basa
karbinol/hemiasetal/pseudobasa (tidak berwarna) dan kalkon (tidak
berwarna) akibat penyinaran UV selama 120 jam (5 hari) pada
model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
berlangsung dengan lebih lambat jika dibandingkan dengan model
minuman kontrol (antosianin tunggal), sehingga laju kerusakan
atau degradasi warnanya pun berlangsung dengan lebih lambat.

Hasil pengamatan dengan spektrofotometer dan kromameter


terhadap stabilitas warna model minuman ringan menunjukkan
kecenderungan yang sama, yaitu antosianin yang dikopigmentasi dengan
rosmarinic acid memiliki kestabilan warna terhadap panas dan sinar UV
yang lebih baik dibandingkan dengan antosianin yang tidak
dikopigmentasi dengan rosmarinic acid. Kopigmentasi menyebabkan
warna antosianin menjadi lebih terang, kuat, dan stabil (Eiro dan
Heinonen, 2002). Kopigmentasi antara antosianin rosela dengan
rosmarinic acid pada penelitian ini diduga terjadi melalui mekanisme
interaksi intermolecular copigmentation.

77
 
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Ekstraksi antosianin dari kelopak kering bunga rosela (Hibiscus
sabdariffa L.) dilakukan dengan menggunakan pelarut air menghasilkan
ekstrak antosianin rosela berwarna merah gelap. Ekstrak antosianin rosela
yang diperoleh memiliki tekstur padat, keras, dan lengket. Hal ini diduga
karena ekstrak antosianin rosela yang dihasilkan masih mengandung
banyak gum dan gula.
Pencampuran antosianin rosela dengan rosmarinic acid
memperlihatkan bahwa rosmarinic acid mampu berperan sebagai senyawa
kopigmen pada antosianin rosela. Penambahan rosmarinic acid sebagai
senyawa kopigmen ternyata memberikan pengaruh yang cukup baik dalam
peningkatan intensitas warna merah antosianin rosela pada model
minuman ringan. Peningkatan intensitas warna ini ditandai dengan
peningkatan nilai absorbansi (memberikan efek hiperkromik), penurunan
nilial L (derajat kecerahan), dan peningkatan nilai a (derajat kemerahan)
pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid jika
dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen juga
memberikan pengaruh yang cukup baik pada peningkatan kestabilan
antosianin rosela terhadap degradasi warna merah akibat proses
pemanasan dan penyinaran UV pada model minuman ringan. Model
minuman kontrol (antosianin tunggal) lebih mudah dan lebih cepat
mengalami degradasi warna merah, jika dibandingkan dengan model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid. Hal ini dapat diamati
dari peningkatan nilai% retensi warna, penurunan nilai k (konstanta laju
degradasi antosianin), peningkatan nilai t1/2 (waktu paruh degradasi
antosianin), dan peningkatan nilai Ea (energi aktivasi) pada model
minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid jika dibandingkan
dengan model miniuman kontrol (antosianin tunggal).

78
 
Fenomena kopigmentasi rosmarinic acid terhadap antosianin rosela
pada model minuman ringan memang terjadi atau terlihat, baik pada
proses pemanasan maupun pada proses penyinaran UV. Pada pengamatan
uji stabilitas warna model minuman ringan terhadap penyinaran UV, efek
atau fenomena kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid terjadi secara
nyata (signifikan). Namun, pada pengamatan uji stabilitas warna model
minuman ringan terhadap pemanasan, efek atau fenomena kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid terlihat kurang signifikan. Hal ini disebabkan
oleh kecilnya konsentrasi antosianin rosela yang diaplikasikan sebagai
pewarna pada model minuman ringan, yaitu hanya sebesar 3x10-5M.

B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai modifikasi metode
tahapan ekstraksi antosianin dari rosela (Hibiscus sabdariffa L.) agar
diperoleh ekstrak antosianin rosela yang lebih baik (tekstur seperti bubuk,
tidak terlalu padat, tidak terlalu keras, dan tidak terlalu lengket) dan dapat
diaplikasikan pada sistem pangan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut guna mempelajari mekanisme interaksi yang terjadi pada
reaksi kopigmentasi antara antosianin rosela dengan rosmarinic acid
dengan memperhatikan struktur molekul keduanya. Konsentrasi antosianin
yang diaplikasikan sebaiknya lebih besar dari 3.5x10-5M agar efek
kopigmentasi dapat teramati dengan jelas.

79
 
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tahapan ekstraksi antosianin dari kelopak kering bunga rosela
(Hibiscus sabdariffa L.)

50g kelopak kering


bunga rosela

250ml Penghancuran dengan


akuades blender

250ml Maserasi
akuades (24 jam, suhu ruang, ruang gelap)

Penyaringan dengan
saringan dan kain saring

Ampas
Filtrat
(hancuran
(ekstrak cair antosianin)
bunga rosela)

Etanol 95% Penyaringan dengan


Gum
(1/2 volume filtrat) penyaring vakum

Pemekatan dengan
evaporator vakum (suhu 40⁰C)

Ekstrak pekat
Pelarut
antosianin rosela

88
 
Lampiran 2. Perhitungan rendemen dan total padatan ekstrak antosianin rosela

Dari 2kg kelopak kering bunga rosela yang diekstrak dengan


menggunakan pelarut air diperoleh 616.81g ekstrak antosianin rosela. Maka
rendemen ekstrak antosianin rosela yang diperoleh adalah sebesar:
rendemen = 616.81g x 1kg x 100% = 30.84%
2kg x 1000g
Penentuan Total padatan ekstrak antosianin rosela:
Bobot (g)
Cawan +
Ulangan Cawan
Ekstrak ekstrak
kosong
kering
1 5.3420 2.0200 6.8007
2 4.9960 2.0676 6.4891

• Ulangan 1
Bobot ekstrak kering = (6.8007 – 5.3420)g = 1.4587g
Kadar air (% basis basah) = (2.0200 - 1.4587)g x 100% = 27.79%
2.0200g
Total padatan = (100 – 27.79)% = 72.21%
• Ulangan 2
Bobot ekstrak kering = (6.4891 – 4.9960)g = 1.4931g
Kadar air (% basis basah) = (2.0676 - 1.4931)g x 100% = 27.78%
2.0676g
Total padatan = (100 – 27.78)% = 72.22%

Total padatan ekstrak antosianin rosela = (72.22 ± 0.007)%

RSD analisis = 100 SD = (100)(0.007) = 0.01


X 72.22
RSD hitung = 2 ^ (1 - 0.5 log c)
= 2 ^ (1 – 0.5 log 72.22 x 10-2) = 2.10
RSD analisis < RSD hitung Æ data diterima

89
 
Lampiran 3. Pengukuran derajat keasaman (pH) ekstrak antosianin rosela

Pengukuran derajat keasaman dilakukan menggunakan alat pH meter.


Sebelum digunakan, alat distandarisasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.
Sebanyak ± 0.1g ekstrak antosianin rosela dilarutkan dalam 10ml akuades,
kemudiaan dilakukan pembacaan nilai pH ekstrak setelah diperoleh nilai pH tetap.  

Berat ekstrak
pH1 pH2 pHrata-rata
Duplo (g)
1 0.1106 2.53 2.52 2.53

2 0.1201 2.56 2.56 2.56

pH ekstrak antosianin rosela = 2.54 ± 0.02

RSD analisis = 100 SD = (100)(0.02) = 0.79


X 2.54
RSD hitung = 2 ^ (1 - 0.5 log c)
= 2 ^ (1 – 0.5 log 2.54) = 1.74
RSD analisis < RSD hitung Æ data diterima

90
 
Lampiran 4. Penentuan total antosianin ekstrak

±0.2g ekstrak antosianin rosela dilarutkan dalam 50ml larutan pengekstrak


(metanol (26.4M) : HCl (1 N) = 98 : 2) kemudian didiamkan selama 24 jam dalam
ruang gelap pada suhu 4⁰C dan diukur absorbansi pada panjang gelombang
543nm.

Berat ekstrak Absorbansi (λ 543nm)


Ulangan
(g) A1 A2 Arata-rata
1 0.2022 0.704 0.704 0.704
2 0.2215 0.802 0.802 0.802

• Ulangan 1
A=εxbxc
0.704 = 2.9.104l/mol.cm x 1.1cm x c
c = 2.2069x10-5mol/l
Total antosianin (mg/g ekstrak) = c x BM x V x FP
m
-5
= 2.2069x10 mol/l x 501g/mol x 50ml x 1 x1l x 1000mg
0.2022g x 1000ml x 1g
= 2.7341mg/g
• Ulangan 2
A=εxbxc
0.820 = 2.9.104l/mol.cm x 1.1cm x c
c = 2.5141x10-5mol/l
Total antosianin (mg/g ekstrak) = c x BM x V x FP
m
-5
= 2.5141x10 mol/l x 501g/mol x 50ml x 1 x 1l x 1000mg
0.2215g x 1000ml x 1g
= 2.8432mg/g
Total antosianin ekstrak = (2.7886 ± 0.0771)mg/g

RSD analisis = 100 SD = (100)(0.0771) = 2.7648


X 2.7786
RSD hitung = 2 ^ (1 - 0.5 log c)
= 2 ^ (1 – 0.5 log 2.7886x10-3) = 4.8477
RSD analisis < RSD hitung Æ data diterima

91
 
Lampiran 5. Pembuatan larutan stok ekstrak antosianin rosela dan penentuan total
antosianin larutan stok

Larutan stok antosianin rosela dibuat dengan melarutkan 25.6393g ekstrak


antosianin rosela ke dalam air minum dalam kemasan dan ditepatkan volumenya
dalam labu takar 250ml dengan air minum dalam kemasan hingga diperoleh
250ml larutan stok. Kemudian dilakukan perhitungan total antosianin yang
terkandung dalam larutan stok antosianin rosela tersebut.
Analisis total antosianin larutan stok dilakukan dengan memipet 1-2ml
larutan stok. dilarutkan dalamlarutan pengekstrak (metanol (26.4M) : HCl (1N) =
98 : 2) hingga mencapai volume 50ml, kemudian didiamkan selama 24 jam dalam
ruang gelap pada suhu 4⁰C dan diukur absorbansi pada panjang gelombang
543nm.

Volume Absorbansi (λ 543nm)


Ulangan larutan stok
(ml) A1 A2 Arata-rata
1 1ml 0.344 0.343 0.344
2 2ml 0.666 0.666 0.666

• Ulangan 1
A=εxbxc
0.344 = 2.9x104 l/mol.cm x 1.1cm x c
c = 1.0752x10-5mol/l
Total antosianin (mg/ml) = c x BM x V x FP
m
= 1.0752x10-5mol/l x 501g/mol x 50ml x 1 x 1L x 1000mg
1ml x 1000ml x 1g
= 0.2693mg/g
• Ulangan 2
A=εxbxc
0.666 = 2.9.104l/mol.cm x 1.1cm x c
c = 2.0878x10-5mol/l
Total antosianin (mg/g ekstrak) = c x BM x V x FP
m

92
 
= 2.0878x10-5mol/l x 501g/mol x 50ml x 1 x 1l x 1000mg
2ml x 1000ml x 1g
= 0.2615mg/ml

Total antosianin ekstrak = (0.2654 ± 0.0055)mg/ml

RSD analisis = 100 SD = (100)(0.0055) = 2.07


X 0.2654
RSD hitung = 2 ^ (1 - 0.5 log c)
= 2 ^ (1 – 0.5 log 0.26542) = 2.44
RSD analisis < RSD hitung Æ data diterima

93
 
Lampiran 6. Perhitungan konsentrasi antosianin dan rosmarinic acid dalam model
minuman ringan

Volume model minuman ringan = 100ml = 0.1l


• Antosianin (delfinidin 3-glukosida Æ BM = 501g/mol)
Molaritas antosianin = 3.10-5M = 3.10-5mol/l
Mol (n) antosianin Æ n = M x V
= 3x10-5mol/l x 0.1l = 3x10-6mol
Gram (m) antosianin Æ m = n x BM
= 3x10-6mol x 501g/mol = 1.503x10-3g
Total antosianin dalam larutan stok = 0.2654mg/ml = 0.2654.10-3g/ml
Volume larutan stok yang dibutuhkan = 1.503x10-3g/ 0.2654.10-3g/ml
= 5.6631ml ≈ 5.70ml
• Rosmarinic acid Æ BM = 360.31g/mol
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:20
Molaritas rosmarinic acid = 20 x konsentrasi antosianin
= 20 x 3x10-5M = 6x10-4M = 6x10-4mol/l
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 6x10-4mol/l x 0.1l = 6x10-5mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 6x10-5mol x 360.31g/mol = 0.0216g
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:40
Molaritas rosmarinic acid = 40 x konsentrasi antosianin
= 40 x 3x10-5M = 1.2x10-3M = 1.2x10-3mol/l
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 1.2x10-3mol/l x 0.1l = 1.2x10-4mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 1.2x10-4mol x 360.31g/mol = 0.0432g
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:60
Molaritas rosmarinic acid = 60 x konsentrasi antosianin
= 60 x 3x10-5M = 1.8x10-3M = 1.8x10-3mol/l

94
 
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 1.8x10-3mol/l x 0.1l = 1.8x10-4mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 1.8x10-4mol x 360.31g/mol = 0.0648g
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:80
Molaritas rosmarinic acid = 80 x konsentrasi antosianin
= 80 x 3x10-5M = 2.4x10-3M = 2.4x10-3mol/l
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 2.4x10-3mol/l x 0.1l = 2.4x10-4mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 2.4x10-4mol x 360.31g/mol = 0.0865g
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:100
Molaritas rosmarinic acid = 100 x konsentrasi antosianin
= 100 x 3x10-5M = 3x10-3M = 3x10-3mol/l
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 3x10-3mol/l x 0.1l = 3x10-4mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 3x10-4mol x 360.31g/mol = 0.1081g

95
 
Lampiran 7. Penentuan panjang gelombang maksimum model minuman ringan

Panjang Panjang Absorbansi


Absorbansi
gelombang (nm) gelombang (nm)

510 0.502
410 0.438

520 0.517
420 0.403

530 0.506
430 0.381

540 0.451
440 0.366

550 0.377
450 0.358

560 0.291
460 0.356

570 0.211
470 0.366

580 0.150
480 0.391

590 0.108
490 0.429

600 0.078
500 0.469

0,600

0,500

0,400
Absorbansi

0,300

0,200

0,100

0,000
410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 590 600
Panjang gelombang (nm)

96
 
Lampiran 8. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 40⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.416 100.000 0.0000 0.390 100.000 0.0000
75 0.413 99.279 -0.0072 0.387 99.231 -0.0077
150 0.412 99.038 -0.0097 0.384 98.462 -0.0155
225 0.409 98.317 -0.0170 0.384 98.462 -0.0155
300 0.408 98.077 -0.0194 0.384 98.462 -0.0155
375 0.406 97.596 -0.0243 0.381 97.692 -0.0233
450 0.406 97.596 -0.0243 0.381 97.692 -0.0233
525 0.406 97.596 -0.0243 0.380 97.436 -0.0260

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.446 100.000 0.0000 0.447 100.000 0.0000
75 0.444 99.552 -0.0045 0.446 99.776 -0.0022
150 0.442 99.103 -0.0090 0.445 99.553 -0.0045
225 0.440 98.655 -0.0090 0.444 99.329 -0.0067
300 0.438 98.206 -0.0135 0.442 98.881 -0.0112
375 0.436 97.758 -0.0181 0.440 98.434 -0.0158
450 0.436 97.758 -0.0227 0.439 98.210 -0.0181
525 0.433 97.085 -0.0227 0.437 97.763 -0.0226

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.510 100.000 0.0000 0.486 100.000 0.0000
75 0.508 99.608 -0.0039 0.486 100.000 0.0000
150 0.508 99.608 -0.0039 0.483 99.383 -0.0062
225 0.505 99.020 -0.0099 0.482 99.177 -0.0083
300 0.504 98.824 -0.0118 0.482 99.177 -0.0083
375 0.502 98.431 -0.0158 0.480 98.765 -0.0124
450 0.500 98.039 -0.0198 0.477 98.148 -0.0187
525 0.499 97.843 -0.0218 0.476 97.942 -0.0208

97
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.538 100.000 0.0000 0.528 100.000 0.0000
75 0.536 99.628 -0.0037 0.525 99.432 -0.0057
150 0.533 99.071 -0.0093 0.521 98.674 -0.0133
225 0.534 99.257 -0.0075 0.520 98.485 -0.0153
300 0.532 98.885 -0.0112 0.518 98.106 -0.0191
375 0.530 98.513 -0.0150 0.518 98.106 -0.0191
450 0.528 98.141 -0.0188 0.516 97.727 -0.0230
525 0.527 97.955 -0.0207 0.516 97.727 -0.0230

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.548 100.000 0.0000 0.546 100.000 0.0000
75 0.548 100.000 0.0000 0.544 99.634 -0.0037
150 0.546 99.635 -0.0037 0.544 99.634 -0.0037
225 0.543 99.088 -0.0092 0.542 99.267 -0.0074
300 0.544 99.270 -0.0073 0.539 98.718 -0.0129
375 0.544 99.270 -0.0073 0.537 98.352 -0.0166
450 0.542 98.905 -0.0110 0.536 98.168 -0.0185
525 0.535 97.628 -0.0240 0.534 97.802 -0.0222

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.578 101.404 0.0000 0.586 100.000 0.0000
75 0.572 100.351 -0.0104 0.583 99.488 -0.0051
150 0.570 100.000 -0.0139 0.580 98.976 -0.0103
225 0.568 99.649 -0.0175 0.579 98.805 -0.0120
300 0.567 99.474 -0.0192 0.576 98.294 -0.0172
375 0.566 99.298 -0.0210 0.574 97.952 -0.0207
450 0.562 98.596 -0.0281 0.572 97.611 -0.0242
525 0.560 98.246 -0.0316 0.571 97.440 -0.0259

98
 
Lampiran 9. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 40⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 65.35 13.72 3.69 0.00 15.05 RP
75 64.66 13.31 3.65 0.80 15.34 RP
150
225 65.46 13.69 3.84 0.19 15.67 RP
300
375 65.81 13.25 3.48 0.69 14.72 RP
450
525 66.20 12.60 4.07 1.46 17.90 RP
∆ 0.85 1.12 0.38
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 64.36 14.65 4.21 0.00 16.03 RP
75
150 64.99 14.26 3.73 0.00 14.66 RP
225
300 65.21 13.75 4.22 0.74 17.06 RP
375
450 65.24 13.55 4.52 1.09 18.45 RP
525 66.05 12.56 4.47 2.14 19.59 RP
∆ 1.69 2.09 0.26

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.51 14.87 3.68 0.00 13.90 RP
75 64.40 14.85 3.80 0.90 14.35 RP
150
225 64.40 14.84 4.00 0.95 15.09 RP
300
375 64.61 14.61 4.30 1.29 16.40 RP
450
525 64.12 14.28 4.33 1.07 16.87 RP
∆ 0.61 0.59 0.65

99
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.39 15.99 4.33 0.00 15.15 RP
75
150 63.77 15.06 3.62 0.00 13.52 RP
225
300 64.24 14.84 4.49 1.01 16.83 RP
375
450 64.61 14.66 4.46 1.25 16.92 RP
525 64.62 14.45 4.58 1.42 17.59 RP
∆ 1.23 1.54 0.25

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.99 16.30 4.49 0.00 15.40 RP
75 63.28 15.97 4.02 0.64 14.13 RP
150
225 63.71 15.26 3.60 1.55 13.27 RP
300
375 63.86 15.24 4.43 1.37 16.21 RP
450
525 63.88 15.17 4.56 1.44 16.73 RP
∆ 0.89 1.13 0.07

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.46 16.8 4.51 1.01 15.03 RP
75
150 63.13 16.27 3.97 0.00 13.71 RP
225
300 63.51 15.56 4.93 1.25 17.58 RP
375
450 63.66 14.91 4.65 1.61 17.32 RP
525 63.89 14.56 4.42 1.92 16.89 RP
∆ 1.43 2.24 0.09

100
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.06 17.07 4.41 0.00 14.49 RP
75 62.60 16.75 4.13 0.69 13.85 RP
150
225 62.63 16.60 4.16 0.78 14.07 RP
300
375 63.16 15.74 4.48 1.73 15.89 RP
450
525 63.51 15.65 4.64 2.04 16.51 RP
∆ 1.45 1.42 0.23

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.27 16.81 4.21 1.06 14.06 RP
75
150 62.32 16.94 4.14 0.00 13.73 RP
225
300 62.80 16.06 4.70 1.15 16.31 RP
375
450 63.03 15.62 4.52 1.55 16.14 RP
525 63.13 15.49 4.63 1.73 16.64 RP
∆ 1.86 1.32 0.42

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.13 18.69 3.95 0.00 11.93 RP
60 61.40 17.88 4.66 1.11 14.61 RP
120
180 61.70 16.53 4.72 2.36 15.94 RP
240
300 61.82 15.17 5.21 3.80 18.95 RP
360
420 62.01 15.58 5.51 3.59 19.48 RP
∆ 0.88 3.11 1.56

101
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.01 18.74 3.73 0.00 11.26 RP
60
120 61.66 17.17 4.10 1.74 13.43 RP
180
240 61.86 16.96 4.63 2.17 15.27 RP
300
360 62.45 14.92 4.83 4.23 17.94 RP
420 62.92 14.04 5.59 5.40 21.71 R
∆ 1.91 4.70 1.86

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.02 18.79 4.01 0.00 12.05 RP
60 61.35 17.98 4.39 0.95 13.72 RP
120
180 61.62 17.02 4.63 1.97 15.22 RP
240
300 61.76 15.67 5.17 3.41 18.26 RP
360
420 61.92 14.31 5.84 4.92 22.20 R
∆ 0.90 4.48 1.83

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.72 19.16 4.02 0.00 11.85 RP
60
120 61.46 17.90 4.11 1.46 12.93 RP
180
240 61.68 17.39 4.29 2.03 13.86 RP
300
360 62.19 16.68 4.77 2.98 15.96 RP
420 62.58 15.86 5.76 4.17 19.96 RP
∆ 1.86 3.30 1.74

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)

102
 
Lampiran 10. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 50⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.486 100.000 0.0000 0.498 100.000 0.0000
60 0.479 98.560 -0.0145 0.484 97.189 -0.0285
120 0.469 96.502 -0.0356 0.480 96.386 -0.0368
180 0.455 93.621 -0.0659 0.468 93.976 -0.0621
240 0.441 90.741 -0.0972 0.451 90.562 -0.0991
300 0.437 89.918 -0.1063 0.443 88.956 -0.1170
360 0.420 86.420 -0.1460 0.439 88.153 -0.1261
420 0.417 85.802 -0.1531 0.416 83.534 -0.1799

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.516 100.000 0.0000 0.500 100.000 0.0000
60 0.508 98.450 -0.0156 0.508 101.600 0.0159
120 0.503 97.481 -0.0255 0.502 100.400 0.0040
180 0.500 96.899 -0.0315 0.499 99.800 -0.0020
240 0.497 96.318 -0.0375 0.493 98.600 -0.0141
300 0.490 94.961 -0.0517 0.482 96.400 -0.0367
360 0.486 94.186 -0.0599 0.473 94.600 -0.0555
420 0.473 91.667 -0.0870 0.470 94.000 -0.0619

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.538 100.000 0.0000 0.526 100.000 0.0000
60 0.528 98.141 -0.0188 0.512 97.338 -0.0270
120 0.521 96.840 -0.0321 0.507 96.388 -0.0368
180 0.519 96.468 -0.0360 0.506 96.198 -0.0388
240 0.519 96.468 -0.0360 0.496 94.297 -0.0587
300 0.514 95.539 -0.0456 0.495 94.106 -0.0607
360 0.506 94.052 -0.0613 0.493 93.726 -0.0648
420 0.495 92.007 -0.0833 0.480 91.255 -0.0915

103
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.567 100.000 0.0000 0.538 100.000 0.0000
60 0.559 98.589 -0.0142 0.545 101.301 0.0129
120 0.558 98.413 -0.0160 0.535 99.442 -0.0056
180 0.551 97.178 -0.0286 0.527 97.955 -0.0207
240 0.548 96.649 -0.0341 0.519 96.468 -0.0360
300 0.536 94.533 -0.0562 0.518 96.283 -0.0379
360 0.534 94.180 -0.0600 0.515 95.725 -0.0437
420 0.530 93.474 -0.0675 0.506 94.052 -0.0613

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.580 102.655 0.0000 0.568 100.000 0.0000
60 0.574 101.593 -0.0104 0.561 98.768 -0.0124
120 0.565 100.000 -0.0262 0.559 98.415 -0.0160
180 0.564 98.966 -0.0280 0.553 97.359 -0.0268
240 0.562 97.414 -0.0315 0.551 97.007 -0.0304
300 0.556 97.241 -0.0423 0.550 96.831 -0.0322
360 0.547 96.897 -0.0586 0.537 94.542 -0.0561
420 0.543 95.862 -0.0659 0.526 92.606 -0.0768

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.604 100.000 0.0000 0.585 100.000 0.0000
60 0.601 99.503 -0.0050 0.579 98.974 -0.0103
120 0.597 98.841 -0.0117 0.573 97.949 -0.0207
180 0.583 96.523 -0.0354 0.571 97.607 -0.0242
240 0.579 95.861 -0.0423 0.566 96.752 -0.0330
300 0.577 95.530 -0.0457 0.557 95.214 -0.0490
360 0.575 95.199 -0.0492 0.551 94.188 -0.0599
420 0.571 94.536 -0.0562 0.549 93.846 -0.0635

104
 
Lampiran 11. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 50⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.26 15.28 3.74 0.00 13.75 RP
60 63.68 15.66 4.01 0.63 14.36 RP
120
180 64.18 15.26 4.44 1.16 16.22 RP
240
300 64.21 15.25 4.98 1.56 18.08 RP
360
420 64.26 13.66 5.10 2.34 20.47 R
∆ 1.00 1.62 1.36

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.35 16.19 3.73 0.00 12.97 RP
60
120 63.82 15.91 3.93 0.58 13.88 RP
180
240 63.99 14.88 4.19 1.53 15.73 RP
300
360 64.53 14.71 4.64 2.10 17.51 RP
420 64.57 13.34 5.78 3.72 23.43 R
∆ 1.22 2.85 2.05

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.12 16.98 3.77 0.00 12.52 RP
60 62.26 16.41 3.90 0.60 13.37 RP
120
180 62.96 16.32 4.12 1.12 14.17 RP
240
300 63.01 15.68 4.33 1.67 15.44 RP
360
420 63.36 14.90 6.13 3.38 22.36 R
∆ 1.24 2.08 2.36

105
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.85 16.82 3.90 0.00 13.05 RP
60
120 63.15 16.17 3.92 0.72 13.63 RP
180
240 63.43 15.96 4.07 1.05 14.31 RP
300
360 63.73 15.35 4.51 1.82 16.37 RP
420 63.75 14.76 5.84 2.97 21.59 R
∆ 0.90 2.06 1.94

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.83 17.61 3.60 0.00 11.55 RP
60 62.33 17.08 4.22 0.96 13.88 RP
120
180 62.85 16.34 4.92 2.10 16.76 RP
240
300 62.92 16.06 4.50 2.10 15.65 RP
360
420 63.40 15.45 5.68 3.38 20.19 R
∆ 1.57 2.16 2.08

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.20 17.44 3.98 0.00 12.86 RP
60
120 62.42 16.92 4.00 0.56 13.30 RP
180
240 62.21 16.53 4.02 0.91 13.67 RP
300
360 62.70 16.20 4.57 1.46 15.75 RP
420 63.19 15.57 5.21 2.45 18.50 RP
∆ 0.99 1.87 1.23

 
 
 
 
 
 

106
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.20 17.71 3.94 0.00 12.54 RP
60 61.45 17.18 4.00 0.59 13.11 RP
120
180 62.48 16.84 4.49 1.64 14.93 RP
240
300 62.84 15.57 5.20 2.98 18.47 RP
360
420 62.93 15.54 5.62 3.24 19.88 RP
∆ 1.73 2.17 1.68

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.44 18.6 4.01 0.00 12.17 RP
60
120 61.82 17.70 4.41 1.06 13.99 RP
180
240 62.36 17.65 4.57 1.44 14.52 RP
300
360 62.39 14.94 4.74 3.85 17.60 RP
420 62.61 15.10 5.30 3.91 19.34 RP
∆ 1.17 3.50 1.29

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.13 18.69 3.95 0.00 11.93 RP
60 61.40 17.88 4.66 1.11 14.61 RP
120
180 61.70 16.53 4.72 2.36 15.94 RP
240
300 61.82 15.17 5.21 3.80 18.95 RP
360
420 62.01 15.58 5.51 3.59 19.48 RP
∆ 0.88 3.11 1.56

107
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.01 18.74 3.73 0.00 11.26 RP
60
120 61.66 17.17 4.10 1.74 13.43 RP
180
240 61.86 16.96 4.63 2.17 15.27 RP
300
360 62.45 14.92 4.83 4.23 17.94 RP
420 62.92 14.04 5.59 5.40 21.71 R
∆ 1.91 4.70 1.86

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.02 18.79 4.01 0.00 12.05 RP
60 61.35 17.98 4.39 0.95 13.72 RP
120
180 61.62 17.02 4.63 1.97 15.22 RP
240
300 61.76 15.67 5.17 3.41 18.26 RP
360
420 61.92 14.31 5.84 4.92 22.20 R
∆ 0.90 4.48 1.83

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.72 19.16 4.02 0.00 11.85 RP
60
120 61.46 17.90 4.11 1.46 12.93 RP
180
240 61.68 17.39 4.29 2.03 13.86 RP
300
360 62.19 16.68 4.77 2.98 15.96 RP
420 62.58 15.86 5.76 4.17 19.96 R
∆ 1.86 3.30 1.74

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)

108
 
Lampiran 12. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 60⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.636 100.000 0.0000 0.489 100.000 0.0000
45 0.619 97.327 -0.0271 0.471 96.319 -0.0375
90 0.600 94.340 -0.0583 0.459 93.865 -0.0633
135 0.589 92.610 -0.0768 0.444 90.798 -0.0965
180 0.562 88.365 -0.1237 0.424 86.708 -0.1426
225 0.529 83.176 -0.1842 0.406 83.027 -0.1860
270 0.502 78.931 -0.2366 0.387 79.141 -0.2339
315 0.494 77.673 -0.2527 0.375 76.687 -0.2654

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.671 100.000 0.0000 0.528 100.000 0.0000
45 0.664 98.957 -0.0105 0.494 93.561 -0.0666
90 0.654 97.466 -0.0257 0.472 89.394 -0.1121
135 0.634 94.486 -0.0567 0.469 88.826 -0.1185
180 0.609 90.760 -0.0970 0.456 86.364 -0.1466
225 0.582 86.736 -0.1423 0.443 83.902 -0.1755
270 0.570 84.948 -0.1631 0.426 80.682 -0.2147
315 0.552 82.265 -0.1952 0.414 78.409 -0.2432

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.694 100.000 0.0000 0.547 100.000 0.0000
45 0.661 95.245 -0.0487 0.510 93.236 -0.0700
90 0.678 97.695 -0.0233 0.493 90.128 -0.1039
135 0.646 93.084 -0.0717 0.485 88.665 -0.1203
180 0.630 90.778 -0.0968 0.475 86.837 -0.1411
225 0.601 86.599 -0.1439 0.464 84.826 -0.1646
270 0.594 85.591 -0.1556 0.456 83.364 -0.1820
315 0.583 84.006 -0.1743 0.448 81.901 -0.1997

109
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.718 100.000 0.0000 0.577 100.000 0.0000
45 0.687 95.682 -0.0441 0.548 94.974 -0.0516
90 0.698 97.214 -0.0283 0.527 91.334 -0.0906
135 0.671 93.454 -0.0677 0.512 88.735 -0.1195
180 0.653 90.947 -0.0949 0.511 88.562 -0.1215
225 0.629 87.604 -0.1323 0.500 86.655 -0.1432
270 0.618 86.072 -0.1500 0.494 85.615 -0.1553
315 0.617 85.933 -0.1516 0.486 84.229 -0.1716

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.735 100.000 0.0000 0.596 100.000 0.0000
45 0.730 99.320 -0.0068 0.569 95.470 -0.0464
90 0.733 99.728 -0.0027 0.531 89.094 -0.1155
135 0.707 96.190 -0.0388 0.529 88.758 -0.1193
180 0.692 94.150 -0.0603 0.528 88.591 -0.1211
225 0.667 90.748 -0.0971 0.521 87.416 -0.1345
270 0.652 88.707 -0.1198 0.510 85.570 -0.1558
315 0.650 88.435 -0.1229 0.504 84.564 -0.1677

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.739 100.000 0.0000 0.604 100.000 0.0000
45 0.736 99.594 -0.0041 0.581 96.192 -0.0388
90 0.728 98.512 -0.0150 0.559 92.550 -0.0774
135 0.714 96.617 -0.0344 0.547 90.563 -0.0991
180 0.704 95.264 -0.0485 0.540 89.404 -0.1120
225 0.690 93.369 -0.0686 0.536 88.742 -0.1194
270 0.668 90.392 -0.1010 0.527 87.252 -0.1364
315 0.657 88.904 -0.1176 0.521 86.258 -0.1478

110
 
Lampiran 13. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 60⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.57 15.92 6.27 0.00 21.50 R
45 62.41 13.13 5.62 2.99 23.17 R
90
135 62.94 13.66 6.69 2.68 26.09 R
180
225 64.51 10.77 7.12 5.99 33.47 R
270
315 64.58 10.14 7.50 6.63 36.49 R
∆ 3.01 5.78 1.23

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.69 18.53 8.31 0.00 24.15 R
45
90 59.05 17.79 8.44 0.83 25.38 R
135
180 60.75 14.97 8.78 4.14 30.39 R
225
270 61.14 14.36 9.46 4.97 33.38 R
315 62.25 13.54 9.61 6.27 35.37 R
∆ 3.56 4.99 1.30

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.07 14.76 5.18 0.00 19.34 RP
45 62.09 14.92 5.89 0.73 21.54 R
90
135 62.10 14.20 6.00 0.99 22.91 R
180
225 62.97 13.80 6.56 1.91 25.42 R
270
315 63.72 12.00 6.46 3.46 28.30 R
∆ 1.65 2.76 1.28

111
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.41 18.6 7.38 0.97 21.64 R
45
90 59.41 16.91 8.04 2.07 25.43 R
135
180 60.31 16.75 8.41 2.84 26.66 R
225
270 60.34 16.71 8.54 2.94 27.07 R
315 61.05 15.52 8.99 4.36 30.08 R
∆ 1.65 2.76 1.28

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.41 15.94 5.45 0.00 18.88 RP
45 61.30 15.67 5.97 0.60 20.86 RP
90
135 61.98 13.61 6.23 2.52 24.60 R
180
225 62.62 13.76 6.30 2.63 24.60 R
270
315 62.21 13.32 6.79 3.05 27.01 R
∆ 0.80 2.62 1.34

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.51 18.17 7.44 0.00 22.27 R
45
90 58.75 18.97 7.73 0.88 22.17 R
135
180 59.14 17.48 8.44 1.37 25.77 R
225
270 60.48 16.51 8.58 2.82 27.46 R
315 60.24 16.72 9.30 2.92 29.08 R
∆ 1.73 1.45 1.86

112
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.62 14.75 4.78 0.00 17.96 RP
45 60.69 16.16 5.06 1.71 17.39 RP
90
135 61.68 14.79 6.02 1.24 22.15 R
180
225 62.05 14.35 6.19 1.53 23.33 R
270
315 62.27 13.70 6.45 2.08 25.21 R
∆ 0.65 1.05 1.67

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.42 19.21 7.35 0.00 20.94 RP
45
90 58.51 18.51 7.49 1.30 22.03 R
135
180 59.02 18.02 8.27 2.20 24.65 R
225
270 59.33 17.78 8.84 2.81 26.44 R
315 59.36 17.25 8.78 3.11 26.98 R
∆ 1.94 1.96 1.43

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.53 16.03 5.36 0.00 18.49 RP
45 60.88 15.97 5.75 0.53 19.80 RP
90
135 61.52 15.47 6.11 1.36 21.55 R
180
225 61.87 14.54 6.15 2.15 22.93 R
270
315 61.61 14.68 6.84 2.28 24.98 R
∆ 1.08 1.35 1.48

113
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.29 18.27 7.37 0.00 21.97 R
45
90 58.34 17.92 7.54 0.39 22.82 R
135
180 58.46 18.75 8.51 1.25 24.41 R
225
270 59.18 17.54 8.53 1.63 25.93 R
315 59.60 17.26 8.75 2.15 26.88 R
∆ 1.31 1.01 1.38

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.78 16.32 5.58 0.00 18.88 RP
45 60.26 16.58 5.98 0.68 19.83 RP
90
135 61.19 15.50 6.15 1.73 21.64 R
180
225 61.16 14.93 6.23 2.06 22.65 R
270
315 61.82 13.98 6.36 3.20 24.46 R
∆ 2.04 2.34 0.78

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 56.95 19.25 7.7 0.00 21.80 R
45
90 57.52 18.44 7.87 1.00 23.11 R
135
180 58.22 17.69 8.49 2.16 25.64 R
225
270 58.55 18.02 8.80 2.30 26.03 R
315 58.67 17.45 8.91 2.77 27.05 R
∆ 1.72 1.80 1.21

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)

114
 
Lampiran 14. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 70⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.621 100.000 0.0000 0.510 100.000 0.0000
30 0.608 97.907 -0.0212 0.487 95.490 -0.0461
60 0.604 97.262 -0.0278 0.480 94.118 -0.0606
90 0.584 94.042 -0.0614 0.462 90.588 -0.0988
120 0.539 86.795 -0.1416 0.434 85.098 -0.1614
150 0.486 78.261 -0.2451 0.381 74.706 -0.2916
180 0.473 76.167 -0.2722 0.369 72.353 -0.3236
210 0.407 65.539 -0.4225 0.343 67.255 -0.3967

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.648 100.000 0.0000 0.544 100.000 0.0000
30 0.647 99.846 -0.0015 0.505 92.831 -0.0744
60 0.639 98.611 -0.0140 0.495 90.993 -0.0944
90 0.612 94.444 -0.0572 0.489 89.890 -0.1066
120 0.593 91.512 -0.0887 0.472 86.765 -0.1420
150 0.574 88.580 -0.1213 0.466 85.662 -0.1548
180 0.551 85.031 -0.1622 0.447 82.169 -0.1964
210 0.532 82.099 -0.1972 0.426 78.309 -0.2445

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.664 100.000 0.0000 0.558 100.000 0.0000
30 0.653 98.343 -0.0167 0.548 98.208 -0.0181
60 0.648 97.590 -0.0244 0.523 93.728 -0.0648
90 0.620 93.373 -0.0686 0.505 90.502 -0.0998
120 0.609 91.717 -0.0865 0.493 88.351 -0.1238
150 0.583 87.801 -0.1301 0.474 84.946 -0.1632
180 0.585 88.102 -0.1267 0.469 84.050 -0.1738
210 0.532 80.120 -0.2216 0.455 81.541 -0.2041

115
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.695 100.000 0.0000 0.570 100.000 0.0000
30 0.668 96.115 -0.0396 0.564 98.947 -0.0106
60 0.660 94.964 -0.0517 0.551 96.667 -0.0339
90 0.651 93.669 -0.0654 0.531 93.158 -0.0709
120 0.618 88.921 -0.1174 0.518 90.877 -0.0957
150 0.609 87.626 -0.1321 0.496 87.018 -0.1391
180 0.591 85.036 -0.1621 0.487 85.439 -0.1574
210 0.574 82.590 -0.1913 0.473 82.982 -0.1865

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.719 100.000 0.0000 0.609 100.000 0.0000
30 0.702 97.636 -0.0239 0.593 97.373 -0.0266
60 0.694 96.523 -0.0354 0.586 96.223 -0.0385
90 0.680 94.576 -0.0558 0.569 93.432 -0.0679
120 0.652 90.682 -0.0978 0.543 89.163 -0.1147
150 0.645 89.708 -0.1086 0.527 86.535 -0.1446
180 0.627 87.204 -0.1369 0.514 84.401 -0.1696
210 0.596 82.893 -0.1876 0.510 83.744 -0.1774

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.747 100.000 0.0000 0.617 100.000 0.0000
30 0.684 91.566 -0.0881 0.604 97.893 -0.0213
60 0.676 90.495 -0.0999 0.587 95.138 -0.0498
90 0.649 86.881 -0.1406 0.566 91.734 -0.0863
120 0.646 86.479 -0.1453 0.559 90.600 -0.0987
150 0.630 84.337 -0.1703 0.547 88.655 -0.1204
180 0.620 82.999 -0.1863 0.521 84.441 -0.1691
210 0.606 81.124 -0.2092 0.519 84.117 -0.1730

116
 
Lampiran 15. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 70⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.39 15.74 4.93 0.00 17.39 RP
30 63.61 13.47 5.20 2.59 21.11 R
60
90 64.53 9.68 6.30 6.57 33.06 R
120
150 66.62 6.71 6.76 10.14 45.21 R
180
210 67.63 4.81 6.78 12.26 54.65 YR
∆ 5.24 10.93 1.85

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.08 16.58 7.43 0.00 24.14 R
30
60 60.54 15.45 8.39 1.55 28.50 R
90
120 62.01 14.02 9.54 3.84 34.23 R
150
180 62.52 10.58 10.03 6.98 43.47 R
210 64.42 9.27 11.35 9.36 50.76 R
∆ 4.34 7.31 3.92

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.44 17.19 4.90 0.00 15.91 RP
30 61.64 15.28 5.16 1.94 18.66 RP
60
90 63.08 13.36 5.76 4.25 23.32 R
120
150 63.19 12.83 6.51 4.97 26.90 R
180
210 64.75 10.60 6.32 7.51 30.80 R
∆ 3.31 6.59 1.42

117
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.34 17.28 7.41 0.00 23.21 R
30
60 59.67 16.57 8.80 1.60 27.97 R
90
120 60.83 15.39 8.87 2.81 29.96 R
150
180 61.03 13.33 10.11 5.07 37.18 R
210 62.42 12.99 9.21 5.58 35.34 R
∆ 3.08 4.29 1.80

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.05 17.82 4.66 0.00 14.65 RP
30 61.91 15.86 4.94 2.72 17.30 RP
60
90 62.41 14.48 4.95 4.10 18.87 RP
120
150 62.93 13.61 5.62 5.19 22.44 R
180
210 64.91 10.51 6.00 8.88 29.72 R
∆ 4.86 7.31 1.34

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.80 17.57 7.24 0.00 22.39 R
30
60 58.45 17.47 8.07 1.06 24.79 R
90
120 59.48 15.12 8.84 3.37 30.31 R
150
180 59.79 14.76 9.60 4.17 33.04 R
210 61.69 13.97 9.58 5.79 34.44 R
∆ 3.89 3.60 2.34

118
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.53 17.87 4.51 0.00 14.16 RP
30 61.89 15.72 4.36 2.55 15.50 RP
60
90 62.11 15.52 5.49 3.00 19.48 RP
120
150 61.75 13.65 5.73 4.56 22.77 R
180
210 62.10 13.60 5.67 4.70 22.63 R
∆ 1.57 4.27 1.16

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.06 18.87 7.56 0.00 21.83 R
30
60 58.26 17.21 8.82 2.09 27.13 R
90
120 58.75 17.34 8.99 2.20 27.40 R
150
180 59.66 15.27 10.16 4.72 33.64 R
210 60.41 15.67 9.42 4.38 31.01 R
∆ 2.35 3.20 1.86

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.87 18.30 4.48 0.00 13.76 RP
30 59.78 17.02 4.91 1.35 16.09 RP
60
90 60.78 15.81 5.43 2.82 18.96 RP
120
150 61.20 16.30 6.22 2.97 20.89 R
180
210 62.08 15.03 6.04 4.24 21.89 R
∆ 2.21 3.27 1.56

119
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.05 18.40 7.46 0.00 22.07 R
30
60 58.43 17.55 8.51 1.93 25.87 R
90
120 58.74 15.85 8.62 3.27 28.54 R
150
180 59.70 15.12 9.62 4.74 32.47 R
210 59.77 14.81 9.47 4.93 32.60 R
∆ 2.72 3.59 2.01

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.57 18.74 4.71 0.00 14.11 RP
30 60.29 17.60 4.94 1.37 15.68 RP
60
90 61.06 16.58 5.70 2.80 18.97 RP
120
150 61.21 16.09 6.84 3.77 23.03 R
180
210 60.88 15.52 5.91 3.68 20.85 R
∆ 1.31 3.22 1.20

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.67 19.02 7.58 0.00 21.73 R
30
60 57.74 18.75 8.23 0.71 23.70 R
90
120 59.29 17.48 8.56 2.44 26.09 R
150
180 59.31 17.36 9.34 2.92 28.28 R
210 59.34 15.88 9.30 3.95 30.36 R
∆ 1.67 3.14 1.72

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)
YR = yellow-red (kuning-merah)

120
 
Lampiran 16. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 80⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.477 100.000 0.0000 0.669 100.000 0.0000
15 0.429 89.937 -0.1061 0.622 92.975 -0.0728
30 0.410 85.954 -0.1514 0.587 87.743 -0.1308
45 0.380 79.665 -0.2273 0.555 82.960 -0.1868
60 0.371 77.778 -0.2513 0.518 77.429 -0.2558
75 0.324 67.925 -0.3868 0.489 73.094 -0.3134
90 0.284 59.539 -0.5185 0.444 66.368 -0.4100
105 0.267 55.975 -0.5803 0.417 62.332 -0.4727

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.521 100.000 0.0000 0.673 100.000 0.0000
15 0.456 87.524 -0.1333 0.622 92.422 -0.0788
30 0.443 85.029 -0.1622 0.592 87.964 -0.1282
45 0.422 80.998 -0.2107 0.546 81.129 -0.2091
60 0.402 77.159 -0.2593 0.537 79.792 -0.2257
75 0.388 74.472 -0.2947 0.522 77.563 -0.2541
90 0.387 74.280 -0.2973 0.513 76.226 -0.2715
105 0.371 71.209 -0.3395 0.504 74.889 -0.2892

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.547 100.000 0.0000 0.682 100.000 0.0000
15 0.459 83.912 -0.1754 0.621 91.056 -0.0937
30 0.437 79.890 -0.2245 0.596 87.390 -0.1348
45 0.432 78.976 -0.2360 0.585 85.777 -0.1534
60 0.422 77.148 -0.2594 0.563 82.551 -0.1918
75 0.400 73.126 -0.3130 0.539 79.032 -0.2353
90 0.385 70.384 -0.3512 0.524 76.833 -0.2635
105 0.384 70.201 -0.3538 0.515 75.513 -0.2809

121
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.570 100.000 0.0000 0.751 100.000 0.0000
15 0.456 80.000 -0.2231 0.675 89.880 -0.1067
30 0.454 79.649 -0.2275 0.664 88.415 -0.1231
45 0.452 79.298 -0.2320 0.641 85.353 -0.1584
60 0.448 78.596 -0.2408 0.640 85.220 -0.1599
75 0.439 77.018 -0.2611 0.635 84.554 -0.1678
90 0.420 73.684 -0.3054 0.620 82.557 -0.1917
105 0.395 69.298 -0.3668 0.600 79.893 -0.2245

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.596 100.000 0.0000 0.763 100.000 0.0000
15 0.490 82.215 -0.1958 0.685 89.777 -0.1078
30 0.468 78.523 -0.2418 0.665 87.156 -0.1375
45 0.462 77.517 -0.2547 0.646 84.666 -0.1665
60 0.456 76.510 -0.2677 0.641 84.010 -0.1742
75 0.450 75.503 -0.2810 0.640 83.879 -0.1758
90 0.444 74.497 -0.2944 0.627 82.176 -0.1963
105 0.436 73.154 -0.3126 0.606 79.423 -0.2304

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.605 100.000 0.0000 0.790 100.000 0.0000
15 0.500 82.645 -0.1906 0.768 97.215 -0.0282
30 0.468 77.355 -0.2568 0.724 91.646 -0.0872
45 0.462 76.364 -0.2697 0.706 89.367 -0.1124
60 0.455 75.207 -0.2849 0.700 88.608 -0.1210
75 0.451 74.545 -0.2938 0.692 87.595 -0.1324
90 0.445 73.554 -0.3072 0.687 86.962 -0.1397
105 0.440 72.727 -0.3185 0.673 85.190 -0.1603

122
 
Lampiran 17. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 80⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.73 16.16 5.99 0.00 20.34 RP
15 61.09 14.75 8.01 2.81 28.50 R
30
45 61.12 13.51 9.19 4.38 34.22 R
60
75 62.44 10.68 10.07 7.35 43.32 R
90
105 64.07 8.00 10.52 10.29 52.75 YR
∆ 4.34 8.16 4.53

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.73 15.06 5.08 0.00 18.64 RP
15
30 63.50 12.85 5.80 2.92 24.29 R
45
60 65.07 10.25 6.46 6.02 32.22 R
75
90 66.64 5.84 7.60 10.75 52.46 YR
105 67.10 6.64 7.69 10.32 49.19 R
∆ 5.37 8.42 2.61

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.80 17.95 7.12 0.00 21.64 R
15 59.46 17.04 7.80 1.31 24.60 R
30
45 60.17 15.37 9.17 3.57 30.82 R
60
75 61.77 12.62 9.22 6.45 36.15 R
90
105 62.41 11.26 9.38 7.93 39.80 R
∆ 3.61 6.69 2.26

123
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.54 16.43 5.24 0.00 17.69 RP
15
30 62.59 13.39 4.85 3.24 19.91 RP
45
60 64.15 11.91 5.67 5.24 25.46 R
75
90 66.06 9.30 5.10 8.44 28.74 R
105 64.55 10.63 6.53 6.66 31.56 R
∆ 3.01 5.80 1.29

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.14 18.22 7.01 0.00 21.04 R
15 58.49 17.97 7.87 0.96 23.65 R
30
45 59.87 15.74 8.26 3.27 27.69 R
60
75 60.27 14.86 9.17 4.53 31.68 R
90
105 61.19 12.78 9.41 6.68 36.36 R
∆ 3.05 5.44 2.40

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.47 16.77 5.65 0.00 18.62 RP
15
30 63.14 14.10 5.56 3.15 21.52 R
45
60 62.87 13.73 6.46 3.44 25.20 R
75
90 64.30 11.58 7.68 6.25 33.55 R
105 63.96 11.20 7.15 6.28 32.55 R
∆ 2.49 5.57 1.50

124
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 56.95 18.76 7.58 0.00 22.00 R
15 57.10 17.60 7.89 1.21 24.15 R
30
45 58.72 16.09 8.65 3.38 28.26 R
60
75 58.73 15.30 9.66 4.41 32.27 R
90
105 59.76 13.99 9.98 6.03 35.50 R
∆ 2.81 4.77 2.40

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.47 17.08 4.76 0.00 15.57 RP
15
30 62.14 15.25 5.41 2.56 19.53 RP
45
60 62.52 13.76 5.60 3.99 22.15 R
75
90 63.62 12.44 6.49 5.87 27.55 R
105 64.31 10.83 6.62 7.57 31.44 R
∆ 3.84 6.25 1.86

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 56.69 19.57 7.22 0.00 20.25 RP
15 58.10 17.69 7.29 2.35 22.40 R
30
45 58.38 16.96 8.46 3.35 26.51 R
60
75 58.99 15.81 8.82 4.69 29.16 R
90
105 59.72 14.54 9.08 6.16 31.98 R
∆ 3.03 5.03 1.86

125
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.33 17.51 5.81 0.00 18.36 RP
15
30 61.85 14.15 5.90 3.69 22.63 R
45
60 62.07 14.09 5.54 3.85 21.46 R
75
90 61.95 13.09 6.19 4.72 25.31 R
105 63.27 12.30 7.13 6.13 30.10 R
∆ 2.94 5.21 1.32

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 56.66 19.57 6.98 0.00 19.63 RP
15 57.60 18.33 7.29 1.59 21.69 R
30
45 57.93 18.33 8.61 2.41 25.16 R
60
75 59.02 16.07 8.78 4.59 28.65 R
90
105 59.80 14.53 9.00 6.27 31.77 R
∆ 3.14 5.04 2.02

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.15 17.80 6.07 0.00 18.83 RP
15
30 61.39 14.31 4.90 3.88 18.90 RP
45
60 61.29 14.21 6.24 3.77 23.71 R
75
90 62.59 13.48 7.90 5.29 30.37 R
105 62.74 12.52 6.84 5.93 28.65 R
∆ 2.59 5.28 0.77

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)
YR = yellow-red (kuning-merah)

126
 
Lampiran 18. Data absorbansi model minuman ringan pada penyinaran UV

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.406 100.000 0.0000 0.475 100.000 0.0000
24 0.279 68.719 -0.3751 0.368 77.474 -0.2552
48 0.223 54.926 -0.5992 0.309 65.053 -0.4300
72 0.190 46.798 -0.7593 0.240 50.526 -0.6827
96 0.163 40.148 -0.9126 0.218 45.895 -0.7788
120 0.164 40.394 -0.9065 0.208 43.789 -0.8258

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.413 100.000 0.0000 0.506 100.000 0.0000
24 0.37 89.588 -0.1099 0.451 89.130 -0.1151
48 0.331 80.145 -0.2213 0.411 81.225 -0.2079
72 0.322 77.966 -0.2489 0.394 77.866 -0.2502
96 0.304 73.608 -0.3064 0.373 73.715 -0.3050
120 0.288 69.734 -0.3605 0.347 68.577 -0.3772

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(jam) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.431 100.000 0.0000 0.543 100.000 0.0000
24 0.407 94.432 -0.0573 0.477 87.845 -0.1296
48 0.385 89.327 -0.1129 0.453 83.425 -0.1812
72 0.369 85.615 -0.1553 0.430 79.190 -0.2333
96 0.354 82.135 -0.1968 0.417 76.796 -0.2640
120 0.342 79.350 -0.2313 0.396 72.928 -0.3157

127
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.442 100.000 0.0000 0.577 100.000 0.0000
24 0.417 94.344 -0.0582 0.515 89.255 -0.1137
48 0.391 88.462 -0.1226 0.488 84.575 -0.1675
72 0.388 87.783 -0.1303 0.471 81.629 -0.2030
96 0.383 86.652 -0.1433 0.446 77.296 -0.2575
120 0.359 81.222 -0.2080 0.433 75.043 -0.2871

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.462 100.000 0.0000 0.616 100.000 0.0000
24 0.446 96.537 -0.0352 0.551 89.448 -0.1115
48 0.425 91.991 -0.0835 0.513 83.279 -0.1830
72 0.420 90.909 -0.0953 0.490 79.545 -0.2288
96 0.410 88.745 -0.1194 0.485 78.734 -0.2391
120 0.393 85.065 -0.1618 0.469 76.136 -0.2726

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.488 100.000 0.0000 0.656 100.000 0.0000
24 0.47 96.311 -0.0376 0.601 91.616 -0.0876
48 0.456 93.443 -0.0678 0.572 87.195 -0.1370
72 0.434 88.934 -0.1173 0.56 85.366 -0.1582
96 0.432 88.525 -0.1219 0.551 83.994 -0.1744
120 0.412 84.426 -0.1693 0.544 82.927 -0.1872

128
 
Lampiran 19. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pada penyinaran UV

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 64.49 13.32 3.81 0.00 15.96 RP
24
48 69.33 4.62 4.05 9.96 41.24 R
72
96 71.13 2.09 4.61 13.07 65.61 YR
120 71.96 1.93 6.81 13.95 74.18 YR
∆ 7.47 11.39 3.00

Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.72 15.45 5.82 0.00 20.64 RP
24 62.82 11.75 6.92 4.01 30.50 R
48
72 63.09 10.18 7.45 5.68 36.20 R
96
120 64.65 3.97 7.72 12.00 62.79 YR
∆ 2.93 11.48 1.90

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 65.42 11.93 3.91 0.00 18.15 RP
24
48 66.47 9.73 4.09 2.44 22.80 R
72
96 68.21 8.12 4.49 4.76 28.94 R
120 68.74 7.39 6.09 6.03 39.49 R
∆ 3.32 4.54 2.18

129
 
Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.24 16.60 5.30 0.00 17.71 RP
24 61.37 14.90 6.78 2.52 24.47 R
48
72 61.52 14.00 7.63 3.72 28.59 R
96
120 62.91 11.36 8.59 6.74 37.10 R
∆ 2.67 5.24 3.29

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.32 14.15 3.71 0.00 14.69 RP
24
48 64.40 11.64 4.46 2.83 20.96 RP
72
96 66.87 10.09 5.10 5.57 26.81 R
120 67.45 9.39 5.61 6.58 30.86 R
∆ 4.13 4.76 1.90

Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.12 17.37 5.08 0.00 16.30 RP
24 60.78 16.19 5.97 2.22 20.24 RP
48
72 61.75 14.33 6.33 4.21 23.83 R
96
120 62.62 11.39 7.40 7.31 33.01 R
∆ 3.50 5.98 2.32

Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.56 14.14 3.67 0.00 14.55 RP
24
48 64.31 11.58 3.99 2.69 19.01 RP
72
96 66.56 10.58 5.05 4.86 25.52 R
120 66.94 10.49 5.69 5.37 28.48 R
∆ 3.38 3.65 2.02

130
 
Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.18 18.12 4.95 0.00 15.28 RP
24 58.56 16.19 5.93 2.20 20.12 RP
48
72 59.14 16.32 7.41 3.20 24.42 R
96
120 62.19 15.08 7.61 5.69 26.78 R
∆ 4.01 3.04 2.66

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.16 14.73 3.70 0.00 14.10 RP
24
48 63.20 13.26 4.09 1.52 17.14 RP
72
96 65.58 12.40 5.22 3.69 22.83 R
120 66.44 11.46 5.89 5.12 27.20 R
∆ 3.28 3.27 2.19

Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.59 19.72 5.03 0.00 14.31 RP
24 57.71 18.51 6.43 1.85 19.16 RP
48
72 58.55 16.57 7.02 3.85 22.96 R
96
120 60.40 16.32 7.61 5.11 25.00 R
∆ 2.81 3.40 2.58

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.40 15.50 4.12 0.00 14.89 RP
24
48 62.61 13.61 4.70 1.99 19.05 RP
72
96 65.31 12.76 5.41 4.20 22.98 R
120 65.49 12.11 5.69 4.85 25.17 R
∆ 3.09 3.39 1.57

131
 
Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.11 20.34 4.35 0.00 12.07 RP
24 57.64 18.33 5.40 2.33 16.41 RP
48
72 59.39 16.70 6.33 4.73 20.76 RP
96
120 59.40 15.96 6.79 5.51 23.05 R
∆ 2.29 4.38 2.44

132
 
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tahapan ekstraksi antosianin dari kelopak kering bunga rosela
(Hibiscus sabdariffa L.)

50g kelopak kering


bunga rosela

250ml Penghancuran dengan


akuades blender

250ml Maserasi
akuades (24 jam, suhu ruang, ruang gelap)

Penyaringan dengan
saringan dan kain saring

Ampas
Filtrat
(hancuran
(ekstrak cair antosianin)
bunga rosela)

Etanol 95% Penyaringan dengan


Gum
(1/2 volume filtrat) penyaring vakum

Pemekatan dengan
evaporator vakum (suhu 40⁰C)

Ekstrak pekat
Pelarut
antosianin rosela

88
 
Lampiran 2. Perhitungan rendemen dan total padatan ekstrak antosianin rosela

Dari 2kg kelopak kering bunga rosela yang diekstrak dengan


menggunakan pelarut air diperoleh 616.81g ekstrak antosianin rosela. Maka
rendemen ekstrak antosianin rosela yang diperoleh adalah sebesar:
rendemen = 616.81g x 1kg x 100% = 30.84%
2kg x 1000g
Penentuan Total padatan ekstrak antosianin rosela:
Bobot (g)
Cawan +
Ulangan Cawan
Ekstrak ekstrak
kosong
kering
1 5.3420 2.0200 6.8007
2 4.9960 2.0676 6.4891

• Ulangan 1
Bobot ekstrak kering = (6.8007 – 5.3420)g = 1.4587g
Kadar air (% basis basah) = (2.0200 - 1.4587)g x 100% = 27.79%
2.0200g
Total padatan = (100 – 27.79)% = 72.21%
• Ulangan 2
Bobot ekstrak kering = (6.4891 – 4.9960)g = 1.4931g
Kadar air (% basis basah) = (2.0676 - 1.4931)g x 100% = 27.78%
2.0676g
Total padatan = (100 – 27.78)% = 72.22%

Total padatan ekstrak antosianin rosela = (72.22 ± 0.007)%

RSD analisis = 100 SD = (100)(0.007) = 0.01


X 72.22
RSD hitung = 2 ^ (1 - 0.5 log c)
= 2 ^ (1 – 0.5 log 72.22 x 10-2) = 2.10
RSD analisis < RSD hitung Æ data diterima

89
 
Lampiran 3. Pengukuran derajat keasaman (pH) ekstrak antosianin rosela

Pengukuran derajat keasaman dilakukan menggunakan alat pH meter.


