Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengendalian mikroba merupakan upaya pemanfaatan mikroba dalam
mengoptimalkan keuntungan peran mikroba dan memperkecil kerugiannya.
Mikroba selain memberikan keuntungan juga dapat memberi kerugian misalnya
menghasilkan senyawa beracun. Pengendalian mikroba bertujuan mencegah
penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang
terinfeksi dan mencegah pengrusakan serta pembusukan bahan oleh mikroba,
menghambat pertumbuhan bakteri dan mencegah kontaminasi bakteri yang
tidak dikehendaki kehadirannya dalam suatu media. Pengendalian secara kimia
umumnya lebih efektif digunakan pada sel vegetatif bakteri, virus dan fungi,
tetapi kurang efektif untuk menghancurkan bakteri dalam bentuk endospora.
Oleh karena tidak ada bahan kimia yang ideal atau dapat digunakan untuk
semua jenis pengendalian mikroba.
Secara alamiah bahan pangan dapat mengandung zat antimikrobial, ada
pula yang dihasilkan atau terbentuk selama proses pengolahan dan juga dapat
ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 772/Menkes/PER/X/1999 secara umum pengertian bahan
tambahan pangan adalah bahan yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan disengaja ditambahakan kedalam makanan dengan tujuan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan selama proses pengolahan,
pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan
yaitu untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya
simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized
as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).
Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu
ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/
melindungi kesehatan konsumen. Di Indonesia telah disusun peraturan tentang
BTP yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut BTK) oleh
Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999. Yang termasuk bahan tambahan
makanan adalah zat pewarna, penyedap rasa dan aroma, pengawet, dan
pengental.
Pengawet pada makanan ditambahkan dengan maksud untuk
menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri,
kapang, dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama,
selain itu fungsi pengawet juga dimanfaatkan untuk menjaga kesegaran
makanan, menghambat pertumbuhan organisme, memelihara warna bahan
makanan, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun
memperkaya vitamin serta mineral serta untuk menjaga kualitas makanan
dalam penyimpanan dalam jangka waktu tertentu tekstur. Makanan yang
mengandung pengawet yang tepat (menggunakan pengawet makanan yang
dinyatakan aman) dengan dosis dibawah ambang batas yang ditentukan tidaklah
berbahaya bagi konsumen. Apabila penggunaan jenis pengawet dan dosisnya
tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi si pemakai. Misalnya, keracunan
atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik
(Julaeha et al., 2016)
Contoh beberapa jenis zat kimia yang biasa digunakan selama proses
pengolahan diantaranya yaitu cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-
package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth
regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan
pasca panen untuk memperpanjang kesegaran masa pemasaran. Nitogen cair
sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga
dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman. Pengawetan bahan
makanan secara kimia menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula
pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat,
garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab
bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan.
Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia
dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembang
biaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.

1.2. Rumusan masalah


a. Apa saja syarat bahan kimia yang digunakan dalam pengendalian
mikroba?
b. Bagaimana cara pengendalian mikroba secara kimia ?
c. Apa saja faktor yang mempengaruhi efektivitas senyawa kimia ?
d. Apa saja bahan kimia alami dan sintetis yang digunakan sebagai
pengendali mikroba dalam pangan
1.3. Tujuan
a. Mengetahui syarat bahan kimia yang digunakan dalam pengendalian
mikroba
b. Mengetahui pengendalian mikroba secara kimia
c. Mengetahui factor yang mempengaruhi efektivitas senyawa kimia
d. Mengetahui bahan kimia alami dan sintetis yang aman digunakan
sebagai pengendali mikroba dalam pangan.

Julaeha, L., Nurhayati, A dan Mahmudatussa’adah 2016. Penerapan


pengetahuan Bahan Tambahan Pangan Pada Pemilihan Makanan
Jajanan Mahasiswa Pnedidikan Tata Boga UPI. Jurnal Media
Pendidikan, Gizi dan Kuliner, 5(1), 17- 25.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,


2013, Nomor 36 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pengawet.

Peraturan menteri kesehatan nomor 33/Menkes/SK/VII/2012, (2012). Bahan


Tambahan Makanan, Jakarta, kementrian kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai