Anda di halaman 1dari 27

PENGAWETAN MAKANAN DENGAN GARAM, GULA,

ASAM, DAN BAHAN KIMIA

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


DISUSUN

OLEH :

Kelompok: II ( 4.KC )
Guhartini (NIM 061430401224)
Deri Mifthahul Janna (NIM 061430401988)
Dwi Indah Mayasari (NIM 061430401989)

Dosen Pembimbing : Yuniar, ST, M.T

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia di samping
pendidikan, kesehatan dan sandang lainnya. Kebutuhan bahan pangan ini akan
terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Secara garis besar
masalah pangan dan sistem pangan umumnya dibagi atas sub sistem produksi,
pengadaan dan konsumsi. Bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan-
perubahan yang tidak diinginkan antara lain pembusukan dan ketengikan. Proses
pembusukan dan ketengikan disebabkan oleh adanya reaksi kimia yang bersumber
dari dalam dan dari luar bahan pangan tersebut (Avisditya, 2012).
Dari segi ilmu kimia, komponen utama dari bahan pangan terdiri dari
protein, karbohidrat, dan lemak. Kerusakan bahan pangan ini umumnya
disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimates dan oksidasi, terutama
yang mengandung protein dan lemak sementara karbohidrat mengalami
dekomposisi. Dalam rangka menghambat proses kerusakan pangan, oleh beberapa
pengusaha digunakan bahan pengawet dan antioksidan sintetis seperti formalin,
asam benzoat, BHA (Butilated Hydroxyanisol), BHT (Butylated Hidroxytoluene)
dan TBHQ (Tertier Butylated Hydroxyanisole) terutama untuk bahan makanan
semi basah seperti tahu, mie, bakso, ikan, daging serta minyak/lemak (Avisditya,
2012).
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat
makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik
dan kimia makanan. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis
bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan
daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang
dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional
yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan.

Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan, hasil produksi

2
panen menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk,
makanan yang disimpan dapat menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau
benturan. Contohnya lemak menjadi tengik karena mengalami reaksi oksidasi
radikal bebas. Untuk menangani hal tersebut, manusia melakukan pengawetan
pangan, sehingga bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja,
namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat
dipertahankan. Selain itu, pengawetan makanan juga dapat membuat bahan-bahan
yang tidak dikehendaki seperti racun alami dan sebagainya dinetralkan atau
disingkirkan dari bahan makanan (Ria, 2013).
A.1 Jenis Pengawet Makanan
Kualitas makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi.
Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa
meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan
pengawet makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.

Pengawet makanan digolongkan menjadi dua, pertama pengawet alami


yang bisa diperoleh dari bahan makanan segar seperti bawang putih, gula, garam
dan asam. Golongan kedua adalah pengawet sintetis. Pengawet ini merupakan
hasil sintesis secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil,
lebih pekat dan penggunaannya lebih sedikit. Kelemahan pengawet sitetis adalah
efek samping yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan
efek negatif bagi kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat
senyawa karsinogenik dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah
nastrium benzoat, kalium sulfit dan nitrit. Penambahan pengawet alami jauh lebih
baik karena dampak buruknya terhadap kesehatan lebih kecil. Selain bahan
pengawet di atas, masih ada jenis pengawet alternatif yang diperoleh dari bahan
pangan segar seperti bawang putih, gula pasir, asam jawa dan kluwak. Bahan-
bahan ini dapat mencegah perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk (Dedi,
2013).

Bahan pengawet pada makanan dan minuman berfungsi menekan

3
pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan
sekaligus menjaga nutrisi makanan sehingga kerusakan dapat dihambat. Pengawet
yang diizinkan (Permenkes No.722/1988) adalah : Natrium Benzoat, Asam
Benzoat, Asam Propionat. Asam Sorbat, Belerang Dioksida, Etil p-Hidroksi
Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Bisulfit, Kalium Meta Bisulfit, Kalkum Nitrat,
Kalium Nitril, Kalium Propionat, Kalium Sorbat, Kalium Sulfit, Kalsium Benzoit,
Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoit,
dll. Namun, disamping itu ada beberapa zat pengawet makana yang dilarang
penggunaannya, antara lain formalin, pijer (boraks), Natamysin, Kalium Asetat.
Penggunaan zat pengawet yang berbahaya akan mengakibatkan timbulnya
macam- macam penyakit yang akan membahayakan manusia (Haidha, 2013).
Dari beberapa zat pengawet makanan yang diperbolehkan, disini akan dibahas
salah satu contoh, yaitu Natrium Benzoat. Natrium Benzoat dikenal juga dengan
nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam
asam Sodium Benzoic, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui
penggunaannya oleh FDA dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan
minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan
mikroorganisme (jamur). Menurut sebuah studi WHO, Sodium Benzoat adalah
bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dan minuman serta sangat cocok
untuk jus buah maupun minuman ringan.
Sodium Benzoat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan
minuman seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, mustard,
sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirop buah, dan lainnya. Sodium Benzoat
secara alami terdapat pada apel, cengkeh, cranberry. International Programme on
Chemical Safety tidak menemukan adanya dampak terhadap kesehatan manusia
dengan dosis sebesar 647-825 mg/kg berat badan per hari (Haidha, 2013).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia adalah gizi yang
diperoleh dari makanan sehari-hari. Jenis dan cara pengolahan bahan pangan
sangat menentukan kadar gizi hasil olahan makanan tersebut.
Kebutuhan pangan dan gizi keluarga dapat terpenuhi dari ketersediaan
pangan setempat, daya beli yang terjangkau dan memenuhi syarat menu