Sebelum digunakan, alat distandarisasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.
Sebanyak ± 0.1g ekstrak antosianin rosela dilarutkan dalam 10ml akuades,
kemudiaan dilakukan pembacaan nilai pH ekstrak setelah diperoleh nilai pH tetap.  

Berat ekstrak
pH1 pH2 pHrata-rata
Duplo (g)
1 0.1106 2.53 2.52 2.53

2 0.1201 2.56 2.56 2.56

pH ekstrak antosianin rosela = 2.54 ± 0.02

RSD analisis = 100 SD = (100)(0.02) = 0.79


X 2.54
RSD hitung = 2 ^ (1 - 0.5 log c)
= 2 ^ (1 – 0.5 log 2.54) = 1.74
RSD analisis < RSD hitung Æ data diterima

90
 
Lampiran 4. Penentuan total antosianin ekstrak

±0.2g ekstrak antosianin rosela dilarutkan dalam 50ml larutan pengekstrak


(metanol (26.4M) : HCl (1 N) = 98 : 2) kemudian didiamkan selama 24 jam dalam
ruang gelap pada suhu 4⁰C dan diukur absorbansi pada panjang gelombang
543nm.

Berat ekstrak Absorbansi (λ 543nm)


Ulangan
(g) A1 A2 Arata-rata
1 0.2022 0.704 0.704 0.704
2 0.2215 0.802 0.802 0.802

• Ulangan 1
A=εxbxc
0.704 = 2.9.104l/mol.cm x 1.1cm x c
c = 2.2069x10-5mol/l
Total antosianin (mg/g ekstrak) = c x BM x V x FP
m
-5
= 2.2069x10 mol/l x 501g/mol x 50ml x 1 x1l x 1000mg
0.2022g x 1000ml x 1g
= 2.7341mg/g
• Ulangan 2
A=εxbxc
0.820 = 2.9.104l/mol.cm x 1.1cm x c
c = 2.5141x10-5mol/l
Total antosianin (mg/g ekstrak) = c x BM x V x FP
m
-5
= 2.5141x10 mol/l x 501g/mol x 50ml x 1 x 1l x 1000mg
0.2215g x 1000ml x 1g
= 2.8432mg/g
Total antosianin ekstrak = (2.7886 ± 0.0771)mg/g

RSD analisis = 100 SD = (100)(0.0771) = 2.7648


X 2.7786
RSD hitung = 2 ^ (1 - 0.5 log c)
= 2 ^ (1 – 0.5 log 2.7886x10-3) = 4.8477
RSD analisis < RSD hitung Æ data diterima

91
 
Lampiran 5. Pembuatan larutan stok ekstrak antosianin rosela dan penentuan total
antosianin larutan stok

Larutan stok antosianin rosela dibuat dengan melarutkan 25.6393g ekstrak


antosianin rosela ke dalam air minum dalam kemasan dan ditepatkan volumenya
dalam labu takar 250ml dengan air minum dalam kemasan hingga diperoleh
250ml larutan stok. Kemudian dilakukan perhitungan total antosianin yang
terkandung dalam larutan stok antosianin rosela tersebut.
Analisis total antosianin larutan stok dilakukan dengan memipet 1-2ml
larutan stok. dilarutkan dalamlarutan pengekstrak (metanol (26.4M) : HCl (1N) =
98 : 2) hingga mencapai volume 50ml, kemudian didiamkan selama 24 jam dalam
ruang gelap pada suhu 4⁰C dan diukur absorbansi pada panjang gelombang
543nm.

Volume Absorbansi (λ 543nm)


Ulangan larutan stok
(ml) A1 A2 Arata-rata
1 1ml 0.344 0.343 0.344
2 2ml 0.666 0.666 0.666

• Ulangan 1
A=εxbxc
0.344 = 2.9x104 l/mol.cm x 1.1cm x c
c = 1.0752x10-5mol/l
Total antosianin (mg/ml) = c x BM x V x FP
m
= 1.0752x10-5mol/l x 501g/mol x 50ml x 1 x 1L x 1000mg
1ml x 1000ml x 1g
= 0.2693mg/g
• Ulangan 2
A=εxbxc
0.666 = 2.9.104l/mol.cm x 1.1cm x c
c = 2.0878x10-5mol/l
Total antosianin (mg/g ekstrak) = c x BM x V x FP
m

92
 
= 2.0878x10-5mol/l x 501g/mol x 50ml x 1 x 1l x 1000mg
2ml x 1000ml x 1g
= 0.2615mg/ml

Total antosianin ekstrak = (0.2654 ± 0.0055)mg/ml

RSD analisis = 100 SD = (100)(0.0055) = 2.07


X 0.2654
RSD hitung = 2 ^ (1 - 0.5 log c)
= 2 ^ (1 – 0.5 log 0.26542) = 2.44
RSD analisis < RSD hitung Æ data diterima

93
 
Lampiran 6. Perhitungan konsentrasi antosianin dan rosmarinic acid dalam model
minuman ringan

Volume model minuman ringan = 100ml = 0.1l


• Antosianin (delfinidin 3-glukosida Æ BM = 501g/mol)
Molaritas antosianin = 3.10-5M = 3.10-5mol/l
Mol (n) antosianin Æ n = M x V
= 3x10-5mol/l x 0.1l = 3x10-6mol
Gram (m) antosianin Æ m = n x BM
= 3x10-6mol x 501g/mol = 1.503x10-3g
Total antosianin dalam larutan stok = 0.2654mg/ml = 0.2654.10-3g/ml
Volume larutan stok yang dibutuhkan = 1.503x10-3g/ 0.2654.10-3g/ml
= 5.6631ml ≈ 5.70ml
• Rosmarinic acid Æ BM = 360.31g/mol
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:20
Molaritas rosmarinic acid = 20 x konsentrasi antosianin
= 20 x 3x10-5M = 6x10-4M = 6x10-4mol/l
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 6x10-4mol/l x 0.1l = 6x10-5mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 6x10-5mol x 360.31g/mol = 0.0216g
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:40
Molaritas rosmarinic acid = 40 x konsentrasi antosianin
= 40 x 3x10-5M = 1.2x10-3M = 1.2x10-3mol/l
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 1.2x10-3mol/l x 0.1l = 1.2x10-4mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 1.2x10-4mol x 360.31g/mol = 0.0432g
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:60
Molaritas rosmarinic acid = 60 x konsentrasi antosianin
= 60 x 3x10-5M = 1.8x10-3M = 1.8x10-3mol/l

94
 
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 1.8x10-3mol/l x 0.1l = 1.8x10-4mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 1.8x10-4mol x 360.31g/mol = 0.0648g
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:80
Molaritas rosmarinic acid = 80 x konsentrasi antosianin
= 80 x 3x10-5M = 2.4x10-3M = 2.4x10-3mol/l
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 2.4x10-3mol/l x 0.1l = 2.4x10-4mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 2.4x10-4mol x 360.31g/mol = 0.0865g
9 Untuk formula model minuman kopigmentasi 1:100
Molaritas rosmarinic acid = 100 x konsentrasi antosianin
= 100 x 3x10-5M = 3x10-3M = 3x10-3mol/l
Mol (n) rosmarinic acid Æ n = M x V
= 3x10-3mol/l x 0.1l = 3x10-4mol
Gram (m) rosmarinic acid Æ m = n x BM
= 3x10-4mol x 360.31g/mol = 0.1081g

95
 
Lampiran 7. Penentuan panjang gelombang maksimum model minuman ringan

Panjang Panjang Absorbansi


Absorbansi
gelombang (nm) gelombang (nm)

510 0.502
410 0.438

520 0.517
420 0.403

530 0.506
430 0.381

540 0.451
440 0.366

550 0.377
450 0.358

560 0.291
460 0.356

570 0.211
470 0.366

580 0.150
480 0.391

590 0.108
490 0.429

600 0.078
500 0.469

0,600

0,500

0,400
Absorbansi

0,300

0,200

0,100

0,000
410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 590 600
Panjang gelombang (nm)

96
 
Lampiran 8. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 40⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.416 100.000 0.0000 0.390 100.000 0.0000
75 0.413 99.279 -0.0072 0.387 99.231 -0.0077
150 0.412 99.038 -0.0097 0.384 98.462 -0.0155
225 0.409 98.317 -0.0170 0.384 98.462 -0.0155
300 0.408 98.077 -0.0194 0.384 98.462 -0.0155
375 0.406 97.596 -0.0243 0.381 97.692 -0.0233
450 0.406 97.596 -0.0243 0.381 97.692 -0.0233
525 0.406 97.596 -0.0243 0.380 97.436 -0.0260

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.446 100.000 0.0000 0.447 100.000 0.0000
75 0.444 99.552 -0.0045 0.446 99.776 -0.0022
150 0.442 99.103 -0.0090 0.445 99.553 -0.0045
225 0.440 98.655 -0.0090 0.444 99.329 -0.0067
300 0.438 98.206 -0.0135 0.442 98.881 -0.0112
375 0.436 97.758 -0.0181 0.440 98.434 -0.0158
450 0.436 97.758 -0.0227 0.439 98.210 -0.0181
525 0.433 97.085 -0.0227 0.437 97.763 -0.0226

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.510 100.000 0.0000 0.486 100.000 0.0000
75 0.508 99.608 -0.0039 0.486 100.000 0.0000
150 0.508 99.608 -0.0039 0.483 99.383 -0.0062
225 0.505 99.020 -0.0099 0.482 99.177 -0.0083
300 0.504 98.824 -0.0118 0.482 99.177 -0.0083
375 0.502 98.431 -0.0158 0.480 98.765 -0.0124
450 0.500 98.039 -0.0198 0.477 98.148 -0.0187
525 0.499 97.843 -0.0218 0.476 97.942 -0.0208

97
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.538 100.000 0.0000 0.528 100.000 0.0000
75 0.536 99.628 -0.0037 0.525 99.432 -0.0057
150 0.533 99.071 -0.0093 0.521 98.674 -0.0133
225 0.534 99.257 -0.0075 0.520 98.485 -0.0153
300 0.532 98.885 -0.0112 0.518 98.106 -0.0191
375 0.530 98.513 -0.0150 0.518 98.106 -0.0191
450 0.528 98.141 -0.0188 0.516 97.727 -0.0230
525 0.527 97.955 -0.0207 0.516 97.727 -0.0230

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.548 100.000 0.0000 0.546 100.000 0.0000
75 0.548 100.000 0.0000 0.544 99.634 -0.0037
150 0.546 99.635 -0.0037 0.544 99.634 -0.0037
225 0.543 99.088 -0.0092 0.542 99.267 -0.0074
300 0.544 99.270 -0.0073 0.539 98.718 -0.0129
375 0.544 99.270 -0.0073 0.537 98.352 -0.0166
450 0.542 98.905 -0.0110 0.536 98.168 -0.0185
525 0.535 97.628 -0.0240 0.534 97.802 -0.0222

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.578 101.404 0.0000 0.586 100.000 0.0000
75 0.572 100.351 -0.0104 0.583 99.488 -0.0051
150 0.570 100.000 -0.0139 0.580 98.976 -0.0103
225 0.568 99.649 -0.0175 0.579 98.805 -0.0120
300 0.567 99.474 -0.0192 0.576 98.294 -0.0172
375 0.566 99.298 -0.0210 0.574 97.952 -0.0207
450 0.562 98.596 -0.0281 0.572 97.611 -0.0242
525 0.560 98.246 -0.0316 0.571 97.440 -0.0259

98
 
Lampiran 9. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 40⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 65.35 13.72 3.69 0.00 15.05 RP
75 64.66 13.31 3.65 0.80 15.34 RP
150
225 65.46 13.69 3.84 0.19 15.67 RP
300
375 65.81 13.25 3.48 0.69 14.72 RP
450
525 66.20 12.60 4.07 1.46 17.90 RP
∆ 0.85 1.12 0.38
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 64.36 14.65 4.21 0.00 16.03 RP
75
150 64.99 14.26 3.73 0.00 14.66 RP
225
300 65.21 13.75 4.22 0.74 17.06 RP
375
450 65.24 13.55 4.52 1.09 18.45 RP
525 66.05 12.56 4.47 2.14 19.59 RP
∆ 1.69 2.09 0.26

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.51 14.87 3.68 0.00 13.90 RP
75 64.40 14.85 3.80 0.90 14.35 RP
150
225 64.40 14.84 4.00 0.95 15.09 RP
300
375 64.61 14.61 4.30 1.29 16.40 RP
450
525 64.12 14.28 4.33 1.07 16.87 RP
∆ 0.61 0.59 0.65

99
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.39 15.99 4.33 0.00 15.15 RP
75
150 63.77 15.06 3.62 0.00 13.52 RP
225
300 64.24 14.84 4.49 1.01 16.83 RP
375
450 64.61 14.66 4.46 1.25 16.92 RP
525 64.62 14.45 4.58 1.42 17.59 RP
∆ 1.23 1.54 0.25

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.99 16.30 4.49 0.00 15.40 RP
75 63.28 15.97 4.02 0.64 14.13 RP
150
225 63.71 15.26 3.60 1.55 13.27 RP
300
375 63.86 15.24 4.43 1.37 16.21 RP
450
525 63.88 15.17 4.56 1.44 16.73 RP
∆ 0.89 1.13 0.07

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.46 16.8 4.51 1.01 15.03 RP
75
150 63.13 16.27 3.97 0.00 13.71 RP
225
300 63.51 15.56 4.93 1.25 17.58 RP
375
450 63.66 14.91 4.65 1.61 17.32 RP
525 63.89 14.56 4.42 1.92 16.89 RP
∆ 1.43 2.24 0.09

100
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.06 17.07 4.41 0.00 14.49 RP
75 62.60 16.75 4.13 0.69 13.85 RP
150
225 62.63 16.60 4.16 0.78 14.07 RP
300
375 63.16 15.74 4.48 1.73 15.89 RP
450
525 63.51 15.65 4.64 2.04 16.51 RP
∆ 1.45 1.42 0.23

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.27 16.81 4.21 1.06 14.06 RP
75
150 62.32 16.94 4.14 0.00 13.73 RP
225
300 62.80 16.06 4.70 1.15 16.31 RP
375
450 63.03 15.62 4.52 1.55 16.14 RP
525 63.13 15.49 4.63 1.73 16.64 RP
∆ 1.86 1.32 0.42

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.13 18.69 3.95 0.00 11.93 RP
60 61.40 17.88 4.66 1.11 14.61 RP
120
180 61.70 16.53 4.72 2.36 15.94 RP
240
300 61.82 15.17 5.21 3.80 18.95 RP
360
420 62.01 15.58 5.51 3.59 19.48 RP
∆ 0.88 3.11 1.56

101
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.01 18.74 3.73 0.00 11.26 RP
60
120 61.66 17.17 4.10 1.74 13.43 RP
180
240 61.86 16.96 4.63 2.17 15.27 RP
300
360 62.45 14.92 4.83 4.23 17.94 RP
420 62.92 14.04 5.59 5.40 21.71 R
∆ 1.91 4.70 1.86

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.02 18.79 4.01 0.00 12.05 RP
60 61.35 17.98 4.39 0.95 13.72 RP
120
180 61.62 17.02 4.63 1.97 15.22 RP
240
300 61.76 15.67 5.17 3.41 18.26 RP
360
420 61.92 14.31 5.84 4.92 22.20 R
∆ 0.90 4.48 1.83

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.72 19.16 4.02 0.00 11.85 RP
60
120 61.46 17.90 4.11 1.46 12.93 RP
180
240 61.68 17.39 4.29 2.03 13.86 RP
300
360 62.19 16.68 4.77 2.98 15.96 RP
420 62.58 15.86 5.76 4.17 19.96 RP
∆ 1.86 3.30 1.74

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)

102
 
Lampiran 10. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 50⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.486 100.000 0.0000 0.498 100.000 0.0000
60 0.479 98.560 -0.0145 0.484 97.189 -0.0285
120 0.469 96.502 -0.0356 0.480 96.386 -0.0368
180 0.455 93.621 -0.0659 0.468 93.976 -0.0621
240 0.441 90.741 -0.0972 0.451 90.562 -0.0991
300 0.437 89.918 -0.1063 0.443 88.956 -0.1170
360 0.420 86.420 -0.1460 0.439 88.153 -0.1261
420 0.417 85.802 -0.1531 0.416 83.534 -0.1799

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.516 100.000 0.0000 0.500 100.000 0.0000
60 0.508 98.450 -0.0156 0.508 101.600 0.0159
120 0.503 97.481 -0.0255 0.502 100.400 0.0040
180 0.500 96.899 -0.0315 0.499 99.800 -0.0020
240 0.497 96.318 -0.0375 0.493 98.600 -0.0141
300 0.490 94.961 -0.0517 0.482 96.400 -0.0367
360 0.486 94.186 -0.0599 0.473 94.600 -0.0555
420 0.473 91.667 -0.0870 0.470 94.000 -0.0619

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.538 100.000 0.0000 0.526 100.000 0.0000
60 0.528 98.141 -0.0188 0.512 97.338 -0.0270
120 0.521 96.840 -0.0321 0.507 96.388 -0.0368
180 0.519 96.468 -0.0360 0.506 96.198 -0.0388
240 0.519 96.468 -0.0360 0.496 94.297 -0.0587
300 0.514 95.539 -0.0456 0.495 94.106 -0.0607
360 0.506 94.052 -0.0613 0.493 93.726 -0.0648
420 0.495 92.007 -0.0833 0.480 91.255 -0.0915

103
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.567 100.000 0.0000 0.538 100.000 0.0000
60 0.559 98.589 -0.0142 0.545 101.301 0.0129
120 0.558 98.413 -0.0160 0.535 99.442 -0.0056
180 0.551 97.178 -0.0286 0.527 97.955 -0.0207
240 0.548 96.649 -0.0341 0.519 96.468 -0.0360
300 0.536 94.533 -0.0562 0.518 96.283 -0.0379
360 0.534 94.180 -0.0600 0.515 95.725 -0.0437
420 0.530 93.474 -0.0675 0.506 94.052 -0.0613

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.580 102.655 0.0000 0.568 100.000 0.0000
60 0.574 101.593 -0.0104 0.561 98.768 -0.0124
120 0.565 100.000 -0.0262 0.559 98.415 -0.0160
180 0.564 98.966 -0.0280 0.553 97.359 -0.0268
240 0.562 97.414 -0.0315 0.551 97.007 -0.0304
300 0.556 97.241 -0.0423 0.550 96.831 -0.0322
360 0.547 96.897 -0.0586 0.537 94.542 -0.0561
420 0.543 95.862 -0.0659 0.526 92.606 -0.0768

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(menit) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.604 100.000 0.0000 0.585 100.000 0.0000
60 0.601 99.503 -0.0050 0.579 98.974 -0.0103
120 0.597 98.841 -0.0117 0.573 97.949 -0.0207
180 0.583 96.523 -0.0354 0.571 97.607 -0.0242
240 0.579 95.861 -0.0423 0.566 96.752 -0.0330
300 0.577 95.530 -0.0457 0.557 95.214 -0.0490
360 0.575 95.199 -0.0492 0.551 94.188 -0.0599
420 0.571 94.536 -0.0562 0.549 93.846 -0.0635

104
 
Lampiran 11. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 50⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.26 15.28 3.74 0.00 13.75 RP
60 63.68 15.66 4.01 0.63 14.36 RP
120
180 64.18 15.26 4.44 1.16 16.22 RP
240
300 64.21 15.25 4.98 1.56 18.08 RP
360
420 64.26 13.66 5.10 2.34 20.47 R
∆ 1.00 1.62 1.36

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.35 16.19 3.73 0.00 12.97 RP
60
120 63.82 15.91 3.93 0.58 13.88 RP
180
240 63.99 14.88 4.19 1.53 15.73 RP
300
360 64.53 14.71 4.64 2.10 17.51 RP
420 64.57 13.34 5.78 3.72 23.43 R
∆ 1.22 2.85 2.05

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.12 16.98 3.77 0.00 12.52 RP
60 62.26 16.41 3.90 0.60 13.37 RP
120
180 62.96 16.32 4.12 1.12 14.17 RP
240
300 63.01 15.68 4.33 1.67 15.44 RP
360
420 63.36 14.90 6.13 3.38 22.36 R
∆ 1.24 2.08 2.36

105
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.85 16.82 3.90 0.00 13.05 RP
60
120 63.15 16.17 3.92 0.72 13.63 RP
180
240 63.43 15.96 4.07 1.05 14.31 RP
300
360 63.73 15.35 4.51 1.82 16.37 RP
420 63.75 14.76 5.84 2.97 21.59 R
∆ 0.90 2.06 1.94

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.83 17.61 3.60 0.00 11.55 RP
60 62.33 17.08 4.22 0.96 13.88 RP
120
180 62.85 16.34 4.92 2.10 16.76 RP
240
300 62.92 16.06 4.50 2.10 15.65 RP
360
420 63.40 15.45 5.68 3.38 20.19 R
∆ 1.57 2.16 2.08

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.20 17.44 3.98 0.00 12.86 RP
60
120 62.42 16.92 4.00 0.56 13.30 RP
180
240 62.21 16.53 4.02 0.91 13.67 RP
300
360 62.70 16.20 4.57 1.46 15.75 RP
420 63.19 15.57 5.21 2.45 18.50 RP
∆ 0.99 1.87 1.23

 
 
 
 
 
 

106
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.20 17.71 3.94 0.00 12.54 RP
60 61.45 17.18 4.00 0.59 13.11 RP
120
180 62.48 16.84 4.49 1.64 14.93 RP
240
300 62.84 15.57 5.20 2.98 18.47 RP
360
420 62.93 15.54 5.62 3.24 19.88 RP
∆ 1.73 2.17 1.68

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.44 18.6 4.01 0.00 12.17 RP
60
120 61.82 17.70 4.41 1.06 13.99 RP
180
240 62.36 17.65 4.57 1.44 14.52 RP
300
360 62.39 14.94 4.74 3.85 17.60 RP
420 62.61 15.10 5.30 3.91 19.34 RP
∆ 1.17 3.50 1.29

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.13 18.69 3.95 0.00 11.93 RP
60 61.40 17.88 4.66 1.11 14.61 RP
120
180 61.70 16.53 4.72 2.36 15.94 RP
240
300 61.82 15.17 5.21 3.80 18.95 RP
360
420 62.01 15.58 5.51 3.59 19.48 RP
∆ 0.88 3.11 1.56

107
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.01 18.74 3.73 0.00 11.26 RP
60
120 61.66 17.17 4.10 1.74 13.43 RP
180
240 61.86 16.96 4.63 2.17 15.27 RP
300
360 62.45 14.92 4.83 4.23 17.94 RP
420 62.92 14.04 5.59 5.40 21.71 R
∆ 1.91 4.70 1.86

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.02 18.79 4.01 0.00 12.05 RP
60 61.35 17.98 4.39 0.95 13.72 RP
120
180 61.62 17.02 4.63 1.97 15.22 RP
240
300 61.76 15.67 5.17 3.41 18.26 RP
360
420 61.92 14.31 5.84 4.92 22.20 R
∆ 0.90 4.48 1.83

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.72 19.16 4.02 0.00 11.85 RP
60
120 61.46 17.90 4.11 1.46 12.93 RP
180
240 61.68 17.39 4.29 2.03 13.86 RP
300
360 62.19 16.68 4.77 2.98 15.96 RP
420 62.58 15.86 5.76 4.17 19.96 R
∆ 1.86 3.30 1.74

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)

108
 
Lampiran 12. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 60⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.636 100.000 0.0000 0.489 100.000 0.0000
45 0.619 97.327 -0.0271 0.471 96.319 -0.0375
90 0.600 94.340 -0.0583 0.459 93.865 -0.0633
135 0.589 92.610 -0.0768 0.444 90.798 -0.0965
180 0.562 88.365 -0.1237 0.424 86.708 -0.1426
225 0.529 83.176 -0.1842 0.406 83.027 -0.1860
270 0.502 78.931 -0.2366 0.387 79.141 -0.2339
315 0.494 77.673 -0.2527 0.375 76.687 -0.2654

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.671 100.000 0.0000 0.528 100.000 0.0000
45 0.664 98.957 -0.0105 0.494 93.561 -0.0666
90 0.654 97.466 -0.0257 0.472 89.394 -0.1121
135 0.634 94.486 -0.0567 0.469 88.826 -0.1185
180 0.609 90.760 -0.0970 0.456 86.364 -0.1466
225 0.582 86.736 -0.1423 0.443 83.902 -0.1755
270 0.570 84.948 -0.1631 0.426 80.682 -0.2147
315 0.552 82.265 -0.1952 0.414 78.409 -0.2432

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.694 100.000 0.0000 0.547 100.000 0.0000
45 0.661 95.245 -0.0487 0.510 93.236 -0.0700
90 0.678 97.695 -0.0233 0.493 90.128 -0.1039
135 0.646 93.084 -0.0717 0.485 88.665 -0.1203
180 0.630 90.778 -0.0968 0.475 86.837 -0.1411
225 0.601 86.599 -0.1439 0.464 84.826 -0.1646
270 0.594 85.591 -0.1556 0.456 83.364 -0.1820
315 0.583 84.006 -0.1743 0.448 81.901 -0.1997

109
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.718 100.000 0.0000 0.577 100.000 0.0000
45 0.687 95.682 -0.0441 0.548 94.974 -0.0516
90 0.698 97.214 -0.0283 0.527 91.334 -0.0906
135 0.671 93.454 -0.0677 0.512 88.735 -0.1195
180 0.653 90.947 -0.0949 0.511 88.562 -0.1215
225 0.629 87.604 -0.1323 0.500 86.655 -0.1432
270 0.618 86.072 -0.1500 0.494 85.615 -0.1553
315 0.617 85.933 -0.1516 0.486 84.229 -0.1716

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.735 100.000 0.0000 0.596 100.000 0.0000
45 0.730 99.320 -0.0068 0.569 95.470 -0.0464
90 0.733 99.728 -0.0027 0.531 89.094 -0.1155
135 0.707 96.190 -0.0388 0.529 88.758 -0.1193
180 0.692 94.150 -0.0603 0.528 88.591 -0.1211
225 0.667 90.748 -0.0971 0.521 87.416 -0.1345
270 0.652 88.707 -0.1198 0.510 85.570 -0.1558
315 0.650 88.435 -0.1229 0.504 84.564 -0.1677

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.739 100.000 0.0000 0.604 100.000 0.0000
45 0.736 99.594 -0.0041 0.581 96.192 -0.0388
90 0.728 98.512 -0.0150 0.559 92.550 -0.0774
135 0.714 96.617 -0.0344 0.547 90.563 -0.0991
180 0.704 95.264 -0.0485 0.540 89.404 -0.1120
225 0.690 93.369 -0.0686 0.536 88.742 -0.1194
270 0.668 90.392 -0.1010 0.527 87.252 -0.1364
315 0.657 88.904 -0.1176 0.521 86.258 -0.1478

110
 
Lampiran 13. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 60⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.57 15.92 6.27 0.00 21.50 R
45 62.41 13.13 5.62 2.99 23.17 R
90
135 62.94 13.66 6.69 2.68 26.09 R
180
225 64.51 10.77 7.12 5.99 33.47 R
270
315 64.58 10.14 7.50 6.63 36.49 R
∆ 3.01 5.78 1.23

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.69 18.53 8.31 0.00 24.15 R
45
90 59.05 17.79 8.44 0.83 25.38 R
135
180 60.75 14.97 8.78 4.14 30.39 R
225
270 61.14 14.36 9.46 4.97 33.38 R
315 62.25 13.54 9.61 6.27 35.37 R
∆ 3.56 4.99 1.30

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.07 14.76 5.18 0.00 19.34 RP
45 62.09 14.92 5.89 0.73 21.54 R
90
135 62.10 14.20 6.00 0.99 22.91 R
180
225 62.97 13.80 6.56 1.91 25.42 R
270
315 63.72 12.00 6.46 3.46 28.30 R
∆ 1.65 2.76 1.28

111
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.41 18.6 7.38 0.97 21.64 R
45
90 59.41 16.91 8.04 2.07 25.43 R
135
180 60.31 16.75 8.41 2.84 26.66 R
225
270 60.34 16.71 8.54 2.94 27.07 R
315 61.05 15.52 8.99 4.36 30.08 R
∆ 1.65 2.76 1.28

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.41 15.94 5.45 0.00 18.88 RP
45 61.30 15.67 5.97 0.60 20.86 RP
90
135 61.98 13.61 6.23 2.52 24.60 R
180
225 62.62 13.76 6.30 2.63 24.60 R
270
315 62.21 13.32 6.79 3.05 27.01 R
∆ 0.80 2.62 1.34

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.51 18.17 7.44 0.00 22.27 R
45
90 58.75 18.97 7.73 0.88 22.17 R
135
180 59.14 17.48 8.44 1.37 25.77 R
225
270 60.48 16.51 8.58 2.82 27.46 R
315 60.24 16.72 9.30 2.92 29.08 R
∆ 1.73 1.45 1.86

112
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.62 14.75 4.78 0.00 17.96 RP
45 60.69 16.16 5.06 1.71 17.39 RP
90
135 61.68 14.79 6.02 1.24 22.15 R
180
225 62.05 14.35 6.19 1.53 23.33 R
270
315 62.27 13.70 6.45 2.08 25.21 R
∆ 0.65 1.05 1.67

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.42 19.21 7.35 0.00 20.94 RP
45
90 58.51 18.51 7.49 1.30 22.03 R
135
180 59.02 18.02 8.27 2.20 24.65 R
225
270 59.33 17.78 8.84 2.81 26.44 R
315 59.36 17.25 8.78 3.11 26.98 R
∆ 1.94 1.96 1.43

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.53 16.03 5.36 0.00 18.49 RP
45 60.88 15.97 5.75 0.53 19.80 RP
90
135 61.52 15.47 6.11 1.36 21.55 R
180
225 61.87 14.54 6.15 2.15 22.93 R
270
315 61.61 14.68 6.84 2.28 24.98 R
∆ 1.08 1.35 1.48

113
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.29 18.27 7.37 0.00 21.97 R
45
90 58.34 17.92 7.54 0.39 22.82 R
135
180 58.46 18.75 8.51 1.25 24.41 R
225
270 59.18 17.54 8.53 1.63 25.93 R
315 59.60 17.26 8.75 2.15 26.88 R
∆ 1.31 1.01 1.38

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.78 16.32 5.58 0.00 18.88 RP
45 60.26 16.58 5.98 0.68 19.83 RP
90
135 61.19 15.50 6.15 1.73 21.64 R
180
225 61.16 14.93 6.23 2.06 22.65 R
270
315 61.82 13.98 6.36 3.20 24.46 R
∆ 2.04 2.34 0.78

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 56.95 19.25 7.7 0.00 21.80 R
45
90 57.52 18.44 7.87 1.00 23.11 R
135
180 58.22 17.69 8.49 2.16 25.64 R
225
270 58.55 18.02 8.80 2.30 26.03 R
315 58.67 17.45 8.91 2.77 27.05 R
∆ 1.72 1.80 1.21

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)

114
 
Lampiran 14. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 70⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.621 100.000 0.0000 0.510 100.000 0.0000
30 0.608 97.907 -0.0212 0.487 95.490 -0.0461
60 0.604 97.262 -0.0278 0.480 94.118 -0.0606
90 0.584 94.042 -0.0614 0.462 90.588 -0.0988
120 0.539 86.795 -0.1416 0.434 85.098 -0.1614
150 0.486 78.261 -0.2451 0.381 74.706 -0.2916
180 0.473 76.167 -0.2722 0.369 72.353 -0.3236
210 0.407 65.539 -0.4225 0.343 67.255 -0.3967

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.648 100.000 0.0000 0.544 100.000 0.0000
30 0.647 99.846 -0.0015 0.505 92.831 -0.0744
60 0.639 98.611 -0.0140 0.495 90.993 -0.0944
90 0.612 94.444 -0.0572 0.489 89.890 -0.1066
120 0.593 91.512 -0.0887 0.472 86.765 -0.1420
150 0.574 88.580 -0.1213 0.466 85.662 -0.1548
180 0.551 85.031 -0.1622 0.447 82.169 -0.1964
210 0.532 82.099 -0.1972 0.426 78.309 -0.2445

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.664 100.000 0.0000 0.558 100.000 0.0000
30 0.653 98.343 -0.0167 0.548 98.208 -0.0181
60 0.648 97.590 -0.0244 0.523 93.728 -0.0648
90 0.620 93.373 -0.0686 0.505 90.502 -0.0998
120 0.609 91.717 -0.0865 0.493 88.351 -0.1238
150 0.583 87.801 -0.1301 0.474 84.946 -0.1632
180 0.585 88.102 -0.1267 0.469 84.050 -0.1738
210 0.532 80.120 -0.2216 0.455 81.541 -0.2041

115
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.695 100.000 0.0000 0.570 100.000 0.0000
30 0.668 96.115 -0.0396 0.564 98.947 -0.0106
60 0.660 94.964 -0.0517 0.551 96.667 -0.0339
90 0.651 93.669 -0.0654 0.531 93.158 -0.0709
120 0.618 88.921 -0.1174 0.518 90.877 -0.0957
150 0.609 87.626 -0.1321 0.496 87.018 -0.1391
180 0.591 85.036 -0.1621 0.487 85.439 -0.1574
210 0.574 82.590 -0.1913 0.473 82.982 -0.1865

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.719 100.000 0.0000 0.609 100.000 0.0000
30 0.702 97.636 -0.0239 0.593 97.373 -0.0266
60 0.694 96.523 -0.0354 0.586 96.223 -0.0385
90 0.680 94.576 -0.0558 0.569 93.432 -0.0679
120 0.652 90.682 -0.0978 0.543 89.163 -0.1147
150 0.645 89.708 -0.1086 0.527 86.535 -0.1446
180 0.627 87.204 -0.1369 0.514 84.401 -0.1696
210 0.596 82.893 -0.1876 0.510 83.744 -0.1774

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.747 100.000 0.0000 0.617 100.000 0.0000
30 0.684 91.566 -0.0881 0.604 97.893 -0.0213
60 0.676 90.495 -0.0999 0.587 95.138 -0.0498
90 0.649 86.881 -0.1406 0.566 91.734 -0.0863
120 0.646 86.479 -0.1453 0.559 90.600 -0.0987
150 0.630 84.337 -0.1703 0.547 88.655 -0.1204
180 0.620 82.999 -0.1863 0.521 84.441 -0.1691
210 0.606 81.124 -0.2092 0.519 84.117 -0.1730

116
 
Lampiran 15. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 70⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.39 15.74 4.93 0.00 17.39 RP
30 63.61 13.47 5.20 2.59 21.11 R
60
90 64.53 9.68 6.30 6.57 33.06 R
120
150 66.62 6.71 6.76 10.14 45.21 R
180
210 67.63 4.81 6.78 12.26 54.65 YR
∆ 5.24 10.93 1.85

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.08 16.58 7.43 0.00 24.14 R
30
60 60.54 15.45 8.39 1.55 28.50 R
90
120 62.01 14.02 9.54 3.84 34.23 R
150
180 62.52 10.58 10.03 6.98 43.47 R
210 64.42 9.27 11.35 9.36 50.76 R
∆ 4.34 7.31 3.92

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.44 17.19 4.90 0.00 15.91 RP
30 61.64 15.28 5.16 1.94 18.66 RP
60
90 63.08 13.36 5.76 4.25 23.32 R
120
150 63.19 12.83 6.51 4.97 26.90 R
180
210 64.75 10.60 6.32 7.51 30.80 R
∆ 3.31 6.59 1.42

117
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.34 17.28 7.41 0.00 23.21 R
30
60 59.67 16.57 8.80 1.60 27.97 R
90
120 60.83 15.39 8.87 2.81 29.96 R
150
180 61.03 13.33 10.11 5.07 37.18 R
210 62.42 12.99 9.21 5.58 35.34 R
∆ 3.08 4.29 1.80

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.05 17.82 4.66 0.00 14.65 RP
30 61.91 15.86 4.94 2.72 17.30 RP
60
90 62.41 14.48 4.95 4.10 18.87 RP
120
150 62.93 13.61 5.62 5.19 22.44 R
180
210 64.91 10.51 6.00 8.88 29.72 R
∆ 4.86 7.31 1.34

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.80 17.57 7.24 0.00 22.39 R
30
60 58.45 17.47 8.07 1.06 24.79 R
90
120 59.48 15.12 8.84 3.37 30.31 R
150
180 59.79 14.76 9.60 4.17 33.04 R
210 61.69 13.97 9.58 5.79 34.44 R
∆ 3.89 3.60 2.34

118
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.53 17.87 4.51 0.00 14.16 RP
30 61.89 15.72 4.36 2.55 15.50 RP
60
90 62.11 15.52 5.49 3.00 19.48 RP
120
150 61.75 13.65 5.73 4.56 22.77 R
180
210 62.10 13.60 5.67 4.70 22.63 R
∆ 1.57 4.27 1.16

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.06 18.87 7.56 0.00 21.83 R
30
60 58.26 17.21 8.82 2.09 27.13 R
90
120 58.75 17.34 8.99 2.20 27.40 R
150
180 59.66 15.27 10.16 4.72 33.64 R
210 60.41 15.67 9.42 4.38 31.01 R
∆ 2.35 3.20 1.86

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.87 18.30 4.48 0.00 13.76 RP
30 59.78 17.02 4.91 1.35 16.09 RP
60
90 60.78 15.81 5.43 2.82 18.96 RP
120
150 61.20 16.30 6.22 2.97 20.89 R
180
210 62.08 15.03 6.04 4.24 21.89 R
∆ 2.21 3.27 1.56

119
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.05 18.40 7.46 0.00 22.07 R
30
60 58.43 17.55 8.51 1.93 25.87 R
90
120 58.74 15.85 8.62 3.27 28.54 R
150
180 59.70 15.12 9.62 4.74 32.47 R
210 59.77 14.81 9.47 4.93 32.60 R
∆ 2.72 3.59 2.01

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.57 18.74 4.71 0.00 14.11 RP
30 60.29 17.60 4.94 1.37 15.68 RP
60
90 61.06 16.58 5.70 2.80 18.97 RP
120
150 61.21 16.09 6.84 3.77 23.03 R
180
210 60.88 15.52 5.91 3.68 20.85 R
∆ 1.31 3.22 1.20

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.67 19.02 7.58 0.00 21.73 R
30
60 57.74 18.75 8.23 0.71 23.70 R
90
120 59.29 17.48 8.56 2.44 26.09 R
150
180 59.31 17.36 9.34 2.92 28.28 R
210 59.34 15.88 9.30 3.95 30.36 R
∆ 1.67 3.14 1.72

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)
YR = yellow-red (kuning-merah)

120
 
Lampiran 16. Data absorbansi model minuman ringan pada pemanasan suhu 80⁰C

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.477 100.000 0.0000 0.669 100.000 0.0000
15 0.429 89.937 -0.1061 0.622 92.975 -0.0728
30 0.410 85.954 -0.1514 0.587 87.743 -0.1308
45 0.380 79.665 -0.2273 0.555 82.960 -0.1868
60 0.371 77.778 -0.2513 0.518 77.429 -0.2558
75 0.324 67.925 -0.3868 0.489 73.094 -0.3134
90 0.284 59.539 -0.5185 0.444 66.368 -0.4100
105 0.267 55.975 -0.5803 0.417 62.332 -0.4727

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.521 100.000 0.0000 0.673 100.000 0.0000
15 0.456 87.524 -0.1333 0.622 92.422 -0.0788
30 0.443 85.029 -0.1622 0.592 87.964 -0.1282
45 0.422 80.998 -0.2107 0.546 81.129 -0.2091
60 0.402 77.159 -0.2593 0.537 79.792 -0.2257
75 0.388 74.472 -0.2947 0.522 77.563 -0.2541
90 0.387 74.280 -0.2973 0.513 76.226 -0.2715
105 0.371 71.209 -0.3395 0.504 74.889 -0.2892

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.547 100.000 0.0000 0.682 100.000 0.0000
15 0.459 83.912 -0.1754 0.621 91.056 -0.0937
30 0.437 79.890 -0.2245 0.596 87.390 -0.1348
45 0.432 78.976 -0.2360 0.585 85.777 -0.1534
60 0.422 77.148 -0.2594 0.563 82.551 -0.1918
75 0.400 73.126 -0.3130 0.539 79.032 -0.2353
90 0.385 70.384 -0.3512 0.524 76.833 -0.2635
105 0.384 70.201 -0.3538 0.515 75.513 -0.2809

121
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.570 100.000 0.0000 0.751 100.000 0.0000
15 0.456 80.000 -0.2231 0.675 89.880 -0.1067
30 0.454 79.649 -0.2275 0.664 88.415 -0.1231
45 0.452 79.298 -0.2320 0.641 85.353 -0.1584
60 0.448 78.596 -0.2408 0.640 85.220 -0.1599
75 0.439 77.018 -0.2611 0.635 84.554 -0.1678
90 0.420 73.684 -0.3054 0.620 82.557 -0.1917
105 0.395 69.298 -0.3668 0.600 79.893 -0.2245

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.596 100.000 0.0000 0.763 100.000 0.0000
15 0.490 82.215 -0.1958 0.685 89.777 -0.1078
30 0.468 78.523 -0.2418 0.665 87.156 -0.1375
45 0.462 77.517 -0.2547 0.646 84.666 -0.1665
60 0.456 76.510 -0.2677 0.641 84.010 -0.1742
75 0.450 75.503 -0.2810 0.640 83.879 -0.1758
90 0.444 74.497 -0.2944 0.627 82.176 -0.1963
105 0.436 73.154 -0.3126 0.606 79.423 -0.2304

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(menit) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.605 100.000 0.0000 0.790 100.000 0.0000
15 0.500 82.645 -0.1906 0.768 97.215 -0.0282
30 0.468 77.355 -0.2568 0.724 91.646 -0.0872
45 0.462 76.364 -0.2697 0.706 89.367 -0.1124
60 0.455 75.207 -0.2849 0.700 88.608 -0.1210
75 0.451 74.545 -0.2938 0.692 87.595 -0.1324
90 0.445 73.554 -0.3072 0.687 86.962 -0.1397
105 0.440 72.727 -0.3185 0.673 85.190 -0.1603

122
 
Lampiran 17. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pemanasan suhu 80⁰C

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.73 16.16 5.99 0.00 20.34 RP
15 61.09 14.75 8.01 2.81 28.50 R
30
45 61.12 13.51 9.19 4.38 34.22 R
60
75 62.44 10.68 10.07 7.35 43.32 R
90
105 64.07 8.00 10.52 10.29 52.75 YR
∆ 4.34 8.16 4.53

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.73 15.06 5.08 0.00 18.64 RP
15
30 63.50 12.85 5.80 2.92 24.29 R
45
60 65.07 10.25 6.46 6.02 32.22 R
75
90 66.64 5.84 7.60 10.75 52.46 YR
105 67.10 6.64 7.69 10.32 49.19 R
∆ 5.37 8.42 2.61

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.80 17.95 7.12 0.00 21.64 R
15 59.46 17.04 7.80 1.31 24.60 R
30
45 60.17 15.37 9.17 3.57 30.82 R
60
75 61.77 12.62 9.22 6.45 36.15 R
90
105 62.41 11.26 9.38 7.93 39.80 R
∆ 3.61 6.69 2.26

123
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.54 16.43 5.24 0.00 17.69 RP
15
30 62.59 13.39 4.85 3.24 19.91 RP
45
60 64.15 11.91 5.67 5.24 25.46 R
75
90 66.06 9.30 5.10 8.44 28.74 R
105 64.55 10.63 6.53 6.66 31.56 R
∆ 3.01 5.80 1.29

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.14 18.22 7.01 0.00 21.04 R
15 58.49 17.97 7.87 0.96 23.65 R
30
45 59.87 15.74 8.26 3.27 27.69 R
60
75 60.27 14.86 9.17 4.53 31.68 R
90
105 61.19 12.78 9.41 6.68 36.36 R
∆ 3.05 5.44 2.40

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.47 16.77 5.65 0.00 18.62 RP
15
30 63.14 14.10 5.56 3.15 21.52 R
45
60 62.87 13.73 6.46 3.44 25.20 R
75
90 64.30 11.58 7.68 6.25 33.55 R
105 63.96 11.20 7.15 6.28 32.55 R
∆ 2.49 5.57 1.50

124
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 56.95 18.76 7.58 0.00 22.00 R
15 57.10 17.60 7.89 1.21 24.15 R
30
45 58.72 16.09 8.65 3.38 28.26 R
60
75 58.73 15.30 9.66 4.41 32.27 R
90
105 59.76 13.99 9.98 6.03 35.50 R
∆ 2.81 4.77 2.40

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.47 17.08 4.76 0.00 15.57 RP
15
30 62.14 15.25 5.41 2.56 19.53 RP
45
60 62.52 13.76 5.60 3.99 22.15 R
75
90 63.62 12.44 6.49 5.87 27.55 R
105 64.31 10.83 6.62 7.57 31.44 R
∆ 3.84 6.25 1.86

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 56.69 19.57 7.22 0.00 20.25 RP
15 58.10 17.69 7.29 2.35 22.40 R
30
45 58.38 16.96 8.46 3.35 26.51 R
60
75 58.99 15.81 8.82 4.69 29.16 R
90
105 59.72 14.54 9.08 6.16 31.98 R
∆ 3.03 5.03 1.86

125
 
Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.33 17.51 5.81 0.00 18.36 RP
15
30 61.85 14.15 5.90 3.69 22.63 R
45
60 62.07 14.09 5.54 3.85 21.46 R
75
90 61.95 13.09 6.19 4.72 25.31 R
105 63.27 12.30 7.13 6.13 30.10 R
∆ 2.94 5.21 1.32

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 56.66 19.57 6.98 0.00 19.63 RP
15 57.60 18.33 7.29 1.59 21.69 R
30
45 57.93 18.33 8.61 2.41 25.16 R
60
75 59.02 16.07 8.78 4.59 28.65 R
90
105 59.80 14.53 9.00 6.27 31.77 R
∆ 3.14 5.04 2.02

Waktu Ulangan 2
(menit) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.15 17.80 6.07 0.00 18.83 RP
15
30 61.39 14.31 4.90 3.88 18.90 RP
45
60 61.29 14.21 6.24 3.77 23.71 R
75
90 62.59 13.48 7.90 5.29 30.37 R
105 62.74 12.52 6.84 5.93 28.65 R
∆ 2.59 5.28 0.77

RP = red-purple (merah-ungu)
R = red (merah)
YR = yellow-red (kuning-merah)

126
 
Lampiran 18. Data absorbansi model minuman ringan pada penyinaran UV

Model minuman kontrol

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.406 100.000 0.0000 0.475 100.000 0.0000
24 0.279 68.719 -0.3751 0.368 77.474 -0.2552
48 0.223 54.926 -0.5992 0.309 65.053 -0.4300
72 0.190 46.798 -0.7593 0.240 50.526 -0.6827
96 0.163 40.148 -0.9126 0.218 45.895 -0.7788
120 0.164 40.394 -0.9065 0.208 43.789 -0.8258

Model minuman kopigmentasi 1:20

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.413 100.000 0.0000 0.506 100.000 0.0000
24 0.37 89.588 -0.1099 0.451 89.130 -0.1151
48 0.331 80.145 -0.2213 0.411 81.225 -0.2079
72 0.322 77.966 -0.2489 0.394 77.866 -0.2502
96 0.304 73.608 -0.3064 0.373 73.715 -0.3050
120 0.288 69.734 -0.3605 0.347 68.577 -0.3772

Model minuman kopigmentasi 1:40

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
(jam) % ln % ln
A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.431 100.000 0.0000 0.543 100.000 0.0000
24 0.407 94.432 -0.0573 0.477 87.845 -0.1296
48 0.385 89.327 -0.1129 0.453 83.425 -0.1812
72 0.369 85.615 -0.1553 0.430 79.190 -0.2333
96 0.354 82.135 -0.1968 0.417 76.796 -0.2640
120 0.342 79.350 -0.2313 0.396 72.928 -0.3157

127
 
Model minuman kopigmentasi 1:60

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.442 100.000 0.0000 0.577 100.000 0.0000
24 0.417 94.344 -0.0582 0.515 89.255 -0.1137
48 0.391 88.462 -0.1226 0.488 84.575 -0.1675
72 0.388 87.783 -0.1303 0.471 81.629 -0.2030
96 0.383 86.652 -0.1433 0.446 77.296 -0.2575
120 0.359 81.222 -0.2080 0.433 75.043 -0.2871

Model minuman kopigmentasi 1:80

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.462 100.000 0.0000 0.616 100.000 0.0000
24 0.446 96.537 -0.0352 0.551 89.448 -0.1115
48 0.425 91.991 -0.0835 0.513 83.279 -0.1830
72 0.420 90.909 -0.0953 0.490 79.545 -0.2288
96 0.410 88.745 -0.1194 0.485 78.734 -0.2391
120 0.393 85.065 -0.1618 0.469 76.136 -0.2726

Model minuman kopigmentasi 1:100

Ulangan 1 Ulangan 2
Waktu
% ln % ln
(jam) A A
(At/A0) (At/A0) (At/A0) (At/A0)
0 0.488 100.000 0.0000 0.656 100.000 0.0000
24 0.47 96.311 -0.0376 0.601 91.616 -0.0876
48 0.456 93.443 -0.0678 0.572 87.195 -0.1370
72 0.434 88.934 -0.1173 0.56 85.366 -0.1582
96 0.432 88.525 -0.1219 0.551 83.994 -0.1744
120 0.412 84.426 -0.1693 0.544 82.927 -0.1872

128
 
Lampiran 19. Data derajat kecerahan (L), derajat kemerahan (a), dan derajat
kekuningan (b) model minuman ringan pada penyinaran UV

Model minuman kontrol

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 64.49 13.32 3.81 0.00 15.96 RP
24
48 69.33 4.62 4.05 9.96 41.24 R
72
96 71.13 2.09 4.61 13.07 65.61 YR
120 71.96 1.93 6.81 13.95 74.18 YR
∆ 7.47 11.39 3.00

Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 61.72 15.45 5.82 0.00 20.64 RP
24 62.82 11.75 6.92 4.01 30.50 R
48
72 63.09 10.18 7.45 5.68 36.20 R
96
120 64.65 3.97 7.72 12.00 62.79 YR
∆ 2.93 11.48 1.90

Model minuman kopigmentasi 1:20

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 65.42 11.93 3.91 0.00 18.15 RP
24
48 66.47 9.73 4.09 2.44 22.80 R
72
96 68.21 8.12 4.49 4.76 28.94 R
120 68.74 7.39 6.09 6.03 39.49 R
∆ 3.32 4.54 2.18

129
 
Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 60.24 16.60 5.30 0.00 17.71 RP
24 61.37 14.90 6.78 2.52 24.47 R
48
72 61.52 14.00 7.63 3.72 28.59 R
96
120 62.91 11.36 8.59 6.74 37.10 R
∆ 2.67 5.24 3.29

Model minuman kopigmentasi 1:40

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.32 14.15 3.71 0.00 14.69 RP
24
48 64.40 11.64 4.46 2.83 20.96 RP
72
96 66.87 10.09 5.10 5.57 26.81 R
120 67.45 9.39 5.61 6.58 30.86 R
∆ 4.13 4.76 1.90

Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 59.12 17.37 5.08 0.00 16.30 RP
24 60.78 16.19 5.97 2.22 20.24 RP
48
72 61.75 14.33 6.33 4.21 23.83 R
96
120 62.62 11.39 7.40 7.31 33.01 R
∆ 3.50 5.98 2.32

Model minuman kopigmentasi 1:60

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.56 14.14 3.67 0.00 14.55 RP
24
48 64.31 11.58 3.99 2.69 19.01 RP
72
96 66.56 10.58 5.05 4.86 25.52 R
120 66.94 10.49 5.69 5.37 28.48 R
∆ 3.38 3.65 2.02

130
 
Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 58.18 18.12 4.95 0.00 15.28 RP
24 58.56 16.19 5.93 2.20 20.12 RP
48
72 59.14 16.32 7.41 3.20 24.42 R
96
120 62.19 15.08 7.61 5.69 26.78 R
∆ 4.01 3.04 2.66

Model minuman kopigmentasi 1:80

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 63.16 14.73 3.70 0.00 14.10 RP
24
48 63.20 13.26 4.09 1.52 17.14 RP
72
96 65.58 12.40 5.22 3.69 22.83 R
120 66.44 11.46 5.89 5.12 27.20 R
∆ 3.28 3.27 2.19

Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.59 19.72 5.03 0.00 14.31 RP
24 57.71 18.51 6.43 1.85 19.16 RP
48
72 58.55 16.57 7.02 3.85 22.96 R
96
120 60.40 16.32 7.61 5.11 25.00 R
∆ 2.81 3.40 2.58

Model minuman kopigmentasi 1:100

Waktu Ulangan 1
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 62.40 15.50 4.12 0.00 14.89 RP
24
48 62.61 13.61 4.70 1.99 19.05 RP
72
96 65.31 12.76 5.41 4.20 22.98 R
120 65.49 12.11 5.69 4.85 25.17 R
∆ 3.09 3.39 1.57

131
 
Waktu Ulangan 2
(jam) L a b ∆E ⁰hue Warna
0 57.11 20.34 4.35 0.00 12.07 RP
24 57.64 18.33 5.40 2.33 16.41 RP
48
72 59.39 16.70 6.33 4.73 20.76 RP
96
120 59.40 15.96 6.79 5.51 23.05 R
∆ 2.29 4.38 2.44

132
 
Catrien. F24050333. Pengaruh Kopigmentasi Pewarna Alami Antosianin dari
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan Rosmarinic Acid terhadap Stabilitas
Warna pada Model Minuman Ringan. Di bawah bimbingan Sukarno dan Dede R.
Adawiyah. 2009.

RINGKASAN
Warna merupakan salah satu atribut sensori yang mempengaruhi kualitas
dan penerimaan suatu produk pangan. Penggunaan pewarna untuk meningkatkan
daya tarik produk pangan semakin meningkat dan berkembang pesat. Salah satu
jenis warna yang banyak digunakan pada berbagai produk pangan adalah warna
merah, yang dapat berasal dari antosianin.
Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air, menghasilkan warna
dari merah sampai biru, dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun (Jackman
dan Smith, 1996). Antosianin memiliki spektrum warna merah yang kuat dan
tajam pada pH 2-5, oleh sebab itu aplikasi antosianin sebagai pewarna pada
produk pangan dapat dilakukan pada produk pangan yang memiliki pH rendah,
seperti minuman ringan. Namun, sebagai pigmen atau pewarna merah alami,
antosianin memiliki kelemahan, terutama dalam hal kestabilan warna. Warna
merah dari antosianin sangat mudah terdegradasi, baik oleh peningkatan pH
maupun peningkatan suhu. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kestabilan warna merah dari antosianin adalah dengan kopigmentasi.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh kopigmentasi pewarna
alami antosianin dari rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan rosmarinic acid
terhadap kualitas dan stabilitas warna merah pada model minuman ringan. Melalui
penelitian ini diharapkan dapat diperoleh pewarna merah yang lebih aman dan
lebih stabil untuk diaplikasikan pada produk pangan.
Penelitian diawali dengan mengekstrak pigmen antosianin dari kelopak
kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan menggunakan pelarut air.
Ekstrak antosianin rosela yang diperoleh selanjutnya dicampurkan dengan
rosmarinic acid ke dalam model minuman ringan dengan lima perbandingan
konsentrasi (M) (antosianin : rosmarinic acid 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100).
Kontrol yang digunakan adalah model minuman ringan antosianin tunggal atau
tanpa penambahan senyawa kopigmen (rosmarinic acid). Kemudian dilakukan
pengujian stabilitas warna merah pada model minuman ringan terhadap proses
pemanasan dan penyinaran sinar ultraviolet (UV). Parameter yang diamati pada
model minuman ringan meliputi absorbansi dan intensitas warna. Absorbansi
model minuman ringan diamati dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Spectronic 20D pada panjang gelombang 520 nm. Intensitas warna diamati
dengan alat Chromameter Lab Minolta CR310 menggunakan sistem notasi warna
Hunter (L, a, b).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemanasan dan penyinaran
UV mempengaruhi kestabilan warna merah pada model minuman ringan dan
menyebabkan terjadinya degradasi warna merah pada model minuman ringan.
Degradasi warna merah pada model minuman ringan ditandai dengan penurunan
nilai absorbansi, penurunan nilai retensi warna, peningkatan nilai L (derajat
kecerahan), penurunan nilai a (derajat kemerahan), dan peningkatan nilai b
(derajat kekuningan) pada model minuman ringan, seiring dengan peningkatan
suhu dan waktu pemanasan, serta peningkatan waktu penyinaran UV. Degradasi
warna ini disebabkan oleh terjadinya dekomposisi struktur antosianin dari kation
flavilium yang berwarna merah, menjadi hemiasetal atau basa karbinol yang tidak
berwarna, dan akhirnya menjadi kalkon yang tidak berwarna.
Penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen ternyata
memberikan pengaruh yang cukup baik dalam peningkatan intensitas warna
merah antosianin rosela pada model minuman ringan. Peningkatan intensitas
warna ini ditandai dengan peningkatan nilai absorbansi (memberikan efek
hiperkromik), penurunan nilai L (derajat kecerahan), dan peningkatan nilai a
(derajat kemerahan) model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
jika dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin tunggal).
Penambahan rosmarinic acid sebagai senyawa kopigmen juga
memberikan pengaruh yang cukup baik pada peningkatan kestabilan antosianin
rosela terhadap degradasi warna merah akibat proses pemanasan dan penyinaran
UV pada model minuman ringan. Model minuman kontrol (antosianin tunggal)
lebih mudah dan lebih cepat mengalami degradasi warna merah, jika
dibandingkan dengan model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid.
Hal ini dapat diamati dari penurunan nilai k (konstanta laju degradasi antosianin),
peningkatan nilai t1/2 (waktu paruh degradasi antosianin), dan peningkatan nilai Ea
(energi aktivasi) pada model minuman kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid
jika dibandingkan dengan model miniuman kontrol (antosianin tunggal) ringan.
Nilai k, t1/2, dan Ea menggambarkan tingkat kemudahan terjadinya reaksi
degradasi antosianin rosela pada model minuman ringan. Semakin kecil nilai k
serta semakin besar nilai t1/2 dan Ea menandakan semakin sulit antosianin rosela
terdegradasi, karena untuk reaksi degradasi tersebut dibutuhkan waktu yang lebih
lama dan energi yang lebih besar.
Fenomena kopigmentasi rosmarinic acid terhadap antosianin rosela
pada model minuman ringan memang terjadi atau terlihat, baik pada proses
pemanasan maupun pada proses penyinaran UV. Pada pengamatan uji stabilitas
warna model minuman ringan terhadap penyinaran UV, efek atau fenomena
kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid terjadi secara nyata (signifikan). Namun,
pada pengamatan uji stabilitas warna model minuman ringan terhadap pemanasan,
efek atau fenomena kopigmentasi antosianin-rosmarinic acid terlihat kurang
signifikan. Hal ini disebabkan oleh kecilnya konsentrasi antosianin rosela yang
diaplikasikan sebagai pewarna pada model minuman ringan, sebesar 3x10-5M.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model minuman kopigmentasi
antosianin-rosmarinic acid 1:100, merupakan formula model minuman ringan
yang memiliki efek kopigmentasi terbaik, dalam meningkatan kestabilan
antosianin rosela pada proses pemanasan, karena mempunyai nilai energi aktivasi
(Ea) yang paling besar, dibandingkan dengan model minuman kontrol (antosianin
tunggal) dan keempat formula model minuman kopigmentasi antosianin-
rosmarinic acid lainnya, yaitu 1:20, 1:40, 1:60, dan 1:80.

Anda mungkin juga menyukai