Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ZAT ADITIF

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kimia Bahan Pangan


Dosen Pembimbing : Khamidinal, M.Si

Disusun oleh :
Taufiqur Rohim (15630005)
Sella Aandari (15630020)
Nisrina Nabila R. (15630028)
Nailul Aufar W.K. (15630041)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era millenial ini, di Indonesia telah banyak ditemui berbagai jenis makanan.
Seiring kemajuan zaman pun banyak orang yang telah menemukan berbagai cara
untuk mencari keuntungan yang besar terutama dalam bidang industri makanan, baik
industri rumahan hingga industri komersial. Segala cara akan mereka lakukan asalkan
dapat memperoleh keuntungan ekonomi yang lebih banyak dari biasanya. Oleh karena
itu, tidak jarang ditemui para pengusaha industri makanan yang menggunakan bahan
tambahan (zat aditif) agar industri makanannya dapat laku keras di pasaran.

Keadaan semacam ini semakin marak kita temui di masa sekarang ini. Sebagian
alasan dari para pengusaha produk makanan melakukan hal ini dikarenakan bahan
pokok untuk membuat suatu produk makanan itu semakin mahal. Dari situ, para
pengusaha “nakal” pun akhirnya banyak yang menggunakan bahan-bahan tambahan
(zat aditif) yang terkadang cukup membahayakan bagi kesehatan karena secara
ekonomis biayanya lebih murah. Di samping itu, penggunaan zat aditif ini semakin
marak karena tidak ada perbedaan yang cukup mencolok antara makanan tanpa zat
aditif dengan makanan yang menggunakan zat aditif, sehingga para konsumen pun
tetap biasa saja dalam menikmati makanan yang mengandung zat aditif.

Dalam kehidupan sehari-hari, zat aditif (bahan tambahan pangan) sudah umum
digunakan meskipun masih terjadi kontroversi, karena dari segi ekonomi keuntungan
yang didapatkan oleh para pengusaha “nakal” akan lebih banyak dibandingkan dengan
para pengusaha yang menggunakan bahan-bahan pokok tanpa zat tambahan. Secara
khusus, penggunaan zat aditif dalam bidang pangan dapat mengawetkan makanan
dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya
reaksi kimia yang menurunkan mutu pangan; membentuk makanan menjadi lebih baik,
renyah dan nikmat di mulut; memberikan warna dan aroma yang lebih menarik;
meningkatkan kualitas pangan; serta menghemat biaya produksi.

Meskipun demikian, suatu zat aditif atau BTP juga dapat menyebabkan penyakit
jika tidak digunakan sesuai dosis yang telah ditetapkan, terutama bahan aditif buatan
(sintesis). Oleh karena itu, di masa yang semakin maraknya makanan berbahaya ini
kita harus senantiasa mengatur pola hidup sehat, terutama dari pola makan kita. Kita
harus mengetahui makanan apa saja yang baik untuk dikonsumsi, karenanya kita perlu
mengetahui apa saja yang terkandung dalam makanan yang akan kita makan setiap
harinya dan baik atau tidaknya kandungan zat-zat yang ada dalam makanan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah definisi zat aditif atau bahan tambahan pangan ?


2. Apa sajakah macam-macam zat aditif atau bahan tambahan pangan ?
3. Bagaimanakah dampak positif maupun dampak negatif dari zat aditif tersebut ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui dan memahami definisi zat aditif atau bahan tambahan pangan.
2. Mengetahui dan memahami macam-macam zat aditif atau bahan tambahan pangan.
3. Mengetahui dampak positif dan dampak negatif dari zat aditif atau BTP.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Zat Aditif dalam Makanan


Menurut FAO dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan (BTP) adalah senyawa
yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu yang
terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi
untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa ataupun tekstur serta memperpanjang masa
simpan yang bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Sementara menurut Codex, bahan
tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang
dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki
nilai gizi dan ada yang tidak.