4
seimbang. Sudah diketahui bahwa bahan pangan, seperti daging, ikan, telur, sayur
maupun buah, tidak dapat disimpan lama dalam suhu ruang.
Masa simpan bahan pangan dapat diperpanjang dengan disimpan pada
suhu rendah; dikeringkan dengan sinar matahari atau panas buatan; dipanaskan
dengan perebusan; diragikan dengan bantuan ragi, jamur atau bakteri; dan
ditambah bahan-bahan kimia seperti garam, gula, asam dan lain-lain.
Pendinginan biasanya dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan
selama beberapa hari atau beberapa minggu, sedangkan pembekuan dapat
bertahan lebih lama sampai beberapa bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-
masing berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, warna,nilai gizi dan sifat-sifat
lainnya. Pengawetan dengan jalan pendinginan dapat dilakukan dengan
penambahan es yang berfungsi mendinginkan dengan cepat suhu 0C, kemudian
menjaga suhu selama penyimpanan. Jumlah es yang digunakan tergantung pada
jumlah dan suhu bahan, bentuk dan kondisi tempat penyimpanan, serta
penyimpanan atau panjang perjalanan selama pengangkutan. Bahan pangan yang
diawetkan dengan cara pendinginan tidak mengalami perubahan, sedangkan
dengan cara pengeringan bahan mengalami sedikit peruhanan rasa. Bahan pangan
yang diawetkan dengan pemanasan, peragian atau penambahan bahan-bahan
kimia akan berubah baik rasa, bentuk maupun tampilannya, misalnyua selai, sari
buah, tempe, kecap, tapai dan lain-lain.
Untuk kebutuhan keluarga, daya tahan bahan pangan dapat diperpanjang
untuk waktu tertentu apabila disimpan pada suhu rendah, misalnya dalam lemari
es. Namun masih banyak masyarakat yang belum mampu memiliki lemari es yang
masih tergolong barang mewah. Selain itu masih banyak tempat tinggal di desa
yang belum menggunakan listrik. Oleh karena itu, pengetahuan cara mengolah
dan mengawetkan bahan pangan untuk memperpanjang masa simpannya perlu
diketahui oleh masyarakat pedesaan atau yang ekonominya masih rendah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5
A. Higiene perorangan dalam pengolahan makanan
Menurut Ensiklopedia Indonesia (1982) istilah higiene adalah ilmu yang
berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk
mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan. Berkaitan dengan upaya ini,
higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu diperhatikan
untuk menjamin keamanan makanan, disamping untuk mencegah terjadinya
penyebaran penyakit melalui makanan. Di Amerika serikat, 25% dari siemua
penyebaran penyakit melalui makanan disebabkan pengolahan makanan yang
terinfeksi dan higiene perorangan yang buruk.
B. Pengolahan Pangan Dan Gizi
Bahan dasar, utamanya yang baru dipetik akan tetap melaksanakan fungsi
fisiologisnya antara lain seperti respirasi. Kegiatan yang sama seperti masih
melekat dengan induknya. Pemanenan akan menyebabkan suplai yang melalui
penyerapan akar terputus. Oleh karena itu akan cepat sekali rusak, yang dapat
menyebabkan nilai gizinya berkurang. Laju proses kerusakan akan dapat cepat
atau lambat, tergantung pada beberapa faktor. Kadar air yang tinggi pada bahan
segar dinilai menyebabkan kerusakan yang cepat. Kandungan air yang tinggi akan
memacu proses biologis yang dapat meneyebabkan kerusakan seperti pada
sayuran dan daging. Berbeda dengan biji-bijian yang dalam keadaan kering akan
tahan terhadap kerusakan, bahkan dapat disimpan sampai lebih daripada satu
tahun.
Berbagai vitamin juga akan cepat rusak setelah dipanen, terutama vitamin
C. Vitamin A akan cepat teroksidasi, begitu pula @-tokoferol atau vitamin E.
Vitamin D peka terhadap oksigen dan cahaya. Proses pengolahan itu sendiri akan
dapat mengurangi nilai gizi bila dibandingkan dengan keadaan segar. Makin
banyak tingkat pengolahan nilai gizi akan semakin banyak berkurang. Demikian
pula kalau makin lama diolah.

Jazat renik, kegiatan yang bersifat enzimatis, serta perubahan kimia dalam
bahan hasil pertanian merupakan penyebab utama kerusakan. Jazat renik tetap
dianggap merupakan penyebab susut utama, baik kualitas, maupun kuantitas

6
bahan hasil pertanian. Kegiatan enzimatis akan berlangsung pada kandungan air
yang tinggi, serta suhu yang cocok untuk kegiatan suatu enzim. Reaksi kimia akan
berlangsung pada kadar air yang tinggi. Faktor suhu sangat penting dalam
menyebabkan kerusakan pangan. Sesuai dengan hukum vant Hoff, bahwa
kenaikan suhu 10 C akan menyebabkan reaksi berlipat dua kecepatannya, tetapi
akibat pengerusakannya bisa lebih, misalnya pada sayur dan buah-buahan sampai
2,5 kali.
C. Pengolahan makanan dengan garam, asam, gula dan bahan kimia
Pengawetan pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat
pembusukandan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama
mungkin.Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya
berperansebagai anti mikroba atau anti oksidan atau keduanya. Jamur, bakteri
danenzim sebagai penyebab pembusukan pangan perlu dihambat pertumbuhan
maupun aktivitasnya.
Untuk menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal pangan agar tetap
terjaga selama mungkin,maka makanan perlu diawetkan dengan menggunakan:
a) Garam
Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah
lamadilakukan orang. Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garamakan
menarik air dari bahan sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat
berkembang biak karena menurunnya aktivitas air. Garam digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dan sebagai penghambat selektif
pada mikroorganisme pencemar seperti mikroorganisme proteolitik dan spora.
Sifat-sifat Antimikroorganisme dari Garam : Garam memberi sejumlah pengaruh
bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Garam akan
berperan sebagai penghambat selektif padamikroorganisme pencemar tertentu.
Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik danpembentuk spora adalah yang
paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garamyang rendah sekalipun (yaitu
sampai 6%). Mikroorganisme patogen termasuk Clostridium botulinum kecuali
Streptococcusaureus dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10 12%.
Beberapamikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus dapat

