Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zat aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki
penampakan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat
meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan aditif makanan telah
digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan
alami dan buatan (sintetis).

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan bagian
dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat
pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.

Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan
konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan
yang sering disebut zat aditif kimia (food aditiva). Adakalanya makanan yang tersedia tidak
mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.

Penggunaan pewarna makanan yang beredar dipasaran saat ini sangat banyak sekali
jenisnya, penggunaan pewarna makanan alami tentunya akan sangat baik bagi kesehatan dan
baik digunakan dalam jangka pajang dan tidak menyebabkan kerugian bagi konsumen. Namun,
saat ini sangat jarang sekali digunakan pewarna makanan alami karena warnanya yang kurang
menarik dan kurang praktis.

Kebanyakan produk makan yang dijual atau diproduksi oleh pedagang baik itu industry
kecil maupun besar, menggunakan pewarna sintetik. Penggunaan pewarna sintetik banyak
digunakan karena lebih tahan lama dan warnanya yang lebih kuatataupun lebih menarik
dibandingkan pewarna alami.

2.1 Rumusan Masalah


1. Apakah pewarna sintetik yang digunakan pada makanan yang beredar di Jakarta dan
Ciputat merupakan pewarna yang aman?
2. Metode apa yang dapat digunakan untuk menganalisis pewarna sintetik tersebut?

1
3. Bagaimana dampak penggunaan pewarna sintetis ( Rhodamin B dan Tartrazine) yang
dilarang menurut Permenkes No 239/Menkes/Per/IX/85, dan melebihi batas
maksimum yang boleh diserap oleh tubuh ?

3.1 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi


Pewarna Sintetis Pada Produk Pangan Yang Beredar di Jakarta dan Ciputat.

4.1 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini, dapat mengidentifikasi pewarna yang digunakan pada bahan
pangan yang beredar di Jakarta dan Ciputat, sehingga pewarna makanan yang berbahaya dan
dapat merusak kesehatan dalam jangka panjang dapat diidentifikasi dan di hentikan
penggunaanya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bahan Tambahan Pangan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti
gumpal, pemucat dan pengental.
Didalam peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan juga bahwa
BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja
ditambahkan kedalam makanan untuk maksud tekhnologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Menurut Winarno 1980 BTP atau ´food additive´ yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut: dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat
essensial dalam makanan, dapat mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik
bagi konsumen dan tidak merupakan penipuan.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah umum digunakan namun sering terjadi kontroversi
karena banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi
kesehatan serta melebihi dari dosis yang diizinkan dalam industri. Secara khusus tujuan
penggunaan BTP dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau
mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.

Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pangan, pengelompokan BTP yang diizinkan


digunakan dalam makanan menurut peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88
adalah sebagai berikut:

1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan nafthol yellow.
3
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau
hamper tidak memiliki nilai gizi. Contohnya adalah Sakarin, Siklamat dan Aspartam.
3. Pengawet yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya fermentasi,
pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
Contohnya: asam asetat, asam propionat dan asam benzoat.
4. Antioksidan yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah proses oksidasi lemak
sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya adalah TBHQ (tertiary
butylhydroquinon).
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan serbuk, tepung atau
bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menembah atau
mempertegas rasa dan aroma. Contohnya Monosodium Glutamate (MSG).
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan,
menetralkan dan mempertahankan derajat asam makanan. Contohnya agar, alginate, lesitin dan
gum.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan atau
pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya adalah asam
askorbat dan kalium bromat.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan
memantapkan system disperse yang homogen pada makanan.
10. Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contohnya
adalah kalsium sulfat, kalsium klorida dan kalsium glukonat.
11. Sekuestan, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam makanan, sehingga
memantapkan aroma, warna dan tekstur. Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium
edetat).
12. BTP lain yang termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk golongan diatas.
Contohnya antara lain: enzim, penambah gizi dan humektan.