Adapun dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan,
mutu dan gizi pangan pada Bab I Pasal 1 menyebutkan, maksud dari bahan tambahan pangan
(BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan ataupun produk makanan. Sementara dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 722/MenKes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan yang
mempunyai ataupun tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan ke dalam
makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyiapan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan
suatu komponen ataupun untuk mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

B. Macam-Macam Zat Aditif


Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam bidang pangan, pengelompokan BTP yang
diizinkan untuk digunakan menurut Peraturan Menteri Kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya
fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba.
4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat menghambat atau mencegah proses oksidasi
lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan serbuk,
tepung atau bubuk.
6. Penyedap dan penguat rasa atau aroma, yaitu BTP yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas (menguatkan) rasa atau aroma makanan.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang dapat
mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat asam suatu makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses
pemutihan atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu
terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan.
11. Sekuestan, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam
makanan sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur.
12. BTP lain, yaitu bahan tambahan pangan yang tidak termasuk golongan di atas.
Contohnya enzim dan penambah gizi.

Adapun golongan BTP yang dilarang menurut PerMenKes RI


No.722/Menkes/Per/IX/88 diantaranya natrium tetraborat (Boraks), formaldehyd
(Formalin), minyak nabati yang dibrominasi, kloramfenikol, kalium klorat,
dietilpirokarbonat (DEPC), nitrofuranzon, P-phenetilkarbamida asam salisilat dan
garamnya, Rhodamin B (pewarna merah), Methanyl Yellow (pewarna kuning), Dulsin
(pemanis sintetis) dan Kalsium Bromat (pengeras).

Secara lebih rinci, macam-macam bahan tambahan pangan atau zat aditif tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Pengawet

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang bersifat


mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi,
pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang bahan
pengawet justru digunakan pada makanan yang relatif sudah awet dengan tujuan untuk
memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.

Penggunaan zat pengawet dalam makanan haruslah diperhatikan dengan tepat, baik
dari jenis maupun dosisnya. Dalam hal ini, Badan POM memiliki panduan tentang zat
pengawet apa saja yang boleh digunakan beserta jumlah maksimal yang aman untuk
ditambahkan. Menurut Badan Pengawasan Pangan, Obat dan Makanan (BPPOM), ada
beberapa jenis bahan pengawet yang boleh digunakan, diantaranya sebagai berikut :

a. Asam Sorbat dan Garamnya

Asam sorbat merupakan asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan
mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk yang digunakan umumnya berupa garam Na- atau K-
sorbat yang bersifat lebih mudah larut.

Gambar 2.1 Struktur Asam Sorbat


Asam sorbat yang pada umumnya ditambahkan ke dalam makanan dalam bentuk
garamnya dapat digunakan sebagai pengawet dalam berbagai jenis makanan karena mampu
menghambat pertumbuhan jamur. Zat Sorbat dapat digunakan untuk pengawet margarin,
pekatan sari buah dan keju dengan dosis 1g/kg.
b. Natrium Benzoat

Natrium benzoat memiliki rumus molekul NaC6H5CO2 yang merupakan garam


natrium dari asam benzoat dan berada dalam bentuk ini bila dilarutkan dalam air. Natrium
benzoat dapat diproduksi dengan mereaksikan natrium hidroksida dengan asam benzoat.
Natrium benzoat digunakan sebagai pengawet pada berbagai macam makanan karena dapat
menghambat pertumbuhan yeast dan jamur. Adapun Asupan harian yang diterima
(acceptable daily intake atau ADI) natrium benzoat adalah 5mg/kg berat badan.

