Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PEWARNA MAKANAN


Dewasa ini penggunaan zat warna sudah semakin luas terutama dalam
makanan dan minuman karena warna makanan memberikan daya tarik bagi
konsumen. Sifat warna adalah sifat produk pangan yang paling menarik perhatian
konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak di antara sifat-sifat
produk pangan lainnya. Warna mempunyai banyak arti dan peran pada produk
pangan, diantaranya sebagai tanda-tanda kerusakan, penunjuk tingkat mutu,
pedoman proses pengolahan dan masih banyak lagi peranannya.
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara
pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang
seragam dan merata. Beberapa contoh makanan yang menggunakan pewarna yaitu
sirup, puding, tahu, permen, makanan ringan, es krim, manisan buah dan masih
banyak lagi makanan yang menggunakan pewarna [1].
Zat warna menurut asalnya terdiri dari zat warna alami dan zat warna
sintetik. Zat warna alami (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Penggunaan zat warna alami untuk makanan dan
minuman tidak memberikan efek merugikan bagi kesehatan, seperti halnya zat
warna sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Zat warna sintetik lebih
sering digunakan karena keuntungannya antara lain stabilitasnya lebih tinggi dan
penggunaannya dalam jumlah kecil sudah cukup memberikan warna yang
diinginkan, namun penggunaan zat warna sintetik dapat mengakibatkan efek
samping yang menunjukkan sifat karsinogenik [7].

2.1.1 Pewarna Alami


Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bagian
tanaman yang digunakan untuk menghasilkan warna alami adalah daun, buah,
biji, kulit, batang dan lain sebagainya. Pewarna alami diekstrak dari buah,

Universitas Sumatera Utara


sayuran, biji, akar dan juga mikroorganisme yang disebut biopewarna. Pigmen
tumbuhan ini baik untuk dikonsumsi karena tidak berbahaya bagi manusia [8].
Bahan pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam
bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpanan atau pemrosesan.
Pigmen zat pewarna yang diperoleh dari bahan alami antara lain:
a. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat diperoleh dari
wortel, pepaya dan sebagainya.
b. Biksin, menghasilkan warna kuning, diperoleh dari biji pohon Bixa orellana.
c. Karamel, menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis
karbohidrat, gula pasir, laktosa dan lain-lain.
d. Klorofil, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun suji, pandan dan
sebagainya.
e. Antosianin, menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning, banyak
terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet,
bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar
ungu, daun bayam merah dan sebagainya.
f. Tanin, menghasilkan warna coklat, terdapat dalam getah [9].
Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari dan
0
suhu tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada 4-8 C untuk
meminimumkan pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen. Untuk
meningkatkan kestabilan pewarna alami selama pengolahan dan penyimpanan
pewarna dan produk dilakukan beberapa strategi misalnya mikroenkapsulasi,
penambahan antioksidan, pembentukan emulsi atau suspensi dalam minyak dan
penyimpanan secara vakum [1].

2.1.2 Pewarna Sintetik


Pewarna sintetik adalah bahan kimia yang sengaja ditambahkan pada
makanan untuk memberikan warna yang diinginkan karena warna semula hilang
selama proses pengolahan atau karena diinginkan adanya warna tertentu.
Umumnya warna yang ditambahkan disesuaikan dengan cita rasa produk yang
akan dibuat. Misalnya rasa jeruk diberi warna oranye, rasa strawberi dengan
warna merah, rasa nenas dengan warna kuning dan yang lainnya. Zat pewarna

Universitas Sumatera Utara


sintetik umumnya merupakan bahan kimia yang sangat kuat sehingga pemakaian
dalam jumlah sedikit memberikan warna yang cukup intensif [1].
Banyak negara merespon bahwa pewarna sintetik mengandung racun dan
menimbulkan alergi karena reaksi. Penelitian tentang pewarna sintetik diduga
melepaskan zat kimia berbahaya yang dapat menimbulkan alergi, kanker dan
menggangu kesehatan manusia [10]

2.2 ANTOSIANIN
Antosianin ditemukan di alam pada berbagai tumbuhan baik pada buah-
buahan maupun sayuran, yang menyediakan berbagai warna yang bervariasi dari
merah sampai ungu. Di samping sebagai pigmen, antosianin hadir untuk
memenuhi fungsi biologis lainnya, dimana antioksidan mungkin jadi salah satu
yang paling berpengaruh. Eugene [3] menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan
dari highbush blueberries (Vaccinium corymbosum L.) dan lowbush blueberries
(Vaccinium angustifolium Aiton) sangat berhubungan dengan jumlah antosianin.
Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan
sebagai antioksidan. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan
primer. Antosianin dalam bentuk aglikon lebih aktif daripada bentuk
aglikosidanya. Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya
yang tinggi sebagai pendonor hidrogen atau elektron dan kemampuan radikal
turunan polifenol untuk menstabilkan dan mendelokasi elektron tidak
berpasangan, serta kemampuannya mengkhelat ion logam [11].
Terdapat enam antosianidin yang umum. Antosianidin ialah aglikon
antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang
paling umum sampai saat ini ialah sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna
jingga disebabkan pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan
sianidin, sedangkan warna merah senduduk, lembayung dan biru umumnya
disebabkan oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih satu dibandingkan sianidin.
Tiga jenis eter metal antosianidin juga sangat umum yaitu peonidin yang merupakan
turunan sianidin, serta petunidin dan malvidin yang terbentuk dari delfinidin. Masing-
masing antosianidin terdapat sebagai sederetan glikosida dengan berbagai gula yang
terikat. Keragaman utama ialah sifat gulanya (glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa

Universitas Sumatera Utara


atau arabinosa), jumlah satuan gula (mono-, di-, atau triglikosida) dan letak ikatan
gula biasanya pada 3-hidroksi atau pada 3- dan 5- hidroksi.

Gambar 2.1 Struktur Antosianin Pelargonidin [1]

Gambar 2.2 Struktur Antosianin Sianidin [1]

Gambar 2.3 Struktur Antosianin Delfinidin [1]

Gambar 2.4 Struktur Antosianin Peonidin [1]

Gambar 2.5 Struktur Antosianin Petunidin [1]

Gambar 2.6 Struktur Antosianin Malvidin [1]

Universitas Sumatera Utara


Total antosianin yang terdapat pada buah-buahan sebagian besar
tergantung pada beberapa faktor seperti spesies, varietas, kondisi tumbuh
tanaman, sifat fisik tumbuhan dan buah, ukuran buah, letak buah pada tanaman,
pemberian obat-obatan dan pupuk. Beberapa buah-buahan dan sayuran serta
bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik yang mereka miliki termasuk
komponen warna yang bersifat larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel
tumbuhan [1].
Salah satu fungsi antosianin adalah sebagai antioksidan di dalam tubuh
sehingga dapat mencegah terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan
pembuluh darah. Antosianin bekerja menghambat proses aterogenesis dengan
mencegah terjadinya oksidasi lemak jahat atau LDL (lipoprotein densitas rendah)
oleh antioksidan. Kemudian antosianin juga melindungi integritas sel endotel
yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan.
Kerusakan sel endotel merupakan tahap awal terjadinya aterosklerosis sehingga
perlu dihindari. Selain itu, antosianin juga dapat merelaksasi pembuluh darah,
melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor, meningkatkan
kemampuan penglihatan mata, serta berfungsi sebagai senyawa anti-inflamasi
yang melindungi otak dari kerusakan. Beberapa studi juga menyebutkan bahwa
senyawa tersebut mampu mencegah obesitas dan diabetes, meningkatkan
kemampuan memori otak dan mencegah penyakit neurologis, serta menangkal
radikal bebas dalam tubuh sebagai antioksidan.
Warna dapat membuat produk menjadi lebih menarik dan meningkatkan
kualitas produk pangan serta meningkatkan penerimaan konsumen. Akhir-akhir
ini penggunaan bahan tambahan pangan khususnya pewarna banyak mendapat
sorotan karena produsen pangan olahan, terutama skala industri rumah tangga,
banyak menyalahgunakan pewarna yang sebenarnya bukan untuk pangan. Dengan
berkembangnya industri pengolahan pangan dan terbatasnya jumlah pewarna
alami, menyebabkan penggunaan zat warna sintetik meningkat. Sejak
ditemukannya zat pewarna sintetik, penggunaan pigmen sebagai zat warna alami
semakin menurun, meskipun keberadaannya tidak menghilang sama sekali [12].
Dengan keberadaan antosianin, pigmen ini menjadi suatu alternatif dari pewarna
sintetik sebagai sumber pewarna makanan alami yang menarik untuk makanan

Universitas Sumatera Utara


maupun industri tekstil [13]. Zat warna antosianin dapat digunakan pada
kebanyakan produk makanan seperti minuman, jelly, selai, es krim, yoghurt, kue-
kue dan lain-lain [12].

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Antosianin


Antosianin larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton, atau kloroform,
air, yang diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin stabil
suhu 50C, mempunyai berat molekul 207,08 gram/mol dan rumus molekul
C15H110. Antosianin dilihat dari penampakan berwarna merah, merah senduduk,
biru dan ungu, mempunyai panjang gelombang maksimum 490 - 550 nm [14,15].

2.2.2 Warna dan Stabilitas Antosianin


Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur molekul
secara keseluruhan. Bagaimanapun, antosianin tidak stabil karena kondisi
pemrosesan dan penyimpanannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kestabilan pigmen antara lain jenis spesies tanaman, kondisi lingkungan dan
tanah, ekstraksi dan parameter pemrosesan seperti pH, temperatur penyimpanan,
konsentrasi, struktur kimia, cahaya, oksigen, protein, asam askorbat, gula, enzim
dan ion logam [16].
1. pH
Di antara faktor-faktor yang lain, pH adalah faktor yang paling berpengaruh
pada stabilitas antosianin. Pada umumnya, antosianin lebih stabil dalam media
asam pada pH rendah daripada larutan alkali. Antosianin dikenal dapat
menampilkan sejumlah variasi warna pada range pH 1-14.
Dalam larutan aqueous, antosianin berada pada empat bentuk
kesetimbangan yang tergantung pada pH: quiononoidal base (QB), flavylium
cation (FC), carbinol atau pseudobase (PB) dan chalchone (CH). Pada kondisi
asam (pH < 2), antosianin hadir dalam bentuk flavylium cation yang berwarna
merah. Meningkatnya nilai pH dapat menyebabkan menurunnya intensitas warna
dan konsentrasi flavylium cation. Pada waktu yang sama, flavylium cation terjadi
dihidrasi menghasilkan carbinol atau pseudobase yang tak berwarna. Dan juga
kehilangan proton yang cepat karena pH yang meningkat mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara


perubahan bentuk flavylium cation menjadi bentuk quinonoidal. Ketika pH
meningkat lagi, bentuk carbinol berubah mejadi chalcone. Pada nilai pH berada di
antara 4-5,5 sangat sedikit warna yang tertinggal karena bentuk carbinol tak
berwarna dan chalcone yang berwarna kekuningan yang mendominasi. Beberapa
studi mengenai stabilitas antosianin yang berada pada rentang pH yang luas
menyatakan bahwa ada beberapa antosianin yang menunjukkan stabilitas warna
yang meningkat pada kondisi basa sekitar pH 8-9, meskipun intensitas warnanya
terlihat sederhana [16].

Gambar 2.7 Empat Bentuk Kesetimbangan Antosianin [16]

Bentuk-bentuk antosianin pada kondisi kesetimbangan tersebut bervariasi


berdasarkan pH. Dengan kata lain, antosianin memungkinkan terjadinya
perubahan struktur molekul secara reversible berdasarkan perubahan pH, yang
juga mengakibatkan perubahan warna. Hal ini diyakini melalui pengaturan pH,
proses stabilisasi alami untuk antosianin dapat dicapai sehingga pengetahuan itu
dapat menjadi nilai yang berharga bagi perusahaan makanan dan tekstil [17].
2. Temperatur
Stabilitas antosianin dipengaruhi oleh temperatur. Laju degradasi antosianin
meningkat selama pemrosesan dan penyimpanan karena temperatur meningkat
[17].

10

Universitas Sumatera Utara


3. Oksigen
Oksigen menjelaskan pengaruh kuat lain yang mempengaruhi proses
degradasi antosianin. Kehadiran oksigen, bersama dengan temperatur, adalah
kombinasi yang paling merusak dalam kehilangan warna antosianin. Oksigen
merangsang ketidakstabilan antosianin yang dipengaruhi oleh pH, semakin tinggi
pH, maka semakin kuat terjadinya degradasi antosianin dengan keberadaan
oksigen [17].
4. Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap antosianin dengan dua cara yang berbeda.
Cahaya cukup penting untuk biosintesis, tetapi cahaya juga dapat mempercepat
degradasi. Untuk mengurangi degradasi warna, antosianin lebih baik disimpan
dalam keadaan gelap [17].
Pengaruh antosianin yang bermanfaat bagi kesehatan manusia telah
mendorong meningkatnya permintaan untuk penggunaan pigmen ini dalam
produk-produk makanan dan membuat suatu metode yang murah dan efektif
untuk mengukur kandungan antosianin dalam sampel, dan hasilnya akan
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh para laboratorian. Pada tahun
2005, metode pH differential mendapat persetujuan dari Association of Analytical
Communities (AOAC). Metode pH diferential ini telah didemonstrasikan sebagai
sesuatu yang sederhana, cepat dan akurat untuk mengukur total monomer dari
kandungan antosianin dalam sampel dan telah digunakan secara luas oleh
komunitas sains dan industri [18].

2.3 RAMBUTAN
Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan
tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Buah rambutan terbentuk pada
ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau muda
dan akan berubah warna menjadi kuning atau merah apabila sudah matang. Masa
kematangan dari rambutan antara 100 - 130 hari. Pohon rambutan secara teori
berbuah 275 - 300 hari tanam [19].
Bentuk buah rambutan bervariasi, mulai dari bulat sampai lonjong dengan
warna kulit buah yang beraneka ragam pula, ada yang berwarna kekuningan,

11

Universitas Sumatera Utara


merah muda, oranye dan merah tua. Ketebalan kulitnya sekitar 0,2 0,4 cm. Biji
buah berdiameter 1 1,5 cm, daging buahnya berwarna putih, transparan, rasanya
manis, dengan ketebalan 0,4 0,8 cm [20].

Gambar 2.8 Rambutan [21]

Rambutan termasuk buah non klimakterik, maka buah itu harus dipanen
pada tingkat kematangan yang tepat. Hal ini dikarenakan sifat buah non
klimakterik yang tidak dapat mengalami kematangan setelah dipetik. Adapun
nama lain dari rambutan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nama Ilmiah dan Nama Umum Rambutan [20]
Nama Ilmiah Nama Umum
Nephelium lappaceum Linn Rambutan (Indonesia)
Nephelium chryseum Blum Rambutan (Malaysia)
Nephelium sufferrugineum Radlk Ramboutanier (Inggris)
Euphobia nephelium DC Shao tzu (Cina)

Produksi buah rambutan di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke


tahun. Tanaman rambutan ditanam di daerah rendah dengan ketinggian mencapai
300 meter di atas permukaan laut. Rambutan tumbuh pada tempat beriklim panas
dengan curah hujan merata dan toleran terhadap berbagai tipe tanah. Di Indonesia
tercatat ada 22 varietas buah rambutan yang satu sama lain sedikit berbeda. Pada
Tabel 2.2 dapat dilihat perbedaan karakteristik dari masing-masing varietas
rambutan yang paling umum dijumpai.
Kulit rambutan terbagi atas dua lapisan yaitu lapisan dalam berwarna putih
susu dan lapisan luar berwarna hijau kekuningan, merah muda, oranye hingga
merah tua. Rata-rata berat buah rambutan berkisar antara 15,62 24,76 gram per
buah, sedangkan persentase berat kulit rambutan dari berat total buahnya rata-rata
sebesar 43,5 % [20].

12

Universitas Sumatera Utara


Saat ini, buah rambutan masih digemari oleh masyarakat. Namun kulitnya
yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal, adanya warna
merah tua diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai
pewarna alami.
Tabel 2.2 Varietas Rambutan [20]
Varietas Karakteristik
Lebakbulus Kulit berwarna merah gelap, rambut agak lemas dan panjangnya 1,5
cm, daging buahnya berwarna putih keabuan, terlepas dari biji
(kelotok), rasanya manis masam.
Simacan Kulit buahnya berwarna merah tua, rambutnya panjang-panjang.
Sinyonya Buahnya berbentuk bulat, dengan warna kulit merah gelap, rambut
lemas, daging buahnya berwarna putih buram, tidak mengelupas dan
rasanya manis
Rapiah Penampilannnya kurang menarik, buahnya berukuran kecil sampai
sedang dengan berat rata-rata 25,1 gram per buah, bentuknya bulat
lonjong, terdapat garis yang membagi dua bagian buah, rambut
pendek dan jarang, warna kulitnya hijau sampai kuning atau merah,
daging buah tebal, kenyal, mudah mengelupas, rasanya manis dan
tidak berair.

2.4 EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali
campuran bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan
metode pemisahan mekanis atau termis. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju
ekstraksi antara lain:
1. Tipe persiapan sampel
2. Waktu ekstraksi
3. Kuantitas pelarut
4. Suhu pelarut
5. Tipe pelarut

13

Universitas Sumatera Utara


Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:
1. Mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya untuk
bercampur, dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada
antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang
sebenarnya yaitu pelarutan ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstraksi dan rafinat, kebanyakan dengan cara filtrasi.
3. Mengisolasikan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya
dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu larutan ekstrak
dapat langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.
Pada metode ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang
dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini
digunakan secara teknis dalam skala besar terutama di bidang industri bahan
alami dan makanan, misalnya untuk memperoleh bahan aktif dari tumbuhan [1].
Ada beberapa teknik ekstraksi antara lain:
1. Metode Maserasi
Merupakan teknik ekstraksi untuk mengekstraksi suatu bahan tumbuhan
bergantung pada tekstur, kandungan air, bahan tumbuhan dan jenis senyawa yang
akan diisolasi. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan cara merendam zat
terlarut dalam pelarut yang sesuai pada waktu tertentu, tanpa adanya tambahan
energi panas.
2. Refluks
Merupakan proses ekstraksi dengan cara mendidihkan campuran antara zat
terlarut dan pelarut yang sesuai pada suhu dan waktu tertentu, dan mengembunkan
kembali uap yang terbentuk dalam kondensor agar kembali ke labu reaksi
sehingga volume campuran tetap. Teknik ini dapat digunakan untuk kepentingan
preparatif, pemurnian, pemisahan dan analisis pada semua skala kerja, baik
analisis dalam skala industri maupun skala laboratorium [22].
Pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada
umumnya dipengaruhi faktor faktor antara lain:
1. Selektifitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen
komponen lain dari bahan ekstraksi.

14

Universitas Sumatera Utara


2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki komponen melarutkan ekstrak yang besar.
3. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen-komponen bahan ekstraksi.
4. Titik didih
Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu
dekat. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses
ekstraksi titik didih tidak terlalu tinggi.
5. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak
beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif, tidak bercampur dengan udara,
tidak korosif, tidak membentuk terjadinya emulsi, memiliki viskositas yang
rendah dan stabil secara kimia dan termis [9].
Efektivitas proses ekstraksi ditentukan oleh kemurnian pelarut, suhu
ekstraksi, metode ekstraksi dan ukuran partikel-partikel bahan yang diekstraksi.
Semakin murni suatu pelarut dan makin lama waktu kontak antara pelarut dengan
bahan yang diekstraksi pada suhu tertentu, maka ekstrak yang dihasilkan makin
banyak [23].
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
ekstraksi refluks. Hal ini karena jumlah pelarut yang dibutuhkan tidak terlalu
banyak karena sebagian pelarut yang menguap akan dikondensasikan dengan
menggunakan refluks kondensor dan dikembalikan ke dalam reaktor sehingga
volume pelarut dalam reaktor relatif konstan.

2.5 TEORI POLAR DAN NONPOLAR


Senyawa polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan
antar elektron pada unsur-unsurnya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan
tersebut mempunyai nilai elektronegatifitas yang berbeda. Ciri -ciri senyawa polar
antara lain:
dapat larut dalam air dan pelarut lain

15

Universitas Sumatera Utara


memiliki kutub (+) dan kutub (-), akibat tidak meratanya distribusi
elektron
memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui) atau
memiliki perbedaan keelektronegatifan.
Contoh pelarut polar yaitu senyawa alkohol, HCl, PCl3, H2O, N2O5.
Senyawa non polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu
ikatan antar elektron pada unsur-unsur yang membentuknya. Hal ini terjadi karena
unsur yang berikatan mempunyai nilai elektronegatifitas yang sama/hampir sama.
Ciri -ciri senyawa nonpolar antara lain:
tidak dapat larut dalam air dan pelarut lain
tidak memiliki kutub (+) dan kutub () , akibat meratanya distribusi
elektron
tidak memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui)
atau keelektronegatifannya sama.
Contoh senyawa nonpolar yaitu Cl2, PCl5, H2, N2 [24].

2.6 PELARUT
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau
gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan
lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk
membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat
dalam jumlah yang lebih besar.
Syarat utama penggunaan pelarut untuk ekstraksi senyawa organik yaitu
non toksik dan tidak mudah terbakar (nonflammable) walaupun persyaratan ini
sangat sulit untuk dilaksanakan. Pelarut untuk ekstraksi senyawa organik terbagi
menjadi golongan pelarut yang memiliki densitas lebih rendah dari pada air dan
pelarut yang memiliki densitas lebih tinggi dari pada air. Kebanyakan pelarut
senyawa organik termasuk dalam pelarut golongan pertama seperti dietil eter, etil
asetat, dan hidrokarbon (light petroleum, heksana dan toluen). Pelarut yang
mengandung senyawa klorin seperti diklorometan adalah pelarut yang termasuk
dalam golongan pelarut kedua. Pelarut ini memiliki toksisitas yang rendah tetapi

16

Universitas Sumatera Utara


mudah membentuk emulsi. Beberapa pelarut yang biasa digunakan untuk
ekstraksi diantaranya adalah metanol, etanol, etil asetat, aseton dan asetonitril
dengan air dan atau HCl [1].
Antosianin adalah molekul polar dan tentunya pigmen ini akan larut dalam
pelarut polar seperti metanol dan etanol. Bagaimanapun, jelas bahwa kelarutan
bergantung pada beberapa faktor, termasuk kondisi media tertentu. Sebagaimana
telah diberitahukan, sistem ekstraksi telah dimodifikasi untuk menghasilkan yield
yang lebih banyak dan keamanan tetap diperhatikan. Asam klorida berperan
menjaga pH agar tetap rendah. Asam klorida adalah asam kuat yang dapat
mengubah bentuk asli antosianin dengan cara memecah ikatan lemah yang terjadi
dengan metal dan kopigmen [25].

2.6.1 Metanol
Metanol (CH3OH) disebut juga metil alkohol yang merupakan pelarut
organik tidak berwarna pada temperatur dan tekanan normal, higroskopik, dan
larut dalam air. Metanol adalah pelarut yang baik, tetapi sangat beracun dan
mudah terbakar. Alkohol dengan satu karbon adalah pelarut yang volatil dan
bahan bakar yang ringan. Metanol digunakan untuk membuat bahan bakar,
sebagai pelarut, refrigerant dan sebagainya. Titik lebur metanol adalah -97 0C dan
titik didihnya 65 0C [26].

2.7 ANALISIS EKONOMI


Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana
terhadap ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut
metanol. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut
Metanol
Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)
Buah Rambutan 120 ikat 9.000,-/ikat 108.000,-
Metanol (CH3OH) PA 5L 350.000,-/2,5 L 700.000,-
Natrium Asetat (CH3COONa) 40 gr 1.500,-/g 60.000,-
Aquades 3L 2.000,-/L 6.000,-
Pemakaian Alat Gelas - 250.000,- 250.000,-
Analisa Spektrofotometer UV-
Vis (Ultra Violet - Visible 16 jam 10.000,-/jam 160.000,-
Spectrophotometer)

17

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Rincian Biaya Ekstraksi Antosianin dari Kulit Rambutan dengan Pelarut
Metanol (lanjutan)
Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)
Botol Plastik 250 mL 54 botol 1.800,-/botol 97.200,-
pH Indikator 1 115.000,- 115.000,-
Total 1.496.200,-

Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan
untuk ekstraksi antosianin dari kulit rambutan dengan pelarut metanol adalah
sebesar Rp1.496.200,-. Pada penelitian ini, antosianin yang diperoleh untuk setiap
run berkisar antara 19 mg 55 mg, meskipun antosianin yang dihasilkan masih
belum murni dan diperlukan adanya tahap purifikasi untuk menjadikan produk
tersebut menjadi antosianin murni. Sementara itu, harga antosianin yang dijual di
pasaran adalah Rp6.550.000,-/mg. Oleh karena itu, antosianin yang diperoleh dari
kulit rambutan layak untuk dipertimbangkan.

18

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai