Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk kehidupan manusia
dan yang paling hakiki untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada umumnya dalam
mengolah pangan diberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara antara lain dengan
penambahan bahan tambahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki
tekstur, kelezatan atau kenampakan.

Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah diwujudkan oleh pemerintah dengan di
keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Undang-undang Nomor 7
tahun 1996 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan. (Anggrahini, 2008)

Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup pesat, diiringi dengan
penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat. Berkembangnya produk pangan awet
saat ini, hanya mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis
makanan yang praktis dan awet. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang
diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau
keamanan konsumen. (Anggrahini, 2008)

Munculnya masalah keamanan pangan salah satu penyebabnya adalah adanya bahan kimia berbahaya
yang masuk kedalam tubuh manusia yang berasal dari bahan tambahan dan kontaminan. Penggunaan
bahan tambahan pangan yang baik dan sesuai dengan ketentuan, menjadi harapan para konsumen.
Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai bahan tambahan pangan (BTP).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Bahan Tambahan Pangan?

2. Apa fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan ?

3. Apa saja jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan?

1.3 Tujuan

Tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui apa itu Bahan Tambahan Pangan

2. Mengetahui Fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan

3. Mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan

1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis khususnya, maupun para pembaca.
Manfaat tersebut baik dari segi pengetahuan dan pemahaman mendalam mengenai penambahan bahan
tambahan pangan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pegepakan,
pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut (Viana, 2012).

Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab I pasal
1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan (Viana, 2012).

Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam
makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan
atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta
memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut codex, bahan
tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan , yang dicampurkan
secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang
tidak. (Viana, 2012).
Pemakaian bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara,
pengawasannya dilakukakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM).
(Viana, 2012).

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :

Dimaksudakan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan

Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah

Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi
persyaratan

Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah
ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek
toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini
selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan
konsumen.

Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan
yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.

Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), pada dasarnya pesyaratan bahan tambahan
pangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi

2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan dalam
penggunaanya.

3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu sesuai dengan
perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.

4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah ditetapkan.

5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika maksud penggunaan
tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara ekonomis dan teknis.

6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan maksud tertentu dan
kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin tetapi masih berfungi seperti yang dikehendaki
(Viana, 2012).
2.2 Fungsi dan Tujuan Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai
gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan.

Secara khusus tujuan penggunaan BTP dalam pangan adalah untuk:

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau


mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik

4. Meningkatkan kualitas pangan.

5. Menghemat biaya.

Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pangan, pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan
dalam makanan menurut peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai
berikut:

1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contoh
pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan nafthol yellow.

2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau
hamper tidak memiliki nilai gizi. Contohnya adalah Sakarin, Siklamat dan Aspartam.

3. Pengawet yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya fermentasi, pengasaman
atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya: asam
asetat, asam propionat dan asam benzoat.

4. Antioksidan yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah proses oksidasi lemak sehingga
mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya adalah TBHQ (tertiary butylhydroquinon).

5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan serbuk, tepung atau
bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.

6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menembah atau
mempertegas rasa dan aroma. Contohnya Monosodium Glutamate (MSG).

7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan,
menetralkan dan mempertahankan derajat asam makanan. Contohnya agar, alginate, lesitin dan gum.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan atau
pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat dan
kalium bromat.

9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan
memantapkan system disperse yang homogen pada makanan.

10. Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contohnya
adalah kalsium sulfat, kalsium klorida dan kalsium glukonat.

11. Sekuestan, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam makanan, sehingga
memantapkan aroma, warna dan tekstur. Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat).

12. BTP lain yang termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk golongan diatas. Contohnya
antara lain: enzim, penambah gizi dan humektan.

2.3 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan

Di Indonesia, penggunaan BTP telah diatur sejak tahun 1988 dalam Permenkes No.
722/MenKes/Per/IX/1988 yang dikuatkan dengan Permenkes No.1168/MenKes/Per/1999 menyebutkan
bahwa yang termasuk BTP adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal,
penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi,
pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk memantapkan warna dan tekstur makanan). (Puspasari,
2007)

A. BERDASARKAN CARA PENAMBAHAN

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai
berikut:

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan
mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran,
cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai
fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup
banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula
merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan
mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi.
Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida,
herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.

B. BERDASARKAN FUNGSI
Berdasarkan fungsinya, menurut peraturan Menkes No. 235 tahun 1979, BTP dapat dikelompokan
menjadi 14 yaitu : Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim; Pemanis buatan;
Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, pemantap dan pengental; Peneras;
Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa da aroma, Sekuestran; dll. BTP dikelompokan berdasarkan
tujuan penggunaanya di dalam pangan. Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan
dapat digolongkan sebagai : Pewarna; Pemanis buatan; Pengawet; Antioksidan; Antikempal; Penyedap
dan penguat rasa serta aroma; Pengatur keasaman; Pemutih dan pamatang tepung; Pengemulsi;
Pemantap dan pengental; Pengeras, Sekuestran, Humektan, Enzim dan Penambah gizi.

1. Pewarna

Pewarna adalah bahan yang dapat memberikan atau memperbaiki warna pada makanan. Dengan
menggunakan pewarna, makanan bisa tampak lebih menarik danmenjadi lebih bervariasi.

Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk membei kesan menarik bagi konsumen,
menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses
pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Pemerintah telah mengatur
penggunaan pewarna ini, namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan-bahan
pewarna yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya
mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan harga lebih murah. Alternatif lain
untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti
ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang lebih aman. Beberapa
pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah : Karamel, Beta-karoten,
Klorofil, dan Kurkumin.

Secara garis besar berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna, yaitu pewarna alami dan
pewarna sintesis. Beberapa pewarna alami yang ikut menyumbangkan nilai nutrisi ( karotenoid,
riboflavin dan kobalamin) merupakan bumbu (unir dan pabrika) atau pemberi rasa (karamel). Beberapa
bahan pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan
hemoglobin, antosianin, flavonoid, thanin, betalain, quinon dan santon serta karotenoid.

Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam bahan pangan disebut sebagai Permittet Colour atau
Certified Colour. Proses sertifikasi meliputi pengujian kimia, biokimia, toxikologi dan analisis media
terhadap zat warna tersebut. Pemakaian bahan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak
positif bagi konsumen dan produsen diantranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan
warna pangan dan mengemabalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama
pengolahan juga mempunyai dampak negatif bila:

a. Dimakan dalam jumlah kecil namun berulang

b. Dimakan dalam jangka waktu lama

c. Daya tahan tubuh yang berbeda-beda

d. Pemakaian secara berlebihan


e. Penyimpanan yang tidak memenuhi syarat

2. Pemanis Buatan

Zat pemanis sintesi merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu
mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh
lebih rendah dari pada gula (winarno, 1997).

Tanaman penghasil pemanis utama adalah tebu (saccharum officanarum L) dan bit (beta fulgaris L).
Beberapa bahan pemanis yang sering digunakan adalah

1. Sukrosa 6. D-Fruktosa

2. Laktosa 7. Sorbitol

3. Maltosa 8. Manitol

4. Galaktosa 9. Gliserol

5. D-Glukosa 10. Glisina

Pemanis sintesis adalah bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis terhadap bahan pangan
tetapi tidak memiliki nilai gizi. Contohnya :

1. Sakarin 4. Dulsin

2. Siklamat 5. Sorbitol sintesis

3. Aspartam 6. Nitro-propoksi anilin

Tujuan penggunaan pemanis sintesis

Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus, karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah

Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan

Sebagai penyalut obat

Menghindari kerusakan gigi pada industri

Menekan biaya produksi

3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk memperpanjang masa simpan bahan makanan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi
bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Penggunaan pengawet dalam makanan
harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan
makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan
mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya
juga berbeda. Zat pengawet dibedakan menjadi pengawet oganik dan anorganik.

a. Zat pengawet anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit.
Selain sebagai pengawet sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat
melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida berfungsi sebagai anti oksidan
dan meningkatkan daya kembang terigu.

Garam nitrat dan nitrit digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan
mencegah pertumbuhan mikroba seperti clostridum botulinum. Selain nitrit, ada juga bahan pengawet
alami yang lain, seperti :

Gula merah: Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan seperti halnya gula tebu.

Garam: Garam merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan air laut. Ikan asin
dapat bertahan hingga berbulan-bulan karena pengaruh garam.

Kunyit: Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan penggunaan kunyit,
tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.

Kulit kayu manis: Di beberapa tempat di belahan Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi
sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat. Selain itu, kayu manis juga berfungsi
sebagai pemanis dan pemberi aroma.

Cengkih : Cengkih merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain
sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah aroma.

b. Zat pengawet organik

Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam
benzoat, asam asetat, dan epoxida.

Benzoat: Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat
(garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco, kecap, saus, selai, dan
agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.

Sulfit: Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit. Potongan kentang,
sari nanas, dan udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini.
Propil galat: Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak atau lemak dan permen
karet serta untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai
antioksidan.

Garam nitrit: Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Bahan ini terutama sekali
digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet,
serta makanan kering seperti kue kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit
ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging.

Asam asetat: Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini menghasilkan
rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu selera karena bahan ini sama dengan
sebagian isi dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi
ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai pengawet
asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.

Propianat: Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan garam
kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga dapat menghambat
pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan pengawetan
produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.

Sorbat: Sorbat yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.Sorbat sering
digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar. Asam sorbat sangat efektif
dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang
diperbolehkan.

c. Tujuan penggunaan bahan pengawet

Secara umum penambahan pengawet pada penambahan bahan pangan bertujuan sebagai berikut :

Menghambat mikroba pembusuk pada pangan, baik yang bersifat patogen maupun yang tidak bersifat
patogen

Memperpanjang umur simpan pangan

Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan

Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah

Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi
persyaratan

Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

4. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan pangan.
Penggunaan antioksidan yaitu pada lemak hewani, minyak nabati, produk lemak tinggi, produk daging,
produk ikan, dll. Antioksidan digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan akibat
proses oksidasi lemak, atau minyak yang terdapat di dalam makanan.

Jenis antioksidan :

Asam askorbat

Asam eritrobat

Askorbil palmitat

Askorbil stearat

Butil hidroksianisol (BHA)

Butil hidroksitoluen

Dilauril tiodipropionat

Propilgalat

Timah 2 klorida

Alpatokoferol

5. Antikempal

Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya pangan berupa
serbuk dan tepung. Jenis antikempal :

Garam stearat

Kalsium fosfat

Natrium ferosianida

Magnesium oksida

Garam-garam asam silikat

6. Penyedap dan penguat rasa serta aroma

Penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa dan aroma (menkes RI, 1988).

Tujuan penggunaan :

Merubah aroma hasil olahan

Modifikasi pelengkap atau penguat aroma


Menutupi atau menyembunyikan aroma yang tidak disukai

Membentuk aroma baru atau menetralisir bahan pangan

Jenis bahan penyedap

Penyedap alami

Penyedap alami berasal dari bumbu, herba dan daun.

Contoh bumbu : merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkeh.

Contoh herba (sebangsa rumput) dan daun : sereh, daun pandan, daun salam, rosemari, oregano,
tarragon dan marjoran.

Minyak esensial dan turunannya

Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman seperti bunga (minyak neroli), tunas (cengkeh),
biji (merica, ketumbar, adas), buah (limau), dsb.

Oleoresin

Dibuat dari proses perkolasi zat pelarut yang bersifat volatil terhadap bumbu atau herba yang telah
digiling

Isolat penyedap

Untuk mendapatkan penyedap alami dapat dilakukan isolasi komponen yang terdapat dalam bahan
yaitu dengan memisahkan masing-masing zat penyedap aroma, contohnya isolasi minyak esensial
tanaman dengan cara destilasi, kristalisasi dan ekstraksi.

Penyedap dari sari buah

Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen aroma asam, warna dan bahan padat
seperti gula, pektin dan mineral.

Eksrak tanaman dan hewan

Contoh : ekstrak kopi, coklat, vanili dan sebagainya

Penyedap sintesis

Beberapa komponen penyedap sintesis berperan sebagai penguat aroma pada penyedap alami, contoh
asetel dehida. Contoh penyedap sintesis yang memberikan aroma etil butirat atau etil 3 hidroksi butirat
dapat memberikan aroma anggur. Sedangkan contoh bahan aromatik kimia sebagai penyedap yaitu
eter, asam, alkohol, keton, lakton, merkaptan, dll.

7. Pengatur keasaman
Pengatur keasaman merupakan senyawa kima yang bersifat asam dan merupakan salah satu dari bahan
tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan berbagai tujuan.

Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih
basa, atau menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam
makanan, tetapi seringkali terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan.
Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah
aluminium amonim/ kalium/ natrium sulfat, asam laktat, asam sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat.

8. Pemutih dan pamatang tepung

Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan sekaligus
pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam
pembuatan roti, kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan
untuk makanan diantaranya adalah asam askorbat, kalium bromat, natrium stearoil-2-laktat.

Pemutih dan pematang tepung

Asam askorbat (vit C)

Aseton peroksida

Azodikarbonamida

Kalsium steroil 2 laktilat, natrium stearil fumarat dan natrium stroil 2 laktilat

L sistein

Bahan pengeras

Aluminium amonium sulfat

Aluminium kalium sulfat

Kalsium karbonat

Kalsium klorida

Kalsium sitrat

Kalsium fosfat, dll

9. Pengemulsi

Pengemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan tegangan permukaan dan tegangan
dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling melarutkan, menjadi dapat bercampur dan selanjutnya
dapat membentuk emulsi.
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengenatl dalam makanan adalah untuk memantapkan emulsi
dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan
air, serta mempunyai tekstur yang kompak. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang
diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya agar, alginate, dekstrin, gelatine, gum, karagenan,
lesitin, CMC, dan pektin.

Nama Bahan Tambahan Pangan

Jenis Bahan Pangan

Agar

Es krim, yoghurt, keju olahan, sardin, kaldu

Amonium alginat

Es krim

Asam alginat

Sardin, keju

Asetil dipati adipat

Yoghurt, kaldu

Asetil dipati gliserol

Es krim, sardin, sayur kalengan, pangan bayi

Dekstrin

Es krim, yoghurt, keju, kaldu

Dikalsium fosfat

Keju, susu evaporasi, SKM, krim, susu bubuk

Dinatrium bifosfat

Keju

10. Pengeras

Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan menjadi lebih keras atau
mencegah makanan menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan
diantaranya kalsium glukonat, kalsium klorida, dan kalsium sulfat.

11. Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan warna
dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan warna-warna makanan. Beberapa bahan sekuestrans
yang diizinkan untuk makanan di antaranya adalah asam fosfat, iso propil sitrat, kalsium dinatrium
edetat (EDTA), monokalium fosfat, dan natrium pirofosfat.

12. Enzim dan Penambah gizi.

Enzim yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat menguraikan komponen
pangan tertentu secara enzimatis, sehingga membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut dll.
Penambahan gizi yaitu penambahan berupa asam amino, mineral dan vitamin, baik tunggal maupun
campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan. Humektan yaitu BTP yang dapat menyerap uap
air sehingga mempertahankan kadar air bahan pangan.

2.4 BTP Terlarang Dan Berbahaya

BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia. Bahan yang berasal dari alam umumnya
tidak berbahaya, sementara BTP artifisial atau sintetik mempunyai risiko terhadap kesehatan jika
disalahgunakan pemakaiannya. Produsen pangan skala rumah tangga atau industri kecil memakai Bahan
tambahan yang dinyatakan berbahaya bagi kesehatan karena alasan biaya. Tidak jarang, produk pangan
ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk industri lain, misalnya untuk tekstil, dan cat.
Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) menemukan banyak produk-produk yang mengandung
formalin. Formalin bersifat desinfektan, pembunuh hama, dan sering dipakai untuk mengaetkan mayat.
Pewarna tekstil seperti Rhodamin B sering pula ditemukan pada kerupuk dan terasi. Mengkonsumsi
makanan yang mengandung formalin atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh
dan kanker.

Dapat kita ketahui banyak jenis BTP yang dapat digunakan secara legal. Namun pada kenyataannya
masih banyak para produsen makanan yang menggunakan bahan additive terlarang pada makanan
terutama makanan kecil.

Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut PerMenkes RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :

1. Natrium tetraborat (boraks)

2. Formalin (formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)

4. Kloramfenikol (chlorampenicol)

5. Kalium klorat (pottasium clorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)


7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

8. P-Phenetil Karbamida (p-Phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)

9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)

Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI nomor 1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan


diatas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (Pewarna merah, methanyl yellow
(pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintetis) dan kalsium bromat (pengeras).

Asam borat atau Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak dizinkan digunakan
sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan
stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam
borat.

Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet
kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah gunakan untuk dicampurkan dalam pembuatan
baso, tahu, ikan asin, mie dll.

Boraks bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati.
Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang
serta kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang
sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut,
iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma, bahkan
kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah.

Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-inflamasi. Penelitian telah
menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah asam folat dalam darah, meskipun kepastian
perubahan belum terbukti. Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya
penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun, penggunaan asam salisilat
sebagai pengawet makanan seperti yang diatur Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan
untuk pengawet makanan pada produsen-produsen makanan yang nakal.

Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia. Pasalnya, asam
salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat
tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan
muntah jika tertelan.

Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik
mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam
salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun
bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan
kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran
pencernaan.
Dietilpirokarbonat (DEP) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik mengandung unsur kimia
C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan dlm produk-produk alami dan digunakan sebagai
pencegah peragian pada minuman yang mengandung alkohol maupun minuman yang tidak beralkohol.
DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus jeruk dan minuman buah-buahan lain
sehingga minuman ini dapat bertahan lama. DEP apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam
jangka panjang, dapat memicu timbulnya kanker.

Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali dari sukrosa atau gula tebu,
yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami lainnya. Dulsin telah diusulkan untuk
digunakan sebagai pemanis tiruan. Dulsin ditarik total dari peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan
pengetesan dulsin pada hewan dan menampakkan sifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya
kanker.

Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan.
Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam
tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat yang terdapat dalam sel sehingga
menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin
adalah larutan 37 persen formaldehida dalam air, yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen
metanol untuk mencegah polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan anti septik, disenfektan, dan
bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid
dengan rumus kimia HCHO.

Kalium bromat (potasium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung yang dapat mengeraskan kue.
Kalium bromat digunakan para pembuat roti maupun perusahaan pembuat roti untuk membantu proses
pembuatan roti dalam oven dan menciptakan tekstur bentuk yang lebih bagus pada proses penyelesaian
akhir produknya.bila digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan hilang selama pembakaran atau
pemanasan. Bila terlalu banyak digunakan,sisas kalium bromat akan tetap banyak dalam roti.

Kalium bromat dilarang pada beberapa negara karena dianggap sebagai karsinogen, pemicu kanker. The
Centre for Science in teh Public Interest (CPSI), sebuah lembaga advokasi nutrisi dan kesehatan
terkemuka di Amerika Serikat, mengajukan permohonan kepada food and Drug Administration (FDA)
untuk melarang penggunaan kalium bromat. Di negara-negara Eropa, Inggris, da Kanada, kalium bromat
telah dilarang mulai 1990 an.

Kalium klorat (KClO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering dimasukkan dalam obat
kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988, Pemerintah Indonesia sudah melarang penggunaan
kalium klorat sebagai bahan tambahan makanan karena senyawa ini dapat merusak tubuh bahkan
kematian. Jika terpapar dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan methemoglobinemia (kelainan
dalam darah), kerusakan hati dan ginjal, iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan
bersamaan dengan produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan,
gejalanya mual, muntah dan diare.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan
dengan jumlah dan ukuran tertentu dan teribat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau
penyimpanan.

BTP secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai estetika dan
sensori makanan. Dan memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan.

Fungsi BTP berdasarkan yaitu sebagai: Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar;
Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, pemantap dan
pengental; Pengeras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa dan aroma, Sekuestran; dll

BTP yang dilarang penggunaannya: Boraks, formalin, minyak nabati yang dibrominasi,
dietilpirokarbonat kloramfenikol, kalium klorat, nitrofurazon, dulcin, asam salisilat dan garamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini, Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan dan
Kontaminan. Diakses di : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732_pp0906016.pdf pada tanggal 24 Mei
2013.

Puspasari, Karen. 2007. Aplikasi Teknologi Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Meningkatkan Umur
Simpan Mie Basah Matang. Diakses Di:
Http://Repository.Ipb.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/11791/F07kpu.Pdf pada tanggal 24 Mei 2013.
Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Viana, Aktia. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang
Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli
Tahun 2011. Diakses di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31260 pada tanggal 25 Mei
2013.

Anda mungkin juga menyukai