2.2 Pewarna Makanan

Warna merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan
suatu produk. Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati makanan. Warna dalam
makanan dapat meningkatkan penerimaan konsumen tentang sebuah produk

4
Penggunaan pewarna makanan yang beredar dipasaran saat ini sangat banyak sekali jenisnya,
penggunaan pewarna makanan alami tentunya akan sangat baik bagi kesehatan dan baik digunakan
dalam jangka pajang dan tidak menyebabkan kerugian bagi konsumen. Namun, saat ini sangat
jarang sekali digunakan pewarna makanan alami karena warnanya yang kurang menarik dan
kurang praktis.

Kebanyakan produk makan yang dijual atau diproduksi oleh pedagang baik itu industry kecil
maupun besar, menggunakan pewarna sintetik. Penggunaan pewarna sintetik banyak digunakan
karena lebih tahan lama dan warnanya yang lebih kuatataupun lebih menarik dibandingkan
pewarna alami. Namun, penggunaan pewarna sintetis harus dilakukan sesuai dengan peraturan
yang berlaku karena dapat merugikan kesehatan.

a. Pewarna Makanan Alami


Pewarna pangan alami adalah pewarna yang diekstraksi dan diisolasi dari 277
tanaman dan hewan yang berbeda yang tidak memberika efek yang membahayakan
sehingga mereka dapat digunakan dalam beberapa pangan dalam jumlah tertentu. Pewarna
ini memiliki kestabilan yang rendah, kurang cerah dan tidak merata, pewarna alami ini
tidak menimbulkan efek buruk (toksik) apabila digunakan dalam jangka panjang bagi
tubuh manusia ataupun konsumen. Contoh pewarna alami ialah ubi ungu, kunyit, Daun
Pandan dll.
b. Pewarna Makanan Buatan (sintesis )

Pewarna pangan sintesis merupakan pewarna yang disintesis maupun yang dibuat
dari bahan – bahan kimia. Pewarna sintesis ini dapat digunakan dalam pangan dalam
jumlah tertentu ( yang telah ditetapkan oleh ADI ). Pewarna ini memiliki kestabilan yang
tinggi, warna yang dihasilkan lebih cerah disbanding pewarna alami, dan harganya yang
cenderung lebih murah karena hanya memerlukan sedikit pewarna untuk mendapatkan
hasil yg bagus. Pewarna sintesis yang diperbolehkan, namun dibatasi penggunaannya,
antara lain tartrazin, kuning kuinolin, kuning FCF, karmoisin, ponceau, eritrosin, merah
allura, indigotin, biru berlian FCF, hijau FCF, dan cokelat HT.

Pemerintah sudah memberikan daftar pewarna yang boleh digunakan dalam


makanan. Tetapi kenyataannya masih ada saja pewarna bukan untuk makanan yang
dicampur dalam penganan, dua di antaranya yang sering ditemukan di Indonesia adalah
rhodamin B dan metanil yellow.

5
Rhodamin B

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau


atau ungu kemerahan, dan tidak berbau. Jika dicampur dalam penganan, rhodamin B akan
berubah warna menjadi merah terang. Rhodamin B biasanya digunakan untuk mewarnai
tekstil, kertas, kain, kosmetik, produk pembersih mulut, dan sabun.

Pewarna ini termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Jika
dikonsumsi dalam jangka panjang, rhodamin B dapat terakumulasi di dalam tubuh,
menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, atau
bahkan kanker hati.

2.3 Pembahasan Jurnal


A. JUDUL
Identifikasi Pewarna Sintetis Pada Produk Pangan Yang Beredar di Jakarta dan Ciputat.

B. LATAR BELAKANG
Warna merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau
kematangan suatu produk. Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati
makanan. Warna dalam makanan dapat meningkatkan penerimaan konsumen tentang
sebuah produk
Penggunaan pewarna makanan yang beredar dipasaran saat ini sangat banyak sekali
jenisnya, penggunaan pewarna makanan alami tentunya akan sangat baik bagi kesehatan
dan baik digunakan dalam jangka pajang dan tidak menyebabkan kerugian bagi konsumen.
Namun, saat ini sangat jarang sekali digunakan pewarna makanan alami karena warnanya
yang kurang menarik dan kurang praktis.
Kebanyakan produk makan yang dijual atau diproduksi oleh pedagang baik itu
industry kecil maupun besar, menggunakan pewarna sintetik. Penggunaan pewarna sintetik
banyak digunakan karena lebih tahan lama dan warnanya yang lebih kuatataupun lebih
menarik dibandingkan pewarna alami.
Namun, penggunaan pewarna sintetis harus dilakukan sesuai dengan peraturan
yang berlaku karena dapat merugikan kesehatan.