Gambar 2.2 Struktur Asam Benzoat dan Natrium Benzoat

Natrium benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering
digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri. Untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap dapat digunakan
benzoat dengan dosis 600mg/kg, serta untuk sari buah, saus tomat, saus sambal, manisan,
jeli, agar dan makanan lain dengan dosis 1g/kg. Natrium benzoat juga dapat digunakan
sebagai pengawet dalam obat-obatan dan kosmetik. Meskipun asam benzoat adalah
pengawet yang lebih efektif, tetapi natrium benzoat lebih banyak digunakan sebagai bahan
tambahan karena asam benzoat tidak dapat larut dalam air.

c. Natrium Propionat atau Kalsium Propionat

Natrium Propionat dapat digunakan untuk bahan pengawet roti dengan dosis 2g/kg
dan keju olahan dengan dosis 1g/kg. Natrium Propionat yang disintesis secara kimiawi
paling sering digunakan sebagai bahan pengawet makanan karena dapat mencegah
pertumbuhan jamur dan beberapa bakteri. Menurut FDA, natrium propionat diakui aman
ketika digunakan sebagai zat aditif.

Gambar 2.3 Struktur Kalsium dan Natrium Propionat


d. Natrium Nitrat

Natrium nitrat adalah senyawa kimia dengan rumus NaNO3. Garam nitrat umumnya
digunakan untuk proses curing daging guna memperoleh warna yang baik dan mencegah
pertumbuhan mikroba. Natrium nitrat dapat digunakan sebagai bahan pengawet daging
olahan seperti sosis dengan dosis sebanyak 500 mg nitrat/kg, corned dalam kaleng dengan
dosis 50 mg/kg, dan keju dengan dosis 50 mg/kg.

Gambar 2.4 Struktur Natrium Nitrat

e. Natrium Bisulfit (Sodium Hidrogren Sulfit)

Natrium bisulfit adalah senyawa kimia dengan rumus NaHSO3. Garam bisulfit dapat
dibuat dengan memanaskan belerang dioksida dalam larutan natrium karbonat dalam air.
Bahan ini dapat digunakan sebagai bahan pengawet untuk potongan kentang goreng dengan
dosis 50mg/kg, udang beku dengan dosis 100mg/kg dan pekatan sari nanas dengan dosis
500mg/kg. Dalam pengalengan buah, natrium bisulfit digunakan untuk mencegah
pencoklatan (yang disebabkan oleh oksidasi) dan untuk membunuh mikroba. Dalam
pembuatan anggur, natrium bisulfit dapat melepaskan gas belerang dioksida ketika
ditambahkan ke air yang kemudian akan membunuh ragi, jamur dan bakteri dalam jus
anggur sebelum fermentasi. Natrium bisulfit juga ditambahkan ke botol anggur untuk
mencegah pembentukan cuka dan untuk melindungi aroma, warna dan rasa anggur dari efek
oksidasi yang menyebabkan pencoklatan.

Gambar 2.5 Struktur Natrium Bisulfit

2. Pemanis

Pemanis merupakan komponen bahan pangan yang terbagi menjadi pemanis alami dan
pemanis buatan (sintetik). Baik pemanis alami maupun sintetik merupakan senyawa yang
memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak mempunyai nilai gizi atau disebut non-nutritive
sweeteners. Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori
yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari gula. Sebagai bahan aditif, pemanis harus
memenuhi ketentuan, seperti mempunyai rasa manis, larut dan stabil dalam kisaran pH
tertentu dan harganya lebih murah dari pemanis alami. Adapun contohnya sebagai berikut :
 Pemanis Alami

Beberapa contoh pemanis alami adalah gula, gula alkohol, sukrosa, glukosa, fruktosa,
madu, daun stevia, sirup agave dan sirup maple.