7
tumbuh dengancepat dengan adanya garam. Garam juga mempengaruhi aktivitas
air (aw) dari bahan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme.
Beberapa mikroorganisme seperti bakteri halofilik (bakteri yang tahan hidup
padakonsentrasi garam yang tinggi) dapat tumbuh dalam larutan garam yang
hampir jenuh,tetapi membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh
dan selanjutnya terjadi pembusukan.

I. Aplikasi Pengolahan dengan Garam


Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah lama
dilakukan orang. Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garam akan
menarik air dari bahan sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat
berkembang biak karena menurunnya aktivitas air.
Sifat-sifat Antimikroorganisme dari Garam
Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan
tumbuh-tumbuhan yang segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif
pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau
proteolitik dan pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau
dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%).
Mikroorganisme patogen termasuk Clostridium botulinum kecuali
Streptococcus aureus dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10 12%.
Beberapa mikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus dapat
tumbuh dengan cepat dengan adanya garam. Garam juga mempengaruhi aktivitas
air (aw) dari bahan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme.
Beberapa mikroorganisme seperti bakteri halofilik (bakteri yang tahan
hidup pada konsentrasi garam yang tinggi) dapat tumbuh dalam larutan garam
yang hampir jenuh, tetapi membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk
tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.

a. Penggaraman Ikan
Pada proses penggaraman ikan, pengawetan dilakukan dengan cara
mengurangi kadar air dalam badan ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri
tidak dapat hidup dan berkembang biak lagi. Jadi, peranan garam dalam

8
proses ini tidak bersifat membunuh mikroorganisme (fermicida), tetapi
garam mengakibatkan terjadinya proses penarikan air dalam sel daging ikan
sehingga terjadi plasmolisis (kadar air dalam sel mikroorganisme berkurang,
lama kelamaan bakteri mati).
Penggaraman ikan biasanya diikuti dengan pengeringan untuk menurunkan
kadar air dalam daging ikan sehingga cairan semakin kental dan proteinnya
akan menggumpal. Kemurnian garam dan ukuran kristal garam akan
mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan. Warna putih kekuningan,
lunak, dan rasa yang enak merupakan ciri-ciri ikan asin yang baik.
Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni:
o Penggaraman kering (dry salting) dengan menggunakan garam kering
=> ikan disiangi lalu dilumuri garam dan disusun secara berlapis-lapis
dengan garam.
o Penggaraman basah (brine salting) dengan menggunakan larutan
garam jenuh => ikan ditumpuk dalam bejana/wadah kedap air lalu diisi
dengan larutan garam.
o Penggaraman kering tanpa wadah kedap air (kench salting) =>
hampir sama dengancara (1), tetapi karena wadah yang digunakan tidak
kedap air, maka larutan/cairan garam yang terbentuk akan langsung
mengalir ke bawah dan dibuang.
o Penggaraman yang diikuti dengan proses perebusan (pindang) atau
mencelupkan dalam larutan garam panas (cue).
b. Telur Asin
Telur asin adalah suatu hasil olahan telur dengan prinsip penggaraman.
Fungsi garam di sini sama dengan penggaraman ikan yaitu menarik air
sampai kadar air tertentu sehingga bakteri tidak dapat berkembang lagi.
Garam yang digunakan juga harus bersih dan ukuran kristal garamnya tidak
terlalu halus. Telur bebek/ayam yang akan digunakan harus bermutu baik
karena akan mempengaruhi telur asin yang dihasilkan. Dalam pembuatan
telur asin biasa digunakan abu gosok, bubuk bata merah yang dicampur
dengan garam sebagai medium pengasin.
c. Acar
Acar atau yang dikenal dengan pickle adalah sayur atau buah yang diberi
garam dan diawetkan dalam cuka baik diberi bumbu atau tidak. Proses

9
penggaraman dilakukan pada tahap awal pembuatan acar dengan cara
fermentasi. Terkadang dilakukan penambahan gula sebanyak 1% apabila
sayur atau buah yang digunakan berkadar gula rendah.
Nama acar biasanya disesuaikan dengan nama sayur atau buah yang
digunakan, misalnya acar mentimun, acar bawang putih, dan lain-lain. Jadi,
acar dibuat dengan kombinasi dua cara pengawetan yakni penggaraman dan
fermentasi.
Pembuatan acar dibedakan atas 3 cara:
1. Cara pertama terdiri atas 2 proses, yaitu proses pelumuran garam
(rough salting) dan penggaraman akhir (final salting).
Pada proses pelumuran garam digunakan serbuk garam kira-kira 10%
dari berat bahan dan larutan garam berkonsentrasi 10%. Bahan dan
serbuk garam disusun dalam wadah khusus seperti stoples secara
berlapis-lapis. Bagian atas memiliki lapisan garam lebih banyak daripada
bagian bawahnya. Proses ini berlangsung selama 4-5 hari yang
dilanjutkan dengan penggaraman akhir.
Pada tahap ini serbuk garam dikurangi 6% dari berat bahan yang telah
mengalami rough salting. Lama proses penggaraman tergantung dari
aroma acar yang dihasilkan. Pembuatan acar jenis ini banyak dilakukan
di Jepang.
2. Cara kedua adalah dengan pembubukan garam secara bertahap. Tahap
pertama dilakukan dengan kadar garam rendah sekitar 8% lalu ditambah
serbuk garam sebanyak 9% dari berat bahan. Setiap minggu dilakukan
penambahan garam secara berangsur hingga akhirnya menjadi 15,9%.
3. Cara ketiga: mula-mula digunakan larutan garam 10,6% lalu ditambah
serbuk garam sebanyak 9% dari berat bahan. Penambahan garam
dilakukan secara berangsur setiap minggu hingga mencapai 15,9%. Agar
lama proses cara ketiga ini sama dengan cara kedua, maka penambahan
garam setiap minggunya harus lebih sedikit dari cara kedua.
Proses fermentasi yang terjadi pada pembuatan acar akan membentuk
asam laktat yang berasal dari pengubahan karbohidrat/ gula. Proses ini
berlangsung selama 9 minggu agar sempurna. Hasil fermentasi
tergantung dari suhu dan cara penggaraman sebelum fermentasi.