6
Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring pewarna sintetis berbagai produk
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Metode analisis kualitatif yang digunakan
adalah kromatografi kertas. Sementara analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometer
UV-VIS. Pewarna sintetis yang terkandung dalam sebagian besar sampel yang dianalisis
adalah pewarna yang memungkinkan penggunaannya untuk makanan oleh Peraturan
Menteri Kesehatan RI seperti sunset yellow, ponceau 4R, tartrazine, dan carmoisin. Namun
sampel krupuk pati mengandung zat yag dilarang yaitu Rhodamin B dengan konsentrasi
2,1892 ppm. Sampel mengandung zat pewarna campuran dari dua atau tiga jenis warna
tunggal seperti es limun botol/orange (Amaranth,Tartrazine dan Kuning FCF/Sunset
Yellow) dan sampel permen merah (Ponceau 4R, Kuning FCF). Namun sebagian besar
berupa pewarna tunggal. Pewarna sintetik yang ada dalam sampel permen kuning sebesar
22,642 ppm dan 9,0119 ppm pada mie basah.

C. METODE PENELITIAN

 Bahan dan Alat


 Bahan
 Alat
1. Sampel cair/koloid (minuman
1. Gelas piala 100 ml dan 200 ml
ringan yang dijajakan, daun
2. Batang pengaduk
cincau, dan bumbu basah)
3. Pipet volumetric
2. sampel padatan berupa krupuk
4. bulf Penangas air (water bath)
warna dan permen warna-
5. Benang wool bebas lemak
warni
6. Bejanakromatografi(chamber,
3. Asam asetat 10 %
developing tank)
4. Etil metil keton 70 ml
7. Pipa kapiler
5. Aseton 30 ml, Aquades 30 ml
8. Kertas whatman nomor 1
6. NaCl 25 gram
9. Spektrofotometer UV-Visibel
7. Etanol 50 % 100 ml
(Lambda 25)
8. Air dan Aquades
10. Neraca Analitik
9. Amoniak 10 %
11. Tabung reaksi dan Gelas ukur
10. Metanol p.a.
11. Standar/baku pembanding
(Tartrazine, dan Rhodamin B)
7
Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Untuk pengambilan sampel dilakukan di berbagai
lokasi di empat wilayah Jakarta serta Ciputat. Sampel yang diambil di pusat keramaian seperti di
pasar dan dekat sekolahsekolah. Beberapa kegiatan yang dilakukan meliputi Studi Lapangan,
pengambilan sampel dan pemeriksaan sampel, pengolahan data, pengambilan data tambahan.
Untuk studi lapangan dilakukan dengan memeriksa secara visual beberapa produk pangan yang
terindikasi menggunakan pewarna sintetis baik yang diijinkan maupun yang dilarang.

Analisa Kualitatif Identifikasi zat pewarna sintetis pada analisa kualitatif menggunakan
metode Kromatografi Kertas (Papper Chromatografhy) (SNI, 01-2895-1992).

Analisa Kromatografi Kertas Prinsip uji bahan Pewarna Tambahan Makanan (BTP) adalah zat
warna dalam contoh makanan/minuman diserap oleh benang wool dalam suasana asam dengan
pemanasan.