 Pemanis Sintetis

Beberapa contoh pemanis sintetis atau buatan diantaranya :

a. Sakarin

Sakarin (orto-benzoat sulfamida atau C6H4COSO2NH) dengan struktur sebagaimana


gambar 2.7. secara tidak sengaja ditemukan oleh Remsen dan Fahlberg tahun 1879. Pemanis
ini merupakan pemanis pertama yang ada di pasaran. Sakarin dalam bentuk senyawa garam
natrium sakarin dapat digunakan untuk saus, es lilin, minuman ringan dan minuman yoghurt
berkalori rendah dengan dosis 300mg/kg, es krim dan sejenisnya dengan dosis 200mg/kg,
permen berkalori rendah dengan dosis 100mg/kg, serta permen karet dan minuman ringan
fermentasi berkalori rendah dengan dosis 50 mg/kg. Sakarin memiliki kadar kemanisan 500x
kemanisan gula biasa. Nilai konsumsi harian yang diperbolehkan oleh FAO adalah antara 0
hingga 5mg/kg berat badan tiap hari. Amerika dan Jepang bahkan sudah melarang sama
sekali penggunaan pemanis ini karena terbukti berbahaya bagi kesehatan. Di Indonesia,
sakarin sangat mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah sehingga mendorong
produsen minuman dan makanan ringan untuk menggunakan jenis pemanis buatan ini di
dalam produk pangannya.

Gambar 2.7 Struktur Sakarin

b. Siklamat

Natrium siklamat memiliki kadar kemanisan 50x kemanisan gula biasa. Amerika dan
Jepang, penggunaan bahan ini sudah dilarang sama sekali karena terbukti berbahaya bagi
kesehatan. Akan tetapi di Indonesia, siklamat sangat mudah diperoleh dengan harga yang
relatif murah sehingga mendorong produsen minuman dan makanan ringan untuk
menggunakan jenis pemanis buatan ini di dalam produknya dan di Indonesia memang
penggunaannya masih diizinkan oleh pihak terkait.
Meskipun demikian, sebenarnya hasil metabolisme dari siklamat adalah berupa
sikloheksamina yang merupakan senyawa karsinogenik dan pembuangan sikloheksamina
melalui urin dapat merangsang tumbuhnya tumor kandung kemih pada tikus.

Gambar 2.8 Struktur Natrium Siklamat

c. Sorbitol

Sorbitol adalah senyawa monosakarida polihidrik alkohol. Sorbitol atau dikenal juga
hexitol memiliki rumus molekul C6H14O6 dan umumnya dibuat dari glukosa dengan proses
hidrogenasi katalitik bertekanan tinggi. Sorbitol biasanya digunakan sebagai bahan pemanis
dan pengawet pada makanan. Selain itu, sorbitol merupakan bahan baku dalam pembuatan
Vitamin C. Dalam industri kosmetik, sorbitol juga dapat digunakan sebagai pelembab dalam
bentuk cream dan penyegar dalam pembuatan pasta gigi.

Gambar 2.9 Struktur Sorbitol

d. Kalium Acesulfam

Kalium Acesulfam atau biasa disingkat ACS-K merupakan bahan pemanis yang
mempunyai kelarutan dalam air sangat baik dibandingkan dengan pemanis sintetis yang lain.
Pemanis ini stabil pada suhu masak dan suhu pemanggangan serta penggunaannya telah
disetujui dalam produk makanan di lebih dari 90 negara.

Gambar 2.10 Struktur Kalium Acesulfam


e. Aspartam

Aspartam merupakan serbuk kristal putih dan tidak berbau. Aspartam mempunyai
nilai kalori 17 kj/g sebagaimana senyawa protein yang lain. Meskipun demikian, karena
tingkat kemanisannya yang tinggi maka yang digunakan hanya sedikit sehingga masih dapat
dikelompokkan sebagai pemanis non-nutrisi. Meskipun relatif stabil dalam bentuk kering,
pemanis ini mengalami degradasi dalam laruran yang tergantung pada pH dan suhu yang
membuat aspartam tidak sesuai untuk agen pemanis dalam makanan yang dipanaskan.

Gambar 2.11 Struktur Aspartam

f. Sukralosa

Pemanis ini dapat ditambahkan ke dalam makanan yang melalui proses pemanasan
dan memerlukan waktu kadaluarsa yang lama. Pemanis ini telah disetujui sebagai bahan
tambahan makanan di lebih dari 60 negara, dan sejak Januari 2005 Uni Eropa juga
memperbolehkannya untuk digunakan.