10
Perendaman sayuran atau buah dalam larutan garam kadar rendah atau
tinggi akan menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme dari golongan
bakteri yakni Lactobacillus plantarum. Bakteri ini terlibat dalam
pembentukan asam laktat selama fermentasi. Bakteri tersebut tidak dapat
tumbuh jika larutan garam bertambah menjadi 10 sampai 15%.
Ada dua jenis acar sayur atau buah:
o Acar asin: acar yang dibuat melalui proses penggaraman dengan
garam dapur (NaCl) yang diikuti fermentasi, seperti ketiga cara di
atas.
o Acar bumbu: acar sayur/buah yang diberi bahan pewangi (aroma)
tertentu, biasanya rempah-rempah seperti bawang merah dan bawang
putih yang cara fermentasinya berbeda dengan acar asin.
Acar bumbu dibuat dengan cara merendam buah atau sayur pada larutan
garam berkadar rendah ditambah larutan asam asetat. Bahan-bahan pembentuk
aroma seperti rempah-rempah menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri
pembentuk asam, tetapi rempah-rempah dapat menghambat pertumbuhan jasad
renik yang dapat merusak acar.
Sayuran dan buah-buahan yang biasa dibuat acar adalah mentimun,
bawang putih, bawang merah, cabai rawit, kol, sawi, petsai, pepaya, terubuk, jahe,
dan masih banyak lagi. Jenis acar dari buah belum banyak, tetapi jika akan dibuat
acar, dipilih dari buah yang matang tetapi belum terlalu masak sehingga
teksturnya masih keras.
d. Ikan Teri
Ikan teri merupakan produk setengah jadi dari hasil pengolahan ikan yang
menggunakan dasar proses penggaraman dan pengeringan. Namun demikian
ada juga ikan teri tawar, untuk ikan jenis ini maka ikan tidak dilakukan
penggaraman.
Untuk membuat ikan teri yang dikeringkan dengan memiliki rasa asin, dapat
dilakukan dengan cara berikut ini:
o Ikan yang berukuran kecil (sering disebut ikan teri), sebelum diolah
tidak perlu dilakukan penyiangan atau pembuangan isi perut. Jadi ikan
cukup dibersihkan dari kotoran dan dicuci bersih.

11
o Untuk memperoleh rasa asin, maka teri yang sudah dibersihkan
direndam dalam gan larutan garam dengan konsentrasi 0.51% atau
tergantung dari tingkat keasinan teri yang dikehendaki selama 1 3 jam.
o Ikan teri yang sudah direndam dalam air garam kemudian ditiriskan dan
dikeringkan hingga kering. Pengeringan dilakukan dengan cara
menghamparkan ikan teri yang sudah direndam dalam air garam di atas
rak penjemuran. Pengeringan dapat dilakukan di bawah terik matahari
atau dengan menggunakan pengering buatan.

II. Aplikasi Pengolahan dengan Gula


Penggunaan gula dalam pengolahan secara umum berfungsi untuk
mengawetkan bahan, menghasilkan citarasa dan memperoleh sifat tertentu yang
dikehendaki. Gula dapat berfungsi sebagai pengawet karena adanya gula Aw
bahan mengalami penurunan, sehingga air yang ada tidak dapat digunakan untuk
pertumbuhan mikroba.
Gula memiliki citarasa manis sehingga penggunaan gula dalam
pengolahan juga memberikan efek citarasa manis pada produk yang dihasilkan. Di
samping itu adanya proses pemanasan gula akan bereaksi dengan asam amino dan
menghasilkan citarasa. Proses pemanasan juga menyebabkan terjadinya
karamelisasi gula yang membentuk citarasa (Praptiningsih, 1999).
Pada pembuatan manisan, gula berperan dalam membentuk tekstur yang
kuat dan warna yang mengkilap. Gula mememiliki peranan besar pasca
penampakan dan cita rasa manisan yang dihasilkan. Gula berperan sebagai
pengikat komponen flavor, menyempurnaka rasa asam dan cita rasa lainnya. Gula
pasir digunakan salam pembuatan manisan karena rasa manis sukrosa bersifat
murni, karena tidak ada after taste, yaitu cita rasa kedua yang timbul setelah cita
rasa pertama.
Pada pembuatan manisan gula akan terkaramekisassi, dan karamek ini
akan memberikan cita rasa tertentu yang khas pada produk. Karamelisasi terjadi
bila gula mulai hancur, yakni molekul sukrosa sipecah menjadi sebuah molekul
glukosa dan fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang
tinggi mampu mengeluarkan satu mlekul air dari setiap molekul gula sehingga

12
terjadilah glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses
pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi membentuk karamel dan
beberapa molekul asam timbul dalam campuran tersebut. Gula mampu memberi
stabilitas mikroorganisme pda suatu produk makanan jika diberikan pada
konsetrasi yang cukup (di atas 70% padatan terlarut), sehingga gula dipakai
sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan. Kadar gula
yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH rendah), pemanasan,
penyimpanan suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (benzoat
dan sulfit) merupakan teknik pengawetan pangan yang terjadi selama pembuatan
manisan buah. Apabila gula ditambahkan pada bahan pangan (pembuatan
manisan) dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40%) sebagian air yang
ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme (gula menghidrasi
air) dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang.
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan
menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula
pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Gula atau sukrosa merupakan
karbohidrat berasa manis yang sering pula digunakan sebagai bahan
pengawetkhususnya komoditas yang telah mengalami perlakuan panas.
Perendaman dalam larutan gula secara bertahap pada konsentrasi yang semakin
tinggi merupakansalah satu cara pengawetan pangan dengan gula. Gula seperti
halnya garam jugamenghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab
pembusukan, kapang,dan khamir.
Makanan yang dimasak dengan kadar sukrosa/gula pasir tinggi
akanmeningkatkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri
terhambat. Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-
produk makanan. Beberapa diantaranya yang biasa dijumpai termasuk selai, jeli,
marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buhan, buah-buahan bergula, umbi dan
kulit, buah-buahan beku dalam sirup, acar manis, chutney, susukental manis,
madu.Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme
pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di atas
70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan), ini pun umum bagi gula untuk dipakai

13
sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetanbahan pangan. Kadar gula
yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH rendah),
perlakukandengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah,
dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (seperti belerangdioksida, asam
benzoat) merupakan teknik-teknik pengawetan panganyang penting.Apabila gula
ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling
sedikit40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia
untuk pertumbuhanmikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan
berkurangWalaupun demikian, pengaruh konsentrasi gula pada aw bukan
merupakan faktor satu-satunya yangmengendalikan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme karena bahan-bahan dasar yang mengandungkomponen yang
berbeda-beda tetapi dengan nilai aw yang sama dapat menunjukkan ketahanan
yangberbeda-beda terhadap kerusakan karena mikroorganisme.Produk-produk
pangan berkadar gula yang tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang,
yaitukelompok mikroorganisme yang relatif mudah dirusak oleh panas (seperti
dalam pasteurisasi) ataudihambat oleh hal-hal lain.
Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan aw bahan pangan
dibanding dengan disakarida ataupolisakarida pada konsentrasi yang sama, dan
digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produkseperti selai.

Selai, Jeli, Marmalade, Produk-Produk Selai Lainnya

Produk-produk ini terdiri dari buah-buahan, pulp buah-buahan, sari buah


atau potongan-potongan buah yang diolah menjadi suatu struktur seperti gel berisi
buah-buahan, gula, asam dan pektin. Sifat-sifat yang penting dari produk ini
termasuk kestabilannya terhadap mikroorganisme dan struktur fisiknya.

Stabilitas mikroorganisme dari selai dan produk-produk serupa


dikendalikan oleh sejumlah faktor:

1. Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara
65-73%

14
2. pH rendah, biasanya dalam kisaran antara 3,1-3,5 tergantung pada tipe
pektin dan konsentrasi

3. Nilai aw biasanya dalam kisaran antara 0,75-0,83

4. Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105-106C), kecuali


jika diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah.

5. Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya jika diisikan


ke dalam wadah-wadah hermatik dalam keadaan panas)

Struktur khusus dari produk-produk jeli buah-buahan disebabkan karena


terbentuknya kompleks gel pektin-gula-asam. Pektin (asam poligalakturonat,
dengan derajat metoksilasi yang beragam sampai sekitar 12% sususan MeO)
terdapat secara alamiah dalam jaringan buah-buahan sebagai hasil dari degradasi
protopektin selama pematangfan, dan mungkin ditambahkan dalam bentuk padat
atau cair untuk melengkapi buah-buahan yang kekurangan pektin seperti arbei.

Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah:

1. PEKTIN, 0,75-1,5% (tergantung pada tipenya)

2. Gula, 65-70%

3. Asam pH 3,2-3,4

Walaupun demikian, beberapa aspek lainnya seperti tipe pektin, tipe asam,
mutu buah-buahan, prosedur pemasakan dan pengisiandaopat juga memberi
pengaruh yang nyata pada mutu akhir dan stabilitas fisik dan stabilitas terhadap
mikroorganisme dari produk, kelainan utama dari produk-produk jeli adalah:

1. Kristalisasi yang disebabkan karena padatan terlarut yang berlebihan,


(inversi) sukrosa yang tidak cukup atau gula tidak cukup terlarut

15
2. Keras, gel, yang kenyal akibat kurangnya gula atau pektin yang
berlebihan

3. Kurang masak, gel yang berbentuk seperti sirup karena kelebihan gula
dalam hubungannya dengan kadar pektin

4. Sineresis atau meleleh karena asam yang berlebihan

Pemasakan selai dilakukan baik pada tekanan atmosfer (pada suhu sampai
106C, atau sama dengan kira-kira 68% padatan) atau dalam keadaan vakum,
biasanya suhu tidak melebihi 65C kecuali untuk pengisian.

Keuntungan dari pemasakan vakum termasuk:

1. Pemasakan suhu rendah menolong mempertahankan warna, cita-rasa


dan keutuhan buah dan menghindarkan degradasi pektin yang
berlebihan.

2. Pemanasan setempat yang berlebihan dapat dihindarkan


3) Penetrasi gula ke dalam buah-buahan lebih efektif
4) Inversi sukrosa berkurang

3. Kerugiannya termasuk:

a. Modal instalasi yang tinggi

b. Pengusiran belerangdioksida dari pulp yang diawetkan dengan


bahan kimia tidak cukup memadai.

Contoh Pengawetan menggunakan Gula lainnya:

Sirup buah-buhan (cordial)

Produk-produk ini biasanya mengandung bahan-bahan pengawet kimia


seperti belerangdioksida, asam benzoat atau asam sorbat (ataugaram-

16
garamnya) dan kadang-kadang geliserol, disamping gula dan asam.
Konsentarasi gula dalam kisaran antara 25-50% saja tidak cukup untuk
mencegah kerusakan karena mikroorganisme apabila produk disimpan pada
suhu kamar.

Sari Buah Pekat

Penguapan dari suatu sari buah yang kuat (pH 2,5-4) sampai mencapai
tingkat padatan terlarut kira-kira 70 Brix (=%b/b) cenderung untuk membawa
bahan yang dikentalkan ini relatif aman dari kerusakan oleh mikroorganisme.
Pada padatan terlarut yang lebih rendah, tambahan metoda-metoda
pengawetan seperti bahan-bahan pengawet kimia lainnya (belerangdioksida
dan lain-lain) atau penyimpanan dingin (didinginkan, dibekukan) atau
pasteurisasi dibutuhkan untuk stabilitas terhadap mikroorganisme.

Buah-Buahan Bergula (Kristal, Kembang Gula)

Kestabilan terhadap mikroorganisme dari produk-produk ini adalah karena


padatan terlarut yang tinggi sebagai hasil pemberian sirup dan dehidrasi
selanjutnya dari jaringan-jaringan yang mengandung gula. Meskipun beberapa
produk mengandung belerang dioksida, adanya komponen ini dalam produk akhir
dibutuhkan terutama untuk mempertahankan warna (pencegahan terhadap
pencoklatan nonenzimatik) dan bukan untuk stabilitasnya terhadap
mikroorganisme.

III. Aplikasi Pengolahan dengan Bahan Kimia

17
Bahan tambahan kimia digunakan untuk bermacam-macam tujuan, namun
pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan mutu hasil produksi. Berkaitan
dengan proses pembuatan produk-produk olahan atau awetan jahe, beberapa jenis
bahan tambahan kimia yang mungkin digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kaporit
Kaporit berbentuk kristal putih dan berbau merangsang. Bahan kimia ini
memiliki kemampuan membunuh mikroba, termasuk mikroba penyebab
kerusakan bahan makanan dan minuman. Dalam kegiatan pengolahan
atau pengawetan jahe, kaporit diperlukan untuk menyucihamakan
(sanitasi) peralatan produksi yang bersinggungan secara langsung dengan
bahan/adonan yang diproses serta botol/kaleng kemasan produk. Dosis
penggunaan Kaporit adalah 1% atau 10g/liter air perendam.

2. Asam sitrat dan asam asetat (cuka)


Asam sitrat berbentuk kristal, mirip dengan gula pasir. Bahan ini memiliki
kemampuan menurunkan derajat keasaman (pH) atau membuat suasana
larutan menjadi asam. Namun, pada kondisi tertentu suasana asam juga
dapat dibuat dengan penambahan asam asetat atau cuka (CH3COOH)
3. Natrium klorida (NaCl)
Dalam bahasa sehari-hari, natrium klorida dikenal sebagai garam dapur,
yakni bahan kimia yang berfungsi sebagai pemberi rasa asin,bahan ini
dapat digunakan dalam jumlah sesuai kebutuhan.
4. Natrium benzoat
Natrium benzoat berbentuk kristal putih. Bahan kimia ini berperan
sebagai bahan pengawet seperti produk jahe dalam sirup yang dikemas
dalam wadah tertutup.
5. Asam Benzoat
Bahan pengawet buatan yang paling sering dipakai adalah asam benzoat.
Asam benzoat berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan jamur dan
bakteri. Penggunaan asam benzoat dengan kadar lebih dari 250 ppm dapat
memberikan efek samping berupa alergi. Adapun pada konsentrasi tinggi
dapat mengakibatkan iritasi pada lambung dan saluran pencernaan.
6. Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil
toksin (racun), bakteri spora, dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini

18
dapat memengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi
benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat
cair. Kalsium benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan,
minuman anggur, saus sari buah, sirop, dan ikan asin. Bahan ini bisa
menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang
peka terhadap aspirin. Kalsium benzoat bisa memicu terjadinya serangan
asma.

7. Sulfur Dioksida (SO2)


Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah
kering, kacang kering, sirop, dan acar. Meskipun bermanfaat, penambahan
bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung,
mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker, dan alergi.
8. Kalium Nitrit
Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam
air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan
ikan dalam waktu yang singkat. Kalium nitrit sering digunakan pada
daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar
tampak selalu segar, semisal daging kornet. Penggunaan yang berlebihan,
bisa menyebabkan keracunan. Selain memengaruhi kemampuan sel darah
membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, juga menyebabkan kesulitan
bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.
9. Kalsium Propionat/Natrium Propionat
Keduanya termasuk dalam golongan asam propionat, sering digunakan
untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini
biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung. Penggunaan yang
berlebihan bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.
10. Natrium Metasulfat
Sama dengan kalsium dan natrium propionat, natrium metasulfat juga
sering digunakan pada produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini
diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit.
Bahan Kimia Sebagai Pengawet Yang Dilarang

19
Akhir-akhir ini banyak terjadi penyalahgunaan bahan pengawet, misalnya
boraks dan formalin. Boraks sering digunakan pada pengolahan bakso dan mi
basah. Boraks yang dikonsumsi terus-menerus dapat berakibat keracunan dengan
gejala muntah-muntah, diare, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Di
samping bersifat sebagai zat pengawet boraks juga berfungsi sebagai pengenyal.
Formalin dengan kadar sekitar 40%, biasa digunakan pada proses
pengawetan spesimen biologi atau proses pengawetan mayat. Adapun bahan-
bahan pengawet yang tidak aman dan berbahaya bagi kesehatan, antara lain
sebagai berikut:
1. Natamysin
Bahan ini biasa digunakan pada produk daging dan keju. Bahan ini
bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan
perlukaan kulit.
2. Kalium Asetat
Makanan yang asam umumnya ditambahkan bahan pengawet ini.
Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi
ginjal.
3. Butil Hidroksi Anisol
Biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur,
shortening, keripik kentang, pizza, dan teh instan. Bahan pengawet
jenis ini diduga bisa menyebabkan penyakit hati dan memicu kanker.
4. Boraks atau Natrium Tetraborat
Dengan rumus kimia Na2B4O7.10 H2O adalah senyawa yang biasa
digunakan sebagai bahan baku disinfektan, detergen, cat, plastik,
ataupun pembersih permukaan logam sehingga mudah disolder.
Karena boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman, bahan ini
sering digunakan untuk pengawet kosmetik dan kayu. Banyak
ditemukan kasus boraks yang disalahgunakan untuk pengawetan
bakso, sosis, krupuk gendar, mi basah, pisang molen, lemper, siomay,
lontong, ketupat, dan pangsit.
5. Formaldehida (Formalin)
Formalin adalah nama dagang untuk larutan yang mengandung 40
persen formaldehid (HCOH) dalam 60 persen air atau campuran air
dan metanol (jenis alkohol bahan baku spiritus) sebagai pelarutnya.

20
Formalin sering disalahgunakan untuk mengawetkan mi, tahu basah,
bakso, dan ikan asin. Penggunaan formalin pada makanan dapat
menyebabkan keracunan.
Gejalanya antara lain pusing, rasa terbakar pada tenggorokan,
penurunan suhu badan, rasa gatal di dada, sukar menelan, sakit perut
akut disertai muntah-muntah, dan mencret berdarah. Formalin juga
menyebabkan kerusakan sistem susunan saraf pusat serta gangguan
peredaran darah.
Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan
kejang-kejang, kencing darah, dan muntah darah yang berakhir dengan
kematian. Formalin juga bersifat karsinogenik (dapat memicu kanker).
IV. APLIKASI PENGOLAHAN DENGAN ASAM
Asam benzoat, asam propionat, dan asam sorbat merupakan zat
pengawet makanan yang aman untuk mencegah makanan agar tidak cepat
rusak. Golongan asam ini digunakan untuk menurunkan pH sampai kadar
pH yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Biasanya, digunakan
pada jajanan pasar atau kue-kue basah.
Salah satu pengawet makanan dari golongan asam yang cukup
terkenal adalah asam benzoat. Pengawet makanan ini berbentuk kristal
dengan warna yang putih.
Adapun penggunaan asam lainnya pada pengawetan makanan:
a. Asam propionat
Asam propionat merupakan salah satu zat yang tergolong dalam bahan tambahan
makanan. Asam propionat sering dipakai untuk bahan pengawet produk
roti, tepung dan keju. E-number untuk asam propionat adalah E280 dan
termasuk dalam golongan pengawet. Asam propionat berasal dari fermentasi
gula (sumber karbon) menggunakan bakteri Propionibacterium
freudenreichii , melalui metode fermentasi fed-batch (Chen et al., 2012).
Propionibacterium adalah bakteri gram positif, bakteri anaerob
fakultatif, yang sering digunakan dalam pembuatan keju swiss dan
produksi vitamin B12.

21
Sumber karbon yang digunakan sebagai sumber energi untuk bakteri
propionat hidup lebih baik menggunakan gliserol dibandingkan dengan
glukosa, karena propionat yang dihasilkan lebih banyak. Namun,
kombinasi fermentasi antara glukosa dan gliserol labih menguntungkan
dibandingkan hanya menggunakan gliserol saja (Wang and Shang-Tian,
2013).
Asam propionat sebagai bahan pengawet merupakan hasil dari sintesis kimia. Ada
dua cara yang digunakan untuk meghasilkan asam propionat, yang pertama
menggunakan etilen, karbon monooksida dan air, dan menggunakan propionaldehid
yang dioksidasi, keduanya menggunakan proses distilasi (EFSA, 2011)
b. Asam Benzoat
Asam benzoat diproduksi secara komersial dengan oksidasi parsial
toluena dengan oksigen. Proses ini dikatalisis oleh kobalt ataupun
mangan naftenat. Proses ini menggunakan bahan-bahan baku yang
murah, menghasilkan rendemen yang tinggi, dan dianggap sebagai
ramah lingkungan.
Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan dalam
saos dan sambal. Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba
karena tujuan penggunaan zat pengawet ini dalam kedua makanan
tersebut untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama
untuk makanan yang telah dibuka dari kemasannya. Jumlah maksimum
asam benzoat yang boleh digunakan adalah 1000 ppm atau 1 gram per
kg bahan (permenkes No 722/Menkes/per/1X/1988).
Pembatasan penggunaan asam benzoat ini bertujuan agar tidak terjadi
keracunan. Konsumsi yang berlebihan dari asam benzoat dalam suatu
bahan makanan tidak dianjurkan karena jumlah zat pengawet yang
masuk ke dalam tubuh akan bertambah dengan semakin banyak dan
seringnya mengkonsumsi. Lebih-lebih lagi jika dibarengi dengan
konsumsi makanan awetan lain yang mengandung asam benzoat. Asam
benzoat mempunyai ADI 5 mg per kg berat badan (hanssen, 1989
dalam Warta Konsumen, 1997).
Asam benzoat berdasarkan bukti-bukti penelitian menunjukkan
mempunyai toksinitas yang sangat rendah terhadap manusia dan

22
hewan. Pada manusia, dosis racun adalah 6 mg/kg berat badan melalui
injeksi kulit tetapi pemasukan melalui mulut sebanyak 5 sampai 10
mg/hari selama beberapa hari tidak mempunyai efek negatif terhadap
kesehatan.
c. Asam Askorbat
Asam askorbat oksidase atau disingkat askobase merupakan enzim yang
hanya mengkatalisis reaksi oksidasi asam askorbat saja, baiki asam askorbat
alami ataupun sintesis, tetapi tidak mengkatalisis senyawa yang lain misalnya
sistein, glutation,tirosin dan phenol. Enzim heksosidase tersebut mempunyai
aktifitas optimal pada pH 5,6 5,9. Asam askorbat oksidase dapat
mengakibatkan defisiensi vitamin C akibat intake zat gizi yang kurang
dari makanan.
Ascorbic acid (asam askorbat) adalah salah satu senyawa kimia yang
membentuk vitamin C. Ia berbentuk bubuk kristal kuning keputihan
yang larut dalam air dan memiliki sifat-sifat antioksidan. Nama
askorbat berasal dari akar kata a- (tanpa) dan scorbutus (skurvi),
penyakit yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C. Vitamin C
termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal
berbagai radikal bebas. Beberapa karakteristiknya antara lain sangat
mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Buah-buahan,
seperti jeruk, merupakan sumber utama vitamin ini.

Sifat-sifat Asam Askorbat :


Asam askorbat menunjukkan metallo-enzim, larut dalam garam dan
mempunyai berat molekul 150.000.
Ko-enzim mengandung 6 atom tembaga untuk setiap molekul protein.
Seiring dengan kenaikan kadar tembaga, elemen ini membentukbagian
dari enzim.

Dengan kenaikan suhu 10 C (diatas nol) jumlah vitamin yang


dioksidasikan naik 2- 2,5 kalinya, dan aktifitas optimal didapatkan
didaptkan pada suhu sekitar 38 C. Asam askorbat oksidase berperan
dalam batas yang luas dari pH 4-7, tetapi pengaruh maksimal adalah

23
antara pH 5,6 6,0 dan jika ph diturunkan 2,0 maka enzim menjadi
inaktif.
Kebutuhan akan Vitamin C meningkat secara berarti dan merupakan
resiko terjadinya kekurangan pada berbagai keadaan berikut:
Kehamilan, Menyusui, Tirotiksikosis (hiperaktivitas kelenjar tiroid),
Berbagai jenis peradangan, Pembedahan , Luka bakar.
Vitamin C dosis tinggi (500-10.000 miligram) telah dianjurkan untuk
mencegah common cold, skizofrenia, kanker, hiperkolesterolemia dan
aterosklerosis. Tetapi hal ini belum mendapatkan dukungan ilmiah
yang cukup.
Dosis yang melebihi 1000 miligram/hari menyebabkan diare , batu
ginjal pada orang-orang yang peka, perubahan siklus menstruasi.
Beberapa orang yang menghentikan asupan Vitamin C dosis tinggi
secara tiba-tiba dapat kembali mengalami scurvy.
d. Asam Asetat
Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan
ini menghasilkan rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan
mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air
keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika
makan acar, mie ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat
antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara lain
acar, saos tomat, dan saus cabai.
Asam asetat (CH3COOH) merupakan asam organik monokarbolik,
memiliki bau dan rasa tajam, bersifat sangat mudah larut dalam air.
Asam asetat aman digunakan sebagai preservasi bahan makanan dan
tidak ada batasan maksimal yang boleh dikonsumsi oleh manusia.
Asam asetat dan asam laktat termasuk dalam kelompok asam organik
lipofilik lemah yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
mikroba dalam bahan makanan (Rahman, 1999). Asam asetat
mempunyai kemampuan antimikrobial yang lebih efektif dibanding
asam laktat. Hal ini dikarenakan asam asetat memiliki sifat lipofilik
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan asam laktat, sehingga asam
asetat lebih mudah menerobos membran dinding sel mikroorganisme.

24
Asam asetat juga memiliki spektrum penghambatan yang luas pada
bakteri.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

25
Penggunaan garam, gula, asam dan bahan kimia lainnya dalam makanan

biasanya digunakan sebagai pengawet, hal ini dilihat dari daya

menghambat pertumbuhan dari mikroba, tingkat kualitas mutu nilai

pangan, pengawetan makanan bisa meningkatkan kualitas produk

makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet makanan adalah

memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012.Pengawetan dan bahan kimia II.

http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6a4. Diakses

tanggal 19 Maret 2016.


Anonim.2006.Tekhnologi_Pangan.ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/M

U/ teknologipangan.doc. Diakses tanggal 19 Maret 2016


Anonim.2012.Gula dan garam.

http://www.scribd.com/doc/88720192/Tpp-Gula-Garam. Diakses tanggal

19 Maret 2016.
Joe, Mas.2012. Pengawetan dengan Gula.

(https://www.academia.edu/11028528/PENGAWETAN_DENGAN_GUL

A). Diakses pada tanggal 23 Maret 2016.


Anonim.2012. Contoh Zat Kimiasebagai Pengawet Makanan dan

Minuman. ( http://mafia.mafiaol.com/2012/11/contoh-bahan-kimia-

sebagai-pengawet.html). Diakses pada 23 Maret 2016

27

Anda mungkin juga menyukai