 Prosedur kerja Analisa Kualitatif


a. Memasukan 10 ml sampel cair atau 10 – 25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala
100 ml.
b. Diasamkan dengan menambahkan 5 ml Asam asetat 10 %.
c. Memasukan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
d. Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih (10 menit).
e. Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.
f. Menambahkan 25 ml amoniak 10 % ke dalam benang wool yang telah dibilas tersebut.
g. Memanaskan benang wool sampai tertarik pada benang wool (luntur)
h. Benang wool dibuang, larutan diuapkan di atas water bath sampai kering.
i. Residu ditambah beberapa tetes metanol, untuk ditotolkan pada kertas kromatografi
yang siap pakai.
j. Dieluasi dalam bejana dengan eluen sampai mencapai tanda batas.
k. Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkan mengering.
l. Warna yang terjadi diamati, membandingkan Rf (Retardation factor) antara Rf sampel
dan Rf standar.
Jarak yang ditempuh komponen
Perhitungan : Rf = Jarak yang ditempuh eluen

Analisa Kuantitatif Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisa kuantitatif


menggunakan metode Spektrofotometri UV-Visibel (Depkes RI, 1995).

8
Preparasi Standart
1. Deret standar tartrazine (0 ppm – 10 ppm)

Memipet masing-masing 1025,4 µl, 2050,8 µl dan 3076,3 µl standar tartrazine


487,6 ppm ke dalam labutakar 100 ml. Menambahkan aquades masing-masing menjadi
100 ml kemudian dikocok. Deret standar ini mengandung 0, 1, 2.5, 5, 7.5 dan 10 ppm
tartrazine.

2. Standar Rhodamin B(0 ppm – 10 ppm)

Memipet masing-masing 1107,4 l dan 2214,8 standar tartrazine 451,5 ppm ke


dalam labu takar 100 ml. Menambahkan aquades masing-masing menjadi 100 ml
kemudian di kocok. Deret standar ini mengandung 0, 1, 2.5, 5, 7.5 dan 10 ppm
Rhodamin B.

Preparasi Sampel Metode preparasi sampel pada analisa kuantitatif secara


Spektrofotometri menggunakan metode preparasi sampel pada analisa kualitatif
(Kromatografi kertas) yaitu :

a. Memasukan 10 ml sampel cair atau 10 – 25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala
100 ml.
b. Diasamkan dengan menambahkan 5 ml asam asetat 10 %.
c. Memasukan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
d. Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih ( 10 menit).
e. Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.
f. Menambahkan 25 ml amoniak 10 % ke dalam benang wool yang telah dibilas tersebut.
g. Memanaskan benang wool sampai warna yang tertarik pada benang wool luntur kembali.
h. Warna yang telah ditarik dari benang wool dan masih larut dalam amoniak kemudian di
analisa dengan spektrofotometer UV-Visibel.
Perhitungan :
ml ekstrak sampel 1000 𝑔
Konsentrasi (ppm) = 𝑝𝑝𝑚 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑥 𝑥 𝑥 𝐹𝑃
1000 mL 𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

FP = Faktor Pengenceran

9
D. Hasil Dan Pembahasan

Pewarna Pangan kimia didefinisikan sebagai bahan kimia aktif karena itu memerlukan
perhatian yang lebih besar daripada aditif lunak (bland) seperti emulsifier. Pewarna pangan
alami adalah pewarna yang diekstraksi dan diisolasi dari 277 tanaman dan hewan yang berbeda
yang tidak memberika efek yang membahayakan sehingga mereka dapat digunakan dalam
beberapa pangan dalam jumlah tertentu. Pewarna ini memiliki kestabilan yang rendah, kurang
cerah dan tidak merata.

Namun, pewarna sintetik dan produk metabolitnya jika dikonsumsi dalam jumlah besar
memungkinkan toksik dan menyebabkan kanker, deformasi dan lain-lain.

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan, karena meskipun
makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak menarik waktu disajikan, akan
mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang . Hal ini dikarenakan
penampakan dari makanan dan minuman merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi
preferensi dan kesukaan konsumen. Winarno (2004) menyatakan bahwa penentuan mutu
bahan makanan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna,
tekstur dan nilai gizi.

Tetapi sebelum faktor-faktor itu dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih
dahulu dan terkadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan
teksturnya yang sangat baik tidak akan dimakan yang tidak sedap dipandang. Studi pada
manusia menunjukkan bahwa pewarna pangan dapat menginduksi reaksi-reaksi alergi secara
lebih luas hanya dalam individu-individu sensitive (Babu and Shenolikar, 1995).

Identifikasi Zat Pewarna Analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi dua tahap. Yaitu
tahap identifikasi (analisis kualitatif) terhadap kandungan pewarna sintetis yang terdapat dalam
sampel, kemudian tahap pengukuran kadar pewarna sintetik yang teridentifikasi pada sampel
(analisis kuantitatif). Salah satu tahapan uji kualitatif adalah ekstraksi. Ekstraksi pada minuman
tak beralkohol dapat dilakukan secara langsung, sehingga zat warna dapat langsung ditarik
dengan benang wol. Untuk contoh makanan jajanan dengan komponen utama pati dan contoh
makanan jajanan yang mengandung banyak lemak dilakukan ekstraksi dengan menggunakan

pelarut organik.

10
Hasil ekstraksi dipekatkan kemudian zat warna ditarik dengan benang wol dalam suasana
asam dengan pemanasan. Zat warna yang terikat pada benang wol dilarutkan dalam larutan
ammonium hidroksida diserta pemanasan.

Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan pada suasana asam menggunakan asam asetat 10
% serta pada suasana basa menggunakan amoniak 10%, dengan isolasi dan absorpsi oleh
benang wool.

Pada proses ekstraksi diperoleh pewarna sintetis asam, sedangkan pewarna sintetis basa
tidak ditemukan, karena pada waktu ekstraksi oleh benang wool bebas lemak dengan
penambahan amoniak 10% warna tidak tertarik oleh benang wool.

Larutan ammonium hidroksida dipekatkan dan pekatan zat warna hasil isolasi pada
preparasi contoh makanan jajanan ditotolkan (spotting) pada jarak kira-kira 2 cm dari ujung
kertas kromatografi. Jumlah sampel yang ditotolkan kurang lebih 1µl, dengan menggunakan
mikropipet. Tetesan sampel harus diusahakan sekecil mungkin dengan meneteskan berulang
kali, dibiarkan mengering sebelum totolan berikutnya dikerjakan . Pengembangan dilakukan
dengan mencelupkan dasar kertas kromatografi yang telah ditotoli sampel dalam sistem pelarut
untuk proses pengembangan. Proses pengembangan dilakukan dengan cara dikerjakan searah
atau satu dimensi.

Eluen, Pemilihan eluen ini sangat mempengaruhi hasil pemisahan. Akibatnya pada eluen
yang berbeda akan memberikan hasil Rf yang berbeda pula. Misalnya pada hasil penelitian
Jana (2007) menunjukkan adanya perbedaan Rf (Tabel 1) pada eluen yang berbeda. Pada
penelitian ini digunakan Eluen 1 Etil metil keton 70 ml, Aseton 30 ml, Aquades 30 ml) dan
Eluen 2 (NaCl 25 gram, Etanol 50 % 100 ml)

11
A. Uji Kualitatif
Sampel yang diuji dalam penelitian ini diambil dari beberapa daerah di wilayah DKI Jakarta dan
Ciputat (Table 2). Sampel ini dikhususkan lagi di Pasar dan Sekolah karena di tempat ini
merupakan pusat-pusat keramaian dan produk pangan banyak dijual dan dijajakan yang
mengandung pewarna sintetis.

Hasil uji kualitatif (Tabel 2) menunjukkan bahwa sebagian besar sampel menggunakan zat
pewarna sintetik, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran. Hanya bumbu kunyit yang
menggunakan pewarna alami (curcumin).

Hasil ini menunjukkan pula bahwa pewarna sintetis yang terdapat pada sebagian besar sampel
yang dijual di lokasi sampling merupakan pewarna yang diizinkan penggunaannya untuk makanan
menurut Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/88 diantaranya Sunset Yellow, Ponceau 4R,
Tartrazine dan Carmoisin.