Gambar 2.12 Struktur Sukralosa

3. Pewarna

Zat pewarna merupakan bahan tambahan makanan (BTP) yang digunakan untuk
mempertajam atau menyeragamkan warna yang memudar akibat pengolahan sehingga dapat
meningkatkan daya tarik dari produk makanan tersebut. Zat ini biasanya dapat ditambahkan
pada semua jenis makanan atau minuman yang diinginkan, seperti klorofil, biru berlian,
riboplavin dan lain-lain. Penggunaan pewarna yang aman pada makanan telah diatur melalui
peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang untuk
digunakan dalam makanan, pewarna yang diizinkan serta batas penggunaannya, termasuk
penggunaan bahan pewarna alami. Tetapi masih banyak produsen makanan yang
menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya
pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat umumnya
mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, harga lebih murah dan
produsen belum mengetahui bahaya dari pewarna tersebut.

Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada makanan
adalah methanil yellow dan rhodamin B. Pewarna tersebut sering digunakan dalam
pembuatan berbagai macam makanan seperti sirup, kue, agar, tahu dan lain-lain. Kedua
pewarna tersebut telah dibuktikan menyebabkan kanker dan gejalanya tidak dapat dilihat
langsung setelah mengkonsumsi. Oleh karena itu, penggunaannya dilarang walaupun dalam
jumlah kecil. Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah
dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan, kunyit dan ekstrak buah-
buahan. Akan tetapi penggunaan bahan pewarna alami juga dibatasi sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan
diantaranya adalah :

a. Karamel, yaitu pewarna alami berwarna cokelat yang dapat digunakan untuk
mewarnai selai/jeli dengan dosis 200mg/kg, acar ketimun dalam botol dengan dosis
300mg/kg dan yogurt beraroma dengan dosis 150mg/kg.
b. Beta karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-oranye yang dapat digunakan
untuk mewarnai acar ketimun dalam botol dengan dosis 300mg/kg, es krim dengan
dosis 100mg/kg, dan keju dengan dosis 600mg/kg. Contohnya pada annato. Annato
berasal dari biji dari achiote pohon tropis dan subtropis di seluruh wilayah dunia.
Benih-benih tersebut bersumber untuk menghasilkan karotenoid kuning-oranye
berbasis pewarna makanan dan rasa.
c. Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang digunakan untuk mewarnai
selai/jeli dengan dosis 200mg/kg. Contohnya pada daun suji. Daun suji
mengandung klorofil sehingga daun suji merupakan pemberi warna hijau pada
makanan. Daun suji seringkali dicampur dengan daun pandan sehingga selain
memberi warna, juga memberi aroma pada makanan.
d. Kurkumin, yaitu pewarna alami yang berwarna kuning-oranye yang dapat
digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya dengan dosis 50 mg/kg.
Contohmya adalah kunyit. Kunyit memiliki kandungan kurkuminoid yang tinggi.
Sehingga, kunyit dapat memberikan warna kuning dan oranye cerah. Kunyit
termasuk tanaman yang tidak berbahaya dan memiliki khasiat yang tinggi, sehingga
kunyit aman untuk digunakan sebagai zat warna.

Selain pewarna alami, pada makanan juga sering ditambahkan pewarna sintetis yang
diantaranya berupa :

a. Amaranth

Amaranth adalah pewarna merah tua ke ungu yang pernah digunakan sebagai
pewarna makanan dan kosmetik. Tetapi sejak tahun 1976, pewarna ini dilarang oleh FDA
Amerika Serikat karena diduga merupakan karsinogen. Amaranth biasanya digunakan dalam
bentuk garam trinatrium.
Gambar 2.13 Struktur Amaranth

b. Brilliant Blue FCF (Biru Berlian)

Brilliant blue FCF (biru berlian) merupakan zat pemberi warna biru. Zat pewarna
yang memiliki rumus molekul C37H34N2Na2O9S3 ini termasuk pewarna golongan trifenil
metan yang merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila pewarna ini dilarutkan dalam
air akan menghasilkan warna hijau kebiruan. Pewarna ini bersifat larut dalam glikol dan
gliserol, agak larut dalam alkohol 95%. Brilliant Blue FCF tahan terhadap asam asetat tetapi
agak luntur oleh cahaya. Pewarna ini juga agak tahan terhadap HCl 10% tetapi akan
berwarna kehijauan, sedangkan pada HCl 30% warnanya menjadi hijau kekuningan.
Penggunaan bahan ini biasanya pada minuman, blueberry flavor, es krim, permen dan sirup.

Gamabr 2.14 Struktur Brilliant Blue FCF

c. Rhodamin B

Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau
ungu kemerahan, tidak berbau dan dalam larutan berwarna merah terang berfluorensi.
Pewarna ini terbuat dari dietillaminophenol dan phatalic anhidria dimana kedua bahan baku
ini sangat bersifat toksik bagi manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna
kertas, wol dan sutra. Rumus molekul dari rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat
molekul sebesar 479.000.
Gambar 2.15 Struktur Rhodamin B

d. Tartrazin

Tartrazin adalah bahan pewarna sintetik yang memberikan warna kuning pada bahan
makanan maupun minuman. Bahan ini juga sering dikombinasikan dengan Brilliant Blue
FCF untuk memberikan gradasi warna hijau. Tartrazin banyak terdapat pada produk
makanan, minuman, mie instant, pudding, serta permen. Zat ini juga terdapat dalam sabun,
kosmetik, sampo serta moisturizers. Tartrazin merupakan turunan dari coal tar, yang
merupakan campuran dari senyawa fenol, hidrokarbon polisiklik, dan heterosklik. Tartrazin
umum digunakan sebagai bahan pewarna minuman. Rumus kimia tartrazin,
C16H9N4Na3O9S2.

Gambar 2.16 Struktur Tartrazin

4. Pengemulsi, Pemantap dan Pengental

Zat ini ditambahkan dengan tujuan membentuk emulsi yang akan menyempurnakan
pencampuran bahan-bahan makanan pada satu jenis makanan atau minuman. Fungsi dari
pengemulsi, pemantap dan pengental adalah memantapkan emulsi dari lemak dan air
sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta
mempunyai tekstur yang kompak. Daya kerjanya dipengaruhi oleh bentuk molekulnya yang
mampu terikat oleh dua jenis cairan serta dapat membantu terbentuknya atau memantapkan
sistem dipersi yang homogen pada makanan. Bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi
antara lain yaitu kuning telur, putih telur, gelatin, lesitin, pektin dan pasta kanji. Pemantap
digunakan untuk pemantap hasil olahan, sedangkan pengental digunakan untuk
mengentalkan makanan seperti agar-agar, amonium alginat, gom arab, karagenan, lesitin,
pektin, dan gelatin. Bahan pengental yang biasa digunakan adalah keragenan, agar, pektin,
gum arab, dan CMC. Bahan-bahan tersebut digunakan untuk jenis makanan seperti es krim,
es putar, saus sardin, selai, jeli, sirup, minuman hasil olahan susu, bir, sardin yang
dikeringkan, saus selada, dan lain-lain.
5. Penguat Rasa dan Aroma

Penguat cita rasa adalah suatu zat sebagai bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam
makanan dengan fungsi memperkuat rasa dan aroma. Fungsi bahan penguat cita rasa dalam
makanan bersifat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau lebih diterima dan menarik oleh
konsumen. Vetsin atau bumbu masak adalah penyedap atau penguat cita rasa dan sering
dipergunakan masyarakat dengan berbagai merek. Bahan tersebut umumnya mengandung
monosodium glutamat (MSG). Asam glutamat dapat merangsang dan menghantar sinyal-
sinyal antar sel otak dan dapat memberikan citarasa pada makanan menjadi semakin nikmat.
Pemakaian atau penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan.
Bila mengkonsumsi terlalu sering atau melebihi dosis yang telah ditentukan, maka akan
mengganggu kerja syaraf atau otak.

Zat penyedap dapat berasal dari senyawa alami seperti bawang putih, ekstrak
tanaman atau sari buah, minyak essensiel dan oleoresin. Sedangkan senyawa penyedap
sintetis berasal dari hasil sintesis zat-zat kimia seperti vetsin atau MSG. Penyedap rasa dan
aroma yang alami dan banyak digunakan berasal dari jeruk, rempah-rempah, minyak atsiri
dan oleoresin dari tumbuhan dan rempah-rempah. Sedangkan penyedap rasa yang dibuat
secara sintesis umumnya merupakan campuran bahan kimia berupa amil asetat (aroma rasa
pisang), amil kaproat (aroma rasa apel), etil butirat (aroma rasa nanas), vanilin (aroma rasa
vanila) dan lain-lain.

6. Antioksidan

Oksigen meskipun dalam jumlah kecil, dapat mengoksidasi makanan terutama lemak
tak jenuh sehingga menimbulkan rasa tengik. Oksigen sangat sulit bahkan hampir tidak
mungkin dihilangkan dari potongan makanan. Agar makanan tidak cepat teroksidasi, maka
dicampurkan zat antioksidan ke dalam makanan. Antioksidan merupakan senyawa-senyawa
yang keberadaannya mengganggu reaksi rantai radikal bebas. Suatu senyawa untuk dapat
digunakan sebgai antioksidan harus mempunyai sifat-sifat: tidak toksik, efektif pada
konsentrasi rendah, dapat terkonsentrasi pada permukaan, dan harus dapat tahan pada
kondisi pengolahan pada umumnya. Contoh zat yang dapat digunakan sebagai antioksidan
adalah butylated hydroxy anisole (BHA), butylated hydroxy toluena (BHT), propil galat, dan
tertiary butylated hydroxy quinone (TBHQ).

7. Anti Kempal

Bahan ini merupakan bahan tambahan yang dapat mencegah mengempalnya makanan
yang berupa serbuk, tepung, atau bubuk. Anti kempal merupakan senyawa anhydrous yang
dapat menyerap air tanpa menjadi basah. Bahan tersebut ditambahkan pada produk berupa
granula atau bubuk yang bersifat higroskopis. Secara umum, antikempal dapat berfungsi
karena mudah menyerap air dengan melapisi partikel-pertikel bubuk yang menyebabkan
penolakan penyerapan air. Contoh zat yang merupakan anti kempal antara lain, kalsium
aluminium silikat,natrium aluminium silikat, magnesium oksida, kalium ferosianida, kalium
silikat dan magnesium stearat.
8. Pengatur keasaman

Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar) merupakan bahan tambahan


makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat asam suatu
makanan. Contoh dari zat pengatur keasaman adalah asam asetat, asam fumarat, asam fosfat,
asam laktat, asam malat, asam sitrat dan kalium bikarbonat.

9. Pemutih dan Pematang Tepung

Bahan ini merupakan bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses
pemutihan dan pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
Contohnya adalah asam askorbat, aseton peroksida dan kalium klorat.

10. Sekuestran

Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada
dalam makanan sehingga mencegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan
warna dan aroma, dan dapat memantapkan aroma, warna, dan tektur. Contoh sekuestran
adalah asam sitrat, asam fosfat dan stearil sitrat.

11. Pengeras

Bahan pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau
mencegah melunaknya makanan. Contohnya adalah kalsium sulfat dan kalsium glukonat.
Bahan tambahan pangan pengeras atau firming agent dapat diaplikasikan pada proses
pembuatan acar ketimun, sayuran, buah dalam kaleng, daging dan ikan dalam kaleng
serta jeli sehingga diharapkan tekstur makanan tersebut masih tetap terjaga lebih renyah
(crispy) dan tidak menjadi lunak selama proses pengolahan.

12. Bahan tambahan makanan lain

Bahan ini merupakan bahan tambahan makanan yang tidak termasuk golongan-
golongan di atas. Contohnya enzim dan penambahan gizi.

C. Dampak Positif Dan Negatif Zat Aditif Pada Makanan


Berdasarkan macam-macam zat aditif atau bahan tambahan pangan di atas, dapat
dikelompokkan dampak positif dan negatifnya sebagai berikut :

No. Jenis Zat Aditif Dampak Positif Dampak Negatif


1 Pewarna Dapat memperbaiki/ CFC dan tetrazine dapat
memberi warna pada merusak organ hati dan ginjal.
makanan
2 Pemanis Memberi rasa manis tetapi Siklamat dan sakarin
hampir tidak memiliki nilai dapat menyebabkan penyakit
gizi kanker.
3 Pengawet Mencegah/menghambat Boraks dan formalin jika
aktifitas mikroba dikonsumsi secara terus-menerus
dapat mengganggu fungsi organ
pencernaan.
4 Antioksidan Mencegah/menghambat Untuk konsumen yang memiliki
proses oksidasi lemak alergi seperti kacang-kacangan ,
sehingga mencegah adanya antioksidan TBHQ, BHA
ketengikan atau BHT akan menyebabkan
mudah tersinggung, rasa gelisah
sulit tidur hingga konstipasi.
5 Antikempal/anti Mencegah mengumpalnya Alumunium natrium silikat pada
caking makanan serbu,bubuk, dan konsentrasi tinggi akan
tepung berbahaya bagi pasien tulang.
Kalium ferrosianida dapat
menyebabkan hemoglobin tak
mampu metranspor oksigen.
6 Penyedap rasa, Memberikan, menambah Penggunaan Monosodium
aroma, dan atau mempertegas rasa dan Glutamat (MSG)
penguat rasa aroma dapat menimbulkan kerusakan
pada jaringan saraf.
7 Pengatur Mengasamkan, Jika mengonsumsi asam sitrat
keasaman menetralkan dan berlebihan dapat menyebabkan
mempertahankan derajat korosi gigi.
asam
8 Pemutih dan Mempercepat pemutihan Kalium bromat dapat
pematang tepung atau pematangan tepung menyebabkan kanker dan
memicu kelainan tiroid dan
gagal ginjal.
9 Pengemulsi, Membantu terbentuknya Pada pengemulsi buatan
pemantap, dan memantapkan sistem menyebabkan kerusakan
pengental disperse yang homogen lambung, kanker hingga
perubahan pada kromosom.
10 Sekuestan Mengikat ion logam yang Asam fosfat kimia mampu
terdapat dalam makanan menurunkan kepadatan tulang
dan penyakit ginjal.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Zat Aditif atau bahan tambahan pangan adalah suatu zat atau senyawa yang
sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu
yang terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan.

2. Macam-macam zat aditif atau bahan tambahan pangan diantaranya Pewarna,


Pemanis, Pengawet, Antioksidan, Antikempal, Penyedap dan penguat rasa atau
aroma, Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), Pemutih dan
pematang tepung, Pengemulsi, pemantap dan pengental, Pengeras, Sekuestan
dan BTP lain.

3. Secara umum, zat aditif atau bahan tambahan pangan dapat memberikan dampak
positif ataupun dampak negatif bergantung pada jenis zat dan berapa kadar
penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, M Supli. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung: Penerbit
Alfabeta.

Eka, Reysa. (2013). Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta : Titik Media
Publisher.

Praja, Denny Indra. (2015). Zat Aditif Makanan : Manfaat dan Bahayanya. Yogyakarta :
Garudhawaca.

Rohman, Abdul. (2011). Analisis Bahan Pangan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. (2006). Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta :
Kanisius.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai