Anda di halaman 1dari 8

JENIS BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, bahan tambahan pangan


merupakan bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk memengaruhi sifat
dan/atau bentuk pangan.
Berdasarkan defenisi yang dikeluarkan oleh Komisi Codex Alimentarus yaitu
suatu badan antarpemerintah yang terdiri atas sekitar 20 negara anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa, yang menyebutkan bahwa bahan tambahan makanan adalah bahan
apapun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan. Biasanya tidak
digunakan sebagai bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak,
yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi
(Mukono, 2010). Pemakaian bahan tambahan pangan di Indonesia diatur oleh
Departemen Kesehatan. Sementara pengawasannya dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM).

Fungsi bahan tambahan pangan yaitu:


1. Meningkatkan kualitas pangan.
2. Secara ekonomis akan menghemat biaya produksi.
3. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumbuhan dan
aktivitas mikroba perusak pangan (menahan proses biokimia) atau
mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
4. Menjadikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah dan
merangsang timbulnya selera makan.

PENGAWET
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme.Bahan tambahan pangan ini biasanya
ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak atau makanan yang disukai
sebagai media tumbuhan bakteri atau jamur misalnya pada produk daging, buah-
buahan, dan lain-lain. Defenisi bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang
mampu menghambat, menahan, atau menghentikan dan memberikan perlindungan
bahan makanan dari proses pembusukan.

Jenis Bahan Pengawet


Bahan pengawet terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hydrogen
perosida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakn dalam bentuk SO2, garam Na atau K sulfit,
bisulfit, dan metabisulfit.
2. Zatpengawet organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam
maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan
pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan
epoksida.(Cahyadi, 2008)

PEWARNA
Warna merupakan salah satu faktor sensori yang dipakai oleh manusia untuk
menilai suatu produk atau keadaan lingkungan. Dengan melihat suatu warna manusia
dapat merasa senang, suka, tidak suka, kecewa atau marah. Orang akan merasa
senang jika minggu pagi langit berwarna biru cerah, dan sebaliknya akan kecewa jika
warna langit berubah menjadi kelabu. Begitu pula halnya dengan warna pakaian,
warna interior rumah dan warna barang-barang konsumsi (termasuk makanan) dapat
menimbulkan berbagai macam perasaan seperti tersebut di atas. Khusus dalam hal
makanan, warna mempunyai tempat tersendiri yang cukup penting dalam penilaian
kosumen. Hasil suatu penelitian menunjukkan bahwa warna untuk makanan
menempati urutan kedua dari kriteria penilaian, yaitu setelah kesegaran makanan.
Selanjutnya baru diikuti oleh bau, rasa, komposisi, nilai gizi dan seterusnya.

Jenis Zat Pewarna


Zat warna makanan secara umum dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : zat
warna alami, zat warna yang identik dengan zat warna alami, dan zat warna sintetis.

1. Zat Warna Alami


Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan
untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap
lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu penelitian toksikologi zat warna
alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan
senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan,
bentuk dan kadarnya berbeda-beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah,
umur dan faktor-faktor lainnya. Food and Drug Administration (FDA) Amerika
Serikat menggolongkan zat warna alami ke dalam golongan zat warna yang tidak
perlu mendapat sertifikat.

Contoh dari pewarna alami yaitu:


Karotenoid,Karoten,Likopen,Antosianin,Kurkumin,Biksin,Karamel,Titanium
Oksida,Klorofil,Cochineal,Karmin,Karminat dll.

2. Zat Warna yang Identik dengan Zat Warna Alami


Zat warna ini masih satu golongan dengan kelompok zat warna alami, hanya
zat warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau
isolasi. Jadi pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis
yang struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk
golongan ini adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apo-karoten
(merah-oranye), beta-karoten (oranye-kuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki
batas-batas konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh
digunakan dalam jumlah tidak terbatas.

3. Zat Warna Sintetis


Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut
Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan
dalam beberapa kelas, yaitu : azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid. Kelas
azo merupakan zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan mencakup warna
kuning, oranye, merah, ungu, dan coklat, setelah itu kelas triarilmetana yang
mencakup warna biru dan hijau.

Ada 2 macam pewarna sintetis yaitu FD & C Dyes dan FD & C Lakes.

a. Fd & C Dyes
Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentk
serbuk, granula, cairan, campuran warna, pasta dan dispersi. Dyes tidak dapar larut
hampir dalam semua jenis pelarut-pelarut organik. Dyes pada umumnya dapat
digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti dan kue-kue,
dry mixes, confectionery, produk-produk susu, kulit sosis, dan lain-lain. Tiap jenis
penggunaan memerlukan dyes dalam bentuk tertentu, misalnya bentuk serbuk atau
granula untuk mewarnai minuman ringan, pasta atau dispersi untuk roti, kue dan
confectionery, dan cairan untuk dairy products.
b. Fd & C Lakes
Pewarna-pewarna ini dibuat dengan jalan melapisi alumunium hidrat dengan
FD & C Dye. Konsentrasi pewarnanya bervariasi antara 10-40%. Penggunaannya
terutama untuk sistem dispersi berminyak atau produk-produk yang kadar airnya
terlalu rendah untuk dapat melarutkan dye, misalnya tablet, tablet yang diberi
coating/pelapisan, icing, pelapis fondant, pelapis-pelapis berminyak, campuran
adonan cake dan donut, permen, permen karet, dan lain-lain.
Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui proses pengendapan dan absorbsi
dye pada bahan dasar (substrat) yang tidak larut dalam air, yaitu alumina. Lakes tidak
larut dalam air, alkohol dan minyak. Pemakaiannya dapat dengan mendispersikan zat
warna tersebut dalam serbuk makanan dan pewarnaan akan terjadi, seperti halnya
mencampurkan pigmen ke dalam cat.
Umumnya kadar dye dalam lakes berkisar antara 10 sampai 40%. Makin
tinggi kadar dye akan menghasilkan warna yang lebih tua. Umumnya lakes
digunakan dalam produk-produk makanan yang mengandung minyak dan dalam
produk yang kadar airnya rendah sehingga tidak cukup untuk melarutkan dye.

PEMANIS
Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan
pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman
penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta
vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal
sebagai gula alam atau sukrosa. Pemanis sintetis adalah bahan tambahan yang dapat
menyebabkan rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Cahyadi,
2008).

Pemanis Alami
Beberapa jenis pemanis alami maupun pemanis buatan dapat digunakan untuk
makanan. Pemanis alami yang sering digunakan untuk makanan, terutama adalah
tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering disebut gula alam atau sukrosa. Selain itu
ada berbagai pemanis lain yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya laktosa,
maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol, gliserol, dan glisina (Yuliarti,
2007).

Pemanis buatan
Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan
rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sebagai contoh adalah
sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis, dan nitropropoksi- anilin.
Diantara berbagai jenis pemanis buatan atau sintetis, hanya beberapa saja yang
diizinkan penggunaannya dalam makanan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985. Diantaranya sakarin, siklamat, dan aspartam dalam
jumlah yang dibatasi atau dengan dosis tertentu (Yuliarti, 2007).

Tujuan Penggunaan Pemanis Sintetis


Pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan
diantaranya sebagai berikut (Cahyadi, 2008).

Sebagai pangan bagi penderita diabetes mellitus karena tidak menimbulkan


kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes mellitus disarankan menggunakan
pemanis sintetis untuk menghindari bahaya gula. Dari tahun 1955 sampai 1966
digunakan campuran siklamat dan sakarin pada pangan dan minuman bagi penderita
diabetes.
Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan.Kegemukan
merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama
kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk mengurangi
masukan kalori perharinya. Pemanis sintetis merupakan salah satu bahan pangan
untuk mengurangi masukan kalori.
Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintetis
dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi, karena pemanis sintetis
ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif
murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi dialam.

PERISA (Flavour)
Perisa adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat, dengan atau
tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavour,
dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam. Ajudan Perisa (flavouring adjunct)
adalah bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan, pelarutan, pengenceran,
penyimpanan, dan penggunaan perisa. Flavour adalah gabungan karakteristik bahan
yang berupa sensasi rasa dan aroma. Flavour di gunakan untuk memberi rasa atau
meningkatkan rasa, dan aroma yang serasi dengan rasa. Flavour dalam hal ini
mempunyai keserasian antara rasa dengan aroma, misalnya rasa asam manis dapat di
berikan untuk aroma buah-buahan.
Flavour dapat diberikan dalam bentuk padat (spray dried flavour) atau dalam
bentuk minyak atau larutan (water soluble flavour). Dalam bentuk padat lebih mudah
penanganannya dan secara umum lebih stabil dari pada bentuk minyak. Minyak
biasanya ditambahkan pada tahap lubrikasi sebab minyak sensitif terhadap
permukaan dan menguap ketika dipanaskan pada pengeringan.
Jenis-jenis perisa yaitu:
1. Perisa Alami adalah kelompok perisa yang terdiri dari satu atau lebih senyawa perisa
alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa dan/atau perisa asap serta tidak
boleh mengandung senyawa perisa identik alami dan senyawa perisa artifisial.
2. Perisa Hasil Proses Panas adalah jenis perisa dari bahan atau campuran bahan yang
diijinkan digunakan dalam pangan, atau yang secara alami terdapat dalam pangan
atau diijinkan digunakan dalam pembuatan perisa hasil proses panas.
3. Perisa Artifisial adalah kelompok perisa yang dapat terdiri dari satu atau lebih
senyawa perisa artifisial.
4. Perisa Identik Alami adalah kelompok perisa yang dapat terdiri dari satu atau lebih
senyawa perisa identik alami dan dapat mengandung senyawa perisa alami, bahan
baku aromatik alami, preparat perisa dan/atau perisa asap serta tidak boleh
mengandung senyawa perisa artifisial.

ANTIOKSIDAN
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,
dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Salah satu
bentuk senyawa oksigen reaktif adalah radikal bebas, senyawa ini terbentuk di dalam
tubuh dan dipicu oleh bermacam-macam faktor (Winarsi, 2007).
Antioksidan dalam pangan berperan penting untuk mempertahankan mutu
produk, mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma,
serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi (Widjaya, 2003).
Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak cukup untuk melawan radikal
bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan antioksidan dari luar (Dalimartha dan
Soedibyo, 1999).
Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron ( elektron
donor). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang dapat
menangkal atau meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara
mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat di hambat (Winarti, 2010).
Fungsi utama dari antioksidan adalah untuk memperkecil terjadinya proses
oksidasi baik dalam makanan maupun dalam tubuh. Dalam makanan , antioksidan
diharapkan dapat menghambat oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil
terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam
industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan
serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Peroksidasi lipid adalah salah
satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan
pengolahan makanan (Hernani dan Raharjo, 2005). Antioksidan selain digunakan
dalam industri farmasi, tetapi antioksidan juga digunakan secara luas dalam industri
makanan, industri petroleum, industri karet dan sebagainya (Tahir et al, 2003). Dalam
tubuh antioksidan diharapkan juga mampu menghambat proses oksidasi. Proses
oksidasi yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan berbagai penyakit
degeneratif dan penuaan dini.

PENAMBAHAN NUTRISI
Berdasarkan defenisi dari WHO, makanan adalah semua substansi yang
dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain
yang digunakan untuk pengobatan. Terdapat tiga fungsi makanan. Pertama, makanan
sebagai sumber energi karena panas dapat dihasilkan dari makanan seperti juga
energi. Kedua, makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk
membangun jaringan tubuh yang baru, memelihara, dan memperbaiki jaringan tubuh
yang sudah tua. Ketiga, makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta
mengatur proses alami, kimia, dan proses faal dalam tubuh (Chandra, 2006).
Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menyebutkan bahwa bahan tambahan
makanan adalah bahan apapun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu
makanan. Biasanya tidak digunakan sebagai bahan khas untuk makanan, baik
mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada
makanan untuk tujuan teknologi (Mukono, 2010).

Jenis BTP yang digunakan dalam pangan terdiri atas beberapa golongan sebagai
berikut :
1. Antibuih (Antifoaming Agent)
Antibuih (Antifoaming Agent) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk
mencegah atau mengurangi pembentukan buih.
2. Antikempal (Anticaking Agent)
Antikempal (Anticaking Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah
mengempalnya produk pangan.
3. Antioksidan (Antioxcidant)
Antioksidan (Antioxcidant) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau
menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi.
4. Bahan Pengkarbonasi (Cabonating Agent)
Bahan Pengkarbonasi (Cabonating Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
membentuk karbonasi di dalam pangan.
5. Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt )
Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt ) adalah bahan tambahan pangan untuk
mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak.
PENGENTAL DAN PENSTABIL
Pengental yaitu bahan tabahan yang digunakan untuk menstabilkan ,
memekatkan atau mengentalkan makanan yang di campurkan dengan air sehingga
membentuk kekentalan tertentu.
Contoh : pati, gelatin,dan gum (agar.alginat,pektin,karagenan)
Penstabil (stabilizer) adalah zat yang di tambahkan pada makanan untuk
mempertahankan teksturnya. Mereka berkontribusi pada konsistensi produk dalam
berbagai kondisi yang dihadapi selama pengolahan,penyimpanan,atau penggunaan.
Contoh : gelatin dan karagenan merupakan penstabil umum yang di gunakan.

Anda mungkin juga menyukai