Namun masih terdapat sampel yang dilarang menurut Permenkes No 239/Menkes/Per/IX/85


diantaranya Rhodamin B. Jenis pewarna sintetik ini bersifat toksik dan memberikan dampak yang
membahayakan bagi kesehatan manusia.

12
B. Uji Kuantitatif
Dalam penelitian ini yang diuji secara kuantitatif adalah pewarna yang paling sering
digunakan yaitu Tartrazin dan yang dilarang penggunaannya menurut peraturan Menteri
kesehatan No. 239/Menkes/Per/IX/85 yaitu Rhodamin B.

Hasil analisis kuantitatif (Tabel 3) pada sampel krupuk (M1) ternyata kandungan
Rhodamin B yang terdapat dalam sampel adalah sebesar 2,1892 ppm. Rhodamin B merupakan
zat pewarna yang dilarang karena sangat berbahaya bagi kesehatan.

Hasil penelitian Budiarso dkk, 1983, diacu dalam Muchtadi & Nienaber, 1997
menunjukkan bahwa Rhodamin B bersifat toksik, dengan bukti bahwa Rhodamin B dapat
menghambat pertumbuhan hewan percobaan (mencit dan tikus), menyebabkan diare, bahkan
menyebabkan kematin, sekalipun dosis yang digunakan cukup rendah yaitu 0,117 mg per kg
berat badan. Di samping itu Rhodamin B juga menyebabkan kanker hati pada mencit (16,6%),
kanker limfa pada tikus (8,3%) dan dilatasi kantung air seni pada tikus (11,1%).

Menurut penelitian yang juga dilaporkan oleh Budiarso, Sihombing & Nio (1983)
yang diacu dalam Muchtadi dan Nienaber (1997) memperlihatkan bahwa pada konsentrasi

13
Rhodamin B 0,134 mg (diberikan pada mencit) dan 0,340 mg (diberikan pada tikus) masing
- masing selama 3 minggu telah menyebabkan timbulnya kelainan hati.
Hasil analisis beberapa peelitian menyatakan bahwa Rhodamin B dan Methanil
Yellow dapat membahayakan kesehatan manusia yaitu tidak dapat dicerna oleh tubuh dan
akan mengendap secara utuh dalam hati sehingga dapat menyebabkan keracunan hati.
Efek toksik yang disebabkan olek makanan yang mengandung pewarna sintetis
yang tidak diizinkan dapat timbul pada manusia karena golongan pewarna sintetik tersebut
memang bukan untuk dimakan manusia, namun ini tergantung pada banyaknya intake
pewarna sintetik yang tidak diizinkan dan daya tahan seseorang karena dalam tubuh
manusia terdapat proses detoksifikasi di dalam tubuh.
2.4 Berita Acara Diskusi
1.4 Berita Acara
1. Pertanyaan dari : Rahfiana Nora
Isi pertanyaan : Apa fungsi dari dieluasi pada percobaan / penelitian tersebut ?
Jawaban pertanyaan : Pada penelitian tersebut, dimana fungsi dari dieluasi sendiri ialah
untuk menghilangkan zat – zat pengotor yang kemungkinan masih
terdapat pada sampel yang akan diuji, hal ini berguna untuk
mendapatkan hasil yang signifikan, ataupun memperkecil tinggkat
kesalahan dalam melakukan percobaan.
2. Pertanyaan dari : Putri Rizca Mardeni
Isi pertanyaan : Mengapa larutan yang berisi warna yang berasal dari benang wol
(warna yang terserap pada benang wol ) perlu diuapkan?
Jawaban pertanyaan : larutan yang berisi warna yang berasal dari benang wol tersebut
diuapkan untuk memperoleh residu ataupun sampel yang akan diuji,
dimana hal tersebut berfungsi untuk menghilangkan sisa amoniak
yang digunakan untuk membuat larutan tersebut, karena sampel yang
diinginkan atau pun yang akan digunakan merupakan residu dari
hasil penguapan larutan tersebut ( larutan yang berisi amoniak dan
warna dari benang wol ).
3. Pertanyaan dari : Anggi Dwi Putri Herlina
Isi pertanyaan : mengapa yang digunakan dalam percobaan tersebut adalah benang
Wol bebas lemak?
Jawaban Pertanyaan : Fungsi dari benang wol pada analisis kualitatif ini sendiri adalah
14
Sebagai adsorban, sehingga untuk memperoleh hasil yang baik
harus digunakan benang wol bebas lemak, karena jika terdapat
pengotor, ataupun lemak pada benang wol akan mempengaruhi
proses penyerapan pewarna, untuk menghindari hal tersebut maka
sebagai peneliti ataupun orang yang meneliti kita harus benar –
benar teliti dan selalu menguji setiap alat ataupun bahan yang
digunakan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa :

1. Metode Kromatografi Kertas dan Metode Spektrofotometri UV-Visibel dapat digunakan


untuk analisa kualitatif dan kuantitatif pewarna sintetis seperti Sunset Yellow, Tartrazine
dan Rhodamin B.
2. Pewarna sintetik yang terdapat pada sebagian besar sampel yang dianalisis merupakan
pewarna yang diizinkan penggunaannya untuk makanan menurut Permenkes RI No
722/Menkes/Per/IX/88 diantaranya Sunset Yellow, Ponceau 4R, Tartrazine dan Carmoisin.
3. Terdapat sampel krupuk pati yang dilarang menurut Permenkes No 239/Menkes/Per/IX/85
diantaranya Rhodamin B dengan konsentrasi 2.1892 ppm.
4. Terdapat sampel yang mengandung zat pewarna yang merupakan campuran dari dua atau
tiga jenis warna tunggal yaitu sampel es limun botol/orange (Amaranth,Tartrazine dan
Kuning FCF/Sunset Yellow) dan sampel permen merah (Ponceau 4R, Kuning FCF).
Namun sebagian besar berupa pewarna tunggal.
5. Pewarna sintesis yang paling banyak digunakan dalam sampel penelitian ini adalah
Tartrazine.
6. Konsentrasi tartrazine yang terdapat pada sampel permen kuning (10b) dan Mie basah (H)
ternyata melebihi batas maksimum yang boleh diserap oleh tubuh yaitu 7,5 ppm
berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake). Sedangkan sampel Krupuk kuning muda (A2)
dan Krupuk kuning tua (A3) masingmasing memiliki konsentrasi 5,9591 ppm dan 5,7097
ppm masih berada di bawah nilai yang ditetapkan ADI.
B. Saran
1. Perlu dilakukan analisis kuantitatif lebih lanjut untuk mengetahui sejauhmana pengaruh
yang ditimbulkan bagi tubuh oleh penggunaan pewarna sintetis. Terutama pada perwarna
sintetik yang berada diatas nilai ADI.
2. Perlu dilakukan analisis secara terus menerus terhadap produk pangan yang beredar di
pasar, terutama produk pangan dengan visualisasi warna yang mencolok (kontras) serta
tidak mencantumkan jenis pewarna yang digunakan pada kemasannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aurand, L. W., 2003. Food Simultaneous Determination of


Composition and Analysis. Nostrand Carmoisine and Ponceau 4R. Food Anal.
Reinhold : New York. Methods 1:214–219
Babu, S. and S. Shenolikar, 1995. Ming, M., Xubiao L., Bo Chen,
Health and nutritional implications of food Shengpei S, Shouzhuo Y. 2006.
colours. Ind. J. Med. Res., 102: 245-249. Simultaneous determination of water-
Branen, A.L., Davidson P.M & soluble and fat-soluble synthetic colorants
Salminen S. 1990. Food Additives. New in foodstuff by high-performance liquid
York and Basel: Marcel dekker Inc chromatography–diode array detection–
Branen & Thorngate J.H. 2002. electrospray mass spectrometry. J. Chrom.
Food Additives. New York and Basel: A, 1103 : 170–176
Marcel dekker Inc Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Bharata
Indonesia Jakarta. Moutinho, ILD., Bertges, LC. and
Dixit, S. Pandey RC, Das M and Assis, RVC. 2007. Prolonged use of the
Khanna SK. 1995. Food quality food dye tartrazine (FD&C yellow No 5)
surveillance on colours in eatables sold in and its effects on the gastric mucosa of
rural market of Uttar Pradesh. J. Food Sci. Wistar rats. Braz. J. Biol., 67(1): 141-145
Technol. 32 : 375 – 376 Muchtadi, D & N.L.P.Nienaber.
Ishidate, M., Sofuni, JR., T. and 1997. Toksisitas Bahan Terlarang Untuk
Hayashi, M.,1984. Primary mutagenicity digunakan Dalam Makanan dan Minuman.
screening of food additives currently used Makalah disampaikan pada Temu Karya
in Japan. Food Chem. Toxicol. 22, 623 Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
Jana, J. 2007. Studi Penggunaan (BTM) oleh Industri pangan. 25 Februari.
Pewarna Sintetis (Sunset Yellow, Jakarta : Kerjasama Kantor Menteri
Tartrazine dan Rhodamin B) Pada Negara Urusan Pangan dengan Jurusan
Beberapa Produk Pangan di Kabupaten Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA-
Sukabumi. FMIPA. UMMI IPB.
Mannan, H, M.R Oveisi, Naficeh S, Nadia, A. & Tariq M., 2002.
Behrooz J, and & E. Nilfroush. 2008. Surveillance on Artificial Colours in
17
Different Ready to Eat Foods. Pakistan J. Sihombing, G. 1978. An exploratory Study
of Nutr 1 (5) : 223-225 on Three Synthetic Colouring Matters
Nurjanah, I, Sukmaningsih, Commonly Used Food Colours in Jakarta.
Setiawan S & Rustamaji E. 1992. Tesis S2 yang dipublikasikan.
Sebaiknya Anda Tahu Bahan Tambahan Badan Litbang Kesehatan, Departemen
Makanan. Jakarta: Yayasan Lembaga Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
Konsumen Indonesia. http//digilib.litbang.go.id
Patterson, RM. and Butler, JS., SNI, 01-2895-1992. CaraUji
1982. Tartrazine induced chromosomal Pewarna Tambahan Makanan.
aberrations in mammalian cells. Food Trestiati, M. 2003. Analisis Rhodamin B
Chem. Toxicol., 20 (4) : 461-465. pada Makanan dan Minuman Jajanan Anak
Pedro, L.L, Leticia LM, Luis IMR, SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di
Katarzyna W, Kazimierz W, and Judith Kecamatan Margaasih Kabupaten
A.H. 1997. Extraction of Sunset Yellow Bandung). Thesis. ITB. Bandung.
and Tartrazine by Ion-pair Frmation With Vepriati, N. 2007. Surveilans
Adogen-464 and Tfeir Simultaneous Bahan Berbahaya pada Makanan di
Determination by Bivariate Calibration Kabupaten Kulon Progo. Dinkes Kulon
and Derivative Spectrophotometry. Progo.
Analyst. 122 : 1575 – 1579. 18. Poltekes Vries J. 1996. Food safety and
Bandung, 2002. toxicity. CRC, London
Penuntun dan Jurnal Praktikum Winarno, F.G., dan T.S. Rahayu ,
Analisis Bahan Tambahan Makanan”. 1991. Bahan Tambahan dan Kontaminasi.
Jurusan Analis Kesehatan Poltekes : Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.
Bandung Winarno, F.G., 2004. Kimia
Reyes, FGR., Valim, FC. and Vercesi, AE., Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
1996. Effect of organic synthetic food Utama : Jakarta.
colours on mitocondrial respiration. Food Yazid, E., 2005. Kimia Fisika
Addit Contam., 13 (1) : 5-11. untuk Paramedis. Andi Yogyakarta :
Sanjur, D. 1982. Social and Yogyakarta.
Cultural Perspectives in Nutrition. New
Jersey: Engelwood cliffs, Prentice Hall Inc

18

Anda mungkin juga menyukai